Senin, 27 Juli 2009

Surat Dan Stempel Nabi




Oleh: Hasan Husen Assagaf

Â

Al-Qura’n turun melalui Jibril as kepada Nabi saw bukan dengan tulisan tapi dengan lisan. Bahkan ayat pertama yang turun kepada beliau bukan “Uktub” atau “Tulislah” tapi ayat pertama turun berbunyi “Iqra’” artinya “Bacalah”. Dari salah satu mu’jizat Nabi saw yang terbesar adalah bahwa beliau itu buta huruf, tidak bisa membaca dan menulis. Tapi kok wahyu yang turun kepada beliau dari Allah baik melalui Jibril atau langsung bisa diterimanya? Karena ingatan dan hapalan Nabi saw super hebat, luar biasa tidak bisa disamakan dengan ingatan dan hapalan orang orang biasa. Maka semua wahyu yang dibacakan Jibril as yang turun dari Allah kepada beliau bisa langsung melekat di ingitan Nabi saw tidak bisa terlepas lagi.

Â

Jelasnya, kalau ada orang mengatakan bahwa Nabi saw itu pintar menulis berarti dia bodoh tidak mengetahui sejarah Nabi saw atau berarti dia telah melecehkan Islam. Orang pintar pada masa Nabi saw bukan orang yang pandai menulis tapi yang hebat pada zaman itu adalah orang yang hapalanya kuat. Kalau begitu menulis bukalah budaya orang Arab. Orang Arab di masa itu merasa malu jika diketahui ia pandai menulis. Karena mereka mengandalkan diri mereka kepada hapalan. Orang yang pandai menulis berarti hapalannya tidak kuat.

Â

Tapi Islam adalah agama terbuka dan bisa menerima budaya. Contohnya setalah wafatnya Nabi saw, para sahabat mulai mengumpulkan Al-Qur’an dari penghapal penghapal agar mu’jizat Nabi itu tidak putus dan habis sepeninggalan mereka atau sehabis para penghapal itu wafat. Maka terbentuklah “lajnah” untuk mengumpulkan Al-Qur’an dan ini tentu memerlukan waktu dan tenaga luar biasa. Setelah terkumpul mulailah mereka menulis demi untuk menjaga keselamatan Al-Qur’an dari tangan tangan kotor dan memeliharanya agar tetap bersih, murni dan terjaga “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya” al-Hijr 9.

Â

Begitu pula hadist hadist Nabi saw yang diriwayatkan atau disampaikan dengan lisan memiliki kedudukan yang lebih kuat daripada riwayat yang disampaikan dengan tulisan. Walaupun demikian, Islam adalah agama terbuka dan menerima budaya yang datang dari luar, atau menerima cara orang lain selama budaya dan cara mereka itu baik tidak keluar dari rel rel syariat Allah. Contohnya adalah pengumpulan Al-Quran dan hadist-hadist Nabi saw, pembuatan surat surat Nabi saw yang dikirim kepada raja raja dan penguasa penguasa dunia setelah Islam mulai kuat di Madinah dan mulai berkembang luas ke seluruh penjuru.

Â

Banyak budaya dan cara orang lain masuk ke dunia Islam dan diterima semasih budaya dan cara itu bisa diterima kebenaranya. Contohnya setelah Rasulallah saw membuat surat surat kepada raja raja dan penguasa penguasa dunia mengajak mereka masuk ke agama Islam, salah seorang sahabat mengatakan bahwa orang-orang kafir tersebut tidak mau menerima surat surat tanpa distempel lebih dahulu, maka Nabi saw memerintahkan para sahabat untuk membuatkan baginya stempel. Kemudian dibuatlah stempel berupa cincin yang berukiran kalimat “Muhammad Rasulullah“. Stempel ini dikenakan Nabi saw di tangan kanan beliau sampai beliau wafat. (Lihat foto stempel Nabi).

Stempel Nabi saw

Semua surat surat Nabi saw yang dikirim kepada raja dan penguasa dunia disambut dengan baik dan sangat dihargai sekali oleh mereka kecuali surat beliau yang dikirim kepada Kisra atau Khosrau II (Penguasa Persia). setibanya surat beliau dan sehabis dibaca surat beliau dirobek robek oleh Khosrau. Rasulallah berdoa: “Ya Allah robek robeklah kerajaannya”.

Â

Kalau kita membaca isi surat surat Nabi saw yang dikirim untuk penguasa penguasa dunia kita bisa lihat dengan jelas bahwa Rasulallah saw adalah seseorang yang ahli berdeplomasi dan sangat pintar bersiasat. Kita bisa lihat bahwa beliau sangat menghargai dan memuliakan kedudukan mereka sebagai penguasa dunia.

Â

Di bawah ini terlampir 4 surat Nabi saw:

1- Surat Nabi saw untuk Raja Negus (Penguasa Ethiopia)

Â

Surat Nabi Untuk Najasyi

Isi surat:

Dari Muhammad utusan Islam untuk An-Najasyi, penguasa Abyssinia (Ethiopia). Salam bagimu, sesungguhnya aku bersyukur kepada Allah yang tidak ada Tuhan kecuali Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, dan aku bersaksi bahwa Isa putra Maryam adalah ruh dari Allah yang diciptakan dengan kalimat Nya yang disampaikan Nya kepada Maryam yang terpilih, baik dan terpelihara. Maka ia hamil kemudian diciptakan Isa dengan tiupan ruh dari-Nya sebagaimana diciptakan Adam dari tanah dengan tangan Nya. Sesungguhnya aku mengajakmu ke jalan Allah. Dan aku telah sampaikan dan menasihatimu maka terimalah nasihatku. Dan salam bagi yang mengikuti petunjuk.

Â

2- Surat Nabi saw untuk Raja Heraclius (Kaisar Romawi)

Â

Isi surat:

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad utusan Allah untuk Heraclius Kaisar Romawi yang agung. Salam bagi siapa yang mengikuti petunjuk. Salain dari pada itu, sesungguhnya aku mengajak kamu untuk memeluk Islam. Masuklah kamu ke agama Islam maka kamu akan selamat dan peluklah agama Islam maka Allah memberikan pahalah bagimu dua kali dan jika kamu berpaling maka kamu akan menanggung dosa orang orang Romawi.  “Katakanlah: Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. Al-Imron 64

Â

3- Surat Nabi saw untuk Raja Khosrau II (Penguasa Persia)

Â

Isi surat:

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad utusan Allah untuk Khosrau, penguasa Persia yang agung. Salam bagi orang yang mengikuti petunjuk, beriman kepada Allah dan RasulNya, dan bagi orang yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah, Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan bagi yang bersaksi bawha Muhammad itu hamba Nya dan utusan Nya. Aku mengajakmu kepada panggilan Allah sesungguhnya aku adalah utusan Allah bagi seluruh manusia supaya aku memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) dan supaya pastilah (ketetapan azab) terhadap orang-orang kafir. Peluklah agama Islam maka kamu akan selamat. Jika kamu menolak maka kamu akan menanggung dosa orang orang Majusi.

4- Surat Nabi saw untuk Al-Muqawqis (Penguasa Mesir)

Surat Nabi Untuk Muqauqis

Isi surat:

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad bin Abdullah utusan Allah, untuk al-Muqawqis penguasa Mesir yang agung. Salam bagi siapa yang mengikuti petunjuk. Selain dari pada itu, aku mengajakmu kepada panggilan Allah. Peluklah agama Islam maka kamu akan selamat dan Allah akan memberikan bagimu pahala dua kali. Jika kamu berpaling maka kamu akan menanggung dosa penduduk Mesir.“.

Â

Setelah al-Muqawqis membaca surat Nabi saw, ia membalas surat beliau dan memberikam kepada beliau dua hadiah. Hadiah pertama berupa dua budak belian bernama Maria binti Syamu’n al-Qibthiyyah yang dimerdekakan Nabi saw dan menjadi istri beliau, darinya Rasulallah saw mendapatkan seorang anak yang diberi nama Ibrahim (wafat semasih kecil), nama ini diambil dari nama kakek beliau Nabi Ibrahim as. Dan budak kedua adiknya sendiri Sirin binti Syamu’n Al-Qibthiyyah yang dikawini Hassan bin stabit ra, sastrawan unggul pada zaman Nabi saw. Hadiah kedua berupa kuda untuk tunggangan beliau.

(Artikel ini telah dimuat di Republika: http://www.republika.co.id/kolom_detail.asp?id=335688&kat_id=16Â )

Â

Walau’alam

Hasan Husen Assagaf

Sumber http://hasanalsaggaf.wordpress.com/2008/06/03/surat-dan-stempel-nabi/

All Habaib.............

Sayid...., Ustadz Hasan Dalil al Idrus, mertua ustadz Hidayat, O. Hasyeem sang Fenomenal, Sayid Hamid al Idrus, Sayid............. ( in Solo- Jawa Tengah )

Jumat, 24 Juli 2009

Kepada siapakah sayidah Fatimah berbaiat?

Kepada siapakah sayidah Fatimah berbaiat?

Ditulis oleh HikmahIslam

Rasulullah saw bersabda : “Siapa yang meninggal dan tidak mengenal (berbaiat) imam zamannya maka matinya , terhitung sebagai matinya orang yang dalam keadaan jahil(kafir).” {Syarkh Maqashid jilid 5 halaman 239, dan Syarkh fighi al-Akbar halaman 179 dan di kitab-kitab lain ahlu sunnah maupun syiah.}

Rasulullah saw berkata kepada sayidah Fatimah (putrinya) : “sesungguhnya Allah swt tidak akan mengadzabmu dan tidak akan mengadzab satupun dari anak-anakmu”. {al-Mu’jam al-Kubra jilid 11 halaman 210 dan al-Shawaiq al-Muhriqah halaman 160 dan 235 Serta banyak dari kitab-kitab syiah dan kitab-kitab sunni yang lain.}

Rasulullah saw bersada : “Fatimah adalah bagian dariku siapa yang telah membuatnya marah maka telah membuatku marah” {shahih al-Bukhari hadis ke 3510 dan di seluruh kitab-kitab sunni dan syiah}

Disebutkan di dalam shahih al-Bukhari jilid 5 halaman 177 bahwa sayidah Fatimah setelah meminta warisan Nabi (yang merupakan haknya) dari khalifah pertama dan khalifah tidak memberikan warisan itu, sejak saat itu sayidah Fatimah tidak pernah lagi berbicara kepada Kalifah pertama (Abubakar) samapai akhir hayatnya. hal ini juga disebutkan di banyak dari buku-buku sejarah ulama’ syiah dan sunni. Juga disebutkan di kitab-kitab ahl sunnah/sunni dan syiah bahwa sayidah Fatimah meninggaldalam keadaan marah kepada khalifah pertama (Abubakar) dan khalifah kedua (Umar). Dan di kitab-kitab sunni dan syiah disebutkan bahwa sayidah Fatimah tidak mau makamnya di ketahui oleh masyarakat olehkarena itu beliau meminta suaminya(sayidina Ali ra) untuk memamkamkannya di malam hari supaya tidak ada yang mengetahui makamnya. dan sampai sekarang pun tidak ada satupun dari muslimin yang tahu diamana makamnya.

Point-point yang dapat diperhatikan:

*1. Hadis diatas tentang keutamaan sayidah fatimah adalah shahih/benar karena diriwayatkan hampir di seluruh kitab-kitab syiah dan sunni,

*2 .Tentang kemarahan sayidah Fatimah kepada khalifah pertama dan kedua juga benar karena perawinya tidak cuma satu atau sepuluh akan tetapi lebih dari itu,

*3. Hadis tentang “orang yang tidak tahu imam zaman nya maka matinya mati jahiliyah” juga benar karena di sunni maupun syiah ada, dari 3point diatas kita mengetahui bahwa sayidah Fatimah pasti sebelum meninggal pasti berbaiat kepada Imam zamannya karena sayidah Fatimah orang yang pasti masuk sorga maka pasti melakukan perintah Rasulullah saw. dan dari 3point diatas kita dapat mengetahui bahwa sayidah Fatimah tidak menganggap bahwa Abubakar adalah Imam zamannya, dan pasti telah menganggap orang lain sebagai Imamnya. dan ini membuktikan bahwa kekhalifahan Abubakar tidak dibenarkan oleh sayidah Fatimah az-zahra.

Dan kalau kita perhatikan hadis-hadis dibawah ini kita ketahui bahwa siapa yang dianggap sebagai imam oleh sayidah Fatimah.:

Rasulullah saw bersabda : “Siapa yang tidak berkata bahwa Ali adalah sebaik-baik manusia maka telah kafir” {Tarikh al-Khatib al-Baghdadi jilid 3 halaman 192 , Kanz al-Ummal jilid 11 halaman 625} Rasulullah saw bersabda:”jika kalian menjadikan Ali sebagai pemimpin kalian-(dan aku melihat kalian tidak melaksanakannya)-maka kalian akan menemukan bahwa dia(Ali) adalah pemberi petunjuk yang akan menunjukkan kepada kalian jalan yang lurus dan benar.” {musnad ahmad jilid 1 halaman 108}

Rasulullah saw bersabda : “siapa yang menaatiku maka telah menaati Allah swt, dan siapa yang melanggar perintahku maka telah melanggar perintah Allah,dan siapa yang menaati Ali maka telah menaatiku, dan siapa yang telah melanggar perintahnya maka telah melanggar perintahku.” {mustadrak Hakim jilid 3 halaman 121}

Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya Ali adalah kota hidayah, maka barangsiapa yang masuk ke dalam kota tersebut akan selamat dan siapa yang meninggalkannya akan celaka dan binasa.” {Yanabi’ al-Mawaddah jilid 1 halaman 220 hadis ke 39}

Tasbih Fatimah Zahra as


Imam Ali as menuturkan, “Pada suatu hari, sejumlah raja Ajam (non-Arab) mengirim beberapa budak wanita sebagai hadiah kepada Rasulullah saw. Aku berkata kepada Fathimah as., ‘Datanglah engkau kepada Rasulullah dan mintalah darinya pembantu (untuk mengurusi rumah)!’”.

