Rabu, 17 Juni 2009

Bagaimana Hukum Nikah Mut'ah dalam pandangan Islam?

Jika kita baca dalam beberapa buku dan kitab Islami dari berbagai mazhab Islam, kita akan jumpai bermacam-macam pendapat sekitar nikah mut’ah. Ada yang mengatakan tidak pernah ada di dalam Islam, ada juga yang mengatakan pernah ada tapi sudah dimansukh (dihapus) hukumnya; ada juga yang mengatakan ada dalam Islam dan hukumnya halal sejak zaman Nabi saw hingga hari kiamat.

Allah swt berfirman:
"Dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (An-Nisa': 24). Ini terjemahan departemen Agama RI.

Jika kita buka kitab2 tafsir, kita akan jumpai bermacam-macam pendapat ulama tentangnya. Berikut ini ringkasan dari pendapat-pendapat ulama:
Pertama: Nikah mut'ah tidak pernah ada di dalam Islam.

Kedua: Nikah mut'ah pernah ada dan dihalalkan di dalam Islam, tapi hukum halalnya dimansukh bersamaan dengan dimansukhnya ayat tersebut (An-Nisa': 24). Ini pendapat umumnya ulama Ahlussunnah. Di sini juga masih banyak lagi perbedaan pendapat di antara mereka. Ada yang mengatakan hukum ayat tersebut dimansukh oleh ayat Al-Qur’an, ada juga yang mengatakan dimansukh oleh hadis Nabi saw. Tentang ayat Al-Qur’an yang memansukhnya juga berbeda-beda pendapat di kalangan mereka.

Ketiga: Nikah mut'ah ada dalam Islam, dan hukumnya halal sejak zaman Nabi saw hingga hari kiamat, karena ayat tersebut (An-Nisa': 24) hukumnya tidak pernah dimansukh. Pendapat ini disepakati oleh semua ulama dari kalangan mazhab Ahlul bait (as), dan sebagian ulama Ahlussunnah juga berpendapat seperti ini.

Dengan ringkasan pendapat-pendapat tersebut terusiklah pikiran kita, dan muncullah beberapa pertanyaan, antara lain:
1. Benarkah nikah mut’ah itu tidak pernah ada dalam Islam?
2. Mengapa para ulama Islam berbeda-beda pendapat tentang hukum nikah mut’ah?
3. Jika hukum ayat tersebut dimansukh (dihapus) oleh hadis, bukankah para ulama bersepakat bahwa hadis tidak bisa memansukh hukum ayat Al-Qur’an?
4. Jika hukum ayat tersebut dimansukh oleh ayat Al-Qur’an, ayat yang mana atau ayat apa yang memansukhnya?
5. Sebenarnya siapa yang menghapus nikah mut’ah? Allah dan Rasul-Nya atau penguasa pasca Nabi saw karena adanya suatu kasus tertentu?
6. Jika nikah mut’ah dinyatakan halal hukumnya, sifatnya rukhshah (kemudahan) dari Allah swt, atau karena dharurat?

Dimohon kepada peserta diskusi lebih terarah sesuai dengan topik. Tidak melebar pada di luar topik.

Kiriman 2
1 balasan
Sastro Harjono menulispada 08 April 2009 jam 18:13
Saya awam agama, nikah mut'ah itu apa sih? apa bedanya dg nikah yg umumnya dilakukan oleh ummat islam?
Kiriman 3
3 balasan
Umar Bin Khottob menulispada 08 April 2009 jam 18:38
Mut'ah itu gembar gembornya org2 syiah yg ngumbar nafsu. Lalu menisbatkan pada agama Islam dan bhw ulama Ahlussunnah juga membolehkannya. Awas hati2! org2 syiah itu suka ngada2. Lihat saja akibatnya mut'ah di Indonesia.
Kiriman 4
Soni Permana menulispada 08 April 2009 jam 18:38
@ Pak Haji Nawawi Salam kenal ! gar diskusi ini tidak melebar sesuai dengan permohonan anda maka seyokyanya anda juga memberi pernyataan sesuai tema diskusi ini yaitu: Hukum Nikah Mut'ah , jadi tinggal boleh alasanya apa atau tidak boleh alasannya apa atau halal - haram lah. Please pak Haji saya pingin nikah nihh , bagai mana menurut pendapat anda ? boleh gak? jangan digantung gitu yaaaa..... trmakasihhhh.

@ Mas Sastro H, Salam Kenal

Kalau gak salah nikah Mut'ah itu Nikah yang dengan jangka waktu tertentu - apabila dalam jangka waktu yg ditentukan tadi masih dirasa enak/cocok maka perkawinan bisa dilanjutkan, Tapi kalo sudah tidak suka maka selesailah/putus hubungan suami istri . atau dalam bahasa umumnya disebut juga kawin Kontrak.

Ennaaaakk tenannn




Kiriman 5
Tommy Syah Rian menulispada 08 April 2009 jam 20:27
@ pak umar ibn saad,, kami mohon agar berbicara hati2, karna benar2 tidak enak didengar telinga.

saya pribadi lebih setuju 100% kalau nikah mut'ah dihalalkan, daripada ulama2 kita di indonesia ini yg "membiarkan" (baca: menghalalkan) lokalisasi merebak hampir ada di setiap kota di negara tercinta ini.

wahai saudaraku pak umar, memangnya apa yg sudah anda lakukan untuk memberantas perzinahan dalam wadah lokalisasi di indonesia? apakah anda sudah mendesak ulama anda (MUI) untuk mengharamkan pelacuran? atau menutup indekos-indekos liar (campur laki-perempuan) yg didalamnya penuh dengan adegan film2 khas amerika?
yg terhormat saudaraku pak umar, kalau itu belum dilakukan, maka lebih baik bagi anda untuk tidak menjelek-jelekan mahzab lain...

mari kita ikuti saja diskusi tentang nikah mut'ah ini, yg menurut saya merupakan salah satu solusi untuk pertanyaan2 saya tadi.. mari kta simak dan ambil pelajaran dari pakar2 nya saja..

mohon maaf sebelumnya saudaraku...

Kiriman 6
Ayu Pertiwi menulispada 08 April 2009 jam 21:36
Af1...sy pernah dengar dari kalangan sunni pernah mengatakan bahwa nikah mut'ah = kawin kontrak..
mohon penjelasanx...
Kiriman 7
Ayu Pertiwi menulispada 08 April 2009 jam 21:40
@pak umar bin khottob : tau dari mana klo mut'ah itu gembar-gemborx org2 syiah yg ngumbar nafsu?
apa akibat mut'ah di indonesia?
kenapa anda tidak menyetujui mut'ah?
Kiriman 8
Ayu Pertiwi membalas kiriman Hajipada 08 April 2009 jam 22:06
1. Benarkah nikah mut’ah itu tidak pernah ada dalam Islam?

Tidak benar

2. Mengapa para ulama Islam berbeda-beda pendapat tentang hukum nikah mut’ah?

entahlah...sy jg sedang mencari tahu jawabannya

3. Jika hukum ayat tersebut dimansukh (dihapus) oleh hadis, bukankah para ulama bersepakat bahwa hadis tidak bisa memansukh hukum ayat Al-Qur’an?

Iya,,saya juga bingung..masa hukum dalam Al-Qur'an bisa d mansukh padahal tidak ada ayat lain yang memansukhnya..

4. Jika hukum ayat tersebut dimansukh oleh ayat Al-Qur’an, ayat yang mana atau ayat apa yang memansukhnya?
............................................................................................

5. Sebenarnya siapa yang menghapus nikah mut’ah? Allah dan Rasul-Nya atau penguasa pasca Nabi saw karena adanya suatu kasus tertentu?

Menurut yg sy tw.. itu adalah ulah dari penguasa pasca nabi karena ada wanita yang hamil saat mut'ah dengan seorang pria. Namun, si pria tidak mau mengakui hal tersebut. Maka,penguasa itu menghapus nikah mut'ah.(Maaf,,klo slh tlg diralat).Tapi,apakah nikah mut'ah hrs dhapuskan hanya karena kesalahan dari oknum yg melakukannya?
Kalau begitu kenapa nikah dhoim tidak dihapuskan saja?Kan byk oknum2 yang mempermainkan nikah dhoim dengan kawin-cerai seenaknya saja, jadi tidak akan ada orang yang mempermainkan nikah dhoim tersebut. Lalu,,kita kumpul kebo aja deh... :p
(Afwan,,sekali lagi klo salah tolong diralat ya..disini sy jg sdg mempelajari ttg nikah mut'ah)

6. Jika nikah mut’ah dinyatakan halal hukumnya, sifatnya rukhshah (kemudahan) dari Allah swt, atau karena dharurat?
Menurut saya itu merupakan kemudahan dari Allah swt. untuk menghindari perzinaan..

Ini pendapat saya... Maaf klo ada yang salah...
Kiriman 9
Muhammad Baqiranwar menulispada 08 April 2009 jam 22:24
Hukum Allah itu jelas membolehkan nikah Mut'ah, dan semua ulama sunni dan syiah meyakini surat An-Nisa': 24 itu tentang dibolehkan nikah mut'ah...

Namun, yang mengharamkan nika mut'ah itu adalah Khalifah ke dua, Umar bin Khatab... Ini juga jelas atas pengakuan Umar sendiri... bahwa Nikah mut'ah itu berlaku dizaman Rasul dan Abubakar, namun saya mengharamkan...

Jadi, tinggal kita mau memilih apakah kita mau mengikuti Allah dan Rasulnya, atau mengikuti Umar?...

Kalau mau mengikuti Umar, yaa Nikah Mut'ah itu haram, jangan dilakukan..

Begitu aja koq repot....
Kiriman 10
2 balasan
Umar Surabaya menulispada 08 April 2009 jam 22:55
Nikah mut'ah pernah ada di zaman Nabi saw karena darutat perang, lalu hukumnya dimansukh. Inilah menurut pendapat ulama Ahlussunnah, karena kemanshukhannya disebutkan di dalam Shahih Bukhari dan Muslim, juga dalam kitab2 tafsir Ahlussunah.

Nikah mut'ah itu tradisi dalam org2 syiah, belum kata pak Umar bin Khottob, yang suka ngumbar nafsu birahi. Lihat saja faktanya baca di media2 cetak.
Kiriman 11
Rio Allagundra Freeart menulispada 08 April 2009 jam 23:21
Segala sesuatunya tergantung pada niat. Anggap suatu perbuatan yang paling mulia sekalipun, kalau dilakukan diluar niat untuk Allah SWT, hukumnya ria, bahkan bisa syirik bila ada unsur menduakan Allah.
Begitu juga dengan kawin mut'ah.
setahu saya, kawin mut'ah diperbolehkan karena saat peperangan (zaman nabi dulu) banyak prajurit yang meninggalkan istri2nya di kampung halaman, sementara sebagai manusia kebutuhan biologis harus disalurkan. Maka daripada zina, maka diadakan kawin mut'ah. Tapi tentu saja tujuannya jelas dan dilakukan dengan cara yang baik dan niat yang baik. kalau seorang beralasan karena kawin mut'ah dibenarkan dan mempergunakan dalil tersebut untuk mengumbar hawa nafsu tanpa memperdulikan tanggungjawab, ya ujungnya kembali seperti kata saya diatas, tergantung niat masing2nya.
iya nggak?
Kiriman 12
Santi Wahyuni menulispada 08 April 2009 jam 23:37
Sebagai perempuan saya malu bcrkan ttg masalah ini, tapi krm banyak teman saya di kantor suka bicarakan soal nikah mut'ah. Mereka pro dan kontra. Karena terdorong ingin tahu status hukum nikah ini, maka sy nimbrung dlm diskusi ini. Sebenarnya bagaimana sih hukumnya? dan apa manfaatnya? mengapa tdk melakukan nikah seperti yg umum saja?
Kiriman 13
Dika Wijaya menulispada 09 April 2009 jam 0:56
Tolong teman2 yg paham ttg nikah mut'ah menjawabnya. Apa nikah mut'ah itu? apa bedanya dg nikah yg umum seperti apa cara dan prakteknya?
Kiriman 14
Uliex Unik membalas kiriman Umarpada 09 April 2009 jam 1:12
Pak Umar... Anda terlalu memvonis suatu Golongan dan kita disini berdiskusi dan memiliki dasar b erargumentasi. anda mengatakan tradisi org2 syiah yg mengubar nafsu birahi.. fakta di media2 cetak (yg anda katakan); saya mau tanya lebih banyak mana Gol Syiah apa Gol Mayoritas yg Berpaham seperti anda yg melakukan ngubar nafsu birahi, perselngkuhan,.. kawin lari,.. dsb di Negara kita yg mayoritas berpaham seperti anda ini apakah tidak ada mengubar nafsu birahai... dan hanya di Gol Syiah Saja apa anda membaca juga di Media Cetak ???????

Mohon juga anda jawab..dengan Jujur Apakah mungkin ALLAH dalam membuat keputusan susuatu yang HALAL kemudian MENGHARAM KAN nya lagi. (seolah ia ragu membuat keputusan ini dan tdk memiliki rencana, setelah di Halal kannya kemudian di Haramkan)
Kiriman 15
Andi Azwar menulispada 09 April 2009 jam 1:55
@ umar bin khattab: anda tidak dapat membedakan nikah mut'ah, kawin dibawah tangan,kawin kontrak dan anda melihat syiah dari luar( silahkan baca buku syiah yang ditulis ulama syiah karena kebencian anda teramat sangat ), melihat wajah anda seharusnya lebih jernih dalam melihat suatu permasalahan.

@ santi wahyuni : Silahkan anda membaca buku Perbandingan 5 Mazhab tentang bab nikah, saya menghargai keingintahuan sdr santi selamat belajar... Bertolak belakang dengan sdr umar yang berbicara tanpa landasan.
Kiriman 16
2 balasan
Iqbal Faisal Ohorella menulispada 09 April 2009 jam 2:11
Pa Umar itu belum punya pengetahuan tentang nikah mut'ah, hanya dengar dari orang, trus di dlm dadanya sdh ada kebencian terhadap mazhab lain (hanya mazhabnya saja yg benar) lantas memvonis nikah mut'ah adalah perilaku orang2 syiah.... Pa Umar... af1... ini diskusi untuk menambah pengetahuan buat pa umar tentang nikah mut'ah, bukan forum menyalahkan mazhab lain, ikuti saja dulu ...

sekali lagi Af1 Pa Umar....
Kiriman 17
Ayu Pertiwi menulispada 09 April 2009 jam 10:20
Dalam nikah mut'ah kan ad yg namax perjanjian...
Jadi,,,klo dlm perjanjianx dikatakan bhw td akn berhubungan seks..
itu tidak boleh dilanggar..
niat dan perjanjian dlm nikah mut'ah mut'ah itu tergantung org yg melakukanx..
Byk koq org yg mut'ah bkn utk ngumbar nafsu krn niat mereka bkn utk itu...
Tp utk mencari kehalalan dlm suatu hubungan namun blm bisa dhoim,,makax mereka nikah mut'ah...
mut'ah kan bisa dilanjutkan ke nikah dhoim (nikah umum)
Mut'ah cocok dilakukan d indonesia...drpd pacaran mending nikah mut'ah... kan bisa menghindari dosa..

(Af1 klo jwbn sy keliru)
Kiriman 18
2 balasan
Umar Surabaya menulispada 09 April 2009 jam 11:37
untuk sdri Ayu Pertiwi

maaf ya, jangan marah. Kl anda benar2 yakin mut'ah itu halal dan dapat ridha Allah SWT, sdh berapa kali anda melakukan mut'ah?
Kiriman dihapus pada 08 April 2009 tanggal 21:42
Kiriman 20
Muhammad Shadiq menulispada 09 April 2009 jam 12:50
Tulisan ini dimuat sekaligus sebagai jawaban atas pertanyaan pembaca tentang hukum nikah mut'ah

1.Tinjauan beberapa riwayat tentang Nikah Mut'ah

Sudah menjadi kesepakatan segenap kaum muslimin bahwa nikah mut’ah pernah ada pada zaman Rasul sebagaimana yang tercantum dalam kitab-kitab standar Sunni maupun Syiah. akan tetapi lantas terjadi perbedaan pendapat diantara para pengikut Islam adakah Rasul sampai akhir hayat beliau tetap membolehkan pernikahan itu ataukah tidak? Sebagian dari mereka mengatakan bahwa sebelum pulangnya Rasul (saww) ke rahmatullah beliau telah melarang pernikahan tersebut atau dengan istilah yang sering dipakai hukum dibolehkannya nikah mut’ah telah mansukh (terhapus). Sebagian lagi mengatakan bahwa sampai akhir hayat beliaupun beliau tidak pernah melarangnya, akan tetapi seorang yang bernama Umar bin Khatab lah yang kemudian melarangnya sewaktu ia menjabat kekhalifahan . Apakah nikah mut’ah telah dimansukh oleh Rasul? Kalaulah tidak lantas apakah wewenang dan dasar yang dipakai oleh Umar untuk mengharamkannya? Adakah ia melakukan berdasarkan konsep ijtihad? Sedang Imam Ali (as) –sebagai khalifah keempat ahlissunnah- tidak pernah mengharamkannya? Bolehkah dalam Islam melakukan ijtihad walau bertentangan dengan ayat atau riwayat yang sebagai sumber utama syariat Islam? Kalaulah kita terima bahwa nikah jenis itu haram karena ijtihad Umar kenapa mut’ah haji (haji tamattu’) yang juga diharamkan oleh Umar tetap dianggap halal oleh seluruh kaum muslimin? Bukankah kalau kita menerima ijtihad Umar tentang pelarangan nikah mut’ah berarti juga harus menerima pelarangannya atas mut’ah haji? Lantas apakah alasan ahlissunnah menerima pelarangan nikah mut’ah sedang mut’ah haji tetap mereka halalkan? Dan masih banyak lagi pertanyaan yang bisa kita munculkan dari permasalahan-permasalahan mut’ah yang sering dipakai sebagai bahan untuk melumatkan mazhab Syi’ah karena hanya Syi’ahlah (imamiah itsna asyariah) yang sampai sekarang ini masih tetap menganggapnya halal.

Yang perlu sadari adalah bahwa kita disini dalam rangka mencari kebenaran akan konsep hukum mut’ah dan lepas dari permasalahan praktis dari hal tersebut, oleh karenanya dalam membahas haruslah didasari oleh argumen dari teks agama ataupun akal dan bukan bersandar pada emosional maupun fanatisme golongan.

Argumentasi dari Kitab-kitab Standar Ahlissunnah akan Pembolehan Nikah Mut’ah

Sebagaimana yang telah singgung diatas bahwa nikah mut’ah pernah disyariatkan oleh Allah (swt) sebagaimana yang telah disepakati oleh seluruh ulama’ kaum muslimin, hal ini sesuai dengan ayat yang berbunyi:

“dan (diharamkan atas kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki, (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapanNya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina, maka (istri-istri) yang telah kamu nikmati (campuri) diantara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya sebagai (dengan sempurna) sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”(Qs; An-Nisaa’:24)

Jelas sekali bahwa ayat tersebut berkenaan denga nikah mut’ah sebagaimana yang telah dikemukakan oleh para perawi hadis dari sahabat-sahabat Rasul seperti: Ibnu Abbas, Ubay bin Ka’ab, Abdullah bin Mas’ud, Habib bin Abi Tsabit, Said bin Jubair, Jabir bin Abullah al-Anshari (ra) dst.

Pendapat beberapa ulama’ tafsir dan hadis ahlussunnah

Adapun dari para penulis hadis dan penafsir dari ahlussunnah kita sebutkan saja secara ringkas:

1. Imam Ahmad bin Hambal dalam “Musnad Ahmad” jilid:4 hal:436.

2. Abu Ja’far Thabari dalam “Tafsir at-Thabari” jilid:5 hal:9.

3. Abu Bakar Jasshas dalam “Ahkamul-Qur’an” jilid:2 hal:178.

4. Abu bakar Baihaqi dalam “as-Sunan-al-Qubra” jilid:7 hal:205.

5. Mahmud bin Umar Zamakhsari dalam “Tafsir al-Kassyaf” jil:1 hal:360.

6. Fakhruddin ar-Razi dalam “Mafatih al-Ghaib” jil:3 hal:267.

7. dst.

Pendapat beberapa Sahabat dan Tabi’in

Beberapa ungkapan para sahabat Rasul dan para tabi’in (yang hidup setelah zaman para sahabat) sebagai contoh pribadi-pribadi yang mengingkari akan pelarangan (pengharaman) mut’ah:

Imam Ali bin Abi Thalib, sebagaimana diungkapakan oleh Thabari dalam kitab tafsirnya (lihat: jil:5 hal:9) dimana Imam Ali bersabda: “jika mut’ah tidak dilarang oleh Umar niscaya tidak akan ada yang berzina kecuali orang yang benar-benar celaka saja”.
Riwayat ini sebagai bukti bahwa yang mengharamkan mut’ah adalah Umar bin Khatab, lantas setelah banyaknya kasus perzinaan dan pemerkosaan sekarang ini –berdasarkan riwayat diatas- siapakah yang termasuk bertanggungjawab atas semua peristiwa itu?

Abdullah bin Umar bin Khatab (putera khalifah kedua), sebagaimana yang dinukil oleh Imam Ahmad bin Hambal dalam kitab musnadnya (lihat: jil:2 hal:95) dimana Abdullah berkata ketika ditanya tentang nikah mut’ah: “Demi Allah, sewaktu kita dizaman Rasul tidak kita dapati orang berzina ataupun serong”. Kemudian berkata, aku pernah mendengar Rasul bersabda: “sebelum datangnya hari kiamat akan muncul masihud-dajjal dan pembohong besar sebanyak tiga puluh orang atau lebih”. Lantas siapakah yang layak disebut pembohong dalam riwayat diatas tadi? Adakah orang yang memutar balikkan syariat Rasul layak untuk dibilang pembohong?
Abdullah bin Masud, sebagaimana yang dinukil oleh al-Bukhari dalam kitab shahihnya (lihat: jil:7 hal:4 kitab nikah bab:8 hadis ke:3), dimana Abdullah berkata: “sewaktu kita berperang bersama Rasulullah sedang kita tidak membawa apa-apa, lantas kita bertanya kepada beliau: bolehkah kita lakukan pengebirian? Lantas beliau melarang kita untuk melakukannya kemudian beliau memberi izin kita untuk menikahi wanita dengan mahar baju untuk jangka waktu tertentu. Saat itu beliau membacakan kepada kami ayat yang berbunyi: “wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian mengharamkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kalian dan janganlah kalian melampaui batas...”(Qs Al-Ma’idah:87)
Cobalah renungkan makna ayat dan riwayat diatas lantas hubungkanlah antara penghalalan ataupun pengharaman nikah mut’ah! Manakah dari dua hukum tersebut yang sesuai dengan syariat Allah yang dibawa oleh Rasul?

Imran bin Hashin, sebagaimana yang dinukil oleh al-Bukhari dalam kitab shahihnya (lihat: jil:6 hal:27 kitab tafsir; dalam menafsirkan ayat: faman tamatta’a bil-umrati ilal-hajji (Qs Al-Baqarah)), dimana Imran berkata: “Diturunkan ayat mut’ah dalam kitabullah (Al-Qur’an) kemudian kita melakukannya di zaman Rasul, sedang tidak ada ayat lagi yang turun dan mengharamkannya, juga Rasul tidak pernah melarangnya sampai beliau wafat”. Riwayat seperti diatas juga dinukil oleh Imam Ahmad bin Hambal dalam kitan musnadnya.
Dua riwayat ini menjelaskan bahwa tidak ada ayat yang menghapus (nasikh) penghalalan mut’ah dan juga sebagai bukti mahwa mut’ah sampai akhir hayat Rasul beliau tidak mengharamkannya.

Ibn Abi Nadhrah, sebagaimana yang dinukil oleh al-Muslim dalam kitab shahihnya (lihat: jil:4 hal:130 bab:nikah mut’ah hadis ke:8), dimana Ibn abi nadhrah berkata: “Dahulu Ibn abbas memerintahkan (baca:menghalalkan) nikah mut’ah sedang Ibn zubair melarangnya kemudia peristiwa tersebut sampai pada telinga Jabir bin Abdullah al-Anshori (ra) lantas dia berkata: “Akulah orang yang mendapatkan hadis tersebut, dahulu kita melakukan mut’ah bersama Rasulullah akan tetapi setelah Umar berkuasa lantas ia mengumumkan bahwa; “Dahulu Allah menghalalkan buat Rasul-Nya sesuai dengan apa yang dikehendakinya, maka umat pun menyempurnakan haji dan umrah mereka, juga melakukan pernikahan dengan wanita-wanita tersebut, jika terdapat seseorang menikahi seorang wanita untuk jangka wanita tertentu niscaya akan kurajam ia dengan batu”.
Riwayat diatas juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal dalam musnadnya (lihat: jil:1 hal:52). Dikatakan bahwa Abi Nadhrah berkata: “Aku berkata kepada Jabir bin Abdullah Anshari (ra), sesungguhnya Ibn zubair melarang nikah mut’ah sedangkan Ibn Abbas membolehkannya”. Kemudian ia (Jabir) mengatakan: “Melalui diriku hadis tersebut didapat, kita telah melakukan mut’ah bersama Rasulullah (saww) juga bersama Abu bakar, akan tetapi setelah berkuasanya Umar, ia (Umar) pun mengumumkannya pada masyarakat dengan ucapan: “Sesungguhnya Al-Qur’an tetap posisinya sebagai Al-Qur’an sedang Rasulullah (saww) tetap sebagai Rasul, ada dua jenis mut’ah yang ada pada zaman Rasul; haji mut’ah dan nikah mut’ah”.

Dua riwayat diatas dengan jelas sekali menyebutkan bahwa pertama orang yang mengharamkan nikah mut’ah adalah Umar bukan Rasul ataupun turun ayat yang berfungsi sebagai penghapus hukum mut’ah sebagaimana yang dikatakan sebagian orang yang tidak mengetahui tentang isi kandungan yang terdapat dalam buku-buku standar mereka sendiri.

Sebagai tambahan kami nukilkan pendapat Fakhrur Razi dalam tafsir al-Kabir, ketika menafsirkan ayat 24 surat an-Nisa. Ar-Razi mengutip ucapan Umar (“ Dua jenis mut’ah yang berlaku di masa rasulullah, yang kini ku larang dan pelakunya akan kuhukum, adalah mutah haji dan mut’ah wanita” ) dalam menetapkan pengharaman nikah mut’ah. Begitu juga tokoh besar dari kamu Asy,ariyah, Imam al-Qausyaji dalam kitab Syarh At-Tajrid, dalam pengharamannya mut’ah adalah ucapan Umar (ucapan Umar: Tiga perkara yang pernah berlaku di zaman Rasulullah, kini kularang, kuharamkan dan kuhukum pelakuknya adalah mut’ah wanita dan mutah haji serta seruan (azan): hayya ‘ala khayr al-‘amal (marilah mengerjakan sebaik-baik amal)). Qusyaji membela tindakan Umar ini, menyatakan bahwa semata-mata takwil atau ijtihad Umar.

Abdullah ibn Abbas, sebagaimana yang dinukil oleh al-Jasshas dalam Ahkamul-Qu’an (jil:2 hal:179), Ibn Rusyd dalam bidayatul mujtahid (jil:2 hal:58), Ibn Atsir dalam an-Nihayah (jil:2 hal:249), al-Qurtubi dalam tafsirnya (jil:5 hal:130), suyuti dalam tafsirnya (jil:2 hal:140) dikatakan bahwa Ibn Abbas berkata: “semoga Allah merahmati Umar, bukanlah mut’ah kecuali merupakan rahmat dari Allah bagi umat Muhammad (saww) jikalau ia (Umar) tidak melarang mut’ah tersebut niscaya tiada orang yang menghendaki berbuat zina kecuali ia bisa terobati”
Riwayat yang dikemukakan oleh Ibn Khalqan dalam kitab Wafayaatul-A’yaan jil:6 hal:149-150, durrul mantsur jil:2 hal:140, kanzul ummal jil:8 hal:293, tarikh tabari jil:5 hal:32, tarikh Ibn khalkan jil:2 hal:359, tajul-arus jil:10 hal:200. Dan masih banyak lagi riwayat dalam kitab-kitab lainnya, .
Kiriman 21
Muhammad Shadiq menulispada 09 April 2009 jam 12:59
Untuk melengkapi Tinjauan Riwayat akan diuraiakan juga di bawah ini beberapa permasalahan yang dilontarkan oleh orang-orang yang tidak paham akan maksud dari hikmah Ilahi tentang penghalalan nikah mut’ah dan disertai tanggapannya:

Pertama: Salah satu fungsi pernikahan adalah untuk membina keluarga dan menghasilkan keturunan dan itu hanya bisa terwujud dalam nikah da’im (baca:nikah biasa), sedang nikah mut’ah tujuannya hanya sekedar sebagai pelampiasan nafsu belaka.

Tanggapan: Jelas sekali bahwa pertanyaan diatas menunjukkan akan adanya percampuran paham antara hukum obyek dengan fungsi/hikmah pernikahan. Yang ia sampaikan tadi adalah berkisar tentang hikmah pernikahan bukan hukum pernikahan. Karena kita tahu bahwa Islam mengatakan bahwa sah saja orang menikah walaupun dengan tidak memiliki tujuan untuk hal yang telah disebutkan diatas, sebagaimana orang lelaki yang sengaja mengawini wanita yang mandul atau wanita tua sehingga tidak terlintas sama sekali dibenaknya untuk mendapat anak dari wanita tersebut ataupun lelaki yang mengawini seorang wanita dengan nikah daim akan tetapi hanya untuk beberapa saat saja-taruhlah dua bulan saja- setelah itu ia talak wanita tersebut. Dua contoh pernikahan tersebut jelas tidak seorang ulama pun yang mengatakan bahwa itu batil hukumnya sebagaimana yang disampaikan oleh penulis tafsir “Al-Manaar” dimana ia mengatakan: “pelarangan para ulama’ terdahulu maupun yang sekarang akan nikah mut’ah mengharuskan juga pelarangan akan nikah dengan niat mentalak (istrinya setelah beberapa saat) walaupun para ahli fiqih sepakat bahwa akad nikah dikatakan sah walaupun ada niatan suami untuk menikahinya hanya untuk saat tertentu saja sedang niat tersebut tidak diungkapkannya saat akat nikah, sedang penyembunyian niat tersebut merupakan salah satu jenis penipuan sehingga hal itu lebih layak untuk dihukumi batil jika syarat niat tadi diungkapkan sewaktu akad dilangsungkan” (Tafsir al-Manaar jil:5 hal:17).

Dari sini kita akan heran melihat orang yang menganggap bahwa mut’ah hanya berfungsi sebagai sarana pelampiasan nafsu belaka dan bukankah dalam nikah da’im pun bisa saja orang berniat untuk pelampiasan nafsu saja, niatan itu semua kembali kepada pribadi masing-masing bukan dari jenis pernikahannya.

Kedua: Nikah mut’ah menjadikan wanita tidak dapat menjaga kehormatan dirinya karena ia bisa berganti-ganti pasangan kapanpun ia mau, padahal Islam sangat menekankan penjagaan kehormatan terkhusus bagi para wanita.

Tanggapan: Justru dalam nikah mut’ah sama seperti nikah da’im dimana bukan hanya wanita yang ditekankan untuk menjaga kehormatannya tapi bagi silelaki pun diharuskan untuk menjaga hal tersebut, karena legalitas pernikahan tersebut sudah ditetapkan dalam syariat maka dengan cara inilah mereka menjaga kehormatan mereka dan tidak menjerumuskan diri mereka keperzinaan. Dalam Islam ada tiga alternatif dalam menangani gejolak nafsu birahi:Nikah da’im, Nikah mut’ah dengan ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dan meredam nafsu dengan puasa misalnya.

Sekarang jika seseorang tidak mampu melaksanakan nikah da’im dengan berbagai alasan seperti karena masalah ekonomi, studi ataupun yang lainnya, dan untuk meredam nafsu dengan puasa misalnya iapun tidak mampu atau gejolaknya muncul diwaktu malam yang tidak memungkinkan untuk puasa, maka alternatif terakhir dengan nikah mut’ah tadi. Inilah yang diajarkan Islam kepada pengikutnya karena kita tahu bahwa Islam adalah agama terakhir, syariatnya pun adalah syariat terakhir yang dibawa oleh Nabi terakhir maka ia harus selalu up to date dan universal yang mencakup segala aspek kehidupan manusia yang mampu menjawab apapun kemungkinan yang bakal terjadi, dan ia merupakan agama yang bijaksana dimana salah satu ciri hal yang bijak adalah disaat ia melarang sesuatu maka ia harus memberi jalan keluarnya. Lantas jika seseorang tidak dapat melakukan nikah da’im ataupun meredam nafsunya lantas apa yang harus ia lakukan, sementara Islam melarang penyimpangan seksual jenis apapun? Atau jika ada seorang pemuda ingin mengenal seorang wanita lebih dekat untuk nanti menjadikannya seorang istri dalam masa pendekatan itu –karena boleh jadi gagal karena tidak ada kecocokan- hubungan apakah yang harus ia lakukan sehingga ia dapat berbicara dengan wanita tersebut berdua-duaan sedang Islam melarang berpacaran tanpa ada ikatan pernikahan?

Dan banyak lagi contoh lain yang Islam sebagai agama terakhir dan sebagai agama yang bijak dituntut untuk mampu menjawab tantangan tersebut, jika mut’ah diharamkan lantas kira-kira jalan keluar manakah yang akan diberikan oleh si pengharam mut’ah tadi? Oleh karenanya jangan heran jika Imam Ali (as) mengeluarkan statemen seperti diatas ( Imam Ali: “jika mut’ah tidak dilarang oleh Umar niscaya tidak akan ada yang berzina kecuali orang yang benar-benar celaka saja”).

Kesalahan besar yang selama ini banyak terdapat pada benak kaum muslimin adalah mereka sering mengidentikkan nikah mut’ah dengan hubungan seksual padahal tidak mesti semacam itu –sebagaimana nikah da’im dengan anak dibawah usia yang diperbolehkan oleh para ahli fiqih semuanya- bisa saja siwanita mensyarati untuk tidak melakukan hal tersebut dalam akad nya sehingga mut’ah hanya sebagai sarana untuk menghilangkan dosa -semasa berkenalan untuk nantinya menikah daim- dengan adanya ikatan pernikahan diantara mereka.

ketiga: Adanya beberapa sumber dari ahlussunnah yang menunjukkan adanya pelarangan mut’ah walaupun dari sisi waktu dan tempat pelarangannya berbeda-beda sehingga menjadi argumen bahwa ayat mut’ah (an-Nisaa:23) sudah terhapus dengan riwayat-riwayat itu, seperti:

Dibolehkannya mut’ah lantas dilarang pada seusai perang Khaibar.
Dibolehkannya nikah mut’ah lantas dilarang pada saat Fathul-Makkah.
Hanya dibolehkan pada saat peristiwa Awthas saja.
Diperbolehkan pada saat umrah qadha’ saja.

Tanggapan: Kita bisa katakan bahwa:

1- Ungkapan-ungkapan yang berbeda-beda itu menunjukkan tidak adanya kesepakatan akan pelarangannya karena perbedaan riwayat menunjukkan bahwa riwayat itu tunggal sifatnya (khabar wahid) dan riwayat jenis itu tidak bisa dijadikan sandaran sebagai penghapus hukum yang ada dalam Al-Qur’an, oleh karenanya Imran bin Hashin mengatakan tidak ada riwayat ataupun ayat yang menghapus hukum mut’ah (lihat kembali riwayat Imran diatas).

2- Khalifah kedua sebagai pengharam mut’ah pun tidak menyandaran ijtihadnya –kalaulah itu bisa disebut ijtihad- kepada ayat ataupun riwayat karena memang tidak ada riwayat yang menghapus hukum mut’ah tersebut sehingga dari sinilah menyebabkan banyak sahabat yang menentang keputusan Umar dalam pengharaman mut’ah. Kalau ada ayat atau riwayat yang mengharamkan nikah Mut’ah, kenapa Umar menyandarkan pelarangannya pada diri sendiri? Bukankah dengan menyandarkan pada ayat dan riwayat dari Rasul maka pendapatnya akan lebih kuat?

Keempat: Diperbolehkannya melakukan nikah mut’ah adalah sebagaimana diperbolehkannya memakan daging babi yaitu pada saat-saat tertentu saja (dharurat) karena mut’ah sama hukumnya seperti zina yaitu haram, maka sebagaimana haramnya babi dalam saat-saat tertentu halal maka pada saat-saat tertentupun mut’ah halal juga hukumnya.

Tanggapan: Jelas penyamaan antara diperbolehkannya makan daging babi disaat dharurat berbeda dengan mut’ah, salah satu perbedaannya adalah:

Hukum dharurat hanya pada hal-hal yang mengakibatkan kelangsungan hidup (jiwa) terancam oleh karenanya diperbolehkan makan daging babi sebatas untuk menyambung hidup saja sehingga dilarang untuk makan secara berlebihan, adapun mut’ah apakah ia sama seperti daging babi sehingga jika seseorang tidak mut’ah lantas ia terancam kelangsungan hidupnya?
Kalaupun –walaupun alasan ini tidak dapat diterima- mut’ah bisa disamakan sama seperti daging babi yaitu terkenai hukum dharurat, lantas kenapa banyak sahabat yang melakukan mut’ah saat itu padahal gairah seksual tidak mesti muncul bersamaan sebagaimana rasa lapar?
Kalau dikatakan hukum dharurat itu ada, seharusnya hukum setelah hilang nya dharurat, kembali ke hukum awal nya (haram), akan tetapi yang kita dapati bahwa rasulullah tidak mengharamkan sampai akhir hayatnya. Sehingga tidak benar penghalalan hukum mutah itu dikarenakan dharurat.
Penutup

Dari sini jelaslah bahwa nikah mut’ah diperbolehkan oleh syariat Islam –yang bersumber dari ayat dan hadis shohih- dimana sepakat kaum muslimin bahwa sumber syariat hanyalah Allah semata sebagaimana ayat yang berbunyi: “keputusan menetapkan suatu hukum hanyalah hak Allah”(Qs Yusuf:67). Sedang Rasul diutus untuk menjelaskannya oleh karenanya apa yang diungkapkan oleh beliau merupakan apa yang sudah disetujui oleh Allah. Rasul bersabda:“dan tiadalah yang diucapkannya (Muhammad) itu menurut kemauan hawa nafsunya, ucapan itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan”(Qs An-Najm:3-4). Oleh karenanya:“apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah”(Qs Al-Hasyr:7).

Adapun ucapan para sahabat jika sesuai dengan firman Allah atau ungkapan Rasul maka bisa juga dikategorikan sebagai teks agama, akan tetapi jika tidak maka hal itu telah keluar dari apa yang telah tercantum dari ayat-ayat diatas tadi karena mereka manusia biasa seperti kita yang juga bisa salah sehingga tidak bisa dijadikan rujukan dalam menangani masalah syariat secara independen (mustaqil) tanpa tolok ukur kebenaran yang lain. Karena jika tidak, apa mungkin akan kita jadikan tolok ukur sedang kita dapati banyak pendapat mereka yang saling paradoksal sebagaimana yang kita saksikan tadi, bukankah dalam situasi perbedaan pendapat semacam itu kita diperintahkan untuk kembali kepada Allah dan Rasul-Nya;“kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir”(Qs An-Nisaa’:59)

Bukanlah Allah dan Rasulnya tetap menghalalkan nikah mut’ah? Sewaktu sumber syariat adalah Al-Qur’an dan Hadis shohih lantas apakah diperbolehkan orang berijtihad –yang lantas hasilnya-hasilnya dianggap sebagai syariat- akan tetapi bertentangan dengan kehendak Allah dan Rasul yang sebagai sumber syariat?, bukankah dalam Al-Qur’an telah ditetapkan bahwa; “dan tidak patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka, dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya dia telah sesat, sesat yang nyata”(Qs al-Ahzab:36)

Apakah pemberian ketetapan lain yang tidak sesuai dengan ketetapan Allah dan Rasul tersebut tidak dikategorikan sebagai bid’ah -yang berarti mengada-adakan hukum syariat- dimana dalam riwayat disebutkan bahwa semua jenis bid’ah adalah sesat - “kullu bid’atin dholalah” -sehingga tidak ada lagi lubang untuk membagi bid’ah kepada bid’ah yang baik dan yang buruk? Lantas apakah konsekwensi bagi orang ahli bid’ah yang berarti ahli kesesatan yang dalam riwayat tentang bid’ah juga telah disebutkan “wakullu dhalalatin finnaar”? Kemudian apakah kita akan terus mengikuti ahli bid’ah dengan mengharamkan nikah mut’ah? Kalaupun nikah mut’ah haram lantas kenapa kita juga tidak mengharamkan mut’ah haji yang sampai detik ini masih dilakukan oleh semua kaum muslimin dunia padahal ia termasuk yang diharamkan oleh khalifah kedua? Dan masih banyak pertanyaan lain yang harus dijawab oleh saudara-saudara ahlussunnah yang berkisar tentang mut’ah.
Kiriman 22
Muhammad Baqiranwar menulispada 09 April 2009 jam 13:30
Pak Umar,
anda bertanya ke ibu Ayu,
Maaf ya, jangan marah. Kl anda benar2 yakin mut'ah itu halal dan dapat ridha Allah SWT, sdh berapa kali anda melakukan mut'ah?

Komentar saya:
Anda benar2 tidak punya akal bin jahil, kenapa? Ibu Ayu itu menjelaskan ke halalan nikah Mut'ah, tapi anda bukannya menanggapi dgn bantahan ilmia mengenai pengharamannya... Namun anda bertanya sudah berapa kali melakukan Mut'ah?...

Beginilah cara2 Salafi berargumentasi ala jahiliyah...
Walaupun Allah menghalalkan nikah mut'ah, bukan berarti kita harus melakukannya... Sama halnya daging sapi adalah halal, tapi kalau kita tidak mau makan daging sapi bukan berarti kita melawan perintah Allah...

Justru Umar bin Khatab Khalifah ke dua dan pengikut2nya yg mengharamkan nikah mut'ah itu adalah org2 yg sombong berani mengharamkan apa yg di halalkan oleh Allah dan Rasulnya, sama seperti Iblis yg sombong dan berani menentang Allah..

Penjelasan Pak Shodiq luar biasa...Lengkap dan Ilmia... dan mereka Pak Umar cs tidak mungkin membantahnya lagi, kecuali dia bebal bin jahil... semoga penentang2 hukum Allah ini sadar akan kekeliruannya...