Sayyidah Fathimah as. pergi mendatangi ayahandanya, kemudian ia meminta dari beliau. Rasulullah saw. berkata, “Wahai Fathimahku! Aku akan memberikanmu sesuatu, yang lebih baik dari pembantu, bahkan lebih baik dari dunia dan seisinya; “Setiap setelah melakukan salat, bacalah tiga puluh empat kali Allahu Akbar, tiga puluh tiga kali Alhamdulillah, dan tiga puluh tiga kali Subhanallah, kemudian akhiri dengan membaca Lailahaillallah! Pekerjaan ini lebih baik daripada yang engkau minta, dunia dan seisinya ada di dalamnya.”

Setelah itu Sayyidah Fathimah as selalu membaca tasbih ini setiap kali seusai menunaikan ibadah salat. Oleh karena itu, tasbih ini dinisbahkan kepada beliau as. Bihar al-Anwar jilid. 85, hal. 336.

Akibat menggampangkan sholat !!!

Orang Yang Menggampangkan Sholat

by http://syiar.net/?p=31

Sayyidah Fathimah Az-Zahra as. pernah bertanya kepada ayahnya Rasulullah SAAW,”Wahai ayah, apa akibatnya bagi orang yang menggampangkan shalat baik laki-laki dan perempuan?”

Rasulullah SAAW berkata,”Wahai Fathimah, barang siapa yang menggampangkan shalat baik laki-laki maupun perempuan, maka Allah SWT akan memberikan cobaan kepadanya dengan 15 perkara:

A. 6 (enam) perkara yang menimpa di dunia:
1. Allah SWT mengangkat keberkahan dari umurnya
2. Allah SWT mengangkat keberkahan dari rezekinya
3. Allah SWT menghapus tanda-tanda orang saleh dari wajahnya
4. Semua amalan perbuatannya tidak akan diganjar
5. Tidak akan naik doanya ke langit
6. Dia tidak akan mendapat bagian di dalam doanya orang-orang saleh

B. 3 (tiga) perkara yang menimpa ketika meninggal
1. Mati dalam keadaan hina
2. Mati dalam keadaan lapar
3. Mati dalam keadaan haus, walaupun dituangkan kepadanya air sungai yang ada di seluruh dunia ini tidak akan menghilangkan rasa hausnya

C. 3 (tiga) perkara yang menimpa di dalam kubur
1. Allah SWT akan mewakilkan malaikat-Nya untuk menakut-nakuti dalam kuburnya
2. Akan sempit baginya kuburannya
3. Akan menjadi gelap kuburannya

D. 3 (tiga) perkara di hari kiamat, ketika keluar dari kubur
1. Allah SWT akan mewakilkan malaikat-Nya untuk menyeret mukanya dan makhluk Allah SWT yang lain melihatnya
2. Allah SWT menghisabnya dengan hisab yang berat
3. Allah SWT tidak akan melihat kepadanya dan tidak akan menyucikannya,

Rasul bermuka masam ???

Siapakah Yang Bermuka Masam?

by http://syiar.net/?p=28

Sebab turunnya surat Abasa (QS:80) berasal dari sebuah peristiwa sejarah. Suatu ketika Nabi SAAW tengah bersama sejumlah orang kaya Quraisy dari suku Umayyah. Ketika Rasul Allah SAAW tengah mengajari mereka, ‘Abd Allah ibn Ummi Maktum, seorang buta dan termasuk salah seorang sahabat Nabi SAAW, datang kepadanya. Nabi SAAW menyambutnya dengan penuh hormat dan memberikan tempat duduk yang paling dekat dengan dirinya. Bagaimanapun, Nabi SAAW tidak menjawab pertanyaan orang buta dengan segera mengingat ia berada di tengah pembicaraan dengan suku Quraisy. Karena ‘Abd Allah miskin dan buta, para pembesar Quraisy merendahkannya dan mereka tidak suka penghormatan dan penghargaan yang ditujukan kepadanya oleh Nabi SAAW. Mereka juga tidak suka kehadiran orang buta di tengah-tengah mereka sendiri, dan perkataannya yang menyela perbincangan mereka dengan Nabi SAAW. Akhirnya, salah seorang kaya dari Bani Umayyah (Walid ibn Mughiro) bermuka masam dan berpaling daripadanya.

Perbuatan orang kaya Quraisy tidak diridhai oleh Allah dan Dia menurunkan surat Abasa (80) melalui malaikat Jibril di waktu yang sama. Surat ini memuji kedudukan ‘Abd Allah kendati ia papa dan buta. Dan, dalam ayat-ayat belakangan Allah “mengingatkan” Nabi-Nya SAAW bahwa mengajari seorang kafir tidaklah penting andaikata orang kafir itu tidak cenderung untuk menyucikan dirinya dan menyakiti seorang mu’min hanya karena ia tidak kaya dan sehat.

Sejumlah mufasir dan ulama mengatakan bahwa surat Abasa ini ditujukan untuk Nabi Allah SAAW karena Nabi SAAW bermuka masam karena kehadiran ‘Abd Allah yang miskin dan buta.

Faktanya adalah Al-Qur’an tidak memberikan keterangan apapun bahwa yang bermuka masam kepada orang buta adalah Nabi SAAW dan juga tidak memastikan siapa yang dituju (oleh ayat tersebut). Lebih dari itu terjadi perubahan kata benda dari dia dalam dua ayat pertama kepada ” engkau” dalam ayat-ayat terakhir dalam surat tersebut. Allah tidak menyatakan “Engkau bermuka masam dan berpaling”, tapi menyatakan, ” Dia bermuka masam dan berpaling (ketika ia tengah bersama Nabi). Karena telah datang kepadanya seorang yang buta. Tahukah kamu bahwa ia (orang buta tersebut) ingin membersihkan dirinya dari dosa,” (QS 80:1-3)



Kendatipun kita mengandalkan bahwa “engkau” dalam ayat ketiga tertuju kepada Nabi SAAW, maka nyatalah dari tiga ayat di atas bahwa kata kata “dia” (orang yang bermuka masam) dan “kamu” tertuju pada dua orang yang berbeda.

Kata “kau” atau “mu” dalam Al-Qur’an tidaklah selalu harus ditujukan kepada Nabi SAAW; dalam QS 75:34-35 kata “engkau” ditujukan kepada orang kafir, “Kecelakaanlah bagi engkau (orang kafir), maka kecelakaanlah (bagi engkau)”

Kata ” tawalla” (berpaling) dalam surat Abasa ayat 1 ( QS 80:1 ), juga akan ditemui di QS 75:32, QS 88:23, QS 96:13 yang ketiga-tiganya ditujukan untuk orang kafir. Lebih lanjut, dalam Al-Qur’an, kata ” abasa” disebutkan 2 kali: surat Abasa sendiri ( QS 80:1 ) dan surat Al-Muddatstsir ( QS 74:22 ). Dalam ( QS 74:22 ) tersebut kata ” abasa” ditujukan untuk orang kafir.

Maka, berdasarkan bukti di atas, apakah mungkin orang yang bermuka masam dan berpaling adalah Nabi SAAW yang akhlaknya terjamin mulia dan agung? Apakah mungkin Nabi SAAW disejajarkan dengan orang kafir?

Lebih dari itu, bermuka masam bukanlah perilaku yang berasal dari Nabi SAAW terhadap musuh-musuhnya yang nyata, apalagi (bermuka masam) terhadap orang beriman yang mencari petunjuk! Satu lagi pertanyaan yang muncul adalah bagaimana bisa seorang Nabi SAAW yang diutus sebagai rahmat untuk umat manusia berbuat tidak senonoh seperti itu? Dakwaan ini juga berlawanan dengan pujian Allah SWT sendiri atas moral luhur dan etika mulia dari Nabi SAAW, ” Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung,” (QS 68:4) . Tidak ada keraguan atas kemuliaan akhlak Nabi SAAW, bahkan Allah SWT bersumpah demi bintang apabila tenggelam, “Demi bintang apabila terbenam, tidaklah sesat sahabat kamu itu (Muhammad) dan tidak keliru,” (QS 53:1-2)

“Sesungguhnya pada diri Rasulullah itu teladan yang baik bagi kamu, bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan hari kemudian dan banyak mengingat Allah.” (QS 33:21)

Disepakati bahwa surat al Qalam ( QS 68 ) turun sebelum surat Abasa. Ia bahkan diturunkan segera setalah surat Iqra’ ( QS 96 - surat pertama yang diwahyukan ). Bagaimana bisa masuk akal bahwa Allah melimpahkan kebesaran pada makhluk-Nya di permulaan kenabiannya, menyatakan bahwa ia berada dalam budi pekerti yang agung, dan setelah itu balik menegur dan memperingatkannya atas keraguan yang tampak pada tindakan moralnya.

Kesimpulan akhir adalah orang yang menghina orang buta itu BUKANLAH Nabi SAAW. Ulama dan orang yang menganggap Nabi SAAW menghina orang buta berarti mereka menganggap diri mereka lebih mulia dari Nabi SAAW, karena mereka menganggap diri mereka tidak mungkin akan bermuka masam dan berpaling jika ada orang miskin dan buta datang kepada mereka.

Hadis Tentang Adanya Kitab Nama Ahli Surga Dan Kitab Nama Ahli Neraka



Percayakah anda jika terdapat Kedua Kitab dimana Kitab yang satu memuat nama-nama Penghuni Surga seluruhnya dan Kitab yang satunya memuat nama-nama Penghuni neraka seluruhnya?. Ketika saya mengatakan ini, beberapa orang dengan sinis berkata bahwa itu cuma keanehan yang hanya ada di dalam syiah. Sungguh luar biasa pikiran mereka, setiap apa saja yang saya katakan dan berbau aneh, mereka mencibir seraya berkata Syiah. Jika mereka malas membaca maka jangan samakan dengan orang lain yang mau belajar dan membaca. Keterangan ini justru saya dapatkan dari kitab-kitab hadis yang mu’tabar seperti Sunan Tirmidzi dan Musnad Ahmad.

Diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dalam Musnad Ahmad 2/167 no 6563

حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا هاشم بن القاسم ثنا ليث حدثني أبو قبيل المعافري عن شفى الأصبحي عن عبد الله بن عمرو عن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال خرج علينا رسول الله صلى الله عليه و سلم وفي يده كتابان فقال أتدرون ما هذان الكتابان قال قلنا لا الا أن تخبرنا يا رسول الله قال للذي في يده اليمنى هذا كتاب من رب العالمين تبارك وتعالى بأسماء أهل الجنة وأسماء آبائهم وقبائلهم ثم أجمل على آخرهم لا يزاد فيهم ولا ينقص منهم أبدا ثم قال للذي في يساره هذا كتاب أهل النار بأسمائهم وأسماء آبائهم وقبائلهم ثم أجمل على آخرهم لا يزاد فيهم ولا ينقص منهم أبدا فقال أصحاب رسول الله صلى الله عليه و سلم فلأي شيء إذا نعمل ان كان هذا أمر قد فرغ منه قال رسول الله صلى الله عليه و سلم سددوا وقاربوا فإن صاحب الجنة يختم له بعمل أهل الجنة وان عمل أي عمل وان صاحب النار ليختم له بعمل أهل النار وان عمل أي عمل ثم قال بيده فقبضها ثم قال فرغ ربكم عز و جل من العباد ثم قال باليمني فنبذ بها فقال فريق في الجنة ونبذ باليسرى فقال فريق في السعير

Telah menceritakan kepada kami Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku Ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Hasyim bin Qasim yang berkata telah menceritakan kepada kami Laits yang berkata telah menceritakan kepadaku Abu Qabil Al Ma’afiri dari Syafi’ Al Asbahi dari Abdullah bin Amr dari Rsulullah SAW, Abdullah berkata “Rasulullah SAW keluar menemui kami dengan kedua kitab di tangan Beliau. Kemudian Beliau bertanya “Apakah kalian mengetahui kedua kitab ini?. Kami menjawab “tidak wahai Rasulullah kecuali Anda mengabarkan kepada kami”. Kemudian Beliau bersabda mengenai kitab di tangan kanannya “Ini adalah Kitab yang berasal dari Rabb semesta Alam, di dalamnya terdapat nama-nama penduduk surga dan nama-nama orang tua mereka serta kabilah mereka. Jumlahnya telah ditutup dengan orang terakhir dari mereka dan tidak akan ditambah dan tidak pula dikurangi”. Kemudian Beliau bersabda tentang kitab di tangan kirinya “Adapun ini adalah Kitab dari Rabb semesta Alam, di dalamnya terdapat nama-nama penghuni neraka dan nama-nama orang tua serta kabilah mereka. Jumlahnya telah ditutup dengan terakhir dari mereka sehingga tidak akan bertambah ataupun berkurang untuk selama-lamanya. Kemudian para sahabat berkata “kalau begitu dimana amalan wahai Rasulullah SAW jika semuanya sudah ditetapkan?”. Beliau menjawab “berusahalah dan mendekatlah karena sesungguhnya penduduk surga akan ditutup dengan amalan penduduk ahli surga meskipun ia mengamalkan apa saja. Dan sesungguhnya penduduk neraka akan ditutup dengan amalan penduduk neraka meskipun ia mengamalkan apa saja. Kemudian Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya Allah SWT telah selesai terhadap para hambanya”. Beliau berkata sambil mengarahkan tangan kanannya “satu kelompok di dalam surga” kemudian mengarahkan tangan kirinya seraya berkata “kelompok yang lain di dalam neraka”.