Mengenai org2 yg melakukan mut'ah/nikah kontark di puncak atau dipelacuran yg ditulis di koran2 ternyata bukan org2 Syiah, mereka bahkan tidak mengenal Syiah, dan mereka melafalkan ijab kabulnya tidak sesuai dgn hukum Mut'ah yg sebenarnya... Dan yang melakukan adalah kebanyakan org2 Arab dari Saudi pengikut wahabi dgn mengatasnamakan syiah... INI FAKTA dan saya pernah berbicara dgn mereka... Ini bukan Fitnahan..
Kiriman 23
Alamouty Motavali Ali Junaz menulispada 09 April 2009 jam 13:34
No east, no the west, nikah mut'ah is the best....
Kiriman 24
Muhammad Baqiranwar menulispada 09 April 2009 jam 13:48
Pak Umar,
Umar bin kahatab yang melarang Mut'ah, atas pengakuannya sendiri bahwa Zaman Rasul dan zaman khalifah pertama Abubakar Nikah mut'ah itu dihalalkan namun Umarlah yg mengharamkan, buktinya:

Umar bin Khaththāb tatkala menjadi penguasa di kemudian hari mengatakan bahwa mut’ah berjalan di zaman Rasūl dan beliau melarangnya. Catatan berikut menguatkan kenyataan itu.
1. Riwayat yang sangat terkenal adalah kata-kata 'Umar, tatkala beliau berada di atas mimbar:

Dua mut’ah dijalankan di zaman Rasul Saw Dan aku melarang kedua mut’ah itu dan akan menghukum mereka yang menjalankan keduanya, satu di antaranya adalah kawin mut’ah. Saya akan melenyapkan lelaki yang kawin untuk waktu terbatas dengan merajamnya. Dan yang lain, adalah haji mut’ah. (Shahīh Muslim, jilid 7, Bab Nikah Mut’ah. Juga Thahāwī, ibid, hlm. 401; Kanzul ‘Ummāl, jilid 8, hlm. 294.)

2. Juga oleh seorang mutakallim dan hakîm Ahlussunnah, lmam Al-Qausāji pada akhir pembahasan imāmah dalam bukunya Syarh At-Tajrîd: “ 'Umar berkata, tatkala ia berada di atas mimbar: "Wahai manusia, tiga hal yang berlangsung di zaman Rasūlullāh Saw dan aku melarangnya, kawin mut'ah, mut'ah haji dan 'hayya 'alā khairil 'amal' Kemudian ia menerangkan bahwa ketiganya adalah hasil ijtihad 'Umar. Riwayat seperti ini banyak sekali.
(Syarh at-Tahrîd, hlm. 484,)

Jadi Jelaslah UMAR BIN KHATAB ADALAH BIANG KELADI DARI PERZINAAN, KARENA DIA BERANI MENGHARAMKAN NIKAH MUT'AH, SEHINGGA ORG2 LEBIH MEMILIH BERZINAH...

MAKANYA IMAM ALI, MENGATAKAN BAHWA SEANDAINYA UMAR TIDAK MENGHARAMKAN NIKAH MUT'AH MAKA TIDAK ADA MANUSIA MELAKUKAN PERZINAAN DI DUNIA INI, KECUALI ORG2 BODOH ALIAS JAHIL...
Kiriman 25
M Teguh Ali menulispada 09 April 2009 jam 14:33
Kepada para peserta diskusi OHASHEM yth,
Berikut ini ringkasan (yang dibuat oleh saudaraku Haji Nawawi) dari pendapat-pendapat ULAMA (yang kemaksumannya tak dijamin Allah swt).

Sebelumnya, mari ingatkan diri kita masing2 bahwa "kita semua, termasuk diriku TIDAK MAKSUM" karena itu kita amat perlu bimbingan Rasul yg maksum, para Imam yg maksum, dalam menafsirkan dan mengamalkan
Al Qur'an yg juga maksum (bebas dari khilaf/alpa/error) yang berasal dari Allah swt, sumber satu-satunya "kemaksuman".

Mari kita ulangi kembali pendapat2 (tafsiran2) ulama2 itu..

Pertama:
Nikah mut'ah TIDAK PERNAH ADA di dalam Islam.

Kedua:
Nikah mut'ah PERNAH ADA dan dihalalkan di dalam Islam, tapi hukum halalnya dimansukh bersamaan dengan dimansukhnya ayat tersebut (An-Nisa': 24). Ini pendapat UMUMnya ulama Ahlussunnah. Di sini juga masih banyak lagi perbedaan pendapat di antara mereka. Ada yang mengatakan hukum ayat tersebut dimansukh oleh ayat Al-Qur’an, ada juga yang mengatakan dimansukh oleh hadis Nabi saw. Tentang ayat Al-Qur’an yang memansukhnya juga berbeda-beda pendapat di kalangan mereka.

Ketiga:
Nikah mut'ah ADA dalam Islam, dan hukumnya halal SEJAK ZAMAN NABI saw HINGGA HARI KIAMAT, karena ayat tersebut (An-Nisa': 24) hukumnya tidak pernah dimansukh. Pendapat ini disepakati oleh SEMUA ULAMA dari kalangan mazhab Ahlul bait (as), dan SEBAGIAN ULAMA Ahlussunnah juga berpendapat seperti ini.

Dengan ringkasan pendapat-pendapat tersebut terusiklah pikiran kita, dan muncullah beberapa pertanyaan, antara lain:

1. Benarkah nikah mut’ah itu tidak pernah ada dalam Islam?
JAWABANKU:
- Ulama2 yg menafsirkan "tidak pernah ada" maka ulama2 juga seharusnya menafsirkan (Annisa:24) "tidak pernah ada".
- Jika tidak pernah ada, lalu buat apa ditafsirkan oleh ulama2 (dg kualifikasi seperti ini)?

2. Mengapa para ulama Islam berbeda-beda pendapat pada tentang hukum nikah mut’ah?
JAWAB:
- Karena "sebagian" (tidak semua) ulama telah sampai pada tafsirannya bahwa Allah telah melalukan kekeliruan atau "error" terkait dgn ayat Annisa:24, karena itu perlu "mansukh" (menyetip kesalahan) karena sudah tak sesuai jaman/trend yg berlangsung dlm masyarakat saat itu (atau kini).
- Jika begitu halnya, maka ulama2 itu telah sampai pada tafsiran-nya bahwa:
"tuhan"nya telah mengalami "lupa/khilaf"sehingga perlu di"mansukh". Jika pernah boleh "dimansukh" apakah boleh di"mansukh" lagi oleh MUI dlsb saat ini?

3. Jika hukum ayat tersebut dimansukh (dihapus) oleh hadis, bukankah para ulama bersepakat bahwa hadis tidak bisa memansukh hukum ayat Al-Qur’an?
JAWAB:
- Mari kita tanyakan kepada (sebagian) ulama itu: Mungkinkah Rasul yg diutus, dijaga, dipelihara dari kesalahan2 oleh Allah swt (maksum), diutus oleh Allah utk melakukan koreksi atas kesalahan yg dibuat oleh Allah swt karena Allah swt telah melakukan "errror" saat menurunkan Annissa:24 ?
- Namun karena ulama2 itu telah wafat, maka pertanyaan ini dapat kita ajukan kepada para pengikut2nya yg masih hidup?
- Jika itu tafsiran (sebagian) ulama, maka keyakinan ulama2 itu & pengikutnya sewajarnya menjadi:
Allah swt telah mengutus Rasulnya, salah satunya untuk melakukan koreksi2 atas kesalahan yg dilakukan Allah swt, salah satunya setelah turunnya ayat Annisa:24 - yg Allah swt yg mengutusnya utk menyampaikannya, lalu karena dirasa ada "error"nya maka Rasul melakukan "mansukh" seperlunya.
- Nah kini, siapa yg mau menjadi pengikut ulama2 dan/atau khalifah2 seperti itu?

THE CHOICE IS ALWAYS OURS.
..tak ada paksaaan dalam agama, yang hak dan yang batil tak mungkin bercampur, sebagaimana minyak dan air tak mungkin bercampur, walau keduanya ada dalam satu tong bermerk
"orang2 ber KTP & mengaku ulama, bernama Islami/bernama ke-arab2-an"

4. Jika hukum ayat tersebut dimansukh oleh ayat Al-Qur’an, ayat yang mana atau ayat apa yang memansukhnya?
JAWAB:
Pertanyaan ini sebaiknya dijawab oleh (sebagian) ulama (yg masih hidup) atau oleh para pengikut ulama2 itu.

Mudah2an jawabannya TIDAK berakhir pada:
1. Allah swt mengutus Rasul utk mengikuti Rasul (karena ada ayat Allah yg error dan perlu dimansukh/disetip oleh hadis Rasul)
2. Rasul sebaiknya mengikuti (sebagian) ulama, karena Rasul sempat "error" dengan menghalalkan nikah mut'ah, sehingga perlu dihapus/disetip oleh sebagian ulama sesuai perintah/pesan khalifah Umar (yg ditunjuk Abubakar) sebab Umar telah sampai pada ijtihadnya yg kontroversial (sejak dulu hingga saat ini) sbb:

PERLU MENGHAPUS NIKAH MUT'AH
yg difirmankan oleh Allah swt dalam Annisa:24, maupun dibolehkan oleh Kanjeng Rasul,
KARENA LEBIH AFDOL

sehingga Umar memutuskan utk menghapus praktek nikah mut'ah, karena Allah dan Rasul telah melakukan "error" yg dapat merugikan kehidupan umat yg ada dalam "naungan kekhalifanku" yg didirikan berdasarkan "pengangkatan langsung" oleh khalifah Abubakar serta didukung oleh tafsir2 dan fatwa2 para ulama yg pro atas keputusan ini.

5. Sebenarnya siapa yang menghapus nikah mut’ah? Allah dan Rasul-Nya atau penguasa pasca Nabi saw karena adanya suatu kasus tertentu?
JAWAB:
Mudah2an pada saat KEBANGKITAN, Allah swt beserta para Rasul, Nabi dan Imam yg maksum yg DIANGKAT LANGSUNG oleh Allah, membangkitkan Umar+ulama2nya+pengikut2nya utk "mempertanggung-jawab"kan ijtihadnya yg ingin menyetip Sabda Allah (Annisa:24) serta praktek yg dibolehkan oleh Kanjeng Nabi Muhammad saw.

Mohon maaf jika ada khilaf/alpa.
Mohon di"mansukh" seperlunya, jika ada kesalahan/alpa.
Terimakasih & Salam.


6. Jika nikah mut’ah dinyatakan halal hukumnya, sifatnya rukhshah (kemudahan) dari Allah swt, atau karena dharurat?
JAWAB:
Jika sesuatu dihalalkan oleh Allah swt, Rasulullah dan para Imam yg suci, maka hal itu adalah untuk "memudahkan, dan mensucikan" karena Allah swt, Rasulullah dan para Imam yg suci TIDAK PERNAH, WALAU SEKALIPUN pernah menghalalkan sesuatu untuk "memberatkan , apalagi membuat kotor diri manusia".
Kiriman 26
2 balasan
Muhammad Shadiq membalas kiriman Datuakpada 09 April 2009 jam 14:36
Datuak Rajo Endah, harus anda akui bahwa kebohongan atas nama Syi'ah sedang anda lakukan , definisi nikah mut'ah yang anda nukil ternyata bukan versi Syi'ah , anda menyebutkan:

"Nikah mut'ah adalah sebuah bentuk pernikahan yang dibatasi dengan perjanjian waktu dan upah tertentu tanpa memperhatikan perwalian dan saksi, untuk kemudian terjadi perceraian apabila telah habis masa kontraknya tanpa terkait hukum perceraian dan warisan. (Syarh Shahih Muslim hadits no. 1404 karya An-Nawawi dengan beberapa tambahan)"

Anda bodoh kalau menertejemahkan kata AJR/UJUR dengan kata UPAH dalam tema NIKAH MUT'AH, yang benar adalah MAHAR, kebodohan anda kwadrat kalau dalam definisi diatas ditambah dengan kalimat "terjadi perceraian apabila habis masa kontraknya", karna dalam Nikah Mut'ah tidak ada istilah "PERCERAIAN" , lebih kwadrat lagi kebodohannya kalau ada istilah "KONTRAK" disampaikan, karena dalam akad kedua mempelai bentuknya adalah Nikah Mut'ah bukan nikah kontrak yang gak ada kamusnya dalam fiqih syi'ah bahkan sunni tentang keabsahannya.

Kesalahan dan kebodohan dalam definisi ini tentu mengekor pada pembahasan pembahasan berikutnya...
Kiriman 27
1 balasan
Muhammad Baqiranwar menulispada 09 April 2009 jam 15:23
Pak Datuk Rajo Endah,
Anda mengambil dari bulletin lalu memposting di Group tanpa anda memahami tentang Nikah Mut'ah...
Hal itu bagus juga, sehingga teman2 disini bisa melihat kebodohan penulis di bulletin tersebut.. Karena penulis itu tidak memahami Nikah Mut'ah namun sok tau se-olah2 memahaminya...

Yang lebih bodoh lagi, anda yg memposting di grup ini tanpa mengkaji, lalu membenarkan berita di buletin itu, Dengan Judul Membongkar kesesatan Syiah: Nikah Mut'ah. Semestinya kalau anda menggunakan akal maka anda harusnya bertanya: Mengapa Nik'ah Mut'ah itu ada yg mengharamkan, dan ada yg menghalalkan??? Siapa yg benar niiih... Kalau tidak haram, ya pasti halal... Tidak mungkin dua2nya benar...

Pak Datu, tolong dibaca tulisan Pak Shodiq... sangat JELAS hukum nikah mut'ah itu... dan siapa yg mengharamkan...
Kiriman dihapus pada 09 April 2009 tanggal 3:20
Kiriman dihapus pada 09 April 2009 tanggal 3:28
Kiriman 30
1 balasan
Rio Allagundra Freeart menulispada 09 April 2009 jam 21:32
Maaf, saya mau bertanya, daripada saya semakin bingung dan anda-anda semakin panas hati dan saling tuding ini itu.
Sebenarnya Nikah Mut'ah itu dilarang Alqur'an atau tidak? dalilnya ayat berapa?
Apakah Nikah Mut'ah itu dilarang oleh Rasul? dalil hadistnya yang mana?
Maaf sekali lagi, saya hanya akan mengikuti apa yang dibolehkan Allah(melalui Al Quran) dan apa yang tidak dilarang oleh Nabi Muhammad, karena udah jelas dalam Al Quran sendiri dikatakan bahwa agama Islam ini telah sempurna dan jika kita berpegang pada dua pedoman (Al Quran dan Hadist) maka kita akan selamat dunia dan akhirat. Saya nggak butuh dasar dari orang lain atau kitab lain, karena ini agama, bukan sebuah disertasi ilmiah!!!
\
Kiriman 31
Muhammad Shadiq membalas kiriman Datuakpada 09 April 2009 jam 22:08
Datuak Rajo Endah, Anda belum faham betul rupanya tulisan-tulisan yang saya posting beruntun,yang sebenarnya bila anda cerdas adalah sebagai tanggapan uraian dalam bulletin yg telah anda posting juga, apalagi pada akhirnya andapun belum mempertanggung jawabkan kritik mendasar dari saya tentang definisi yang telah diuraikan tentang Nikah Mut'ah, kini anda malah membuat tuduhan lain..., kalau anda konsentrasi mau berfikir jernih sebenarnya kritik itu adalah sebagai pondasi dasar menanggapai semua uraian dalam bulletin yg anda posting …
Kiriman 32
Syahru Rizal menulispada 09 April 2009 jam 22:12
kalo menurut saya komentar-komentar dari 2umar itu komentar orang yang ga pake akal , dan pengecut lihat aja dia tidak menampilkan foto sebenar nya sama pesis seperti yang lampau, dan apa yang di lakukan 2U ini lebih buruk dari yg dia tulis......
Kiriman 33
Muhammad Shadiq membalas kiriman Riopada 09 April 2009 jam 22:17
Mas Rio, Baca dengan baik postingan tulisan saya, pasti anda akan mendapatkan jawabannya, saran saya gak usah malas membaca, demi mencapai pengetahuan objektif dan benar !

Kiriman 34
Tommy Syah Rian menulispada 09 April 2009 jam 22:50
saudaraku mas Rio, ayat Al qur'an tentang mut'ah sudah diposting secara jelas dan gamblang oleh mas M Shadiq, iaitu surat An-Nisaa' : 24 di atas.

sedangkan mengenai Hadist Rasulullah yg mengharamkannya, sekarang kita bahas secara awam & sederhana saja.
begini mas, Rasulullah saww adalah hamba Allah yg paling taat terhadap Qur'an bahkan beliau dijuluki "Qur'an berjalan", jadi bagaimana mungkin seseorang (saww) yang mempunyai julukan tersebut menentang dan menghapus surat dari qur'an itu sendiri? ini jelas tidak mungkin.

hal ini seperti halnya ayat Qur'an yg turun berkenaan dengan berwudhu (surat Al Maa'idah : 5) dimana dijelaskan tata cara berwudhu iaitu dengan "..basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki," .. sangat jelas dan gamblang! tapi kenapa umat saat ini dalam berwudhu berbeda seperti yang Allah ajarkan dalam Qur'an? dan jawaban mereka adalah karena hadist rasulullah berbunyi begini dan begitu dalam berwudhu.. maka pertanyaannya akan saya ajukan lagi, "Bagaimana mungkin seseorang (saww) yang mempunyai julukan tersebut menentang dan menghapus surat dari qur'an itu sendiri?"

saudaraku mas Rio, untuk masalah ini (mut'ah), pendapat saya mengenai hukumnya adalah jelas (iaitu boleh - menurut marja' yg saya anuti), namun menurut saya, masalah ini kondisional & situasional juga, sejauh mana kita menggunakan hati nurani dan meluruskan niat kita seperti yg mas Rio ungkapkan. kita hidup di Indonesia, dimana paradigma mayoritas masyarakatnya sangat tidak mendukung untuk menikah secara mut'ah. akan ada banyak pertentangan, perselisihan bahkan hujatan yang naudzubillah akan memecah belah persatuan umat.

dan mazhab ahlul bait, sangat menjunjung tinggi persatuan islam dan membenci perpecahan umat. saya tidak tahu bgmn dengan mahzab lain, namun saya yakin InsyaAllah mereka jg mempunyai impian sama dengan kami untuk menyatukan umat Islam.

InsyaAllah, mari bershalawat..


Kiriman 35
Marlin Tigor menulispada 09 April 2009 jam 23:10
Wah mulai seru ni ........ nah itu yang ingin saya tanyakan dengan forum diskusi ini. Khususnya menanggapi buletin sdr Datuak. Dalam buletin Nikah Mut'ah diatas... dimana Rasulullah sendiri yang memanshukkan (membatalkan ) surat An-Nisaa' : 24.

Anggaplah Hadist ini shahih,..... sebenarnya bagaimana hukum memanshukkan itu sendiri ? siapa yang berhak ? ... Allah sendiri ? Rasul ? atau muslim yang berijitihad seperti Umar bin Khatob ? ....

Atau bagaimana jika dimulai dengan membuktikan keshahihan hadist tersebut
hadist yang berbunyi Wahai manusia! Sesungguhnya aku dulu pernah mengizinkan kalian untuk melakukan nikah mut'ah. Namun sekarang Allah 'azza wa jalla telah mengharamkan nikah tersebut sampai hari kiamat." (HR. Muslim).

Shahihkah hadist ini ? ..... sebab disisi lain bahwa nikah muttah itu dimansunkkan oleh Umar Bin Khatab jua berasal dari Hadist yang shahih..

Logisnya, bagaimana umar bisa kembali membuat pernyataan "melarang nikah mutah" sementara sudah ada hadist yang memanshukkannya ? .. APA UMAR bin KHatab juga belum mendengar Hadist ini ? ...

Mohon pencerahan ....................... khususnya dari Pak Datuak.





Kiriman 36
1 balasan
Soni Permana menulispada 09 April 2009 jam 23:15
KOK Belum ada yg bicara dari sisi LOGIKA yaaaa !!! Padahal Pakasan utamanya dari sisi itu juga LOOOH, dan kok belum ada juga wanita yang bicara yaaa gimana kalo dia di mut'ah - kasian bgt kayaknya !!! jadi kayak kamar , aduuhh bulan depan ada yg makai/kontrak lagi gak yaaaaaaa............
Kiriman 37
Muhammad Shadiq membalas kiriman Sonipada 09 April 2009 jam 23:27
Mas Soni, Maaf anda salah kamar kalau profokatif dalam diskusi ini dan anda bodoh kalau nikah Mut'ah anda analogikan dengan Kontrak, coba pertanggung jawabkan secara logis analogi anda..!?
Kiriman 38
Tommy Syah Rian menulispada 09 April 2009 jam 23:35
@ saudaraku mas Soni, LOGIKA orang awam seperti saya akan berbicara,, alangkah lebih baik bagi para laki2 hidung belang di indonesia untuk menikah (mut'ah) dimana jelas ada ijab, qabul, mahar, dan sah secara Qur'an,, dari pada mereka mencari pelampiasan untuk berzinah di tempat pelacuran..

ayo saudari2 ku kaum hawa, tampillah! jangan mau kehormatan anda diinjak-injak oleh saudara Soni..

mohon maaf sebelumnya saudaraku..




Kiriman 39
Andi Azwar menulispada 09 April 2009 jam 23:49
@ umar bin khattob, umar surabaya, datuak : setali tiga wang ketidaktahuan anda yang tidak bisa membedakan nikah Mut'ah-kawin kontrak-kawin bawah tangan,baca buku Perbandingan Fiqih 5 Mazhab Islam bab nikah disitu tertulis syarat sah nikah mut'ah.


Kiriman 40
Andi Azwar menulispada 10 April 2009 jam 0:23
Repot..pot..pot berdiskusi dengan orang-orang keras kepala, fanatik, awam seperti umar bin khattab,umar surabaya,datuak sebab gurunya muawiyyah bin abi sufyan ( sangat keras memusuhi Rasulullah SAWW dan keluarganya yang suci ).
Kiriman 41
Marlin Tigor menulispada 10 April 2009 jam 0:42
Mestinya kita berhati hati dalam menilai Hukum Tuhan. Jangan sentimen dan pake perasaan dan prasangka yang bodoh. Logikanya ( Seperti yang diminta saudara sony ) APAKAH MUNGKIN TUHAN ITU MEMBERIKAN HUKUM UNTUK MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA KHUSUSNYA WANITA ? ................

Mut'ah ini sama sensitifnya dengan BOLEHNYA HUKUM POLYGAMI yang BOLEH. APA MUNGKIN HUKUM INI UNTUK MERENDAHKAN dan MELECEHKAN KAUM WANITA ? yang diyakini oleh sekelompok orang penentang polygami.

Apakah itu maksud Tuhan membolehkan POLYGAMY ? ...

Sedangkan tuhan itu Maha Adil .... yang tidak membedakan wanita dan laki laki dalam hal ketaqwaan. Kalau dengan telaah yang bodoh dan prasangka ya itu .. inilah hukum yang merendahkan wanita (Na'udzbullah). Dan ini dipakai oleh sebagian orang untuk menyudutkan islam.

Kemudian kita juga mesti membedakan pula antara hukum dan PELAKSANAAN HUKUM. tidak serta merta hukum itu terlaksana. Seperti yang telah dibahas oleh pak Muhammad Baqir. Intinya walaupun mutah itu boleh tidak semua orang mau melakukannya.

Saya jadi teringat anekdot kawan saya yang punya logika. Katanya "Jihad yang paling besar bagi wanita itu adalah poligami dan mut'ah karena mereka tidak dituntut jihad mencari harta dan berperang". Masuk akal juga fikir saya, mengingat betapa beratnya jihad itu bahkan harus menaruhkan nyawa. Tapi saya balik bertanya " wah enak kita laki laki mas kalo semua wanita bisa memandangnya dari ketaqwaan mengikuti hukum Allah itu hanyalah wanita yang mampu mengalahkan sentimennya diatas kecintaan kepada Allah. Syukurlah ini cuman anekdot.

Mungkinkah para muslimah memandang itu dari segi ketaqwaan ?




Kiriman 42
Herry Yuli Sunarno menulispada 10 April 2009 jam 1:03
dari td saya baca diskusi ini....hasil nyaaa :
1. umar bin khattob : tidak mau menerima dan tidak memahami surat An-Nisaa' : 24
2. umar surabaya : tidak mau menerima dan tidak memahami surat An-Nisaa' : 24
3. Datoak rajo endah : tidak mau menerima dan memahami surat An-Nisaa' : 24

org-org ini lebih mempercayai perkataan (yg dianggap khalifah kedua yaitu umar bin khottob) yg mengharamkan mut'ah pada masa kepemimpinannya, sementara tidak mematuhi firman Allah (An-nisaa' :24) dan Sabda rosululloh SAW...mohon pembaca simpulkan sendiri, termasuk golongan apakah mereka ini????????????????
disebut apakah layaknya mereka ini???
jika membangkang dari perintah Allah?????
Jika membangkang dari sabda rosulluloh (nabi Muhammad SAW)??
perlu dipertanyakan keimanan mereka ini?????
yg sama sahadatnya dengan kita (muslimin)....apakah yg ada dalam hati org2 ini...Ya Allah kami mohon perlindungan dari org2 seperti ini...ya Allah berikan sedikit petunjukmu untuk org-org seperti ini.....ya Allah sesungguhnya Engkau maha pemberi petunjuk.......Allahuma Shali Ala Muhammad Wa Ali Muhammad....
Kiriman 43
Dika Wijaya menulispada 10 April 2009 jam 5:17
Saya orang yg awam dalam dalil2 Islam. Tapi saya suka bertukar pikiran ttg agama dg teman2 sy. Sehingga saya bisa menimba ilmu sekidit2. Alhamdulillah sy bisa juga nimba ilmu dari farum ini walaupun pro-kontra. Saya hanya bisa menggunakan logika saya.

Beberapa hikmah ilmu yg bisa sy ambil dari forum, tolong kl nalar logika saya keliru diluruskan. Yakni:
1. Sekiranya konsep nikah ini disepakati hukumnya oleh seluruh kaum muslimin, niscaya tak akan ada perzinaan kecuali orang yg benar2 bejat moralnya. Yakni konsep ini akan menjadi solusi memenuhi kebutuhan biologis yang sangat dibutuhkan.
2. Tidak perlu ada pacaran yg hukumnya haram, konsep ini menjadi pengganti dan solusi yg sangat bagus khususnya para mahasiswa yg blm bekerja, dan blm mampu bertanggung jawab scr ekonomi.
3. Konsep ini menjadi solusi bagi suami yg sangat membutuhkan, misalnya karena nasehat ahli medis isterinya sedang sakit yg tak bisa melayani suaminya hubungan badan dalam waktu yg cukup lama sehingga penyakitnya sembuh.

Inilah di antara kesimpulan sementara dari saya. Tolong kl keliru diluruskan, kl kurang ditambahkan.
Kiriman 44
Muhammad Baqiranwar menulispada 10 April 2009 jam 8:12
Pak Datuk,

Anda mengatakan bahwa:
Ya Baqir, Orang yang anda bela tersebut seorang SYI'I (syiah) TULEN yang berbulu SUNNI. Walaupun dia tidak mengatakannya sangat jelas perkara ini bagi seperti jelasnya beda antara siang dan malam.

Komentar saya:
Saya tidak membela, namun kebenaran harus dibela bukan golongannya..
Pak Sodiq sdh menjelaskan tentang penghalalan Nikah Mut'ah dgn argumentasi yg jelas.. Dan Juga dia sdh menjelaskan siapa yg mengharamkan Nikah Mut'ah yakni Umar bin khatab bukan Rasulullah... In Jelas sekali perkataan Umar bin Khatab sendiri dalam mimbar (baca tanggapan saya sebelumnya)... sesaui dgn hadis2 ulama Sunni sendiri.. Apakag Umar berhak atau mempunyai otoritas merubah hukum Allah? kalau ada, apa dasarnya? TOLONG JAWAB???

Namun anda mencounter tulisan Pak Shodiq bukan dari segi pengharaman dan ke halalan Nikah Mut'ah, melalui buletin anda tersebut tentang kebobrokan pernikahan Mut'ah yg ditulis oleh seorg ulama sunni yg tidak pahan hukum2 dan syarat2 mut'ah dgn mengambil hadis2 syiah dari riwayat para Imam Syiah...

Mengapa saya katakan penulis buletin itu tidak paham tentang syiah:
1. Di awal kalimat sdh mengatakan menurut hukun Syiah Rafidha... Ini sdh terlihat penuduhan terhadap Syiah dgn nama Rafidha, bukan Syiah 12 Imam.. Jelas tidak paham sejarah.. Ini Kebohongan 1

2. Dia tidak memahami bahw didalam kitab2 hadis Syiah itu belum semuanya di nyatakan ke shahih annya setiap hadis... Sehingga semua kitab hadis Syiah itu TIDAK DITULIS KITAB HADIS SHAHIH KARENA HARUS DITELITI DULU KESHAHIHANYA... BERBEDA DGN SUNNI SEMUA KITAB YG 6 (KITABULSHITTHA) ITU DIKATAKAN KITAB SHAHIH padahal hadis2nya banyak yang DAIF dan di DAIFKAN oleh ulama2 mereka sendiri... Jelas penulis buletin itu tidak paham kitab2 hadis syiah sehingga mengambil hadis sembarangan dari kitab tersebut... INILAH KEBOHONGAN KE 2 YG DILAKUKAN PARA SALAFI....

Pernyataan anda:
Si Shadiq tidak mampu memberikan bantahan atas referensi2 yang diambil dari buku2 Syiah sendiri. Tapi anda malah berani memberikan komentar dengan mengekor pendapatnya si Shadiq.

Komentar saya:
Utk apa Pak Shodiq membanta referensi Syiah yg ada dibuletin itu???
1. Penulis tidak paham tentang Syiah (anda baca komentar saya diatas)
2. Wong jelas2 Syiah, para Imam dan bahkan Rasulullah tidak berani meng haram kan apa yg di halal kan Allah krn itu perbuatan pembangkangan... Hanya Umar bin Khatab (Khalifah kedua) yg berani mengharamkan apa yg di Halalkan Allah...

Pertanyaan anda:
Saya malah mau tanya pada anda apa anda mau kondisi ini terjadi atas anak2, saudara2 perempuan anda?

Jawaban saya:
Saya akan bangga dengan anak2 dan saudara2 perempuan saya kalau mereka menjalankan apapun hukum2 dan ketetapan2 Allah dan rasulnya demi mendapatkan Ridhonya Allah termasuk Nikah Mut'ah asalkan sesuai dgn ketentuan yg disyaratkan oleh Nikah Mut'ah yg benar, agar terhindar dari perzinaan ...

Saya mengajarkan kepada mereka bahwa hidup itu adalah pilihan, untuk itu saya menasehati mereka bahwa kita harus memilih hidup didunia ini agar lebih mengutamakan mencari ridho Allah, daripada ridhonya Umar bin Khatab.... Ridho Allah jelas surga, Ridho Umar Neraka...

Nikah Mut'ah itu adalah salah satu pilihan yang Allah berikan agar tidak terjadi perzinahan, maka lakukan lah Nikah mut'ah yg sesuai syarat2nya.. Namun juga kalau tidak mau Nikah Mut'ah dan memilih nikah Daim (permanen) itu juga baik... dan kedua-duanya di Ridhoi Allah...

Imam Ali mengatakan bahwa: Perzinaan tidak akan ada didunia ini kalau Umar tidak mengharamkan Nikah Mut'ah kecuali orang2 yg bodoh/jahil...

Jadi Umarlah biang kerok dari perzinaan di dunia ini.. JELAS PAK DATUK
Kiriman 45
Soni Permana menulispada 10 April 2009 jam 8:27
@ Mas Muhamad Sadiq
''Mas Soni, Maaf anda salah kamar kalau profokatif dalam diskusi ini dan anda bodoh kalau nikah Mut'ah anda analogikan dengan Kontrak, coba pertanggung jawabkan secara logis analogi anda..!?
Mas Kok jadi kasar gini yaa diskusi ini ????
Kalo ada yang mengklaim ada satu pihak bodoh berarti pasti ada yang pinter doong, truss siapa yang pinter ??? Andakah???? Ingat Mas diatas langit masih ada langit !!!!!!!!!!

Kalo saya menganalogikan Mut'ah menurut anda itu salah OK lah , tapi pakah orang salah ituu BODOH???? saya kira semua orang pernah salah , jadi apakah semua orang BODOOH??? Mungkin hanya anda yg gak pernah salah jadi andalah orang yang pinter!!! tapi kalo anda pernah salah, berarti anda juga (maaf yaa) BODOH !!!! kalo anda pinter harus memaparkan , Haiii Bodih ini loh analogi Mut'ah yg pinter..............

Analogi Mut'ah = kawin kontrak, adalah analogi umum, bukan hanya analogi saya tapi pendapat orang banyak mas, diakui atau tidak itu sudah jadi pendapat umum di Indonesia.

Asal anda tahu, pendapat itu, seperti yg saya tulis di posting saya kedua , itu merujuk pada apa yang diucapkan seorang beragama syi'ah yaitu JALALUDINR pada dialog SUNI SYI"AH yang ditayangkan oleh ANTV. kalo itu salah berarti seorang Jalaludin itu juga salah dan artinya BODOH juga dimata anda yaaaaa............ apakah anda lebih pinter dari Jalaludin??????????

tapi walaupun bagai mana saya tetap menghormati anda sebagai orang pinter walaupun anda telah mengatakan saya BODOH, mungikn anda lagi emosi aja saat menulis ini.

Semoga Tuhan anda tidak mencatat sebagi ketidak baikan





Kiriman 46
Alfian Hamdan membalas kiriman Datuakpada 10 April 2009 jam 9:29
Salam Pak Datuak,
Lebih baik diskusikan dulu status hukumnya dulu.... baru kearah JukLak (Tata cara Nikah Mutah), agar pemabahasan tidak terlalu melebar....
Untuk Referensi berdasarkan Al-Quran sdh disinggung oleh Pak Shadiq.... saya menambahkan beberapa Nash dan hadis sebagai referensi status hukum Nikah Mut'ah,
Nash-Nash dan Hadis-hadis mengenai nikah Mu’tah

1. Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Zubair yang dia peroleh dari Jabir bin Abdillah beliau berkata : “Kita para sahabat di zman Nabi SAWW dan di zaman Abu Bakar melakukan mut’ah dengan segenggam kurma dan tepung sebagai mas kawinnya, kemudian Umar mengharamkannya karena ulah Amr bin Khuraist, Shahih Muslim, cetakan Masykul, th 1334 H, Juz 4, hal 131.

2. Hadis yang diriwayatkan oleh Atha’ beliau berkata : “Aku pernah mendengar perkataan Jabir bin Abdullah yang isinya : “Kita lakukan mut’ah di zaman Nabi saww dan di zaman Abu Bakar sampai permulaan kepemimpinan Umar, kemudian Umar melarang orang-orang untuk melakukan nikah mut’ah tersebut. Bidayah Al Mujtahid, juz 2 hal 58

3. Hadis yang diriwayatkan oleh Abi Nadhrah menjelaskan bahwa Jabir bin Abdullah berkata : “Pada zaman Nabi saww terdapat dua jenis mut’ah yang dapat kita lakukan, akan tetapi keduanya dilarang oleh Umar dan kita tidak lagi melakukannya setelah adanya larangan tersebut” Musnad Ahmad, Juz 4, hal 325

4. Jabir bin Abdullah berkata dalam suatu hadis bahwa : “Kita para sahabat dahulu melakukan mut’ah dengan wanita-wanita sampai Umar melarangnya”. Al Ghadir, Juz 6, hal 207

5. Abi Nadhrah meriwayatkan hadis dari Jabir bin Abdillah. Ia berkata : “Kita lakukan lakukan dua jenis mut’ah di zaman Nabi saww, yang pertama adalah haji Tamattu dan yang kedua adalah nikah mut’ah. Kemudian Umar melarangnya dan kita tidak lagi melakukannya”. Musnad Ahmad, Juz 3, hal 336.

6. Abi Said Al-Khudri dan Jabir bin Abdilllah keduanya pernah berkata dalam satu riwayat : “Kita lakukan mut’ah sampai pertengahan pimpinan Umar, kemudian Umar melarangnya karena ulah Amr bin Khuraits”. Al Ghadir, Juz 6, hal 208

7. Abu Al Zubair berkata. “Saya pernah mendengar Jabir bin Abdillah mengatakan : “Kita para sahabat melakukan mut’ah kemudian Umar melarangnya karena ulah Amr bin Khuraits”. Mushannaf Abdurr Razzaq, Juz 7, hal 499

8. Thobary juga meriwayatkan dari Said bin Al-Musayyab yang menjelaskan bahwa : “Amr bin Khuraits bersama seorang temannya melakukan mut’ah, kemudian menghasilkan seorang anak saat kepemimpinan Abu Bakar dan Umar”. Muntakhab Kanz Al-Ummal, yang terdapat ditepi kitab Musnad Ahmad, Juz 6, hal 404

9. Atha’ berkata bahwa Jabir bin Abdillah pada suatu datang kekota suci mekkah dengan tujuan untuk melakukan umrah. Kemudian kita bersama-sama kerumahnya dan kita dapati orang-orang sedang bertanya-tanya pada beliau tentang berbagai masalah termasuk mut’ah. Beliau menjawab: “Benar kita melakukannya di zaman Nabi saww, Abu Bakar dan Umar”. Shahih Muslim Juz 6, hal 131
Kiriman 47
Alfian Hamdan menulispada 10 April 2009 jam 9:31
Lanjutan dari ref sebelumnya,

10. Abu Al-Zubair juga meriwayatkan hadis dari Jabir bin Abdillah bahwa Muawiyyah bin Abi Sufyan melakukan mut’ah saat kedatangan di kota Tha’if atas undangannya Bani Tsaqif dengan hamba sahaya bernama Mu’anah milik Ibn Al-Hadhrami. Selanjutnya Jabir mengatakan : “Aku dapati Mu’anah masih hidup saat Muawiyyah menjadi khalifah dan ia selalu memberi hadiah setiap tahun”. Mushannaf Abdur Razzaq, Juz 7, hal 499.

11. Abi Nadhrah berkata : “Ibnu Abbas membolehkan nikah mutah, tetapi ibnu Al-Zubair melarangnya. Kemudian aku ceritakan pertentangan tersebut pada Jabir bin Abdillah, Kemudian Jabir menjawab: “Peristiwa tersebut terjadi pada diri saya. Kita memang melakukan nikah mutah di zaman Rasul saww. Tetapi saat Umar menjadi khalifah beliau berkata: “Allah telah menghalalkan nikah tersebut terhadap Rasul-Nya dan dikerjakan dimana-mana. Al Quran sdh pada tempatnya. Sempurnakanlah ibadah haji dan umrah kalian sebagaimana diperintahkan dan jauhilah mengawini wanita dengan cara berjangka ini, dan apabila masih aku dapati orang yang melakukan nikah semacam ini, aku akan rajam dia dengan batu”. Shahih Muslim, Juz 4 hal 38.

12. Ibnu Abbas mengatakan bahwa: “Ayat mut’ah masih berlaku dan tidak di dinasakh”. Al-Kasyaf, karangan Zamakhsyary, Juz 1, hal 498.

13. Al-Hakam bin Utaibah ketika ditanya tentang ayat mut’ah apakah sudah dinasakh? Beliau menjawab : “Belum”. Tafsir Al Thabary, juz 5 hal 9

14. Suwaid bin Ghaflah berkata : “ Aku dengar Umar mengharamkan mut’ah dengan wanita” Mushannaf Abdur Razzak Juz 7, hal 506.

15. Ibnu Juraij berkata :”Abdillah bin Utsman bin Khaitsam menceritakan tentang seorang wanita kebangsaan irak yang bermukim di makkah untuk melakukan ibadah haji. Ia memiliki paras wajah yang cantik sekali, dan dia memiliki anak laki laki bernama abu Umayyah. Lalu Said bin Zubair selalu mendatanginya, kemudian aku bertanya kepadanya : “Hai Said sering sekali aku melihatmu mendatangi wanita itu?” Said menjawab : “Benar ! karena aku telah mengawininya dengan nikah mut’ah”. Mushannaf Abdur Razzak Juz 7, hal 496

16. Kemudian Said bin Zubair berkata pada utsman bahwa : “Nikah mut’ah lebih halal daripada minum air”. Mushannaf Abdur Razzak Juz 7, hal 496

17. Yazid bin Harun meriwayatkan dari Yahya bin Said, dari Nafi, dari Ibnu Umar meriwayatkan dari pembicaraan dari ayahnya bahwa ayahnya pernah berkata: “Kalau dapati seorang melakukan nikah mut’ah setelah aku melarangnya aku akan rajam dia” Al Idhah, hal 444

18. Yahya bin Aktsam pernah bertanya kepada seorang kakek tua dari dinegeri Basrah : “Engkau ikuti fatwa siapa bahwa nikah mut’ah boleh dilakukan?” dijawab oleh kakek :”aku ikut pendapat Umar”. Yahya terkejut dengan jawaban itu dan mengatakan : “Bagaimana engkau dapat mengatakan demikian sedang Umar orang yang paling gigih mengharamkan nikah mut’ah?”. Sang kakek menjawab: “Benar, saya dengar dari berita bahwa beliau pernah berdiri diatas mimbar sambil berkata : “Sesungguhnya Rasul saww membolehkan dua jenis mut’ah, tetapi saya mengharamkan kedua jenis mut’ah tersebut dan aku beri sangsi orang yang masih melakukannya”. Kemudian kata kakek : “Aku terima kesaksian Umar atas halalnya nikah tersebut dizaman Nabi saww, tetapi aku tolak keputusan Umar akan keharamannya” Muhadharat Al-Rahib, Juz 2 hal194

Kiriman 48
Alfian Hamdan membalas kiriman Datuakpada 10 April 2009 jam 9:42
Salam Pak Datuak,
Referensi dari anda:

Adapun nikah mut'ah yang pernah dilakukan beberapa sahabat di zaman kekhalifahan Abu Bakr radhiyallahu 'anhu dan Umar radhiyallahu 'anhu, maka hal itu disebabkan mereka belum mendengar berita tentang diharamkannya nikah mut'ah selama-lamanya. (Syarh Shahih Muslim hadits no. 1405 karya An-Nawawi)

Mungkinkah bentuk informasi tentang status hukum tidak tersampaikan dengan benar???? apalagi ini menyangkut dosa besar jika hal ini benar2 terjadi.... Mungkinkah banyak sahabat2 dekatnyapun tidak mengetahui? anda bisa lihat referensi dari postingan saya sebelumnya.
Kiriman 49
1 balasan
Soni Permana menulispada 10 April 2009 jam 10:31
@ Mas Muhamad Sadik

''Mas Soni, Maaf anda salah kamar kalau profokatif dalam diskusi ini ''

anda telah mengatakan saya bodoh !! apakah memposisikan orang lain atau mengatain bodoh ituu bukan tidakan profokator?? untungnya saya tidak terprofokatif dan emosi hingga senaknya ngomong seperti anda, Sabar Mas biarlah orang yang menilai - jadi lebih adil kalo orang lain yg menilai.