Syaikh Ahmad Syakir dalam Syarh Musnad Ahmad no 6563 menyatakan bahwa hadis ini sanadnya Shahih. Hadis ini juga diriwayatkan dalam Sunan Tirmidzi 4/449 no 2141 dimana Imam Tirmidzi berkata “hadis hasan shahih gharib”. Syaikh Al Albani memasukkannya dalam Shahih Sunan Tirmidzi no 2141 dan berkata “hadis hasan”. Kemudian Syaikh Al Albani juga memasukkan hadis ini dalam Shahih Jami’ As Shaghir no 88 dan berkata “hadis shahih”.

Ada pertanyaan yang menggelitik di benak saya. Kedua kitab itu jelas merupakan Kitab milik Rasulullah SAW. Lantas dimanakah kedua kitab tersebut ketika Rasulullah SAW wafat?. Apakah kedua kitab tersebut disedekahkan kepada umatnya merujuk dengan perkataan “Para Nabi tidak mewariskan dan apa yang ditinggalkan menjadi sedekah”?. Ataukah kitab tersebut diambil oleh khalifah pengganti Beliau?. Ataukah Kitab tersebut diwariskan kepada Ahlul Bait Beliau SAW?. Silakan direnungkan

Mushaf Sayyidah Fathimah

Mengenal Mushaf Sayyidah Fathimah Az-Zahra as

* Emi Nur Hayati Ma’sum Said

Sebagian muslimin menuduh bahwa Mushaf Fathimah Az-Zahra as adalah Quran orang-orang Syiah yang ada di tangan Imam Mahdi af yang akan disodorkan ketika dia muncul. Dan sebagian memberatkan wujudnya Mushaf itu.

Pertanyaannya adalah mengapa sebagian muslimin begitu benci dan menaruh dendam terhadap Syiah dan menuduh bahwa orang-orang Syiah memiliki al-Quran tersendiri selain yang ada di tangan orang non Syiah? Bahkan sampai saat ini senantiasa ada orang-orang dengki yang mengkritik secara tidak obyektif hanya ingin menjatuhkan dan mencari kelemahan saja tanpa ada niat ingin mencari kebenaran? Jawabannya adalah:

1. Selain mereka tidak merujuk ke sumber-sumber hadis Syiah, mereka hanya termakan oleh hasutan musuh-musuh Syiah.

2. Mereka tidak mau menerima bahwa orang-orang Syiah meyakini bahwa Fathimah as; putri Nabi Muhammad saw memiliki sebuah Mushaf.

3. Kebencian dan kekerasan hati mereka terhadap ajaran Syiah yang disampaikan oleh para Imam Maksum as dan tidak mau orang lain memiliki keyakinan seperti apalagi dirinya.

4. Mereka berpikir bahwa Mushaf adalah kumpulan al-Quran sebagaimana istilah yang diterapkan pada zaman Rasulullah saw bahwa Mushaf adalah kumpulan-kumpulan tulisan al-Quran, padahal pada zaman itu Mushaf secara bahasa adalah kumpulan-kumpulan lembaran yang sudah dijilid dalam bentuk sebuah buku. Jadi Mushaf bukan hanya kumpulan tulisan al-Quran saja, tetapi mencakup juga kumpulan-kumpulan tulisan selain al-Quran. Oleh karena itu Mushaf Fathimah adalah kumpulan-kumpulan tulisan yang isinya adalah pembicaraan malaikat Jibril kepada Sayyidah Fathimah sepeninggal Ayahnya saw. Walaupun sampai saat ini al-Quran itu sendiri juga dikenal dengan istilah “Mushaf Syarif”.

Abu Basyir berkata: “Aku berada di sisi Imam Shadiq as dan aku berkata: “Apa Mushaf Fathimah itu?”. Beliau menjawab: “Mushaf yang tebalnya tiga kali al-Quran yang ada di tanganmu. Namun, demi Allah, tidak satu kata pun dari al-Quran ada di dalamnya.

Hadis ini menjelaskan bahwa Mushaf Fathimah tebalnya tiga kali al-Quran dan tidak satu kata pun, namun dari sisi kandungan dan topik, kendati satu kata pun dari dhahirnya al-Quran tidak tampak di sana.

Boleh jadi orang-orang yang dengki akan menyanggah bahwa banyak hadis-hadis tentang “al-Quran mencakup semua hukum, dan kejadian-kejadian sekarang dan yang akan datang”, lalu apa Mushaf Fathimah itu dan bagaimana memahami hadis berikut ini?:

Allamah Majlisi menjelaskan: “Iya memang al-Quran demikian, tetapi Mushaf adalah makna dan bacaan yang tidak kita pahami dari al-Quran, bukan tulisan lahiriahnya yang kita pahami dari al-Quran. Oleh karena itu apa yang anda maksud adalah lafadh dhahrinya al-Quran, dan itu tidak ada dalam Mushaf Fathimah.

Untuk mengetahui lebih dalam, apa sebenarnya Mushaf Fathimah? Sejak kapan ia ada? Ia mencakup pembahasan apa saja? Sekarang ada di mana dan di tangan siapa? Mari kita ikuti penjelasan berikut ini. Mungkin bisa membuka wawasan sebagian kita yang belum banyak mengetahuinya.

Salah satu nama Sayyidah Fathimah adalah Muhaddatsah. Imam Shadiq mengenai sebab penamaan Fathimah Az-Zahra dengan nama Muhaddatsah berkata: “Fathimah as disebut Muhaddatsah karena malaikat Jibril senantiasa turun dan menyampaikan kabar kepadanya sebagaimana menyampaikan kabar kepada Maryam as; putri Imran”.

Malaikat Jibril berkata kepada Fathimah as sebagaimana berkata kepada Maryam; dalam ayat 42 dan 43 surat Maryam. Berhubung lawan bicaranya Sayyidah Fathimah, maka Jibril berkata demikian: "Hai Fathimah! Sesungguhnya Allah telah memilih kamu, menyucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia. Hai Fathimah! Taatlah kepada Tuhanmu, sujud dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk”.

Suatu malam, Sayyidah Fathimah berbincang-bincang dengan para malaikat dan berkata: “Bukankah Maryam; putri Imran, wanita yang paling utama di antara wanita-wanita di alam? Para malaikat menjawab: “Maryam adalah wanita yang paling utama di zamannya, tetapi Allah menetapkanmu sebagai wanita yang paling utama di zamanmu dan zamannya Maryam dan kamu adalah penghulu semua wanita yang pertama sampai yang terakhir.

Para malaikat biasanya hanya berbicara dengan para nabi saja. Namun ada empat wanita mulia yang hidup di zaman para nabi, dan kendati mereka bukan nabi, tetapi para malaikat berbicara dengan mereka. Antara lain:

1. Maryam; ibu Nabi Isa as.

2. Istri Imran; ibu Nabi Musa dan Maryam as.

3. Sarah; ibu Nabi Ishaq as.

4. Sayyidah Fathimah as.

Ketika Rasulullah saw sakit di atas tempat tidur. Ada orang laki-laki asing mengetuk pintu. Sayyidah Fathimah as bertanya: “Siapa?”. Ia menjawab: “Aku orang asing, punya pertanyaan kepada Rasulullah, anda mengizinkan saya untuk masuk?”. Sayyidah Fathimah menjawab: “Kembalilah, semoga Allah merahmatimu. Rasulullah tidak enak badan”. Ia pergi kemudian kembali lagi dan mengetuk pintu dan berkata: “Ada orang asing yang minta izin kepada Rasulullah, bolehkah dia masuk?”. Pada saat itu Rasulullah saw bangun dan berkata kepada putrinya: “Wahai Fathimah! Tahukah kamu siapa dia?”. Tidak ya Rasulullah!. Beliau bersabda: “Ia adalah orang yang membubarkan perkumpulan, menghapus kelezatan duniawi, ia adalah malaikat maut! Demi Allah sebelum aku ia tidak pernah meminta izin dari seorang pun dan sepeninggalku ia tidak akan meminta izin dari seorang pun, karena kehormatan dan kemuliaan yang aku miliki di sisi Allah, ia meminta izin dariku, maka izinkanlah dia masuk!”

Sayyidah Fathimah berkata: “Masuklah, semoga Allah merahmatimu!”. Masuklah malaikat maut bagaikan angin semilir seraya berkata: “Assalamu ala Ahli Baiti Rasulillah!”.

Munculnya Mushaf Fathimah

Imam Shadiq as bersabda: “Sepeninggal Rasulullah saw Sayyidah Fathimah hanya hidup selama tujuh puluh lima hari. Di masa-masa kesedihan beliau itu malaikat Jibril selalu turun menemuinya memberitakan keadaan ayahnya di sisi Allah dan memberitakan tentang kejadian yang akan datang mengenai anak-anaknya (kejadian yang akan menimpa kesahidan anak-anaknya di tangan manusia-manusia zalim), dan Imam Ali menulisnya dalam sebuah Mushaf sehingga disebut sebagai Mushaf Fathimah”.

Poin-poin yang ada dalam Mushaf Fathimah as

Abu Bashir bertanya kepada Imam Muhammad Baqir as mengenai poin-poin yang ada dalam Mushaf Fathimah.

Imam menjelaskan kandungannya:

1. Tentang kabar-kabar sekarang dan kabar yang akan datang sampai hari kiamat.

2. Tentang kabar langit dan nama-nama malaikat langit.

3. Jumlah dan nama orang-orang yang dicipatakan Allah swt.

4. Nama-nama utusan Allah dan nama-nama orang yang mendustakan Allah.

5. Nama-nama seluruh orang mukmin dan orang kafir dari awal sampai akhir penciptaan.

6. Nama-nama kota dari barat sampai timur dunia.

7. Jumlah orang-orang mukmin dan kafir setiap kota.

8. Ciri-ciri orang-orang pendusta.

9. Ciri-ciri umat terdahulu dan sejarah kehidupan mereka.

10. Jumlah orang-orang zalim yang berkuasa dan masa kekuasaannya.

11. Nama-nama pemimpin dan sifat-sifat mereka, satu persatu yang berkuasa di bumi, dan keterangan pembesar-pembesar mereka, serta siapa saja yang akan muncul di masa yang akan datang.

12. Ciri-ciri penghuni surga dan jumlah orang yang akan masuk surga.

13. Ciri-ciri penghuni neraka dan nama-nama mereka.

14. Pengetahuan al-Quran, Taurat, Injil, Zabur sebagaimana yang diturunkan dan jumlah pohon-pohon di seluruh daerah.

Mushaf Fathimah ada di tangan Imam Maksum as dan silih berganti sampai sekarang ada di tangan Imam Mahdi af.

Abu Bashir bertanya kepada Imam Muhammad Baqir as tentang siapakah yang memegang mushaf tersebut sepeninggal Sayyidah Fathimah. Imam Baqir menjawab: “Sayyidah Fathimah secara langsung menyerahkannya kepada Imam Ali as dan sepeninggal Imam Ali ada di tangan Imam Hasan as kemudian sepeninggal beliau ada di tangan Imam Husein kemudian silih berganti di antara Imam maksum keturunan Imam Husein sehingga diserahkan kepada Imam Zaman af.


* . Makalah ini disarikan secara bebas dari makalah Mushaf Fathimah Menurut Pandangan Para Imam Maksum as, Muhammad Hasan Amani.
. Lisan Arab, jilid 10 kata Shahafa. Mufradat Raghib.
. Ringkasan hadis, Usul Kafi, jilid 1, hal 239. Bashair ad-Darajat, hal 151. Bihar al-Anwar, jilid 26, hal 28.

. Bihar Al-Anwar, jilid 26, hal 40.
. Awalim Al-ulum wa al-Ma’arif wa al-Ahwal, Allamah Bahani, hal 36
. Ibid.
. Manaqib Ibnu Shahr Ashub, jilid 3, hal 336. penerbit Intisyarat Allamah.
. Ibid.
. Lihat: Usul Kafi, jilid 1, hal 240. Bashair ad-Darajat, hal 157. Musnad Fathimah Az-Zahra, hal 282. Bihar al-Anwar, jilid 43, hal 80. jilid 26, hal 44-46 dan 48. jilid 47, hal 271.
. Musnad Fathimah, rangkuman hal 290-291.
. Ibib, hal 292.

Orangtua Rasul Kafir ????

Apakah Kita Layak Mengkafirkan Kedua Orang Tua Rasulullah SAAW?

by http://syiar.net/?p=26

Air yang jernih tidak mungkin berasal dari mata air yang kotor, tidakkah anda setuju?. Bagi umat Islam jiwa dan pribadi Rasulullah SAWW adalah jiwa dan pribadi yang agung, yang bersih, suci dan dicintai. Hal itu bukan saja diakui oleh umat Islam, akan tetapi oleh penganut agama-agama lain. Ayat-ayat suci Al-Quran dan catatan sejarah juga mendukung pendapat ini. Pribadi yang agung ini tentu tidak mungkin terbentuk begitu saja, ia pasti melalui suatu proses bimbingan sejak kecil, dan berasal dari benih-benih yang suci. Sangat disayangkan bahwa akhir-akhir ini muncul berbagai teori dan opini yang menyatakan bahwa kedua orang tua Rasulullah SAWW adalah kafir. Salah satunya adalah yang tertera pada sebuah buku bertajuk “Kafirkah kedua orang tua Rasulullah?” yang diterbitkan oleh Pustaka As-Sunnah dan ditulis oleh Ali bin Sulthan Muhammad Al-Qaari. Buku ini juga sempat diulas oleh salah satu koran termuka yaitu Republika terbitan jumat 15 April 2005 dengan sebuah artikel berjudul “Meluruskan posisi orang tua Rasulullah”. Mengapa muncul pendapat demikian? Apa dasar argumen tersebut? Dan bagaimana kita menyikapinya? Itulah beberapa pertanyaan yang perlu kita jawab disini.