Anda mengatakan saya salah kamar ! apakah ini artinya saya tidak tepat untuk ikut diskusi disinii ????

@ semua teman2: kalau mau silahkan menilai , siapa yg profokator dan bodoh ???? silahkannnbiar saya bisa koreksi diriiii

@ semua teman2: terimakasih

Kiriman 50
Muhammad Shadiq membalas kiriman Sonipada 10 April 2009 jam 11:04
Mas Soni, Bodoh itu adalah padanan dari ketidak tahuan, entah apakah anda menyadari hal itu, sebab dalam mengkonsepsikan tentang Nikah Mut'ah anda saya nilai memang tidak tahu alias bodoh dengan prespektif yang tidak objektif, dengan itu anda pastinya melakukan sebuah kesalahan, lebih fatal lagi kalau demikian ini anda tidak menyadarinya , bisa menjadi kebodohan diatas kebodohan kan.., dan bagimana anda menilai saya coba simak benar pengetahuan saya tentang Mut'ah yang pastinya kontras dengan kebodohan anda, apakah demikian ini gak realistis..., terbukti banyak diGroup diskusi OHASHEM mau memahami tulisan-tulisan saya.

Analogi Mut'ah = kawin kontrak , anda belum mempertanggung jawabkannya secara logis , ironisnya malah menyeret orang-orang lain masuk kedalam kebodohan anda, dengan mengklaim bahwa analogi anda itu sama dengan moyoritas orang Indonesia, apalagi malah disandarkan kepada yang saya hormati Kang Jalal, itu tuduhan yang gak berdasar secara ilmiah tentang nikah Mut’ah dalam konsepsi Syi’ah..?!

Tapi Syukurlah pada akhirnya anda mau mengakui kebodohan anda tentang Mut’ah di banding saya, karena itu adalah merupakan langkah awwal untuk keingintahuan dan berupaya untuk mengubur kebodohannya..!

“Allahumma ihdihi fa innahu la ya’lamu” (Ya Allah, berilah petunjuk dia, karena sesungguhnya dia belum mengetahui)
Kiriman 51
Uliex Unik menulispada 10 April 2009 jam 13:40
Kepada Bp DATUAK..

Saya kira penjelasan Sdr Muhammad Sadiq dan ditambah Bp Alfian Hamdan Sudah Argumentatif dan Praktis.

Untuk itu mohon dibaca berulang-ulang tulisan mereka saya dari tadi membaca berulang2. Kalaupun ada pembeda seperti Bp Datuak katakan berikan arguimen yang jelas kalau memang dari Sisi Hukum Nikah Mut'ah HARAM apa memang ada dalil nya dalam Al Qur;an. mari Kita batasi persoalan yang Haram dahulu. Menurut anda ?????

Kiriman 52
Soni Permana menulispada 10 April 2009 jam 15:41
@Mas Muhamad Sadiq
Berapa kali anda mengatakan saya Bodoh, akan tetapi kenyatannya mengartika kata2 sendiri saja ternyata salah'' Bosoh adalah padanan ketidak tahuan'' jauh lahh -- coba sekali kali buka Kamus bahasa Indonesia biar tahu makna kata, jadi anda yg selama ini saya pandang Pandai tidak kelihatan Aslinya !!!! Baca yg lain biar tidak terpaku sama satuu aja yg membuat kaku seperti pakai kacamata kuda ............depan aja gak bisa lihat kanan kiri.

Soal Kang Jalal , bukan anda saja yg menghotmati, banyak orang lain yang menghormati karena keilmuannya termasuk saya dan bagi saya apa yang diucapkan orang orang berilmu dan pinter seperti Kang Jalal bisa saya jadikan patokan, juga tadinya termasuk terhadap anda yang saya anggap pinter.

Bukan saya menyeret kang Jalal spt yg anda tuduhkan dapi saya menyandarkan seperti yg beliau ucapkan pada DIALOG SUNI dan Syi'ah yg ditayangkan ANTV,tapi sayangnya anda keburu mengambil kesimpulan yang tanpa melakukan pengecekan dan mengecap orang lain Bodoh... Sabar Massss jangan emosional, '' Ya Allah Anugrahkan kpd dia kesabaran dantutur kata yang baik - karena tutur kata yang baik menghilangkan permusuhan''
Kiriman 53
Muhammad Shadiq menulispada 10 April 2009 jam 16:18
Mas Soni, ternyata gak menyadari kebodohannya dan semakin terjebak dalam sekian kali kebodohan, menanggapi masalah malah gak pakai logika tapi lebih mengedepankan emosinya...(astagfirullah) gimana anda mau sadar pada pengetahuan dan mencari kebenaran...!?, selesaikan dulu pertanggungjawaban anda tentang Mut'ah nya yang sama dengan kontrak..!

Bodoh adalah padanan dari ketidak tahuan memang bukan bahasa kamus tapi itulah yang bisa difahami konteksnya.

Mas acuan saya menilai Kang Jalal mustahil menyatakan Nikah Mut'ah = Nikah kontrak adalah sebagimana konsep Syi'ah yang jabarannya telah saya posting sebelumnya, sayang anda gak mau memahaminya untuk menghilangkan kebodohan anda tentangnya.., dan saya pun punya rekaman beliau dalam acara DIALOG SUNI dan Syi'ah yg ditayangkan ANTV dengan Husein Nabhan, anda pembohong Mas.. !
Kiriman 54
Muhammad Shadiq menulispada 10 April 2009 jam 17:01
Untuk dapat lebih memahami lebih lanjut tentang Nikah Mut'ah dan bagaimana tuntunannya secara syar'i, akan saya uraikan berikut ini kesimpulan dari Fatwa-Fatwa Imam Khumaini Qs. dalam Tahrir Wasilahnya Jz. 2 Hal 289-291 :

Dalam tinjauan Fiqih ada dua macam bentuk pernikan yaitu pernikahan permanen (baca: Da'im) dan pernikahan temporary (baca: Mu'aqqat atau Mut'ah), tentunya antar keduanya terdapat perbedaan dan kesamaannya sebagimana berikut:

Pertama:
Dalam Nikah Mut'ah tidak terdapat perceraian sebagimana dalam nikah Da'im, dengan maksud apabila waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak (suami-istri) telah jatuh tempo maka otomatis harus selesai dan berpisah dari hubungan pernikahannya, atau kalau dikehendaki oleh keduanya untuk terus berhubungan maka harus membuka akad yang baru.

Kedua:
Suami pernikahan mut’ah, bebas berkewajiban dari hak nafkah kebutuhan keseharian istrinya , termasuk juga bebas dari menyediakan rumah, sandang sebagimana dalam nikah da’im, dan suami – istri pernikahan ini terbebas juga dari hak waris antar keduanya terkecuali pada anaknya.

Ketiga :
Seorang lelaki muslim diperbolehkan nikah Mut’ah dengan perempuan Ahlul Kitab seperti Yahudi,Nashrani dan Zoroaste namun tidak boleh nikah Da’im dengannya.

Keempat:
Adapun dari segi maskawin (Mahar), kategori siapa saja yang bisa dinikahi dan siapa yang tidak boleh dinikahi tidak ada perbedaan dengan yang ada di pernikahan Da’im, begitu juga dalam masalah menjalani masa Iddah meski ada perbedaan masanya.

Lebih rincinya akan kembali diposting pada halaman berikutnya insyaAllah..!
Kiriman 55
Muhammad Shadiq menulispada 10 April 2009 jam 17:30
Berikut ini adalah rincian lebih lanjut dari postingan sebelumnya:

1. Nikah Mut’ah (temporary) sebagimana yang terjadi dalam pernikahan permanent membutuhkan adanya akad yang terdiri dari Kalimat Ijab dan Kabul, disini tidak cukup bagi kedua belah pihak hanya mengandalkan suka sama suka atau kerelaan hati saja, juga tidak dibenarkan bila hanya menggunakan kalimat tulisan maupun isyarat, namun dengan menggunakan kata Ankahtu…, Zawwajtu…atau Matta’tu…dari pihak wanita dan kalimat Qobiltu…untuk pihak lelaki.
2. Dalam Nikah Mut’ah menyebutkan Mahar dan besarannya
3. dalam Nikah Mut’ah menyebut tempo dan masa pernikahannya
4. Dalam Nikah mut’ah kedua mempelai dapat mensyaratkan hal-hal tertentu seperti; Dalam pernikahan mensyartkan tidak adanya prilaku sex sebadan, atau hanya kumpul pada acara weekend saja.
5. Kelahiran anak dari hasil pernikahan Mut’ah bernisbat pada ayahnya dan dalam tanggung jawab hak-haknya termasuk hak harta warisnya.
6. Bila telah selesai masa Nikah Mut’ah, maka wanita bila telah bersebadan dengan suaminya harus melalui masa iddah selama 45 hari, atau 2 kali suci atau sampai lahir kehamilannya., bila tidak melakukan hubungan sebadan maka iddah tak berlaku
Kiriman 56
Hirman Lasariwu menulispada 10 April 2009 jam 19:40
salam,,,saya kira apa yang aku tahu bahwa nikah Mut"ah pada saman Rasulullah telah dicontohkan dan ada yang mengakatan eman"k benar tapi hal itu telah dilarang kembali oleh Rasulullah..hal ini berbagai pendapat bertahan atas argumen dan bukti serta dalil bahwa NIkah mut"ah di bolehkan dan tidak dibolehkan....tetapi ada sebuah kegelisahan saya kalo Islam itu ajaran sempurna pasti setiap masalah telah diatur dan ada solusinya...? tetapi bagaimana fenomena sosial yang di contohkan oleh generasi muda saat ini dengan pergaulan bebas sebagaimana tinggal bersama dalam rumah apa ini bukan sebuah perbuatan zina ketika tidak ada sebuah ikatan resmi semnetara dalam Islam pergaulan ato hubungan antara wanita dan laki-2 yang bukan muhrimnya adalah haram sebagaimana aku contohkan diatas jadi bagaimana caranya agar orang tidak melakukan zina...di zaman sekarang dan sebagaian orang2 beranggapan hal itu biasa saja...adapun pahaman saya dengan masalah tersebut tinggal 2 pilihan dan pertanggungjawaban serta kebenarannya nanti di akhirat yang intinya hal tersebut uda di contoh dizaman Rasulullah, bukan sebuah rekayasa ato dibuat-buat. serta orang-orang yang tidak sepakat akan konsep tersebut sama saja ia meng iakan akan perzinahan yang terjadi terhadap muda-mudi sekarang ini....?
Kiriman 57
Rio Allagundra Freeart menulispada 10 April 2009 jam 20:51
Nah kan jadi ngawur lagi, bukannya kita sama2 mencari pijakan dan dasar hukum atas nikah mut'ah, untuk selanjutnya mendefinisikan dan mendudukan pelaksanaannya, kita malah saling tuding, gontok-gontokan. Sekarang biar saya tanyakan lagi, biarlah saya dianggap bodoh atau apa, terserah, yang penting bahasan nggak meluas dan ujung2nya perang antar maszhab.
1. Apakah hukum Nikah Mut'ah dalam Islam? Apa Dalilnya?
2. Apa definisi dari Nikah Mut'ah itu? beserta dalilnya
3. Kapan Nikah Mut'ah itu diperbolehkan? beserta dalilnya
4. apa hak dan kewajiban dari masing-masing individu yang melakukan nikah
mut'ah? beserta dalilnya
5.Apa perbedaan nikah Mut'ah dengan perzinaan?

biar deh dibilang bodoh, nggak apa2. daripada ngaku pinter tapi malah tambah jauh ama sariat. Sekali lagi saya ucapkan, ini agama, jelas sariatnya.
bukan ajang perdebatan ilmiah yang bersifat spekulatif.
Maaf kalau ada yang tersinggung, nggak ada maksud kayak gitu. saya cuma ingin lebih tahu tentang nikah mut'ah, bukan ingin bergabung gontok2an antar mazhab. terima kasih
Kiriman 58
Nabil Segeir (Boise, ID) menulispada 10 April 2009 jam 21:27
asalmualaikum....
kalo kita melihat hukum mut'ah sama halnya seperti hukum poligami....
keduanya hanyalah izin atau pembolehan yg allah berikan...

untuk pelksanaannya dizaman sekarang sebaiknya tidak dilakukan,krn akan memancing reaksi dari ummat yg berbeda madzhab...
umat islam saat ini sedang menuju ke arah persatuan,sebaiknya kita pertahankan kondisi ini...

jngan pernah untuk memancing untuk diadu domba...

buat ana mut'ah itu halal dan boleh,tp saat ini ana lebih condong kepada pendapat quraish syihab,yg melarang mut'ah karena kondisi sosial di indonesia...

permasalahan poligami aja yg udah jelas2 tidak ada kontroversi diantara pendapat ulama masih diributkan,gmn kalo masalah mut'ah?!

lebih kurangnya ana minta maaf...
wassalam...
Kiriman 59
Muhammad Baqiranwar menulispada 10 April 2009 jam 21:52
Pak Rio,
Sebaiknya anda membaca semua diskusi ini dari awal.. Pertanyaan anda sudah dijawab oleh Pak Shodiq dengan dalilnya yg lengkap...

Selamat membaca...

Mbak Nabil,
Sebenarnya tidak ada kontroversi tentang perkawinan mut'ah, yang membuat kotroversi adalah khalifa ke dua 'Umar bin Khatab'... Begitupula poligami tidak ada kontroversi kalau semuanya kembali kepada ketaatan kita kepada Allah atas hukum2nya yang kita sukai maupun yg tidak kita sukai termasuk poligami dan mut'ah..

Kita tidak boleh melarang pernikahan mut'ah meskipun Ustad Quraish Syihab melarangnya.. Apakah dia punya otoritas melarang dan membolehkan hukum2 Allah?

Persatuan umat islam akan terwujud kalau kita kembali kepada wasiat Nabi Ghadir Khum, Berpegang teguh 2 pusaka nabi "Kitabullah dan Itraty Ahlulbait"... Bukan karena dengan cara Halal dan haramnya Nikah Mut'ah kita akan bersatu...
Kiriman 60
1 balasan
Mairita Pulungan menulispada 11 April 2009 jam 1:48
Saya lebih suka suami saya nikah mutáh dgn wanita lain...dari pada didepan saya sok malaikat tapi masuk panti pijat!!! umar...umar...datuk...soni...apa kalian merem kalo ada berita KAWIN KONTRAK di PUNCAK....PELAKUNYA DATANG DARI SAUDI YANG NOTABENE WAHABIIIII!!!!!!apa WAHABI menganut faham MUTÁH NO...KONTRAK YES????he...he...he...maling teriak maling dong????????????
Kiriman 61
1 balasan
Maya Zahra menulispada 11 April 2009 jam 3:49
@Umar Bin Khottob , Umar Surabaya , Datuak Rajo Endah
Informasi sudah semakin maju, tp ternyata byk yg AKAL nya tdk maju2.
Rupanya sudah banyak manusia yg merasa dirinya lebih dari Tuhan, sehingga menolak hukum Allah swt tsb.

@Rio Allagundra Freeart, Soni Permana, all
buat yg blm tahu atau ingin tahu ttg Mutah, baiknya pejelasan2 pak Muhammad Shadiq tsb dibaca (sabar bacanya... biar paham),saya rasa jika sudah anda baca tdk ada pertanyaan dan perselisihan lg.

Kiriman 62
2 balasan
Abdul Malik Karim menulispada 11 April 2009 jam 7:28

seperti versi syiah, Umar melarang nikah mut'ah di khotbahnya, seperti biasanya, Ali diam saja tidak membantah Umar.

Mengapa Ali diam saja ketika hukum Allah dirubah?

Mengapa Ali tidak membatalkan hukum Umar kala menjabat khalifah?

apakah para imam syi'ah pernah melakukan nikah mut'ah?

temen-temen syi'ah mendasarkan pendapatnya dengan data yang kurang lengkap.
Kiriman 63
Alfian Hamdan menulispada 11 April 2009 jam 7:56
Yang Perlu dipahamin Sebelum Melakukan Nikah Mut’ah

1. Kepastian bahwa wanita-wanita yang akan dinikahi baik secara mut’ah atau lainnya, tidak sedang dalam larangan-larangan keagamaan, seperti istri orang, masih menjalani iddah baik karena kematian atau perceraian, ikatan nasab dari segala bentuknya yang dilarang oleh agama utk dinikahi, atau masih dalam lamaran orang.

2. Wanita secara fitrah membutuhkan seorang pendamping yg dapat mengayomi dan menjaga dirinya dari segala sesuatu yang tidak ia inginkan selain kebutuhan biologisnya, dia akan merasa bangga apabila pendampingnya seorang yg benar2 dia dambakan dan yg didambakan memang relatif sekali disejumlah wanita, ada harta, kesempurnaan fisik, ilmu dan dedikasi yang tinggi, biologis dan sebagainya. Yang kalau dipaksakan pada seorang pria yg bukan idamannya. Maka islam menentukan hak memilih calon pendampingnya adalah mutlak miliknya wanita itu sendiri. Artinya kalau hal ini dijalankan tidak ada di dholimi haknya. Islam sama sekali suci dari sikap pengekangan terhadap wanita, islam sejak sediakala justru memberikan hak2 wanita sesuai porsinya.

3. Ada hal lain yang juga harus diketahui sebelum melakukan nikah yaitu masalah perwalian dan perizinan seorang anak terutama perempuan saat hendak melakukan nikah. Untuk menjelaskan masalah perizinan atau perwalian bahwa wanita terbagi menjadi dua, antara yang pernah mengenal lelaki dari dekat dgn segala karateristiknya yg biasa diistilahkan dengan janda. Dan yang kedua wanita yang sama sekali tidak pernah mengenal lelaki kecuali hanya sekedar teori yang biasa disebut gadis. Pada janda, islam menyerahkan hak perwalian pada dirinya sendiri, walaupun bimbingan tetap ada dari kedua orangtuanya. Tapi untuk gadis, ayah sebagai orang tua dan sebagai wakil putrinya berkewajiban untuk membongkar seluruh karakter laki2 secara jujur dihadapan putrinya, baik wataknya, keinginannya, sifat egoisnya dan lain sebagainya. Itu semua cukup dijadikan alasan agar putrinya tidak terjerembab kepangkuan lelaki yang salah, walaupun dia mencintainya. Tetapi hak pilih dan nikah sepenuhnya adalah tetap menjadi miliknya. Karena kewjiban ayah tidak lebih membimbing dan menyelamatkan putrinya dari lelaki yang salah.

4. Ada hal lain yang tidak kalah penting yang juga harus diketahui adalah masalah saksi dalam sebuah pernikahan untuk memperkuat bukti sesuatu yang telah terjadi. Keharusan dan tidaknya keberadaan saksi sangat bergantung pada penting dan tidaknya sesuatu yg akan dilakukan.

5. Nikah Mut’ah adalah ajran islam yang tertera dalam Al Quran surat An-Nisa ayat 24. ayat tersebut dgn beberapa dalil Naqli maupun Aqli belum dihapus hukum halalnya.

6. Ada perkataan yang mengatakan bahwa wanita lebih banyak di rugikan dalam nikah mut’ah. Perlu dijelaskan ulang bahwa hak nikah secara mutlak adalah milik wanita. Dia yang berhak memilih siapa yang dianggap layak untuk menjadi pendampingnya dan nikah mana yang lebih layak buat dirinya. Kalau salah memilih adalah kesalahannya sendiri, bukan syareatnya.
Kiriman 64
Alfian Hamdan membalas kiriman Abdul Malikpada 11 April 2009 jam 10:57
Salam Bp. Abdul Malik Karim,

Yang perlu diketahui adalah bahwa perubahan hukum nikah mut’ah oleh Umar bin Khatab bukanlah merubah Hukum yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.... Itu adalah hanya keputusan pribadi / Ijtihad Umar yang saat itu sebagai “pemimpin” dgn cara mengancam jika ada orang melakukannya.

"Yang perlu dipertegas : Perintah siapakah yang lebih patut diikuti, perintah Rasulullah saw atau perintah 'Umar?"

Jadi kesimpulannya untuk apa Imam Ali membatalkan sesuatu yang memang tidak berubah.......
Bahkan dipertegas lagi oleh beliau :

ucapan ‘Ali bin Abi Thalib yang selalu terngiang di telinga, yang memperingatkan akan memuncaknya masalah ini jika penanggulangannya dengan cara yang diajarkan Pemberi syariat diabaikan. ' Ali bin Abi Thalib berkata, “Kalau 'Umar tidak melarang mut'ah, tentu tidak akan ada yang berzina kecuali laki-laki atau perempuan yang celaka."

Diriwayatkan bahwa : “Imam Ali as pernah melakukan nikah mutah dengan seorang wanita dari bani Nasyhal dikota Kufah. Disebut dalam kitab Al-Wasail bab Nikah Mut’ah. Juga disebut dalam kitab Al-Nasikh karangan Al-Fukaiki pd hal 83 yg beliau kutip dari Al-Mufid.

Demikian mudah2an bermanfaat
Kiriman 65
Herry Yuli Sunarno membalas kiriman Mairitapada 11 April 2009 jam 11:17
hidup wahabii..hidup wahabi..hidup wahabi....hidup dengan kejahiliyahan maksudnya...hehehehehehehehehehehe
Kiriman 66
Ruslan Abdullah Ohoimas membalas kiriman Umarpada 11 April 2009 jam 11:42
ok lah kita ikut antum bahwa Mut'ah tlh dimansukh...

silahkan berikan dalil al-qur'an yang memansukh hukum Mut'ah.

silahkan bos... penggugat harus memberikan bukti.

Allah menjadi saksi atas segala ucapan-ucapan Antum...


Kiriman 67
Muhammad Baqiranwar menulispada 11 April 2009 jam 15:00
Teman2 anggota O Hashem,
Setelah kita melihat dan membaca diskusi2 dgn beberap topik; Tentang kepemimpinan umat utk melanjutkan Risalah Ilahiyah Islam setelah wafatnya Rasul yakni Imam Ali, Masalah Khumus, masalah Abdullah bin saba, masalah nikah mut'ah.... Semuanya sdh terjawab tuduhan kaum wahabi yg tidak mempunyai dasar atau dalil dari segi nash maupun hadis utk menguatkan argumentasi mereka.. Dan pada akhirnya mereka hanya bisa membuat FITNAH... Ini JELAS sekali bagi org2 yang berakal membaca diskusi ini... Coba kalu kita berdiskusi ditempat mereka... paling argumentasi kita di blokir... INILAH KELICIKAN WAHABI ALIAS SALAFI ALIAS IBN TAIMIYAH..

KITA TINGGAL MENUNGGU LAGI TENTANG TOPIK YANG AKAN DIPOSTING MEREKA TENTANG ALQURAANNYA SYIAH BERBEDAH DENGAN KAUM MAYORITAS...

SEBELUM ITU MARILAH KITA MEMBACA DAN MENGOMENTARI TOPIK BARU YAKNI: ___ALLAH AWJ MENURUT WAHABI___

Disinilah keliatannya Ibn Taimiyah bukan islam... atas dasar argumentasinya sendiri... Kalau salah tolong dikoreksi sehingga tidak timbul fitnah seperti mereka... Tapi semua itu dari kitab2 mereka.. kalau salah berarti mereka harus membuang kitab mereka sendiri...
Kiriman 68
Mohamad Yusuf menulispada 11 April 2009 jam 15:51
Assalamualaikum WR WB
@untuk mas M.Baqiranwar : mohon dibantu pencerahannya…………..
“Misal dalam nikah Mut’ah ini (status wanita janda) tercapai kesepakatan….., termasuk kesepakatan hubungan suami isteri dan waktu disepakati misalnya 3 bulan.” Pertanyaannya….
1.Apakah setelah 3 bulan dapat dilakukan Nikah Mut’ah kembali (berlanjut)…….. misalnya dengan kesepakatan yang sama…..
2.Selanjutnya Apakah dapat langsung dilanjutkan , menjadi lajimnya sebuah keluarga (tentunya melalui proses Nikah yg seharusnya)….
Terimakasih atas bantuannya……… maaf ini sudah menjurus ke masalah teknis.
Wassalam
Kiriman 69
1 balasan
Muhammad Baqiranwar menulispada 11 April 2009 jam 16:50
Walaikum slm wr wb
@ Moh Yusuf,
Anda harus memahami syarat mut'ah yakni ada Ijab dan Kabul.. dan juga lafalnya pengucapannya harus jelas dgn jangka waktunya harus jelas serta maharnya...

Setelah masa waktunya habis sesuai dgn kesepakatannya maka berakhirlah hubungan suami dan istri itu, tapi kalau mau melanjutkan dgn pria yg sama maka harus tetap dilakukan ijab kabul lagi tanpa menunggu masa iddah 2 kali haid... Namun kalau bukan dgn lelaki yg sama maka harus menunggu iddah 2 x haid baru setelah itu wanitanya bisa mut'ah dgn pria yg lain...

Kalau mau dilanjutkan dgn pernikahan Da'im (permanen) maka bisa dilakukan, dengan cartatan;

Kalau masa nikah mut'ahnya belum selasai sesuai masa waktunya dan mau dilanjutkan dgn nikah permanen maka sisa masa waktu nikah mut'ahnya harus di akhiri terlebih dahulu dgn cara: prianya wajib menghibakan sisa waktu tersebut kepada wanita (istri mut'ahnya), setelah itu langsung melakukan ijab kabul untuk pernikahan permanen...

Kalau masa pernikahan mut'ahnya sudah selesai sesuai dgn kesepakatan maka boleh langsung melakukan ijab kabul utk pernikahan permanen tanpa menunggu masa iddah jika nikahnya dgn pria yg sama... Kalau dgn pria yg berbeda tetap menunggu masa iddahnya 2 x haid...

Untuk mengingatkan, jangan mengikuti Khalid bin Walid.. dia membunu salah seorg sahabat Rasul, lalau pada hari itu juga dia mengawini istri dari suami yg dibunuhnya itu tanpa ada masa iddah... Dan Umar sangat marah sekali dan mau menghukumnya... Namun Abubakar yg kebetulan menjadi Khalifah pada saat itu membelahnya... Jadi Abubakar membelah kepada kezoliman dan pelanggaran hukum Allah... Inilah contoh pemimpin yg dipaksakan tanpa Ilmu dan akhlak yg baik...

Wassalam alaikum...
Kiriman 70
Ayu Pertiwi membalas kiriman Umarpada 11 April 2009 jam 18:13
@umar surabaya
Hanya 1 kali krn insya allah hubungan saya akan dilanjutkan ke dhoim..
pernikahan ini bukan main2..
adap apa?
Kenapa?
Kiriman 71
Ayu Pertiwi menulispada 11 April 2009 jam 18:17
Wow,,cuma ninggalin diskusi ini selama 2 hari..diskusix dah mpe halaman 3...
aq bc baik2 dulu deh isix br ngasih komentar lagi...
hehe.. :p
Kiriman 72
Mohamad Yusuf menulispada 11 April 2009 jam 19:37
Terimakasih mas M.Baqiranwar........... Semoga Allah SWT. merihoi kita semua Amin.............. Wassalam
Kiriman 73
Rio Allagundra Freeart menulispada 11 April 2009 jam 21:58
Jadi sekarang sebenarnya udah jelas kan, gimana sebenarnya kedudukan nikah mut'ah itu? trus mau diperpanjang apalagi? dalil udah kuat, pertimbangan logika udah masuk, aturan ama tata laku juga udah jelas.
Alhamdulillah, terima kasih untuk semuanya. bertambah deh pengetahuanku tentang sariat, yaitu nikah mut'ah.
Sekali lagi terima kasih.
Kiriman 74
1 balasan
Abdul Malik Karim menulispada 11 April 2009 jam 23:13
alhamdulilah diskusi kita sudah lebih maju lagi, buktinya :


Diriwayatkan bahwa : “Imam Ali as pernah melakukan nikah mutah dengan seorang wanita dari bani Nasyhal dikota Kufah. Disebut dalam kitab Al-Wasail bab Nikah Mut’ah. Juga disebut dalam kitab Al-Nasikh karangan Al-Fukaiki pd hal 83 yg beliau kutip dari Al-Mufid.

bisa buktikan keshahihan riwayat ini? karena tidak semua riwayat dalam kitab syi'ah shahih tentunya. atau semua riwayat dalam kitab literatur syiah adalah shahih?

lagian apakah cuma Ali yang pernah nikah mut'ah?

mengenai Ali yang diam saja melihat hukum Allah dirubah, ini susah diterima, karena di sini terjadi penyesatan terhadap opini massa,mengapa Ali diam saja ketika umar "menyesatkan" orang banyak?

tetapi diamnya Ali bukan hal yang aneh lagi, karena ketika imamah "dirampas" dan putri Nabi SAAW dipukuli orang, Ali juga diam saja.

ringkasnya, pendapat syi'ah tentang bolehnya nikah mut'ah didasari riwayat-riwayat dari shahih Muslim tentang Umar melarang mut'ah.

saya katakan, ini kurang lengkap, karena ada riwayat dari shahih Muslim, namun riwayat itu dilenyapkan dari diskusi-diskusi mengenai nikah mut'ah.

saya yakin jika syi'ah berani jujur menelaah riwayat itu pasti kesimpulan akan berubah, dan yang saya heran, mengapa bertahun2 sudah diskusi mengenai mut'ah tidak pernah bergeser dari pola yang ada di topik ini.

lalu apa isi riwayat dalam shahih muslim yang tidak dicantumkan dalam diskusi mut'ah?

coba rio, ayu, baqiranwar, alfian dan m shadiq merujuk lagi ke shahih muslim.

jika memang berani

Kiriman 75
Herry Yuli Sunarno membalas kiriman Abdul Malikpada 11 April 2009 jam 23:43
maaf pak abdul malik karim yg tidak ada poto wajahnya..........saya yg masi bodoh ini ingin bertanya dengan anda...shahih muslim yg mana yg anda maksudkan??karena pada pernyataan anda ini menyatakan bahwa anda lebih mengetahui riwayat shahih muslim yg dilenyapkan dari diskusi-diskusi mut'ah..mohon jawaban dari anda yg tdk ada poto wajah nya????trims.
Kiriman 76
Abdul Malik Karim menulispada 12 April 2009 jam 0:12
terima kasih heri,

lebih baik kita fokus ke topik diskusi,

kitab shahih muslim ada di mana-mana, sudah ada terjemahannya, tidak seperti al kafi yang sampai sekarang syi'ah Indonesia -dengan seluruh doktor dan profesornya- belum mampu menterjemahkan.

silahkan cari shahih muslim, boleh edisi cetakan, dan boleh edisi soft copy yang bisa didownload.

saya bukan lebih tahu, tetapi ingin mengajak anda melihat sisi lain permasalahan

silahkan lihat ke shahih muslim.
Kiriman 77
Maya Zahra membalas kiriman Abdul Malikpada 12 April 2009 jam 0:17
Bukan data2 syiah yg kurang lengkap, tapi antum yg KURANG MEMBACA. Penjelasan2 disini tentunya hanya dipersingkat, jika d tulis smua bisa berjilid2 buku pak. Tp spertinya bpk hanya byk membaca dr situs2 anti syiah sperti hakekat.com,krn yg anda tuduhkan sama saja n itu2 jg.
Skrg tolong dipikirkan pak, jika ada 2 hadis yg saling bertentangan, maka mana yg anda pilih? Tentunya salah satu dr hadis yg sesuai dg al-Quran bukan? Lalu untuk apa salah satu hadis lain yg tertolak tsb masih dijadikan dalil? Tentunya org berakal berlepas diri dr tindakan bodoh tsb.
Kiriman 78
2 balasan
Abdul Malik Karim menulispada 12 April 2009 jam 0:27
maya, daripada anda marah-marah, lebih baik anda langsung merujuk ke shahih muslim.

bacalah dengan niat mencari kebenaran.
Kiriman 79
Muhammad Shadiq membalas kiriman Abdul Malikpada 12 April 2009 jam 0:48
P.Abdul Malik merefress postingan saya yang mungkin belum anda baca, coba simak bagaimana para sahabat dan tabi'in menolak pengharaman Mut'ah yang tidak hanya di muat dalam shahih muslim saja :

Imam Ali bin Abi Thalib, sebagaimana diungkapakan oleh Thabari dalam kitab tafsirnya (lihat: jil:5 hal:9) dimana Imam Ali bersabda: “jika mut’ah tidak dilarang oleh Umar niscaya tidak akan ada yang berzina kecuali orang yang benar-benar celaka saja”.
Riwayat ini sebagai bukti bahwa yang mengharamkan mut’ah adalah Umar bin Khatab, lantas setelah banyaknya kasus perzinaan dan pemerkosaan sekarang ini –berdasarkan riwayat diatas- siapakah yang termasuk bertanggungjawab atas semua peristiwa itu?

Abdullah bin Umar bin Khatab (putera khalifah kedua), sebagaimana yang dinukil oleh Imam Ahmad bin Hambal dalam kitab musnadnya (lihat: jil:2 hal:95) dimana Abdullah berkata ketika ditanya tentang nikah mut’ah: “Demi Allah, sewaktu kita dizaman Rasul tidak kita dapati orang berzina ataupun serong”. Kemudian berkata, aku pernah mendengar Rasul bersabda: “sebelum datangnya hari kiamat akan muncul masihud-dajjal dan pembohong besar sebanyak tiga puluh orang atau lebih”. Lantas siapakah yang layak disebut pembohong dalam riwayat diatas tadi? Adakah orang yang memutar balikkan syariat Rasul layak untuk dibilang pembohong?
Abdullah bin Masud, sebagaimana yang dinukil oleh al-Bukhari dalam kitab shahihnya (lihat: jil:7 hal:4 kitab nikah bab:8 hadis ke:3), dimana Abdullah berkata: “sewaktu kita berperang bersama Rasulullah sedang kita tidak membawa apa-apa, lantas kita bertanya kepada beliau: bolehkah kita lakukan pengebirian? Lantas beliau melarang kita untuk melakukannya kemudian beliau memberi izin kita untuk menikahi wanita dengan mahar baju untuk jangka waktu tertentu. Saat itu beliau membacakan kepada kami ayat yang berbunyi: “wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian mengharamkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kalian dan janganlah kalian melampaui batas...”(Qs Al-Ma’idah:87)
Cobalah renungkan makna ayat dan riwayat diatas lantas hubungkanlah antara penghalalan ataupun pengharaman nikah mut’ah! Manakah dari dua hukum tersebut yang sesuai dengan syariat Allah yang dibawa oleh Rasul?

Imran bin Hashin, sebagaimana yang dinukil oleh al-Bukhari dalam kitab shahihnya (lihat: jil:6 hal:27 kitab tafsir; dalam menafsirkan ayat: faman tamatta’a bil-umrati ilal-hajji (Qs Al-Baqarah)), dimana Imran berkata: “Diturunkan ayat mut’ah dalam kitabullah (Al-Qur’an) kemudian kita melakukannya di zaman Rasul, sedang tidak ada ayat lagi yang turun dan mengharamkannya, juga Rasul tidak pernah melarangnya sampai beliau wafat”. Riwayat seperti diatas juga dinukil oleh Imam Ahmad bin Hambal dalam kitan musnadnya.
Dua riwayat ini menjelaskan bahwa tidak ada ayat yang menghapus (nasikh) penghalalan mut’ah dan juga sebagai bukti mahwa mut’ah sampai akhir hayat Rasul beliau tidak mengharamkannya.

Ibn Abi Nadhrah, sebagaimana yang dinukil oleh al-Muslim dalam kitab shahihnya (lihat: jil:4 hal:130 bab:nikah mut’ah hadis ke:8), dimana Ibn abi nadhrah berkata: “Dahulu Ibn abbas memerintahkan (baca:menghalalkan) nikah mut’ah sedang Ibn zubair melarangnya kemudia peristiwa tersebut sampai pada telinga Jabir bin Abdullah al-Anshori (ra) lantas dia berkata: “Akulah orang yang mendapatkan hadis tersebut, dahulu kita melakukan mut’ah bersama Rasulullah akan tetapi setelah Umar berkuasa lantas ia mengumumkan bahwa; “Dahulu Allah menghalalkan buat Rasul-Nya sesuai dengan apa yang dikehendakinya, maka umat pun menyempurnakan haji dan umrah mereka, juga melakukan pernikahan dengan wanita-wanita tersebut, jika terdapat seseorang menikahi seorang wanita untuk jangka wanita tertentu niscaya akan kurajam ia dengan batu”.
Riwayat diatas juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal dalam musnadnya (lihat: jil:1 hal:52). Dikatakan bahwa Abi Nadhrah berkata: “Aku berkata kepada Jabir bin Abdullah Anshari (ra), sesungguhnya Ibn zubair melarang nikah mut’ah sedangkan Ibn Abbas membolehkannya”. Kemudian ia (Jabir) mengatakan: “Melalui diriku hadis tersebut didapat, kita telah melakukan mut’ah bersama Rasulullah (saww) juga bersama Abu bakar, akan tetapi setelah berkuasanya Umar, ia (Umar) pun mengumumkannya pada masyarakat dengan ucapan: “Sesungguhnya Al-Qur’an tetap posisinya sebagai Al-Qur’an sedang Rasulullah (saww) tetap sebagai Rasul, ada dua jenis mut’ah yang ada pada zaman Rasul; haji mut’ah dan nikah mut’ah”.

Dua riwayat diatas dengan jelas sekali menyebutkan bahwa pertama orang yang mengharamkan nikah mut’ah adalah Umar bukan Rasul ataupun turun ayat yang berfungsi sebagai penghapus hukum mut’ah sebagaimana yang dikatakan sebagian orang yang tidak mengetahui tentang isi kandungan yang terdapat dalam buku-buku standar mereka sendiri.

Sebagai tambahan kami nukilkan pendapat Fakhrur Razi dalam tafsir al-Kabir, ketika menafsirkan ayat 24 surat an-Nisa. Ar-Razi mengutip ucapan Umar (“ Dua jenis mut’ah yang berlaku di masa rasulullah, yang kini ku larang dan pelakunya akan kuhukum, adalah mutah haji dan mut’ah wanita” ) dalam menetapkan pengharaman nikah mut’ah. Begitu juga tokoh besar dari kamu Asy,ariyah, Imam al-Qausyaji dalam kitab Syarh At-Tajrid, dalam pengharamannya mut’ah adalah ucapan Umar (ucapan Umar: Tiga perkara yang pernah berlaku di zaman Rasulullah, kini kularang, kuharamkan dan kuhukum pelakuknya adalah mut’ah wanita dan mutah haji serta seruan (azan): hayya ‘ala khayr al-‘amal (marilah mengerjakan sebaik-baik amal)). Qusyaji membela tindakan Umar ini, menyatakan bahwa semata-mata takwil atau ijtihad Umar.

Abdullah ibn Abbas, sebagaimana yang dinukil oleh al-Jasshas dalam Ahkamul-Qu’an (jil:2 hal:179), Ibn Rusyd dalam bidayatul mujtahid (jil:2 hal:58), Ibn Atsir dalam an-Nihayah (jil:2 hal:249), al-Qurtubi dalam tafsirnya (jil:5 hal:130), suyuti dalam tafsirnya (jil:2 hal:140) dikatakan bahwa Ibn Abbas berkata: “semoga Allah merahmati Umar, bukanlah mut’ah kecuali merupakan rahmat dari Allah bagi umat Muhammad (saww) jikalau ia (Umar) tidak melarang mut’ah tersebut niscaya tiada orang yang menghendaki berbuat zina kecuali ia bisa terobati”
Riwayat yang dikemukakan oleh Ibn Khalqan dalam kitab Wafayaatul-A’yaan jil:6 hal:149-150, durrul mantsur jil:2 hal:140, kanzul ummal jil:8 hal:293, tarikh tabari jil:5 hal:32, tarikh Ibn khalkan jil:2 hal:359, tajul-arus jil:10 hal:200.
Kiriman 80
Maya Zahra membalas kiriman Abdul Malikpada 12 April 2009 jam 0:50
Ups...sepertinya anda tdk membaca dg kepala dingin. Koq saya dituduh marah2,afwan jika tulisan saya trkesan spt itu. Justru krn saya sudah membaca sahih muslim di bab nikah mutah maka saya menyarankan untuk mengajak anda berfikir. Tp sepertinya antum tdk mau berfikir? Apa antum jg sudah benar2 membaca sambil difikirkan?
Kiriman 81
Herry Yuli Sunarno menulispada 12 April 2009 jam 1:28
dari penjelasan bpk. Muhammad shadiq..yg cukup jelas dan sejelas-jelasnya bagi saya....spt nya saya ga perlu membaca lagi shahih muslim yg anda maksudkan......apa komentar anda ttg hal ini?????kenapa sih pak kok poto bapak ga ada ya??bapak ini ghoib kah????hehehehehehehe

"jika memang berani" kata ini yg bapak pake td kan????tunjukan donk wajah nya???tp apa bener2 ghoib ya????hihhhihhihiihiihi
Kiriman 82
2 balasan
Ali Reza menulispada 12 April 2009 jam 2:48
Fatwa Para Imam tentang Mut'ah:
1.Berapa Batas Usia wanita yg bisa dimut'ah?
Dalam Furu' al Kafi (V/473) dan Tahdzib al-Ahkam (VII/255) disebutkan : Abu Abdillah (Ja'far as Shadiq) as ditanya, "Gadis kecil, bolehkah dimut'ah oleh lelaki dewasa?" Beliau menjawab, "Boleh, kecuali jika ia terlalu kecil sehingga bisa ditipu." Ditanya lagi, "Apa batasannya sehingga ia tidak bisa ditipu?" Beliau menjawab, "Sepuluh tahun."
2. Bolehkan Mut'ah dg Bayi yg masih menyusu?
Berkata Imam Al Khomeini (dalam Tahrirul Wasilah II/241, maslah no. 12), "Boleh saja mut'ah dengan bayi yg masih menyusu dengan cara peluk dan tafkhidz (= meletakkan kemaluannya di antara kedua paha bayi tsb) dan menciuminya."
Kiriman 83
1 balasan
Ali Reza membalas kiriman Mayapada 12 April 2009 jam 3:09
Afwan mau nanya:
1. Apakah anjuran utk melakukan mut'ah itu berlaku untuk laki2 saja atau jg berlaku utk wanita?
2. Ketika para imam menganjurkan utk melakukan mut'ah, apakah mereka melakukannya? dan juga menganjurkan kepada istri2 dan putri2 mereka utk melakukan mut'ah?
3. Adakah riwayat yang menunjukkan bahwa salah satu putri para imam melakukan mut'ah? Atau Fathimah az Zahrah, putri Nabi -shallallahu 'alaihi wasallam-, pernahkah ia melakukan mut'ah?
Terima kasih atas jawabannya.
Kiriman 84
1 balasan
Umar Surabaya menulispada 12 April 2009 jam 4:51
Ayooo jawab org2 syiah kalian dihujani rudal hujjah oleh Akhi Ali Reza. Mana org2 syiah yg cerdas2.
Kiriman 85
1 balasan
Alfian Hamdan membalas kiriman Alipada 12 April 2009 jam 10:28
Salam Ali Reza,

Anda kutip info tsb dari "buku Mengapa saya keluar dari Syiah" .... ada buku selain itu nggak? kami sendiri bingung sumber buku itu dari mana? .... dan juga perhatikan aturan2 yang telah dibahas diatas apakah sama atau bertolak belakang? kalau bertolak belakang pasti itu tidak benar... kami patuh dgn pemimpin karena mereka tidak akan mengeluarkan fatwa yg tidak inline dgn Al Quran dan Hadis.... mudah2an bermanfaat, wasalam
Kiriman 86
Alfian Hamdan membalas kiriman Alipada 12 April 2009 jam 10:32
Salam Ali Reza,

Sebelum membuat pertanyaan baca dulu aturan2 mengenai Nikah mutah...
saya pikir anda langsung mendapat jawabannya sebelum dijelaskan...

wassalam
Kiriman 87
Ali Reza membalas kiriman Alfianpada 12 April 2009 jam 11:56
Ahlan Pak Alfian! Senang berkenalan dengan Anda

Jika saya merujuk ke buku2 literatur Rafidhah, terus terang semaking mencengangkan!