Dalam Artikel yang dimuat oleh koran Republika jumat 15 April 2005 dikatakan:

“Kedua orang tua Rasulullah, yakni Abdullah dan Siti Aminah, wafat sebelum Nabi membawa risalah Islam. Dengan kata lain, keduanya meninggal dalam keadaan kafir. Namun, banyak umat Islam yang merasa tidak sampai hati mengatakan bahwa kedua orangtua Rasulullah wafat dalam keadaan kafir dan karena itu kelak masuk neraka.”

Bagaimanakah kita, sebagai umat Islam, umat Muhammad menyikapi argumen tersebut? Jawabannya mungkin mudah, yaitu dengan menerima atau menolaknya. Akan tetapi apa dasar yang akan kita gunakan untuk menerima atau menolak argumen tersebut? Alangkah baiknya jika kita disini menggunakan ayat-ayat suci Al-Quran sebagai pedoman juga solusi. ALLAH SWT berfirman dalam surat Al Israa (17) ayat 12:


“ ..Dan kami tidak akan mengazhab sebelum kami mengutus seorang Rasul”

Bukankah kedua orang tua Rasulullah sudah meninggal tatkala beliau berusia 8 tahun, sedangkan pengutusan Muhammad sebagai seorang Rasul baru dilakukan ketika beliau berumur 40 tahun? Lalu bagaimana mungkin kedua orangtuanya Abdullah dan Aminah diazhab di neraka? Dimana keadilan ALLAH seperti yang tertera pada surat Al Israa ayat 12 tersebut?









Pada surat Asy Syu’araa (QS26:217-219) ALLAH SWT berfirman:






“ Dan bertakwallah kepada ALLAH yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang) dan melihat pula perpindahan badanmu dari (sulbi-sulbi) orang-orang yang bersujud”


Disini kita dapat melihat bahwa ALLAH SWT menjaga perpindahan badan (benih) Rasulullah dari satu sulbi ke sulbi yang lain. Dan sulbi-sulbi tempat persinggahan itu tidak lain adalah milik orang-orang yang bersujud (beriman). Masihkah kita menerima bahwa kedua orangtua Rasulullah SAWW kafir?

Dalam paragraf lain dari artikel yang dimuat oleh koran Republika dikemukakan:

“ Buku ini (kafirkah kedua orang tua Rasul?) memuat pro-kontra para ulama mengenai posisi kedua orangtua Rasulullah, antara lain imam Suyuthi…….…Dalam buku ini dijelaskan Rasulullah SAW tanpa ragu menyatakan bahwa kedua orangtuanya meninggal dalam keadaan kafir. Ketika berziarah ke makam ibunya, rasulullah berkata, “aku memohon izin kepada Rabbb-ku agar aku dapat meminta ampun untuk ibuku tapi tidak diizinkan, lalu aku minta izin untuk menziarahi kuburnya aku diizinkan”

Aneh sekali jika kita menerima begitu saja pendapat ini. Bukankah Rasulullah SAWW yang mengajarkan kepada kita untuk selalu mendoakan kedua orangtua kita dengan doa “ Robbifirli waliwalidaya warhamhuma kama Rabbayana shohiro”, doa yang senantiasa dibacakan oleh suara-suara cilik untuk kedua orangtua tercinta ketika selesai dikumandangkan adzan maghrib. Jika betul demikian, bukankah Rasulullah orang pertama yang melakukan hal itu? Jika betul demikian, untuk apa beliau mendoakan kedua orangtuanya Abdullah dan Aminah jika sudah jelas bahwa posisi mereka di neraka? Mungkinkah Rasulullah melakukan hal yang sia-sia? Jelas tidak. Dalam hadis lain yang dikemukakan oleh imam Suyuthi (rujukan yang sama) dalam kitabnya yang terkemuka yaitu Durul Manthur diriwayatkan dari Ibn Abbas bahwa Rasulullah SAWW bersabda:

“Aku dipindahkan dari sulbi-sulbi yang suci ke dalam rahim-rahim yang terjaga”

Selain itu dalam banyak riwayat juga diceritakan bahwa Bani Hasyim (keluarga besar Abdullah ayah Rasulullah) adalah penjaga ka’bah dan pengikut ajaran nabi Ibrahim A.S. Apakah layak bagi kita untuk mengkafirkan kedua orang tua Rasulullah SAWW setelah mengetahui pernyataan-pernyataan ini?

Air yang jernih tidak mungkin berasal dari mata air yang kotor. Kalimat itulah yang kira-kira dapat menggambarkan diri Rasulullah dan kedua orangtuanya. Alangkah baiknya jika kita mempelajari secara lebih mendalam tetang keluarga nabi Muhammad SAWW dan mengaca diri akan kedudukan kita di hadapan ALLAH SWT dan di hadapan Rasulnya yang tercinta. Sehingga kita tidak mudah untuk mengeluarkan opini-opini yang tidak pantas dan terjebak dalam badai kesalahpahaman yang terus menguak seperti ini. Semoga bermanfaat.

Abu Dzar Al Ghifari

Abu Dzar Al Ghifari adalah salah satu sahabat Nabi SAAW yang ikut serta dalam perang Tabuk. Tabuk sendiri terletak sangat jauh dari Madinah yaitu sekitar empat ratus mil. Rombongan nabi berangkat dengan perbekalan dan persenjataan yang seadanya. Di tengah perjalanan, tiga orang, satu demi satu tercecer di belakang, dan setiap kali ada yang tercecer, Nabi SAAW diberi tahu, dan setiap kali Nabi berucap ” jika ia orang baik, ALLAH akan mengembalikannya dan jika ia orang tidak baik, lebih baik ia tidak pergi (tidak menyusul)”. Unta Abu dzar yang kurus dan lemah termasuk yang terbelakang, dan Abu Dzar pun akhirnya tertinggal di belakang. Seorang sahabat berucap “Ya Rasulullah! Abu Dzar juga tercecer!” Nabipun mengulangi kalimat yang sama “Jika ia orang baik, ALLAH akan mengembalikan dia pada kita, dan jika tidak baik, lebih baik ia pergi”.

Pasukan terus maju dan Abu Dzar makin tercecer tetapi tidak ada yang dapat dilakukannya, binatang tunggangannya tetap tidak berdaya. Apapun yang ia lakukan untanya tetap tidak bergerak, dan kini ia tertinggal beberapa mil di belakang. Ia membebaskan untanya dan memikul sendiri muatannya. Dalam suhu terik itu ia meneruskan perjalanan di gurun panas. Ia serasa akan mati kehausan. Ia menemukan tempat berteduh di batu-batu yang terlindung panas oleh bukit. Di antara batu-batu itu ada sedikit air bekas hujan yang menggenang, tetapi ia berniat tidak akan meminumnya mendahului sahabatnya, Rasulullah SAAW. Ia mengisi air itu ke dalam kantong kulit , memikulnya, dan bergegas menyusul kaum Muslim yang telah jauh di depan. Di kejauhan mereka melihat suatu sosok. “Ya Rasulullah! Kami melihat suatu sosok menuju arah kita!”

Beliau SAAW berucap semoga itu Abu Dzar. Sosok itu makin dekat, memang itu Abu Dzar, tetapi tenaga yang terkuras dan dahaga serasa mau mencopot kakinya. Nabi SAAW khawatir ia akan rubuh. Nabi SAAW menyuruh memberikannya minum secepatnya, tetapi Abu dzar berkata serak bahwa ia mempunyai air. Nabi SAAW berkata:

“Engkau mempunyai air, tetapi engkau hampir mati kehausan!”

“Memang, ya Rasulullah! Ketika saya mencicipi air ini, saya menolak meminumnya sebelum sahabatku Rasulullah”

Membantu Para Penindas

Ayatullah Abdul Husayn Dastghaib Shirazi:
Dosa, membantu para penindas juga diklasifikasikan sebagai dosa besar. Fadhl Ibnu Shazān memiliki riwayat dari Imam Ridha (as) mengenai dosa besar: "Dan membantu para penindas (dhalim-dhalimin) dan condong ke arah mereka". Dalam riwayat dari Imam Sadiq (as) disebutkan, "Tidak membantu orang yang tertindas adalah dosa besar." Dengan kata lain membantu penindas juga termasuk dosa besar. Imam Musa bin Ja'far (as) mengatakan: "Berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan para penindas, berusaha untuk mencapai tujuan jahat mereka dan membantu mereka adalah sama dengan kafir dan juga bersandar kepada mereka adalah dosa lebih besar dan pantas masuk neraka. "(Wasa'il ul-Syiah).

Nabi Muhammad(sawa) juga bersabda: "Pada malam Miraj, ketika saya melihat prasasti di pintu neraka,(bertuliskan) 'Jangan lah menjadi pembantu kaum penindas." (Wasa'il ul-Shia). Ini berarti bahwa jika tidak ingin masuk neraka maka harus menahan diri dari bekerjasama dengan para penindas. Selain itu, ini adalah dosa yang dijanjikan oleh hukum suci sang Maha Kuasa dalam Alquran: "Dan janganlah kamu condong kepada orang-orang yang tidak adil, supaya jangan disentuh api (neraka), dan jangan kamu memiliki wali selain Allah, maka kamu tidak akan diberi pertolongan". (Surah Hud 11:113).
Menurut tafsir-Minhaj Shādiqīn: 'tidak condong' berarti kita tidak memiliki sedikitpun inklinasi (kecendrungan hati, keinginan) terhadap para penindas. Oleh karena itu kita harus memperlakukan mereka dengan tidak hormat dan tidak berkumpul dengan mereka dan tidak bebas mengekspresikan isi hati kita kepada mereka. Kita tidak boleh serakah akan hadiah mereka, atau kita harus tidak mentaati dan menuruti perintah mereka. Ketika adanya hukum larangan terhadap penindas yang seperti itu, maka jelaslah bahwa akan dapat dihalal membantu mereka dan bekerja sama dengan mereka dalam penindasan.
Rasul Allah (sawa) menyatakan, "Barang siapa yang mendoakan panjang umur para penindas sama dengan dia memusuhi Allah di bumi." (Minhaj ash-Shādiqīn).


Ada kejadian yang menarik dalam buku Rawdhātul Jannah tentang pengarang Maqasikul Ahkam, Sayyid Muhammad. Setelah Sayyid dan seorang guru terhormat lain, Ash- Shaykh, ketika mereka berencana berziarah ke makam suci dari Imam Ridha (as) di Mashad, tetapi ketika mereka mengetahui bahwa Shah Abbas Safavi sedang tinggal di Mashad maka mereka memutuskan untuk membatalkan perjalanan ziarah mereka.
Demikian pula di dalam biografi Sayyid Bahrul Al Mansūrm; disebutkan bahwa ketika beliau bersikap terhadap Gubernur propinsi Shustaran yang dihormati, beliau berkata, "Sebelum rasa suka saya kepada dia berkembang dan berada di bawah tuduhan ayat Qur'an, maka saya melarikan diri dari tempat itu". Kemudian belaiau pindah dari Dezful dan menetap di Irak sepanjang sisa hidupnya.
Ketika kita mempelajari biografi beberapa ulama, kita akan menyadari bagaimana mereka bertindak begitu ketat terhadap pertemuan, pencampuran/berkumpul atau berkomunikasi dengan para penindas, sehingga tidak akan ada bahkan begitu jauh kesempatan bagi mereka untuk melindungi para penindas dan membantu kegiatan mereka.
Muhaddith Jazaeri menulis dalam buku Fawaidur Rizwia bahwa ada seorang yang melakukan kejahatan besar di hadapan Shah Abbas Safavi dan untuk menyembunyikan dirinya maka dia mencari perlindungan di Mashad. Kemudian akhirnya dia mendekati Mulla Ahmad (Muqaddas Ardebeli) dan meminta beliau untuk menulis kepada Shah untuk memaafkan kejahatannya. Syahpun memaafkannya.
Hal ini dikutip dari Tarikh Bahire dimana Khwaja Nizamul Mulk Perdana Menteri Malik Shah Seljuq, seorang yang sangat bijaksana , takut akan akhirat dan hari kiamat. Dia selalu dirundung ketakutan terhadap hal ini. Selama masa jabatannya dia selalu melayani orang miskin, para interluktual dan sabar dalam mengikuti kewajiban agama. Ia berharap untuk mendapatkan sertifikat akademisi dan intelektual (keagamaan, memastikan berakhlaq baik, sehingga akan dapat menjadi tabungan yang akan dipakai nanti ketika saat pemakaman. Dia berharap untuk dapat keselamatan disini. Dia merancang sebuah sertifikat dan dikirimnya ke beberapa ulama dan intelektual untuk ditanda tangani. Ketika sampai di Baghdad dan bertemu dengan seorang guru yang dihormati di madrasah Nizamiya, Syekh Abu Ishaq, dia menulis, "Saya bersaksi bahwa Syekh Nizamul Mulk adalah penidas yang sedikit lebih baik di antara para penindas."
Ketika Khwaja Nizamaul Mulk membalas tulisan Syekh Abu Ishaq, dia menangis dan berkata: "Apapun tulisan Abu Ishaq adalah benar." Tidak ada keraguan bahwa membantu penindas adalah haram dan juga merupakan dosa besar. Ada hukum Islam untuk setiap jenis penindas dan cara untuk membantu penindas, maka wajib untuk belajar peraturan (hukum) dan perintah (amr)itu.

Jenis Para Penindas (Dhalim)
'Dhulm' di bahasa Arab bermakna penindasan dan ketidakadilan berarti: mengabaikan perintah suci dan juga bagi mereka yang melawan apa yang sesuai dengan akal dan logika. Ada dua jenis penindasan seperti:
(1) Melampaui batasan hukum agama seperti politeisme (penyembah berhala). Sebagaimana difirmankan Allah, "... sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar –benar kezaliman yang besar." (Surah Luqman:13)
(2) Menentang ketetapan hukum suci juga merupakan tanda-tanda penindas seperti yang dinyatakan dalam Kitab Suci, ... Orang orang kafir itulah orang yang dhalim "(Surah Al-Baqarah :254)
Singkatnya, kita dapat mengatakan bahwa semua hukum agama seharusnya kita ikuti sesuai dengan alasan agama atau perintah agama yang harus ditaati dengan seksama. Tidak menerima atau tidak percaya adalah jenis kedhaliman. Selain itu, tidak menerima perintah suci Ilahi atau tidak bertindak atas dasar itu atau tidak menghormati batas yang ditentukan oleh Yang Mahakuasa, seperti melalaikan hal yang Wajib atau melakukan perbuatan yang Haram, semuanya ini merupakan ketidakadilan atau kedhaliman.
Dengan demikian, Tuhan Yang Maha Kuasa berkata, "... dan barang siapa melamggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang –orang yang dhalim." (Al-Baqarah:229).
Hal ini juga berlaku ke atas ketidakadilan pada diri sendiri. Sebagai Allah (SWT) berfirman: "Barangsiapa kafir, maka kekafiran itu akanmenimpa dirinya sendiri". (Surah Fāt'ir 35:39)
Beberapa jenis para penindas: termasuk melecehkan, memaksa, atau merendahkan, memenjarakan orang; juga merajam atau menuduh seseorang dengan tuduhan palsu atau menyakiti fisik seseorang. Bentuk penindasan yang lain adalah merebut harta-benda seseorang, atau mengambil tanpa izin dari pemilik atau tidak mengembalikan hak sang pemilik lain sebagainya cara mengusai hak orang lain dengan paksa. Contoh dari ketidakadilan yang besar adalah apa yang dilakukan oleh pemerintah Bani Umayyah dan Bani Abbas ketika mereka menyalahgunakan kekuasaan Wilāyah (supremasi) Suci Ahl ul-Bayt (as). Contoh lain dari kedhaliman adalah mendudukkan dirinya sebagai Qadhi.(berfatwa sebelum menduduki posisi mujtahid, red).
Penindasan termasuk dalam dua kategori.
Penguasa tiran yang ganas dan para raja, yang melakukan penindasan sebagai amalan biasa.
Individu yang mungkin melakukan ketidakadilan/kedhaliman pada orang lain sekali-sekali.
Membantu dalam penindasan penindas
Membantu suatu penindasan dalam bentuk apapun dan bagaimanapun adalah haram. Misalnya memberikan sebatang rotan tangan seseorang sehingga ia dapat memukul orang yang bersalah, atau untuk membantu dengan cara apapun untuk menyekap atau membunuhnya.
Shaykh Ansari menulis di Makasib yang terkenal telah mengkonfirmasikan larangan kerjasama dengan penindas (dhalim) dengan empat pembuktian melalui dasar hukum yang diperlukan dalam hukum Islam. i.e. Al Quran, Sunnah, Akal dan Ijma.
Logika: Menyatakan bahwa tidak ada perbedaan mendasar antara yang penindas dan orang yang membantunya. Keduanya sama-sama bertanggung jawab atas tindakan yang dhalim. Mungkin saja jika tidak ada satu untuk membantu penindas, mungkin tidak terjadi penindasan. Oleh karena itu logika berkesimpulan bahwa membantu penindas hukumnya haram.
Ijma: Merujuk kepada buku-buku fikih (hukum Islam), semua mengkonfirmasikan bahwa semua (ulama) sepakat terhadap pendapat bahwa membantu penindis adalah haram.
Al Quran: The Qur'anic ayat "Dan janganlah kamu condong kepada orang-orang yang tidak adil (dhalim),", sudah cukup untuk membuktikan ketidak-absahan membantu orang yang tidak adil. Sekalipun memberikan bantuan yang sedikit juga tidak dibenarkan, maka bagaimana dapat dibenarkan memberikan membantu mereka (kepada kedhalimanan). sebagaimana membantu mereka akan menjadikan dukungan paling bentuk terhadap mereka.
Selain itu, Maha Kuasa mengatakan: "... dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan, dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksanya." (Surah Al-Mā'ida: 2).

Hadits dari Ahl ul-Bayt (as) terhadap membantu penindas
Berbagai hadits telah sampai kepada kita yang datang dari Syaikh Ansari yang mencatat hadits hadits dari Nabi Suci (S) dalam bukunya Warām: "Jika seseorang membantu seorang penindas dengan sadar, ia telah digolongkan sebagai orang yang ingkar dari Islam." (Majmual Warām)
Sangat alami, perbuatan yang membuat orang keluar dari iman kepada Islam harus mendapatkan dosa yang dihasilkan kehancuran yang dibuatnya.
Imam Ja'far as-Sadiq (as) mengatakan: "Ketika hari kiamat nanti ketika panggilan diserukanl:" Di manakah ketidak adilan, penolong ketidak adilan (dhalim) dan orang-orang menyukai ketidak adilan? Begitu banyak, karena walaupun seseorang yang telah menuliskan pena dan tinta untuk (mendukung) penindas maka dia digolongkan sebagai penindas; semua orang-orang ini akan digabungkan dalam satu kandang besi dan dilemparkan ke dalam neraka. "(Wasa'il ul-Syiah)
Rasul Islam (sawa) mengatakan: "Jika seseorang memberikan sebatang kayu untuk raja yang lalim sehingga ia dapat memukul seorang yang tertindas, maka Allah akan mengubah kayu tersebut menjadi ular, tujuh puluh ribu hasta panjangnya dan akan membawanya kedalam api Neraka (untuk mengazabnya). "(Wasa'il ul-Syiah)
"Orang-orang yang mengambil hubungan oppressors di tangan mereka dan membantunya dalam penindasan akan, pada saat kematian, yang akan menyampaikan berita Divine kutukan dan api neraka oleh malaikat maut. Dan Neraka adalah sebuah resor jahat. Satu panduan yang penindih yang akan dipertimbangkan di menyetarafkan Haman (menteri dari Fir'on). Dan hukuman yang membantu orang-orang yang tidak adil dan oppressors sendiri akan lebih pedih dari hukuman lainnya dari narapidana neraka. Dan jika orang backbites tentang saudara-Nya percaya kepada penguasa, dan meskipun Muslim mungkin tidak harus menderita cedera apapun darinya, yang akan memiliki lagipencela segala perbuatan baik nullified. Namun, jika Muslim harus menderita penindasan di tangan penguasa, bagian belakang-penggigit akan dipelihara oleh Allah dalam neraka yang seksi di mana Haman akan dibatasi. "(Wasa'il ul-Syiah)

Memuji penindas: Haram
Memuji seorang penindas sehingga kekuasaannya dan otoritas dapat bertambah, atau mungkin mendorong dia menjadi lebih berani, hukumnya juga Haram. Hal ini dikonfirmasi oleh argumen yang telah disebutkan, dan juga dibuktikan dengan adanya pencegahan kemungkaran (Nahy 'anil Munkar).
Shaykh Ansari telah secara khusus menukil hadits dari Nabi Muhammad (sawa): "Seseorang yang menunjukkan rasa hormat kepada orang kaya dan tunduk karena rakus terhadap harta seseorang, maka Allah akan marah menempatakkan dia dalam kandang api di bagian terendah neraka dimana Qarun dikurung. "(Wasa'il ul-Syiah)
Hadits ini berlaku untuk semua orang, maka jika memuji seorang yang tidak adil (dhalim), orang yang memuji itu akan memenuhi syarat untuk menerima dosanya. Nabi Allah (sawa) telah bersabda, "Jika seseorang memuji raja tiran (dhalim) atau menunjukkan kerendahan hati karena kerakusan (pada hartanya) maka dia akan berada di neraka dengan dia (Raja)." (Wasa'il ul-Syiah)
dalam hadits nabawi yang lain, "Apabila seorang yang berdosa (dhalim) dipuji, langit bergetar ketakutan dan kemarahan Allah akan membalut orang yang telah memuji itu." (Safinat'ul-Bihar).[IslamMuhammadi/R/imamreza]
Bersambung….

Jumat, 10 Juli 2009

Korban Pembantain di Cina Ditaksir 800 Jiwa


xin_0120706071715671721110

Kelompok Uighur di pengasingan memperkirakan korban jiwa dalam kerusuhan di kota Urumqi, China, antara orang Uighur Muslim dengan Han China mencapai 600 hingga 800 orang tewa, kata Wakil Presiden Kongres Uighur Dunia, Asgar Can, Rabu.

Asgar Can, yang tinggal di pengasingan di Jerman –tempat organisasi itu berpusat, mengatakan, “Sebagian orang telah memberi tahu kami 600 (orang tewas), yang lain telah mengatakan 800. Kami memperkirakan bahwa jumlah itu adalah antara 600 dan 800″.


Ia menyatakan perkiraan tersebut dilandasi atas perhitungan saksi mata mengenai kerusuhan itu.

China telah menyatakan bahwa 156 orang tewas dalam bentrokan di Urumqi, Ahad. Lebih dari seribu orang cedera.

article-1197754-059DECF7000005DC-835_634x307

Pemerintah, Rabu, menyatakan situasi sekarang “dapat dikendalikan” setelah ribuan prajurit memasuki kota tersebut dalam upaya mencegah kerusuhan lebih lanjut.

Beijing telah menyalahkan pemimpin Uighur, Rebiya Kadeer, menghasut kerusuhan itu, tuduhan yang dibantah keras.

article-1197754-059DF1C6000005DC-908_634x435

Rebiya, Rabu, malah menuduh kebijakan China sebagai pangkal kerusuhan di Xinjiang, dan menyatakan korban jiwa akibat kerusuhan tersebut “jauh lebih banyak” dibandingkan dengan 156 yang dinyatakan oleh Beijing.

Dalam wawancara dengan radio BBC, Rebiya –Presiden Kongres Uighur Dunia– membantah tuduhan resmi China bahwa dialah dalang kerusuhan itu, dan mengatakan tampaknya lebih banyak orang Uighur yang gugur dibandingkan dengan Han China.

xin_012070607171546837569


“Orang yang bertanggung jawab atas serangan ini adalah Wang Leguan, Kepala Partai Komunis Xinjiang, dan juga kebijakan pemerintah,” katanya.

Delapan juta orang Uighur di Xinjiang merupakan separuh penduduk di wilayah tersebut, daerah pegunungan dan gurun luas yang kaya akan sumber alam dan berbatasan dengan Asia Tengah.

Masyarakat yang berbicara bahasa Turki itu telah lama mengeluh mengenai penindasan dan diskriminasi di bawah kekuasaan China, tapi Beijing berkeras pemerintah telah menyalurkan kemakmuran ekonomi ke wilayah tersebut.


“Dalam delapan tahun belakangan, orang Uighur dicap sebagai separatis, teroris dan ekstremis. Akibat propaganda dari pemerintah China ini, rakyat China mulai percaya bahwa orang Uighur adalah musuh dan mereka mulai membenci orang Uighur,” kata Rebiya. (antara)

Sila klik http://uyghur.tv/#

Somalia : Antara Kelaparan dan Radikalisme Wahabi

Nama Somalia belakangan ini tiba-tiba mencuat lagi karena perang saudara yang menelan ribuan korban jiwa dan pengungsi antara Pemerintah yang dipegang oleh kelompok Islam moderat dan faksi-faksi Islam radikal (wahabi).

Somalia adala nama yang diambil dari kata Somali (Soo Maal) yang berarti kaya dengan sumber kehidupan. Negara itu merupakan satu-satunya negara di dunia dengan penduduk 100 % Muslim. Seluruh Muslim di sana adalah kaum Suni yang mempraktekkan kitab Iman Syafi’i. Orang-orang yang hidup di Somalia umumnya berbicara Somalia dan Arab, plus bahasa Rahanwayn minoritas di selatan Somalia.
Ada empat suku besar di Somalia yakni Hawiye, Isaaq, Darod, dan Rahanwayn. Isaaq, Darod, dan Hawiye memiliki akar Arab, sementar Darod adalah keturunan dari Darod Ismail Jabarti yang berasal dari selatan Yaman. Isaaq, lebih tepatnya adalah keturunan Sheikh Isaaq bin Ahmed yang berasal dari Mosul Irak. Sedangkan Hawiye adalah kombinasi dari beberapa kelompok berbeda namun umumnya dari Yaman.

Para warga Somalia setelah ambruknya ADAL, mulai mendatangai universitas Arab khususnya Universitas Al-Azhar di Mesir. Hubungan antara Arab dan Somalia pun bertambah kuat, terutama antara Yaman dan Kesultanan Oman.