Kenyataannya, dalam kitab2 Rafidhah disebutkan sbb:
1. Dalam Mustadrak al-Wasail hal. 458 disebutkan :
"Bab : Membenarkan Pengakuan Seorang Wanita ttng bahwa Ia tdk Bersuami, atau Tidak pd Masa Iddah & semisalnya. Dan tdk Wajib utk Memeriksa atau Menanyainya, Termasuk jg dari Wanita tsb"

ASy-Syaikh al-Mufid dalam risalah mut'ah: Dari Aban bin Taghlib, dari Abu Abdillah as., (ditanya) ttng wanita cantik yg dilihat di jalan, dan tidak diketahui apakah ia punya suami atau wanita pelacur.

Abu Abdillah as. menjawab, "Tidak mengapa bagimu (utk memut'ahnya). Kamu cukup mempercayainya."

Silahkan lihat teks aslinya pada :

http://www.alburhan.com/cd_download/shia_s/shia_s/202.htm

2. Mengenai pernyataan Khomaeni, dalam Tahrirul Wasilah, ttng bolehnya mut'ah dengan bayi yg masih menyusui, silahkan lihat teks aslinya pada :

http://www.alburhan.com/cd_download/shia_s/shia_s/images/207.jpg

Semoga dengan data2 ini, kebingungan Anda menjadi sirna!

Kiriman 88
1 balasan
Ali Reza membalas kiriman Muhammadpada 12 April 2009 jam 12:09
Saudara Muhamad Bagiranwar,

Alangkah baiknya jika dalam menguraikan ttng syarat2 mut'ah ini, Anda mencantumkan literatur rujukannya supaya tidak berkesan mengada-ada dan cenderung ingin membela denganmembabi buta dan menutup-nutupi kenyataan yg ada.

Termasuk juga ketika Anda menyebutkan perilaku dari manusia-manusia terbaik umat ini, yang jika bukan karena mereka, mungkin orang-orang di Iran dan juga Anda, mungkin masih menyembah api sebagaimana nenek moyang mereka orang Majusi.

Agama apa yg dibangun atas kebencian terhadap orang2 yg menjadi kepercayaan Nabinya? Terlebih lagi jika itu semua dibangun dari angan-angan kosong dan tanpa landasan yang shahih sama sekali!
Kiriman 89
1 balasan
Alfian Hamdan menulispada 12 April 2009 jam 12:34
Salam Pak Ali Reza,

Tolong bedakan antara penerapan hukum dan orang yang melaksanakannya, anda sepertinya mencampur adukan keduanya sehingga menjadi rancu..... yang perlu di patuhi dalam melakukan Nikah mut'ah adalah harus memenuhi aturan yang telah ditetapkan....jika itu dipenuhi halal dijalankan.
Mengenai kejujuran pengakuan seesorang adalah kasus berbeda dan itu adalah tanggung jawab pribadi masing2 atas perbuatnya. Hal ini juga bisa terjadi pada nikah permanen,,,, ngaku perawan tapi aktualnya tidak.... bagaimana dengan status hukum pernikahannya..... sah kan?.... apakah keperawanan termasuk dalam syarat pernikahan? atau banyak contoh lainnya...

mengenai point 2.... setelah anda baca syarat diatas apakah termasuk atau tidak??? sdh jelas tidak.....
Seorang pemimpin yang dipatuhi adalah orang yang memiliki ke ilmuan yang tinggi dan DOING by EXAMPLE.... kita ambil contoh yg AA Gym nikah lagi (maaf Aa..).... sesuatu yang positive kan, beliau mempunyai kemampuan utk melakukan itu.... tapi kenapa ditolak oleh masyarakat??? sehingga aktivitasnya menurun. Itu adalah contoh jika pemimpin melakukan sesuatu yg berlawan dgn "selera" masyarakat..... Nah apalagi jika pemimpin yg berbuat Zhalim!!!!!! (Menikahi anak bayi) apa bisa dincintai masyarakat..... sampai detik ini pencinta Imam Khomeini bertambah dan bertambah terus hingga akhir Zaman.
Laknat Allah, bagi yang melakukan FITNAH seperti itu....
Kiriman 90
Zulkifli Zul membalas kiriman Alipada 12 April 2009 jam 13:57
Pak Ali Reza..

Coba ente baca dan liat kembali tulisan2 sebelumnya. sebelum membuat komentar,..dan ente yang saya liat sekarang diposisi yang mengada-ada tanpa dalil dan argumen...

Selamat membaca ..
Kiriman 91
1 balasan
Ali Reza membalas kiriman Alfianpada 12 April 2009 jam 14:25
ALHAMDULILLAHI ROBBIL 'ALAMIN

Pak Alfian, dalam tuntunan sunah Nabi kita, Muhammad -shallallahu 'alaihi wasalallam- diajarkan,

Wanita itu dinikahi karena 4 hal, kecantikannya, dari keturunan yg baik2, karena hartanya dan karean agamanya. Pilihlah faktor agama maka kamu akan beruntung.

Sehingga, dalam memilih calon istri yg juga calon ibu bagi anak2 kita, kita perlu melihat bobot, bibit dan bebetnya. Bukan sekedar melihat wanita cantik di pinggir jalan -begitulah bunyi teksnya- langsung main sikat aja!

Ini pastilah sunah dari kaum penganut pergaulan bebas, contohnya pastilah ada di Eropa, Amerika danyg semisalnya.

Di negara2 yg menerapkan tuntunan dan norma2 Islam dalam kehidupan lain jenis, Hal itu mustahil ada!!

Untuk poin 2, Jika ada data dan bukti, itu bukan fitnah. Fitnah adalah mengada-ada. Seperti banyak tuduhan2 terhadap sahabat dan penerus Nabi kita dalam menebarkan ajaran Islam hingga terdengar seruan azan pada 2/3 dunia, termasuk Persia -negerinya Khomaeni- yang dulunya adalah penganut Majusi, penyembah api.

Dan itu semua terjadi di generasi beliau, pada abad pertama, di tangan Khulafa Ar Rasyidiin, Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali -radhiyallahu 'anhum 'ajma'iin-.

Namun sangat dimaklumi jika Anda belum pernah melihat literatur tsb dan Anda menganggap hal itu adalah fitnah.

Pesan saya, carilah kejelasan, apakah bukti2 itu fitnah, mengada-ada atau memang kenyataanya adalah demikian. Jika itu benar adanya, jangan sampai Anda seperti perumpamaan, "Buruk Muka Cermin Dibelah"

Mengenai semakin banyaknya pengikut suatu aliran, bukan berarti bahwa aliran itu benar.
Bukankah Anda membaca di Alquran : "Dan jika kamu mengikuti mayoritas orang yang berada di muka bumi, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah." QS. Al-An'am : 116.

Adapun pengikut kebenaran, mereka sedikit. Allah berfirman, "Sedikit sekali hambaku yang bersyukur" QS. Saba' :13

Sedikit sekali orang yang beriman dan beramal shalih (Qs. Shaad : 24) dan masih banyak lagi yang lain.

Saudara Alfian, semoga Allah membuka hati Anda, memberikan pencerahan kepada diri Anda sehingga mengenal yg benar itu benar dan diberi taufik olehNya utk mengikutinya.

Wallahul haadiy ilaa sawaais sabiil!
Kiriman 92
2 balasan
Shalahuddin Al Ayyubi menulispada 12 April 2009 jam 16:29

Assalaamu'alaikum W W

Saya cuma mau tanya, mengapa posting saya ini tidak pernah muncul di Ohashem, entah di ruang diskusi Ohashem atau di Wall Ohashem ... :-)

Jangan2 ini dihapus lagi nanti?

Jika ya, "Banyak jalan ke Roma", apalagi ke kebenaran ...


============================================
Assalaamu'alaikum W W

Ohashem adalah Syi'ah tua Indonesia.

Pantas saja jika Syamsuri Rifai, Ifadah dkk, memajangnya di FB ...

Dan pelan2 membuat semakin banyak Syi'ah yang sadar maupun tidak sadar akan kesyi'ahannya, ada di Indonesia.

Pelan-pelan ...

Taqiyyah (berpura-pura) a la Syi'ah memang luar-biasa, jadi ya tidak biasa ( = tidak normal).

Herannya, kaum Syi'ah tak mau menelaah sejarah. Hanya percaya yang mau mereka percaya. Yahudi bernama Abdullah bin Saba' memang penjahat dan pemikir ulung.

Herannya, PENDISKUSI YANG BERSUARA LAIN DI TOPIK DISKUSI DI SINI, DIMUSNAHKAN JAWABANNNYA (POSTINGANNYA).

SUDAH ADA KELUHAN KE SAYA TENTANG INI.

LANTAS, UNTUK APA ADA FORUM DISKUSI?

UNTUK PURA-PURA ADA DISKUSI, NAMUN SEBENARNYA MENGGIRING PESERTANYA KE AKIDAH SYI'AH?

Melestarikan bid'ah?

Orang yang paling berat disiksa pada hari kiamat ialah orang yang dipandang (dianggap) ada kebaikannya padahal sebenarnya tidak ada kebaikannya sama sekali. (HR. Ad-Dailami)

==============================================
Kiriman 93
1 balasan
Muhammad Shadiq membalas kiriman Alipada 12 April 2009 jam 19:13
P.Ali Reza, terima kasih anda telah tunjukkan keluguannya dalam memahami konsep mut’ah ini tanpa memahami pola bagaimana orang-orang syi’ah secara procedural menjalankan agamanya, dengan membawakan referensi buku-buku standar syiah seperti Furu' al Kafi, Tahdzib al-Ahkam, dan Mustadrak al-Wasail yang anda anggap sebagai justifikasi suatu hukum tentang mut’ah…, perlu anda ketahui bahwa referensi-referensi itu adalah masih mentah sebagi data-data awwal bagi seorang mujtahid untuk menyimpulkan hukum, jadi itu semua belum final sebagai hukum yang tetap, namun di sini anda sudah menyimpulkan bagimana hukumnya (apakah anda seorang mujtahid…, ngaca dulu Pak, he..he..he…?!, dan perlu anda ketahui juga bahwa para Mujtahid yang sudah meninggal dalam figih praktis syi’ah fatwa-fatwanya adalah bersifat mandul tidak boleh diikuti kecuali ada pembolehan dari mujtahid berikutnya yang hidup…

Anda pun ternyata belum memahami betul apa itu sunnah..! Prilaku, ucapan dan ketetapan Nabi adalah sunnah, Tanpa Nabi melakukanpun kalau Nabi telah menetapkan sesuatu meski bukan sebagai pelakunya dengan dasar perintah Allah, bukankan itu sunnah…?, dan lebih dari itu Syi’ah memandang bahwa selain Nabi ada para Imam yang statusnya sama sebagai produsen sunnah..!

Tentang Fatwa yang anda bawakan dari Imam Khumaini Qs. Dalam Tahrir al-Wasilah dapat ana terjemahkan sebagi berikut:

Masalah Ke 12: Tidak boleh (haram) mensetubuhi istri sebelum sampai sempurna sembilan tahun umurnya, baik dalm bentuk nikah Permanent maupun nikah temporary (Mut’ah), namun di perbolehkan semua bentuk masturbasi seperti meraba dengan birahi, memeluknya dan tafkhid (menyentuhkan paha ke pahanya), meskipun masih statusnya berumur menyusui. Dan bila mensetubuhi istri sebelum sampai berumur sembilan tahun meski tidak sampai terjadi ifdza’ (dua saluran kencing dan haidz menjadi satu), maka akibat demikian itu adalah sebagi bentuk pelanggaran (maksiat kepada Allah) berdasarkan pendapat yang kuat, Dan apabila ifdza’ terjadi maka menjadi haram selamanya bersetubuh dengannya, walaupun tidak keluar statusnya menjadi istri………

Kesan anda pasti negative terhadap fatwa ini apapun bentuknya.., Namun Imam Khumaini disini sebagai Marja’ secara porposional menjelaskan berbagai persoalan figih yang terjadi sebagi tanggung jawab syar’I, dalam menjawab persoalan muqallidnya, yang demikian ini tentu sama dengan Imam2 madzhab sunni, persoalannya adalah kenapa anda menjadi negative thingking terhadap fatwa diatas, sedang difiqih empat madzhab sunni tidak ditemukan hokum haram menikahi anak usia dini, konsekwensinya adalah apapun yang berlaku dalam status sebagi suami istri harus berjalan secara syar’I juga.., dan demikianlah imam menjelaskan fatwanya…, entah gmn empat madzhab menjawab persoalan itu , mohon uraikan..?, tapi yang jelas anda bukan mujtahid atau Imam madzhabnya lhoo..!

Saya juga ingin klarifikasi tentang arti "Tafkhid" yang anda artikan dengan "memainkan kemaluan diantara kedua paha", dari insklopedia arab apa atau dari kamus arab mana Pak, jangan -jangan dari otak ngeres nya si POLAN hehehe... ?
Kiriman 94
2 balasan
Alfian Hamdan membalas kiriman Alipada 12 April 2009 jam 19:40
Salam Pak Ali Reza,

Terima kasih atas replynya.... sebaiknya diskusinya fokus pada status hukum nikah mutah jangan diperlebar dengan bgm cara memilih istri.... he he (mungkin bapak buat tema diskusi baru... cara memilih istri yang benar....)

Kita mengharapkan adanya sharing informasi dan literatur untuk menambah keilmuan kita.... dan menegaskan apakah Nikah Mutah itu halal atau haram.

Untuk point2 ...sdh di jelaskan oleh pak Shadiq.

Terima kasih juga doanya pak... Mudah2an doanya dikabulkan Allah.... aamin.

Kiriman 95
1 balasan
Nelly Susanti membalas kiriman Sastropada 12 April 2009 jam 20:37
Nikah mut'ah itu perkawinan antara seorang lelaki dan wanita dengan maskawin tertentu untuk jangka waktu terbatas yang berakhir dengan habisnya masa tersebut, dimana suami tidak berkewajiban memberikan nafkah, dan tempat tinggal kepada istri, serta tidak menimbulkan pewarisan antara keduanya.


Kiriman 96
Rio Allagundra Freeart menulispada 12 April 2009 jam 21:23
Bisa nggak masing2 pihak dalam mengambil dalil dalam menerangkan pendapatnya juga menyertakan hadist atau ayat al qur'an (kalau bisa keduanya lebih bagus)? Masalahnya nanti agar jelas mana yang benar dan yang salah, dalam artian mana yang sesuai dengan al quran dan hadist atau yang tidak. Karena, sebagus apapun fatwa, buku fiqih atau penjelasan tentang agama, tanpa didasari dengan yang dua itu, maka nggak bisa diterima. betul nggak?
Kiriman 97
Yusup Tarigan membalas kiriman Umarpada 12 April 2009 jam 21:32
Salam.
Maaf, karna Q iqt nimbrung dlam diskusi ni.
Tampakx anda msh kurang banyak membaca buku. Silakan anda cari buku2 tntg nikah mut'ah dulu, br berikan tanggapan.
Masalah syiah, cobalah baca buku2 ulama syiah yg membahas tntang wanita, krna ulama2 kebanyakan slalu mengatakan bhw mut'ah merugikan wanita.
Coba cari bukux murthada muthahari, jawadi amuli, allamah tabatabei dll.
Ntar, klo dah tau, br nongkrong lg d forum ni.
Dan maaf, saya ni hanya penikmat kebenaran, dan saya jg sdang blajar2 tntg syiah.
Mudah2an Allah memberi petunjuk pada kita smw (az-zumar :18).
Kiriman 98
1 balasan
Ali Reza membalas kiriman Muhammadpada 12 April 2009 jam 22:14
1. Makna "Tafkhidz" seperti yang saya artikan, saya ambil dari fatwa resmi ulama Syi'ah di situs resmi mereka. :

http://www.islam4u.com/daily_question_show.php?fq_id=1429

Dengan demikian Anda tidak perlu lagi bertanya-tanya, bahkan bisa memastikan siapa si POLAN itu.....!

2. Terima kasih Pak Muhammad atas infonya. Saya tidak menyangka jika kitab Fur' al-Kafi, Tahdzib al-Ahkam dan Mustadrak al-Wasail adalah referensi2 yg masih mentah.

Namun maaf, hal ini bertentangan dengan pengakuan dan pujian para ulama Syi'ah terhadap karya2 tsb dan juga penyusunnya.

A. "Furu' al-Kafi" misalnya, Berkata Sayid Muhammad Shadiq Bahrul Ulum, dalam ta'liq beliau pd kitab "Lu'luatul Bahrain" hal. 388 dalam memuji kitab ini :
"Buku ini senantiasa menjadi hujah bagi para Ahli Fikih pd masa ke masa. Sanad dan riwayatnya selalu bersambung, meskipun zaman telah berubah dan waktu telah berganti.

Para penganut Imamah dan seluruh Syi'ah telah sepakat akan keutamaan kitab ini dan mengambil hukum darinya.

Mempercayai berita yang ada di dalamnya dan MENCUKUPKAN DIRI DENGAN HUKUM2NYA..."

B. "Tahdzib Al-Ahkam" karya At-Thusi.

Buku ini berisi kumpulan riwayat2 fikih dan hukum2 syar'i yang dinukil dari AHLUL BAIT YANG MA'SUM (!)

كلام للشيخ آقا بزرگ الطهرانى:

يقول آقا بزرگ الطهراني فى السفر الجليل «الذريعة الى تصانيف الشيعة» فى هذا الكتاب: «ان كتاب تهذيب الاحكام، هو تأليف شيخ الطائفة، ابو جعفر محمد بن حسن بن على الطوسي.

انه من الكتب الأربعة و من المجموعات الروائية المعتمدة القديمة للشيعة الامامية من بدء تدوينه حتى عصرنا الحاضر

C. "Mustadrak al-Wasail" karya HUsain MUhammad An Nuri At-Tubrusi. Di kalangan Syi'ah ia dikenal sebagai "Al-MUhaqqiq al-'Allamah" bahkan Al-Komaini memuji dan mendoakannya di kitab "al-Hukumah Al-Islamiyah"

3. Saya tidak menyimpulkan suatu hukumpun. Saya hanya menukil riwayat2 yang bersumber dari para imam yang dianggap ma'shum (tidak bisa salah), dari kitab2 yang mu'tabar di kalangan Syi'ah.

Jika Anda menganggap riwayat2 para imam ma'shum ini masih mentah, dari mana lagi Anda mengambil rujukan hukum?

Misalnya Anda adalah seorang mujtahid Syi'i, ketika ingin mengambil suatu kesimpulan hukum, hendak Anda kemanakan riwayat2 para imam ma'shum ini? Apakah Anda menutup mata darinya? Dibuang? Dianggap tidak ada?

Bukankah Anda sendiri yang berkata, "Syi’ah memandang bahwa selain Nabi ada para Imam yang statusnya sama sebagai produsen sunnah..!"

3. Anda berkata, "para Mujtahid yang sudah meninggal dalam figih praktis syi’ah fatwa-fatwanya adalah bersifat mandul tidak boleh diikuti kecuali ada pembolehan dari mujtahid berikutnya yang hidup…"

KOMENTAR SAYA : Terima kasih atas infonya, saya tidak kaget jika kalangan Syi'ah memandulkan ijtihad dari ulama2 mereka.

Repotnya jadi Syi'ah, jika satu imam meninggal dunia, ia harus stop dulu dari melaksanakan tata cara ibadah yang diajarkan oleh imam 'mandul' dan masih harus menunggu imam yang msh 'produktif'!

'Perjanjian Lama' yang harus direvisi sebelum terbitnya 'Perjanjian Baru'!!

Kiriman 99
Abdul Malik Karim menulispada 12 April 2009 jam 23:30
wah sepertinya sabda imam maksum terkurung di dalam buku sebelum dibuka kurungannya oleh mujtahid yang tidak maksum

sebenarnya kita disuruh ikut imam maksum atau ikut mujtahid yang tidak maksum?

sebenarnya tidak perlu ada mujtahid yang meraba-raba hukum jika ada imam maksum yang katanya harus ada di setiap zaman!