Beberapa lulusan Universitas Al-Azhar kembali pulang termasuk Sayed Abdullah Hassan, yang memiliki julkan, The Mad Mullah atau Mullah yang Gila. Ia bukanlah orang yang bijak dan mulai membangun pasukan untuk berjuang melawan Inggris. Ia mencoba mengambil alih beberapa bagian Tanah Somalia terutama area Hawd. Inggris pun menghancurkan pasukkannya dengan bom udara. The Mad Mullah itu pun terbunuh dalam serangan udara yang dilancarkan pasukan Inggris.

Sayed Abdullah Hassan (the Mad Mulla) dulu dikenal sebagai seorang penganut paham Sufi dan meyakinkan banyak warga Somalia untuk mempraktekan cara hidup Sufi sebagai keyakinan Islam. Namun kelompok Salafi, yang juga dijuluki Wahabis Somalia menolak ide pengasingan dari dunia luar. Para penganut Wahabi tersebut pun mulai berjuang untuk menyebarkan pandangan mereka di Somalia sekitar empat dekade lalu.

Sayed Abdullah Hassan (the Mad Mulla) dulu dikenal sebagai seorang penganut paham Sufi dan meyakinkan banyak warga Somalia untuk mempraktekan cara hidup Sufi sebagai keyakinan Islam. Namun kelompok Salafi, yang juga dijuluki Wahabis Somalia menolak ide pengasingan dari dunia luar. Para penganut Wahabi tersebut pun mulai berjuang untuk menyebarkan pandangan mereka di Somalia sekitar empat dekade lalu

Hingga tahun 1960, mayoritas Muslim Somalia mempraktekkan paham Sufi, paham yang mendapat penghormatan besar di hampir seluruh suku Somalia. Warga menganggap Sufi memiliki tingkat kekerasan jauh lebih sedikit bila dibanding Salafi.

Namun setelah gerakan ulet yang dilakukan kaum Salafi selama 40 tahun lebih, berangsur-angsur membuat sebagian warga Somalia meninggalkan paham Sufi. Kini kondisi mulai berbalik. Jumlah praktek sufi lebih sedikit dibanding para penganut paham Salafi.

Salah satu keunikkan lain yang bisa ditemukan dalam tradisi Islam Somalia menulis Al Qur’an dengan lembar dari kayu dengan tinta yang dibuat dari batu-bara Somalia. Penulisan ulang dilakukan karena penduduk tidak mengerti bahasa Arab sehingga pengajaran dilakukan dengan bahasa Somalia. Praktek penulisan macam itu sendiri masih dapat dijumpai hingga sekarang hanya saja semakin jauh berkurang.

Kini, di beberapa propinisi yang dikuasai oleh faksi Shabab al-Mujahidin (Pemuda Pejuang), sebuah milisi bersenjata berfaham salafi ekstrem yang berperang melawan Pemerintah Somalia yang didukung oleh Amerika dan Uni Afrika, hukum Islam hingga pada hal-hal yang detail mulai diberlakukan, seperti penggunaan cadar (penutup wajah) bagi semua wanita dan keharusan melakukan shalat jamaah saat azan dikumandangkan, dengan imbalan sanksi didera beberapa kali depan khalayak.

Somalia, kini berada dalam dua masalah besar, kelaparan dan radikalisme.

Rabu, 08 Juli 2009

Mulla Sadra


Tanpa keraguan bahwa Mulla Sadrā penggagas aliran baru dalam filsafat Islam yang berbeda sama sekali dengan dua aliran filsafat sebelumnya ; Masyāiyyīn ( Peripatetik ) dan Isyrāqiyyīn ( Illuminasi ). Hal ini tercermin dari bangunan filsafat Mulla Sadrā yang dikenal dengan sebutan al-Hikmah al-Muta’āliyyah yang menghimpun kedua aliran tersebut dan melakukan sintesa serta penyempurnaan-penyempurnaan pada banyak bagian dari pandangan filsafat Peripatetik maupun Iluminasi.
Bahkan Abu Abdillah Zanjani menyebutkan bahwa Mulla Sadrā telah menghidupkan kembali pemikiran filsafat sebelumnya yang telah mati baik karena serangan-serangan al-Ghazāli terhadap filsafat maupun karena penghancuran peradaban Islam oleh kaum Mongol dan Turki. Secara lebih rinci ia jelaskan :
“Mulla Sadrā telah menghidupkan kembali dan memulai kehidupan baru dari timbunan tanah kematian aliran filsafat Ibn Sinā ( karena serangan al-Ghazāli, pengikut Asy’ari dan kaum Hanbali juga serbuan tentara-tentara Mongol dan Turki yang telah menghancurkan ilmu pengetahuan dan pemikirian ). Langkah dan semangat tersebut kembali kepadanya (Mulla Sadrā). Kagungan filsafat kembali bergema dengan hadirnya filosof besar pasca Ibn Sinā yang harapan berada dipundaknya dan sampai sekarang menjadi guru besar dan terhitung sebagai pendiri aliran baru dalam filsafat” [1].
Ada juga yang beranggapan bahwa Mulla Sadrā hanya sekedar melakukan tambal sulam dari filsafat Ibn Sina, tapi pernyataan seperti ini jelas tidak benar. Jika seseorang melihat secara mendalam pemikiran filsafat Mulla Sadrā dia akan segera menemukan perbedaan yang tegas antara aliran Peripatetik dengan al-Hikmah al-Muta’āliyyah . Meskipun Mulla Sadrā tetap menggunakan istilah dan topik-topik yang sama dalam pembahasan filsafatnya tetapi pandangan maupun argumentasi serta bentuk pemahaman terhadap topik itu jelas berbeda.
Didalam bangunan Filsafat al-Hikmah al-Muta’āliyyah secara jelas tergambar aliran-aliran pemikiran sebelumnya seperti Filsafat, Gnostik, Teologi tetapi sama sekali Mulla Sadrā tidak terjebak sebagaimana dugaan sebagian pemikir bahwa Mulla Sadrā melakukan sinkretisasi, tetapi yang dilakukan Mulla Sadrā adalah harmonisasi semua elemen tersebut sehingga membentuk warna baru yang masing-masing kesatuan saling terkait dan mendukung satu sama lain. Sebagaimana yang dinyatakannya sendiri : “Telah tergabung padanya ilmu-ilmu Ketuhanan (Teologi) pada filsafat analitis serta telah aku lapisi hakikat-hakikat penyaksian dengan penjelasan-penjelasan yang dapat dipelajari.” [2]
Al-Asfār memuat gambaran ini secara jelas dengan mengemukakan berbagai prinsip pandangan Iluminasi seperti Asālat al-Wujūd atau Cahaya dan Tasykīk al-Wujūd juga Harākat al-Jawhariyyāh yang merupakan tema bahasan filosof-filosof Iran qadim, serta Tajarrud al-Mitsāl, Ittihād al-‘Āqil wa al-Ma’qūl dan Basith al-Haqīqah Kulli Asyya’, yang merupakan tema-tema Gnostik, Plotinus maupun para Sufi. Semua hal tersebut, ditangan Mulla Sadrā mendapatkan penjelasan rasional-logis yang sama sekali bentuk seperti ini tidak ditemukan pada filosof sebelumnya.
Dua aliran utama filsafat sebelum Mulla Sadrā secara jelas saling beroposan satu sama lain. Peripatetik sebagai filsafat yang mendasarkan prinsipnya pada bentuk silogisme-Aristotelian yang sangat rasional, bahkan menurut Fayadi “Ibn Sinā tidak akan membicarakan sebuah persoalan yang tidak terbukti secara rasional”.[3] Dihadapannya, Suhrawardi dengan Mazhab Iluminasinya meyakini bahwa pengetahuan dan segala sesuatu yang terkait dengannya hanya bisa dicapai melalui proses Syuhūdi dan proses tersebut hanya bisa dicapai dengan melakukan upaya elaborasi ruhani.
Kita kemudian dapat menemukan posisi filsafat al-Hikmah al-Muta’āliyyah yang jelas-jelas memunculkan sebuah warna baru diantara aliran filsafat yang ada. Dalam pandangan Mulla Sadrā baik Akal maupun Syuhūd keduanya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam filsafat dan meyakini bahwa Isyrāqi tanpa argumentasi rasional tidaklah memiliki nilai apapun, begitupun sebaliknya.
Melakukan suluk ruhani untuk mencapai ma’rifat dan pencerahan batin bukanlah pekerjaan yang dapat dilakukan setiap orang, karena di perlukan seorang guru yang mampu membimbing salik untuk melewati tahap-tahap perjalanan ruhani dan disitu juga terkandung upaya-upaya Setan yang selalu berusaha menjerumuskan para penempuh jalan ruhani tersebut. Tetapi tanpa ma’rifat dan pencerahan batin tidak mungkin seseorang akan dapat mencapai puncak kesempurnaan dirinya. Dengan argumentasi-argumentasi rasional Mulla Sadrā telah memberikan pelita bimbingan bagi para ilmuwan dan intelektual untuk dapat menempuh jalan ruhani dalam upaya ma’rifat dan pencerahan batin. Inilah metoda al-Hikmah al-Muta’āliyyah yang dikembangkan Mulla Sadrā. Karenanya Mulla Sadrā dapat disebut sebagian merupakan filosof Peripatetik, sebagian disebut Filosof Iluminasi bahkan Plotinusnya Islam, karenanya Henry Corbin secara khusus dalam hal ini memberikan komentar :
“Jika Dia dikenal sebagai filosof beraliran Ibn Sinā, harus juga ditambahkan bahwa dia juga Filosof Isyrāqi dan pada saat yang sama merupakan penggambaran dari pemikiran Ibn ‘Arabi. Mulla Sadrā merupakan salah satu yang terpenting dari pemikir Plotinus dari Iran Islami dan juga seorang pemikir Syi’ah…” [4]
Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa bagi Mulla Sadrā kebenaran mistis yang diperoleh berdasarkan perjalanan ruhani merupakan kebenaran intelektual itu sendiri dan pengalaman-pengalaman mistis yang diperoleh merupakan pengalaman kognitif yang dihasilkan dari proses berfikir, hanya menurut Sadrā yang dibutuhkan adalah upaya ilmiah yang dapat menjadi bukti logis bagi hal tersebut.
Mulla Sadrā beranggapan bahwa Musyāhadah yang dihasilkan melalui proses Mukāsyafah jika merupakan sebuah kebenaran Ilahi dan Hakiki maka pastilah rasional dan akal akan dapat membuktikannya. Mulla Sadrā menyadari bahwa pada umumnya kaum Sufi dan Gnostik seringkali mengabaikan argumentasi rasional dalam menegakkan ajarannya, semisal Ibn ‘Arabi yang menggunakan metodologi analogi dan imaji dalam penyampaian ajaran-ajarannya. Yang demikian tersebut bagi Mulla Sadrā tidak dapat menjadi hujjah bagi semua orang. [5]
Bahkan pada bagian lain secara tegas Mulla Sadrā menetapkan pola filsafatnya yang berbeda dari pemikiran lainnya sekaligus kritiknya[6] terhadap sebagian Sufi : “Dan dia (al-Hikmah al-Muta’āliyyah ) bukan merupakan perdebatan Teologis, bukan filsafat rasional semata dan juga bukan hasil khayalan-khayalan kaum sufi” [7]
Dalam filsafat Mulla Sadrā kita juga menemukan warna diskursus Teologis, akan tetapi seperti pernyataannya diatas filsafatnya bukanlah Teologi. Mulla Sadrā memang sejak muda telah menguasai Teologi (Ilmu Kalam) secara sangat mendalam baik pada fase pelajarannya di Syirāz, Qazwin ataupun Isfahan dia selalu bersentuhan dengan Teologi sehingga pada usia sangat muda, Mulla Sadrā sudah menguasai Teologi secara matang. Beberapa kitabnya yang ditulis pada fase-fase belajarnya merangkum kritik-kritik tajamnya kepada Mu’tazilah yang menyandarkan sepenuhnya pada akal sehingga cenderung mengabaikan nash-nash Syari’at dan Asy’ari yang cenderung mengabaikan akal dan hanya menganggap bahwa semata kebenaran hanyalah syari’at. Bagi Mulla Sadrā keduanya berada pada dua titik ekstrim yang sama bahayanya.
Diskursus Teologis pada intinya juga berkaitan dengan topik-topik filosofis, karenanya, Mulla Sadrā memberikan analisa kritis dan argumentasi-argumentasi rasional dalam persoalan tersebut namun tidak terjebak menjadikan Filsafat sebagai Teologi. Mulla Sadrā tetap dengan plat form filsafat dalam menanggapi diskursus tersebut, ia menggunakan caranya sendiri yang khas sebagaimana yang juga dilakukan sebelumnya oleh Khwaja Nasiruddin Tusi, sehingga memberikan senjata baru untuk membela ajaran-ajaran Islam. Kalau Khwaja Nasiruddin Tusi merubah Teologi menjadi Filsafat, Mulla Sadrā menjadikan filsafat sebagaimana layaknya Teologi tapi tentu Teologi baru, dalam pengertian bentuk, pola dan cara yang digunakan didasarkan pada aliran filsafat peripatetik dan Iluminasi akan tetapi persoalan yang di bahas justru persoalan Teologi.
Teologi sebagai satu cabang ilmu yang berusaha mempertahankan agama dan keyakinan dari serangan-serangan yang datang dari luar dengan menggunakan nash-nash dan sedikit argumentasi rasional tetapi di tangan Mulla Sadrā meskipun tetap menjadikan nash-nash tersebut sebagai inspirasi utama namun argumentasi-argumentasi rasional-filosofis menjadi penyangga utama keyakinan-keyakinan tersebut, sehingga bagi seorang atheispun sulit untuk dapat membantah keyakinan Teologis tersebut.
Akal dan Wahyu ketika masih berada dalam wacana Asy’arian dan Mu’tazilah menjadi dua hal yang selalu beroposan, pada al-Hikmah al-Muta’āliyyah menjadi sekeping mata uang yang hanya berbeda sisinya. Argumentasi-argumentasi filosofis Mulla Sadrā menjangkau nash-nash tersebut dan memberikannya dalil-dalil rasional. Mulla Sadrā membuktikan bahwa wahyu dan hakikat yang diajarkan para Nabi bukan hanya dapat dibuktikan secara rasional akan tetapi keduanya sama sekali tidak memilki pertentangan sedikitpun. Wahyu dan Akal merupakan sebuah kesatuan dari gambaran kemanunggalan Wujud Tuhan.
Mulla Sadrā memandang akal dalam dua hal penting ; pertama, Seluruh asal dari kebenaran wahyu dan kenabian serta agama berasal dari akal dan merupakan jembatan untuk sampai pada syariat. Kedua, akal manusia meskipun derajatnya lebih rendah dari wahyu dan agama dalam membimbing manusia akan tetapi kejelasannya dan benderangnya tidak kurang dari wahyu. Meskipun demikian tidak sedikitpun terjadi pertentangan antara akal dan wahyu. Akal yang sehat dengan Wahyu yang benar dalam pandangan Mulla Sadrā, keduanya adalah satu warna. [8]
Bagi Mulla Sadrā akal dan wahyu merupakan hal yang satu dan berasal dari tempat yang satu yaitu Ruh Kesucian (Ruh al-Quds) atau Intelek Aktif (Aql Fa’āl) dan bagi Mulla Sadrā tidak terbayangkan diantara kedua hal tersebut terjadi pertentangan. Karenanya Akal berfungsi sebagai penopang rasional bagi penyaksian ruhaniah (Musyāhādah) dan penyaksian ruhaniah merupakan puncak tertinggi dari upaya menyerap pengetahuan.
Berdasarkan prinsip-prinsip yang telah dikemukakan Mulla Sadrā mengambil tiga sumber mendasar dan melakukan harmonisasi diantara ketiga hal tersebut dan menjadikan warna filsafat tersendiri yang jauh lebih sempurna dari pemikiran yang berkembang sebelumnya. Karenanya ada banyak tokoh yang memandang Mulla Sadrā sebagai Filosof Peripatetik, Teosof Iluminasi sekaligus Teolog Islami.
[1] Abu Abdillah Zanjani sebagaimana yang dikutip oleh Muhammad Khamne’i, Muqaddimah., hal. Dua ratus Tujuh puluh Dua. Teks asli sebagai berikut :

ملا صدرا در خاكستر مكتب مرده ابن سينا- كه بر اثر حملات نارواى غزالى وييروان اشعرى مسلكـــ وحنبلى مآب او و همجنين بدنبال حملات ويرانكر علم وانديشه تركان ومغولان بيجان شده بود-روحى تازه دميد وجوانى رابه وى بازكر دانيد. شيفتكان فلسفه به اين فيلسوف بزركـــ وامدارند وحقا يس از ابن سينا تا بامروز معلم بزركـــ و بنيانكذار فلسفه وصاحب مكتب بشمار مىرود".

[2] Mulla Sadra, Syarh al-Ushul.,hal.9 Teks asli sebagai berikut :

"قد اندمـجت فيه العلوم التألهية في الحكمة البحثية وتدرعت فيه الحقائق الكشفية بالبيانات التعليمية".
[3] Fayadi, “Falsafeye Masya’ dar Hikmat Muta’’Aliyeh”, Majeleye Ma’rifat, XII, 3 (Bahman (bulan Iran), 1997), hal. 65
[4] Henry Corbin, sebagaiamana yang dikutip Muhammad Khamne’i, Muqaddimah, hal. Dua ratus tujuh puluh tujuh.
[5] Lihat : Mulla Sadra, al-Hikmah al-Muta’āliyyah fi al-Asfar al-Arba’ah ., J. 9 hal. 234 (Selanjutnya disebut : al-Asfar)

[6] Meskipun Mulla Sadra kerap melakukan kritik yang tajam pada kaum sufi, tetapi sufi yang dimaksud adalah sufi-sufi yang hanya menunjukkan bentuk-bentuk ritual (Pseudo-Sufistik), karena dalam memandang Ibn Arabi, Mulla Sadra begitu kagum dan sama sek’Ali tidak didapati kritik langsung kepada Ibn Arabi, bahkan berdasarkan beberapa penggalan-penggalan pernyataannya di dalam kitab Asfar ditemukan bahwa Mulla Sadra meyakini konsep Wahdat al-Wujūd Ibn Arabi. Untuk lebih jelas lihat al-Asfār J. 2,3 dan 7.
[7] Mulla Sadra, al-Masya’ir, (Tehran : Amir Kabir). 1376, hal.3 Teks asli sebagai berikut :

"وهي ليست من المجادلات الكلامية ولا من الفلسفة البحثية المذمومة ولا من التخيلات الصوفية"

[8] Lihat : Mulla Sadra, Muqaddimah., hal. Dua ratus Delapan puluh Satu.

Nama bulan Islam


Berikut adalah nama bulan Islam dan asal-usulnya (yang kebanyakannya muncul sebelum Islam lagi). Kebanyakan nama tersebut timbul sempena cuaca ketika suatu peristiwa besar berlaku ataupun sempena peristiwa besar tersebut. Walau bagaimanapun, oleh kerana semuanya adalah nama bulan dan bulan berubah 11 hari lebih awal setiap tahun, maka, musim atau peristiwa asal tidak begitu mempengaruhi nama sesetengahnya kini.

  1. Muharam al-Haram (dipendekkan kepada Muharram – محرّم)
    • Bulan ini mengambil perkataan "Haram" yang bermaksud terlarang. Ini disebabkan budaya atau tradisi Arab mengharamkan sebarang peperangan pada bulan ini. Selepas munculnya Islam, Allah meneruskan budaya ini lantas menjadi satu antara empat bulan haram dalam Islam.
  2. Safar (ﺻﻔﺮ)
    • Perkataan in bermaksud tiupan angin. Ketika nama tersebut mula diguna pakai, kemungkinan yang ketika itu adalah waktu yang berangin. Safar juga menunjukkan yang masyarakat Arab (badwi) meninggalkan rumah mereka.
  3. Rabiulawal (ﺭﺑﻴﻊ ﺍﻷﻭﻝ)
    • Bulan pertama musim bunga iaitu masa ketika bulan tersebut dinamakan.
  4. Rabiulakhir (ﺭﺑﻴﻊ ﺍﻷﺧﻴﺮ/'ﺭﺑﻴﻊ ﺍﻟﺜﺎﻧﻲ)
    • Bulan kedua musim bunga.
  5. Jamadilawal (ﺟﻤاﺪ ﺍﻷﻭﻝ)
    • Bulan pertama musim panas. "Jumada" bermaksud kering.
  6. Jamadilakhir (ﺟﻤاﺪ ﺍﻷﺧﻴﺭ/ﺟﻤاﺪ ﺍﻟﺜﺎﻧﻲ)
    • Bulan kedua musim panas. Jamada, juga bulan yang lain juga lebih sejuk, yang membawa maksud telaga menyejuk adalah suatu yang biasa ketika itu.
  7. Rejab (ﺭﺟﺐ)
    • Satu lagi bulan suci yang mengharamkan perlawanan atau peperangan dan salah satu bulan yang dihormati. Ia juga dikenali sebagai Rajab al Fard. Fard bermaksud keseorangan; kerana tiga bulan suci yang lain berada jauh dan berturutan berbanding Rejab di tengah-tengah.
  8. Syaaban (ﺷﻌﺒاﻦ)
    • Bulan ini terbit dari perkataan "syu'ba", bermaksud berpecah/menyimpang. Masyarakat Arab dahulu sering keluar dan berpecah untuk mencari air.
  9. Ramadan (ﺭﻣﻀاﻦ)
    • Diambil daripada perkataan "ramda", yang bermaksud batu panas. Ini menceritakan ketika nama tersebut diberikan, keadaan amat panas ketika itu.
  10. Syawal (ﺷﻮﺍﻝ)
    • Diambil daripada perkataan yang membawa maksud, apabila unta betina bunting. Ketika nama bulan ini diberikan, lazimnya unta betina bunting pada ketika itu.
  11. Zulkaedah (ﺫﻭ ﺍﻟﻘﻌﺪة)
    • Diambil daripada perkataan "qa'ada" bermaksud untuk duduk. Inilah bulan suci ketiga yang mengharamkan sebarang pertempuran. Kebanyakan orang juga mula menghentikan aktiviti perniagaan mereka untuk duduk dan bersedia untuk menunaikan Haji.
  12. Zulhijah (ﺫﻭ ﺍﻟﺤﺠة)
    • Ini adalah bulan suci terakhir dalam setahun dan dilarang melakukan sebarang pertempuran kerana pada bulan ini, haji dilaksanakan. Perkataan tersebut juga mengambil perkataan "haji" sebagai rujukan nama bagi bulan haji ini.

Selasa, 07 Juli 2009

Hadith Hadith Pendeskreditan Rasulillah Saww


Berikut adalah beberapa Bagian Hadits yang mendeskreditkan Baginda Suci Saww yang dimuat oleh Kitab Bukhari

Rasulullah Cemas Akan Turunnya Wahyu

Shahih Bukhari Hadits No. 3

Dari ‘Aisyah, katanya: “Wahyu yang mula-mula turun kepada Rasulullah SAW, ialah berupa mimpi-baik waktu beliau tidur. Biasanya mimpi itu terlihat jelas oleh beliau, seperti jelasnya cuaca pagi. Semenjak itu hati beliau tertarik hendak mengasingkan diri ke Gua Hira. Di situ beliau beribadat beberapa malam, tidak pulang ke rumah istrinya. Untuk itu beliau membawa perbekalan secukupnya. Hingga pada suatu ketika datang kepada beliau Al Haq (kebenaran atau wahyu), sewaktu beliau masih di Gua Hira. Malaikat Jibril datang kepadanya dan memeluk beliau sambil berkata, “Bacalah!” Sampai beliau dapat “membaca”, “Iqra’ bismi rabbikalladzi khalaq. Khalaqal insaana min ‘alaq. Iqra’ wa rabbukal akram.

Setelah itu Nabi pulang ke rumah Khadijah, lalu beliau berkata,”Selimuti aku! Selimuti aku!” Lantas diselimuti oleh Khadijah hingga hilang rasa takutnya. Kata Nabi SAW kepada Khadijah (setelah dikabarkannya semua kejadian yang baru dialaminya itu), ”Sesungguhnya aku cemas atas diriku (akan binasa).”

Kata Khadijah, “Jangan takut, Demi Allah, Tuhan sekali-kali tidak akan membinasakan Anda. Anda selalu menghubungkan tali persaudaraan, membantu orang yang sengsara, mengusahakan barang keperluan yang belum ada, memuliakan tamu, menolong orang yang kesusahan karena menegakkan kebenaran.”

Setelah itu Khadijah (bersama Nabi SAWW) pergi menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul Uzza, yaitu anak paman Khadijah yang telah memeluk agama Nasrani pada masa jahiliyah itu. Usianya sudah lanjut dan matanya buta. Lalu Rasulullah menceritakan semua peristiwa yang dialaminya kepada Waraqah.

Berkata Waraqah, “Inilah Namus (malaikat) yang pernah diutus Allah kepada Nabi Musa. Semoga saya masih hidup ketika itu, yaitu ketika Anda diusir oleh kaum Anda.” Maka bertanya Rasulullah, “Apakah mereka akan mengusirku?” Jawab Waraqah, “Ya, betul! Belum pernah seorang jua pun yang diberi wahyu seperti Anda yang tidak dimusuhi orang. Apabila saya masih mendapati hari itu, niscaya saya akan menolong Anda sekuat-kuatnya.” Tidak berapa lama kemudian, Waraqah meninggal dunia dan wahyu pun terputus sementara waktu.

Kajian:

Hadits ini jika diamati sekilas tidak mengandung keraguan. Tetapi marilah kita pahami baik-baik bahwa pada saat turunnya wahyu pertama kali tersebut,Nabi Muhammad Saww telah diangkat menjadi Rasul sehingga dapat kita ambil beberapa hal:

• Ketika peristiwa turunnya wahyu itu, Aisyah belum dilahirkan. Dalam riwayat ini. Ia seakan-akan melihat dan mendengar sendiri. Ia melihat nabi pergi ke gua, pulang kepada Khadijah, mendengar percakapan khadijah dan Waraqah bin naufal. Kita boleh saja mengatakan bahwa Aisyah mendengarnya dari Rasulullah Saww; tetapi dalam ilmu Hadist, ia harus mengatakan : Aku mendengar Rasulullah Saww bersabda… dan seterusnya. Dengan begitu, kita harus menolak hadist ini sebagaimana kita menolak hadis yang mencerikan bahwa Abu hurairah berjumpa dengan Ruqayyah, istri Utsman, padahal Ruqayyah meninggal dunia ketika Abu Hurairah masih kafir dan tinggal di negeri Daws.

• Dalam peristiwa ini digambarkan kedatangan wahyu yang sangat berat. Malaikat jibril memuluk Nabi dengan keras, sampai kepayahan dan ketakutan. Nabi Saww dipaksa untuk membaca, padahal ia tidak bisa membaca. Tidak pernah wahyu datang dengan cara yang “menggerikan” seperti ketika ia datang kepada Nabi Saww. Padahal ia adalah kekasih Rabbil Alamin; yang tanpa dia tidak akan diciptakan seluruh alam semesta. Dampaknya kepada Nabi Saw juga sangat menyedihkan. Ia pulang ke rumah dengan diliputi ketakutan, kebingungan, dan kesedihan.

Bukankah ini sangat bertentangan dengan ayat Al-Quran yang disebutkan (QS.An-nisa:125) bahwa bila orang yang mendapat petunjuk, ia akan mengalami kelapangan dada, kelegaan hati, ketentraman jiwa. Jadi karena data rasulullah Saw, setelah menerima wahyu, sempit dan sesak, maka ia sedang dikehendaki untuk disesatkan, dan bukan diberi petunjuk.

• Rasulullah saw tidak paham dengan pengalaman ruhani yang ia alami, karena itu kemudian ia dibawa menemui Waraqah bin Naufal dan ternyata seorang nasrani yang lebih tahu tentang kenabiannya, ketimbang rasulullah sendiri. Waraqahlah yang meyakinkan Nabi bahwa ia itu utusan Allah, bahwa yang dating itu malaikat Jibril. Ia sendiri tidak yakin bahwa dirinya adalah Rasulullah. Kita tidak paham bagaimanan nabi yang mulia tidak menyadari kenabiannya, sedangkan orang lain – seperti Adas dan Waraqah- mengetahuinya. Bukankah Bahira pernah mengingatkan Abu thalib bahwa Muhammad itu adalah nabi Akhir zaman?, bukankah menurut banyak hadist, sebelum diangkat manjadi Nabi, kepadanya pepohonan dan bebatuan mengucapkan salam?

• Dilukiskan pula bahwa Ibunda Khadijah menasihati Rasulullah bahwa Allah tidak akan membinasakan Rasulullah. Hal ini menunjukkan seolah-olah Rasulullah kurang ilmu akan perjalanan spiritualnya ini sehingga beliau minta nasihat kepada Ibunda Khadijah.



Rujukan dari beberapa ayat Al-Qur’an:

Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Q.S. Al Ahzab: 40).

Barangsiapa yang Allah kehendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah jadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman. (Q.S. Al An’aam: 125).



“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk menerima Islam. Dan barangsiapa yang dikendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak laggi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman” (QS.An-Nisa:125)

Dari kedua ayat ini, jelaslah bahwa dada Rasulullah sangat lapang dalam menerima wahyu, apalagi beliau adalah Rasulullah, sehingga tidak akan mungkin ditimpa kecemasan dan ketakutan. Dan beliau juga sangat mengetahui pengalaman spiritualnya ini karena beliau adalah Rasulullah, sehingga tidak akan mungkin ada orang lain yang lebih mengetahui dari beliau.

Kerusuhan Xinjiang Berlanjut, Korban Tewas Terus Bertambah

Selasa, 07 July 2009 Sample ImageAksi kekerasan dan kerusuhan etnis di provinsi muslim Xinjiang, China barat laut masih terus berlanjut. Sebagaimana dilansir Kantor Berita Xinhua, kerusuhan antara polisi dan warga di Xinjiang hingga kini telah menewaskan 156 orang dan melukai sedikitnya 830 lainnya. Menyusul aksi itu, polisi telah menahan 1.453 orang di kota Urumqi, sebelah barat laut China. Mayoritas yang ditahan adalah laki-laki meski terdapat sejumlah perempuan. Lebih dari 20.000 polisi khusus dan bersenjata, dan pemadam kebakaran dikerahkan untuk menumpas kekerasan di Urumqi. Meski pengamanan diperketat, kerusuhan tampaknya meluas di wilayah bergolak itu.

Hampir setengah dari 20 juta penduduk provinsi Xinjiang adalah Uighur Muslim, namun mereka sudah lama mengeluhkan etnis Han China karena lebih sering diuntungkan oleh investasi dan subsidi pemerintah pusat, sementara sebagian besar rakyat beragama Islam yang lebih memiliki kesamaan bahasa dan budaya dengan Asia Tengah, merasa terpinggirkan.

Disamping Tibet, Xinjiang adalah salah satu dari wilayah China yang secara politik sangat sensitif dan di kedua wilayah itu pemerintah berupaya mengetatkan cengkeramannya dengan mengendalikan kehidupan beragama dan kebudayaan sambil menjanjikan pertumbuhan dan kemakmuran ekonomi.

4 Pertanyaan Tak Terhindarkan


Habiballah Abal Qosim Al Musthofa Shallallahu alaihi wa Aalihi Wassalam :

"Pada Hari kiamat tidak akan bergeser Tapak kaki anak Adam hingga ditanyai 4 perkara :

  • Tentang Umurnya Untuk apa ia habiskan.
  • Tentang Masa Mudanya dengan apa ia lalai.
  • Tentang Hartanya darimana ia peroleh dan kemana ia infaqkan.
  • Tentang kecintaannya kepada kami (Ahlulbayt AS) "
~ Tuhaf al Uqul hal 56



Di hadapan Mahkamah ALLAH AWJ seluruh Manusia akan menerima pertanyaan yang sama, maka bersiaplah menjawabnya, dan dihari itu tiada pertolongan manusia karena semua akan mendapatkan porsi pertanyaan yang sama dengan keharusan menjawabnya.

Mampu kah kita...?


Saat lisan terkunci, maka seluruh indera akan memberikan jawabannya secara lugas.. berharaplah semua indera kita mampu menjadi penyelamat kita dihadapan ALLAH AWJ

Pertama, Tentang Umur dan usianya. Usia atau umur adalah sebuah anugerah yang Allah berikan kepada manusia. Usia ini akan dimintai oleh Nya pertanggung jawabannya. Kitapun harus menjawabnya, untuk apa kita pakai usia ini ? Apakah untuk hal-hal yang diperintahkan Allah Swt. ? Apakah kita pakai untuk ketaatan, kebaikan dan ketaqwaan ? atau justru sebaliknya kita pakai untuk hal-hal yang menjadikan Allah murka, kemaksiatan, kedurjanaan, kelalaian terhadap perintah-perintah Allah Swt dan larangan-larangannya.

Segala yang kita lakukan dari detik demi detik hingga waktu berjalan, secara detil akan ditanya kemana dan untuk apa ia dihabiskan

Kedua, Tentang masa masa muda. Kalau pertanyaan yang pertama sifatnya umum, sejak masa akil baligh sampai mati. Masa muda itu akan dipertanyakan secara khusus. Bagaimana seseorang melewatkan masa mudanya ? Allah Swt. tidak akan mempertanyakan masa tua, atau bagaimana mengakhiri masa tuanya ? Allah Swt. tidak menanyakan masa kanak-kanak, tetapi masa muda. Karena masa muda adalah saat orang berada pada puncak ketegaran fisik dan kecerdasannya. Dalam usia muda, seseorang dapat mengerjakan banyak hal yang tidak mungkin dikerjakan oleh orang yang sudah tua karena fisiknya sudah lemah, dan anak kecil karena akalnya belum sempurna.

Ketika dia punya badan sehat, apakah dia gunakan untuk membantu fakir miskin ? Apakah dia menyantuni orang-orang yang perlu bantuan ? atau sebaliknya dia pakai untuk memukul orang-orang yang tak bersalah, bermain hura-hura, membuang waktu begitu saja, membuang
tenaga untuk hal-hal yang sifatnya merugikan dia dan juga merugikan orang lain.

Ketika dia punya kecerdasan dan otak yang masih segar, apakah dia memikirkan hal-hal yang menguntungkan dan membahagiakannya di dunia dan di akhirat ? Apakah dipakai untuk belajar, untuk bertafakur atau tidak ? Atau kecerdasan itu, digunakan untuk hal-hal yang merugikan dia, dan memikirkan hal-hal yang tidak baik. Jadi masa muda masa yang sangat didambakan, yang diangan-angankan oleh orang yang sudah tua. Sebuah syair Arab mengatakan, "Duhai alangkah bahagianya aku, sekiranya masa muda kembali lagi padaku, maka akan kuberi tahu pada orang-orang tentang derita dan kesulitan masa tua."

Ketiga, Tentang Hartanya dan nafkah, mai'syah, atau mata pencahariannya. Dari mana dia memperoleh kekayaan dan harta. Apakah dengan cara yang halal atau tidak ? Ketika dia berusaha mencari uang dengan cara yang halal sesuai dengan garis Islam, maka dia sangat beruntung sekali. Dia telah memperoleh harta yang halal. Atau sebaliknya, dia mencari harta dan bekerja dengan cara yang tidak sah, sehingga dia memperoleh harta yang haram dan makan barang yang haram.

Setelah seseorang memperoleh harta dengan cara yang benar dan halal, lalu harta itu digunakan untuk apa ?. Apakah setelah dia memperoleh harta yang halal, dia gunakan untuk kepentingan pribadi saja yang berlebih-lebihan, atau juga disamping untuk kepentingan pribadi, dia membantu fakir-miskin yang membutuhkan dan memerlukannya. Terkadang seseorang mendapatkan uang yang halal berlimpah ruah, tetapi dia tidak mempunyai kepedulian sosial sehingga enggan membantu orang-orang yang membutuhkan bantuannya. Ada sebuah syair dari Al- Imam Ali a.s., beliau berkata : "Anda sudah dikatakan sebagai orang yang sakit, ketika anda tidur dengan perut kenyang, sementara di sekitar anda terdapat perut-perut yang merindukan makanan."

Keempat - Terpenting, Tentang kecintaan terhadap Ahlul Bait As. Mengapa kecintaan kepada Ahlul Bait dipertanyakan pada hari qiamat ?. Karena kecintaan kepada mereka sebagai parameter keimanan dan kesetiaan kepada Rasulullah Saww. Seorang muslim sudah bisa dipastikan mencintai Rasulullah Saww, namun untuk membuktikan sejauh mana kecintaannya itu benar dan sungguh-sungguh, maka bukti itu dinyatakan dengan kecintaan kepada keluarganya. AllahSwt berfirman, " Katakanlah ( hai Muhammad )," Aku tidak meminta dari kalian upah atasnya ( dakwah Islam ini ) kecuali mencintai kepada keluargaku ".( QS. al Syura : 23 )

Pertanyaan tentang Ahlul Bait a.s. tentu berkisar pada masalah ketaatan dan keikut sertaan manusia dengan mereka. Kenyataan sejarah kaum muslimin menunjukkan bahwa banyak dari mereka yang meninggalkan Ahlul Bait a.s., bahkan ada pula yang memusuhi Ahlul Bait. Rasulullah Saww. berkali-kali mengingatkan kaum muslimin tentang Ahlul Bait a.s. dengan mengatakan, " Allah, Allah, ( hati-hati )terhadap keluargaku. Janganlah kalian mendahului mereka atau menjauhi mereka, maka kalian akan tersesat ".

Jadi cinta kepada Ahlul Bait itu termasuk soal dan pertanyaan yang akan Allah ajukan kepada kita semuanya. Oleh karena itu, kita berusaha untuk meningkatkan kecintaan kita kepada Ahlul Bait dan berusaha untuk berada di belakang mereka. Kita berusaha agar seperti Salman Al-Farisi yang secara batin dan lahir selalu mengikuti Ahlul Bait a.s.

Riwayat dimasa Imam Ali As. Imam As selalu menjadi imam shalat subuh di masjid Kufah. Dan Salman Al-Farisi selalu berdiri di belakang Imam Ali a.s. Kemudian seorang sahabat beliau iri hati ingin berdiri di belakang beliau. Untuk itu, dia berusaha berangkat ke mesjid sedini mungkin agar dapat sholat dibelakang Imam Ali a.s. Sesampainya di depan mesjid, dia senang bahwa di mesjid hanya ada seorang saja, dan itu pasti Imam Ali a.s. Karena waktu itu, teras mesjid masih berupa tanah sehingga pijakan orang yang jalan akan meninggalkan bekas.

Maka dengan senang hati dia masuk ke masjid dengan harapan besar dapat sholat di belakang Imam Ali a.s. Tetapi, ternyata Salman al Farisi sudah berada di belakang Imam Ali a.s.?. Lalu orang itu menanyakan tentang dari mana Salman masuk ke mesjid. Salman menjawab bahwa dia datang dengan cara melangkahkan kakinya di atas bekas telapak kaki Imam Ali a.s., karena dia yakin bahwa bekas telapak kaki Imam Ali a.s. pasti diridhoi Allah Swt.

Sampai sejauh itulah Salman mengikuti Ahlul Bait. Oleh karena itu, Rasulullah Saww. pernah bersabda, " Salman minna Ahlal Bait " (Salman termasuk dari kami, Ahlul bait) . Hal itu, karena kecintaan dan ketaatan beliau kepada Rasulullah Saww dan Ahlul Baitnya As. Kita selama ini baru mengenal Ahlul Bait As sebatas sejarah mereka saja, tetapi selain itu kita mungkin belum mengenal siapa mereka sebenarnya dan bagaimana kedudukan mereka di sisi Allah Swt serta fungsi mereka di alam semesta ini. Mari kita berusaha sedikit demi sedikit agar lebih jauh dapat mengenal mereka, dengan harapan agar kita diakui sebagai orang yang cinta kepada mereka, Insya ALLAH....

Dirangkum dari Al Jawad kajian Ust. Husein Al Kaff