Kiriman 100
Abdul Malik Karim membalas kiriman Shalahuddinpada 12 April 2009 jam 23:31
barangkali admin ingin melindungi rakyatnya di sini dari pertanyaan-pertanyaan maut yang tak terjawab
Kiriman 101
Soni Permana membalas kiriman Umarpada 13 April 2009 jam 0:39
@ Pak Umar surabaya : Anda jangan suka mengomporin dooong, biar diskusi berjalan lancar !!! Kasiahan tuuhh Paka Muhammad Sadiq lagi kebingungan mencari materi tuuhh..... jadi ketahuan sekarang siapa yang bernalar dan siapa yang cuma bisa coppy paste!!! ada pepatah sepandai pandai orang menyimpan BANGKAI akan tercium juga akirnya, boleh percaya boleh tidak sama pepatah ini, tetapi sekarang orang yang tadinya mengatakan saya BODOH sekarang kelihatan BODOHnya !!!! orang yang mengatakan saya PEMBOHONG sekarang kelihatan KEBOHONGANnya.

Sabar Pak Umar sekali lagi jangan bikin Kompor yaaa, Ingat Becik ketitik Olo Ketoroo.

Kiriman 102
Soni Permana membalas kiriman Alfianpada 13 April 2009 jam 0:47
@ Pak Alfian hamdan

''Saudara Alfian, semoga Allah membuka hati Anda, memberikan pencerahan kepada diri Anda sehingga mengenal yg benar itu benar dan diberi taufik olehNya utk mengikutinya.''

Pak Alfian saha dengan tulus ikut mengaminkan do'a Pak Ali Reza untuk anda! yang benar itu benar serta semoga anda selalu diliputi kebenaran dan dijauhkan dari ketidak benaran !! Amiiiinn yaaa Allah.
Kiriman 103
2 balasan
Herry Yuli Sunarno membalas kiriman Nellypada 13 April 2009 jam 1:00
kl ga mau nikah mut'ah ya ga pa2 neng...namanya jg berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak..kl salah satu nya ga mau / ga ingin ya jangan dilakukan..yg perlu diketahui adalah hukum nya nikah mut'ah...dalam alqur'an surat an-nisaa' : 24 halal dan blh melakukan nikah mut'ah...bukan haram hukum nya....karena ini sudah ketetapan ALLAH yg tidak bs diganggu gugat..gt loh neng pemahaman nya....oke...
Kiriman 104
1 balasan
Ali Reza membalas kiriman Alfianpada 13 April 2009 jam 2:12
Saya ucapkan banyak terima kasih utk Bapak Alfian.

Pada mulanya Anda meragukan penukilan riwayat yang saya bawa dari kitab2 rujukan Syi'ah, bahkan menolaknya.

Namun sepertinya di sini, Anda sudah mengamini bahwa memang benar, bahwa Khomaini menghalalkan mut'ah dengan bayi yang masih menyusui!!

Semakin Anda berusaha mencari kebenaran, insya Allah kabut gelap yang ada di hadapan Anda akan semakin cepat tersingkap! Allah yu'iinak, ya Akhi !!
Kiriman 105
1 balasan
Muhammad Baqiranwar menulispada 13 April 2009 jam 7:14
Saudara Ali Reza,
Anda tidak merujuk kedalam kitab Imam Khomeini tentang mut'ah dgn bayi atas fatwanya tetapi anda mengambil dari buku penulis Mengapa saya keluar dari Syiah...

Banyak buku yg ditulis oleh seorg wahabi yg beredar di Arab Saudi dan pengarangnya seolah-oleh dia adalah ulama Syiah... Dan Negara Iran sudah melakukan protes....

Kembali kemasalah mut'ah.. sduah jelas disini siapa yg mengharamkan nikah mut'ah yaitu Umar bin Khatab... Abubakar mengawini anak perempuannya dgn mut'ah ini juga jelas, berarti di zaman Abubakar itu Muta'ah masih halal... hanya di zaman umarlah yg emngharamkan... Ini jelas dalilnya...

Saudara Ali Reza..
Sayarat2 nikah muta'ah dan daim sdh sangat jelas sekali.. trus kitab yg anda bawahkan itu dgn mengatas namakan Imam Khomaini TIDAK PERNAH ADA TERTULIS demikian... Kalaupun Imam Khomaini itu mengeluarkan fatwa demikian dan melanggar hukum Allah dan Rasulnya serta para para Imam suci maka pengikut syiah tidak wajib mengikuti bahkan haram mengikuti ulama yang melanggar hukum Halal dan Haram meskipun dia se orang maraj seperti Imam Khomeini... Namun, Imam Khomeni tidak pernah mengeluarkan fatwah melanggar hukum Allah dan Rasulnya...

Sebaliknya kalian kaum Wahabi dan Salafi itu, mengikuti Khalifah Umar bin Khatab meskipun dia melanggar hukum2 Allah, Umar dgn pernyataan sendiri mengatakan bahwa dialah yg mengharamkan mut'ah..... Ini JELAS Sekali kebodohan dan taqlid buta kalian...

Semua dalil dan nash telah kita perlihatkan kepada anda siapa yg mengharamkan hukum Allah itu YAKNI UMAR... kalau anda menyangsikan maka anda bakar saja kitab2 anda... Kami pun kalau ada ulama Syiah atau marjah yg melakukan pelanggaran hukum2 Allah BATIL untuk di ikuti... Namun Imam Khomeini tdk pernah melakukan pelanggaran hukum2 Allah dan Rasulnya... Kalian hanya mengambil dari buku mengapa saya keluar dari Syiah... Org tersebut tidak pernah ada menjadi murid Imam Khomeini...

Jangankan murid Imam Khomeini, si Aisyah saja sering melakukan pelanggaran hukum Allah, anaknya Nabi Nuh juga demikian, dan anaknya Nabi Adam juga demikian...

JADI INTINYA DALAM HIDUP INI ADALAH KETAATAN KEPADA ALLAH, RASULNYA MUHAMMAD DAN KELUARGANYA... INI JELAS SEKALI BUKAN KEPADA KHULAFAH RUSIDIN....

SETELAH SAYA MEMBACA SEMUA DISKUSI TENTANG MUT'AH, ABDULLAH BIN SABA, KEPEMIMPINAN ISLAM... SEMUANYA SUDAH JELAS SEKALI BAHWA KALIAN BUKAN MENCARI KEBENARAN, KARENA KALIAN HANYA MELAKUKAN FITNAHAN... INI JELAS SEKALI... KALIAN HANYA MENGAMBIL KITAB2 DARI KALIAN... DAN KALIAN MENGAMBIL KITAB2 RUJUKAN SYIAH YG DITULIS OLEH WAHABI DAN SALAFI... INI SANGAT JELAS DAN SUDAH TERBUKTI... SAYA BISA MEMBUKTIKAN BAHWA KITAB RUJUKAN ANDA BUKAN DARI ULAMA2 SYIAH....

JELAS SUDAH SEMUA.. SEMENTARA NAMANYA ALI REZA PUN ANDA AMBIL DARI NAMA IMAM YG KE 8 ... JADI SAUDARA ALI REZA INI SEOLAH OLAH PENGETAHUAN TENTANG SYIAHNYA LUAR BIASA... NAMUN SETELAH ,MEMBACA KOMENTAR ANDA ITU KELIHATAN KEBODOHAN ANDA DALAM MEMAHAMI KITAB2 SYIAH YG ANDA AMBIL DARI KITAB2 SYIAH YG DITULIS OLEH WAHABI... INI JELAS SEKALI SAYA BISA MEMBUKTIIKAN...

JADI ANDA SAUDARA ALI REZA, KEBENARA ITU KALIAN TIDAK BISA MEMBALIKAN MENJADI KEBATILAN...

PENGIKUT2 SETIA RASULULLAH DAN AHLULBAITNYA YG TELAH DISUCIKAN ALLAH TETAP AKAN JAYA DAN AKAN MEMBAWA KEMENANGAN DAN KEBENARAN.. DAN TERBUKTI DUNIA SAAT INI SIAPA YG BERHASIL MELAWAN ZIONIS DAN SETAN BESAR AMERIKA??? PENGIKUT YG MENGHALALKAN NIKAH MUT'AH ATAU PENGIKUT YG MEGHARAMKAN NIKAH MUT'AH.... PENGIKUT YG MENGIKUTI IMAM ALI DAN 11 IMAM LAINYA ATAU PENGIKUT KHULAFAH RUSIDIN, ATAU PENGIKUT ALI KHAMANEI DAN AKHMAD DINEJAT ATAU PENGIKUT KERAJAAN ARAB??????
Kiriman 106
1 balasan
Muhammad Baqiranwar menulispada 13 April 2009 jam 7:36
Saudara Ali Reza,
Anda sok tau tentang kitab hadis al Kafi... anda mengatakan bahwa:

Para penganut Imamah dan seluruh Syi'ah telah sepakat akan keutamaan kitab ini dan mengambil hukum darinya.
Mempercayai berita yang ada di dalamnya dan MENCUKUPKAN DIRI DENGAN HUKUM2NYA..."

Jawaban saya
Dalam mazhab Syî'ah, hadis terbuka lebar untuk disortir dengan metode-metode yang ada. Berbeda dengan pandangan Sunnah terhadap hadisnya, kaum Syî'ah tidak mengklaim semua hadis dalam kitab-kitab mereka sebagai hadis shahih.

Misalnya, Muhammad bin Ya'qûb Al-Kulainî (m. 328 H. M.) yang mengumpul hadisnya dalam sebuah kitab hadis berjudul 'Al-Kâfî fî'l 'Ilm ad-Dîn'. Ia mengumpul hadis dari para perawi dari pengikut salah satu dari Imam-imam. Di dalamnya banyak kemasukan hadis yang meriwayatkan 'mukjizat' para Imâm yang berasal dari pengikut-pengikut orang Kûfa yang ekstrim yang disebut kaum ghulât. Tetapi di dalam hadis-hadis ini juga terdapat penolakan Imâm Ja'far Shâdiq dan Imâm Bâqir yang menunjukkan kemarahannya kepada kaum ghulât atau semi ghulât..

Karena itu orang Syî'ah, tidak menganggap seluruh hadis mereka sebagai hadis shahih. Meminjam kata-kata Sayyid Hasyim Ma'rûf Hasani:

'Para pendahulu tidak pernah bersepakat bahwa semua hadis dalam Al-Kâfî adalah shahih, baik secara umum atau terperinci... Hadis-hadis dalam Al-Kâfî mencapai 16.199 hadis, yang Shahîh adalah 5.072 hadis.'

Kaum Sunnî sering salah pandang tentang kedudukan hadis di kalangan Syî'ah yang dianggap serupa dengan pandangan Sunnah terhadap hadis-hadis Sunnah. Beberapa 'ulama' yang ingin mengufurkan Syî'ah sering membawa-bawa kitab hadis Syî'ah ke mana-mana dan membacakan hadis-hadis mereka dihadapan umum yang justru ditolak oleh kaum Syî'ah sendiri. Tentu perbuatan ini tidak adil.

JADI SAUDARA ALI REZA JELAS KEBODOHON ANDA KARENA HANYA MENGAMBIL DARI BUKU2 SYIAH NAMUN PENGARANGNYA DARI WAHABI /SALAFI...

BERBEDAH DGN KITAB2 ANDA KITABUL SHITTAH SEMUANYA DIKATAKAN SHAHIH.. PADAHAL ISI HADISNYA BANYAK BETUL YG DAIF... DAN ULAMA2 KALIAN SENDIRI YG MENDAIFKAN...

JADI JELAS BERBEDA KEBENARAN DAN KEBATILAN ITU SDH TERLIHAT DALAM PENYUSUNAN KITAB HADIS SAJA SUDAH MELAKUKAN PENIPUAN DAN KEBOHONGAN ULAMA2 WAHABI/SALAFI DAN SUNNI... KRN HADIS DAIF PUN DIKATAKAN HADIS SHAHIH... SEMENTARA DALAM KITAB KAMI TIDAK DIKATAKAN SHAHIH SEMUA MESKIPUN TERCATAT DALAM KITAB AL-KAFI....

SANGAT JELAS SEKALI KEBOHONGAN HARUS DILAKUKAN DENGAN KEBOHONGAN LAGI... ITULAH WAHABI...
Kiriman 107
Soni Permana menulispada 13 April 2009 jam 8:17
@ Bpk. Muhammad Baqiranwar
@ Bpk. Alfian

Mohon informasi ''Buku Kenapa Saya Keluar Dari Syi'ah'' Seperti yg Bapak katakan diatas, Itu Karangan / Siapa penulisnya, siapa penerbitnya dan kira2 bisa saya dapat dimana yaaaa ?


Atas informasinya sebelum dan sesudahnya saya ucapkan terimakasih

Kiriman 108
Uliex Unik menulispada 13 April 2009 jam 8:28
Utk Sdr;
ALI REZA
Soni Pramanan

Diskusi kita ada pada Persoalan Bagaimana Hukum Nikah Mut'ah dalam pandangan Islam? Mohon antum jangan melebar kepada persoalan persoalan diluar topik ini ?

Kalau menurut antum HARAM Hukum nya mana dan Apa DALILNYA ?...

Gitu aja kok repot-repot .. melebar kepersoalan Iran dan Salafi segala..

Pak Soni ; Mohon persoalan antum Pribadi jgn dibawa2 ke Topik Disukusi ini ini. Antum mau cari apa..? dan membahas apa? persoalan bodoh dan membodohi dan,.? bohong dan membohongi itu urusan antum..? kita lagi Diskusi bukan mengurusi urusan antum..? (jgn cari2 dukungan) ?

Menurut antum Apa Hukum nya (balik lagi ke Topik Diskusi ini..?)

Maaf jgn dibuat pertanyaan lagi..
Kiriman 109
Soni Permana membalas kiriman Muhammadpada 13 April 2009 jam 8:30
@ Bpk. Muhammad Bagiranwar

Wah Ini keluar lagi kata2 BODOH lagiii

Kenapa Orang Tassayu' kalau tersudut atau ada beda faham pasti mengatakan kata2 kasar dan tidak layak diucapkan pada diskusi dan atau oleh orang yang kelihatanya AGAMAIS seperti anda, ini sering terjadi didiskusi ini seperti yg dilakukan oleh Bpk. Muhamad Sadiq, beginikah Tabiat dan ajaran Syi'ah yang Agung ituu?

Apa gunanya anda berilmu kalau tidah bisa mengendalikan Nafsu, Islam mendorong orang untuk berilmu tapi ISLAM mengutamakan AMAL daripada ilmu.

Yaa Allah Anugrahkan tutur kata yang baik baginya ! Sesungguhnya TUTUR KATA yang baik menghindarkan permusuhan. Amiiinnnn
Kiriman 110
2 balasan
Muhammad Baqiranwar menulispada 13 April 2009 jam 8:34
Saudara Ali Rza,
Kebodohan anda dan kebohongan WAHABI semakin kelihatan karena semakin banyak kitab2 syiah yg anda rujuk ternyata isi kitab2 nya sdh dirubah oleh ulama2 Wahabi.. dan anda mengambil darinya... Misalnya kitab yg anda rujuk di internet itu jelas2 sdh dirubah isinya.. saya mempunyai kitab2 aslinya dgn bahasa Arab dan Parsi...

Kalau anda mau bersikap adil, sebelum melakukan fitnahan maka baca kitab2 yg berasal dari keaslian kitab2 syiah... Disinilah sdh kelihatan kebohongan anda...

Lebih bohong lagi, anda mengatakan situs resmi Syiah: http://www.islam4u.com/daily_question_show.php?fq_id=1429
aIni bukan situs resmi Syiah... anda benar melakukan KEBOHONGAN... TANAPA PENYELIDIKAN KEBENARAN SITUS TERSEBUT.. SIAPA YG MEN DESIGN SITUS TERSEBUT???? MAKIN TERUNGKAPLAH KEBOHONGAN ANDA

TERUSKAN SAMPAIKAN KITAB2 SYIAH YG ANDA MILIKI SEHINGGA KAMI SEMAKIN BISA MILIHAT KEBOHONGAN ANDA...
Kiriman 111
Alfian Hamdan membalas kiriman Alipada 13 April 2009 jam 8:35
Ha ha Reza... reza....geli saya membacanya...
anda terlalu cepat menyimpulkan sesuatu..... sepertinya anda temannya mama loren... bisa tahu pemikiran orang.... ada2 saja.

mengenai Fatwa Imam Khomeini yang anda katakan, saya tidak ada bukunya dan saya akan coba search di perpustakaan.... mudah2an dalam waktu dekat bisa di dapati....
Atau anda sdh memiliki bukunya.... atau hanya ada lembaran hasil scaning?
kalau anda memiliki bukunya kita akan cross check sama2 .... itu akan lebih baik .... utk mencegah terjadi salah persepsi ....

demikian akhi.... jangan cepat menyimpulkan.... atau itu memang gaya anda berdiskusi....

Kiriman 112
Abdul Malik Karim menulispada 13 April 2009 jam 8:41
saya masih menunggu temen-temen syi'ah menelaah sendiri shahih muslim bab nikah mut'ah, untuk menemukan riwayat yang selama ini tidak pernah diungkap oleh syi'ah dalam diskusi tentang mut'ah.
Kiriman 113
Muhammad Baqiranwar menulispada 13 April 2009 jam 8:42
Pak Soni,
Apa namanya kalau org yg mengambil rujukan bukan dari sumbernya lalu dia mengakali umat??? Apa tidak layak dikatakan bodoh??? Atau lebih layak dikatakan pemfitnah???

Ali Rza jelas2 mengambil dari kitab2 rujukan ulama Syiah yg telah di adopsi oleh ulama2 Wahabi... dan saya punya kitab2 ASLI nya...

Perkataan saya masih lebih baik mengatakan BODOH daripada Ali Reza yg memfitnah tanpa dasar.. koq anda tidak menegurnya???

Anda harus kritis menanyakan kitab2 yg mereka bawakan itu bagaimana ke asliannya... Kalau ada 2 kitab yg sama judulnya sama pengarangnya, namun isinya berbedah berarti kitab itu pasti ada kesalahan... Kita harus cari kebenarannya...

Anda ini menegur saya, namun anda tidak menegur tukang fitnah... Jadi anda membiarkan org yg memfitnah... Apa hukumnya org yg membiarkan memfitnah??? menurut anda???
Kiriman 114
1 balasan
Soni Permana membalas kiriman Herrypada 13 April 2009 jam 8:45
@. Pak Herry

Berkali kali anada dan teman anda berlidung dibalik QS. An Nisaa:24. tapi cobalah juga diketengahkan TAFSIRNYA !!! Jangan hanya penggalan Tarjamah.

Silahkan Pak? tafsirnya.

Apakah anda juga gak mau Mut'ah pak atau sudah berkali kali?
Kiriman 115
Abdul Malik Karim membalas kiriman Muhammadpada 13 April 2009 jam 8:45
mas bagir

lebih baik anda buka sendiri buku mengapa saya keluar dari syi'ah dan mengecek referensi2 yang dicantumkan di sana.

anda bilang kitab-kitab yang dirujuk di internet itu jelas-jelas diubah isinya. Apakah seluruh mereka yang anda sebut sebagai "wahabi" adalah pembohong? apakah tidak ada satu yang jujur? atau anda termakan provokasi dan agitasi?

anda perlu bukti untuk pernyataan anda ini.

saya bisa membaca ini adalah salah satu bentuk dari berkelit atas isi kitab anda sendiri.

lebih baik anda melihat kembali shahih muslim bab nikah mut'ah, lalu cantumkan kesimpulan anda di sini.

ini untuk kembali ke topik utama : nikah mut'ah, haram/halal?
Kiriman 116
Muhammad Baqiranwar menulispada 13 April 2009 jam 8:47
Saudara Abdul Malik,
Anda berarti tidak membaca diskusi ini dgn baik penjelasan pak Shodiq dan penjelasan saya sebelumnya tentang nikah Mut'ah... Tiba2 anda mengatakan ingin menunggu teman2 syiah menelaah shahih muslim bab nikah mut'ah....

Semuanya sudah jelas, kecuali WAHABI/SALAFI yg dari awal penentang sunna Rasul, namun mengatakan mengikuti sunna...

Kiriman 117
Muhammad Baqiranwar menulispada 13 April 2009 jam 8:50
Mas Abdul malik,
Saya punya bukunya, dan saya punya sanggahan buku tersebut.... Selama masih disanggah oleh ulama2 Syiah berarti itu bukan sebagai rujukan..

Buku itu adalah fitnaah... dan hasil penyelidikan ternyata yg mengaku sebagai murid Imam Khomeini itu adalah TIDAK BENAR... dia sebagai murid Imam Khomeini.. INI JELAS... TIDAK BISA SBG RUJUKAN...
Kiriman 118
Abdul Malik Karim membalas kiriman Muhammadpada 13 April 2009 jam 8:53
loh anda ini kok pandai sekali bohongnya,

anda bilang situs www.islam4u.com bukan situs syi'ah? apakah itu situs wahabi? atau sunni?

anda ketahuan tidak bisa bahasa arab, karena tertulis nama pengawas situs itu,

karena anda tidak bisa bahasa arab maka anda tidak bisa membacanya.

ini membongkar kebohongan anda lagi, katanya anda memiliki kitab-kitab rujukan asli syi'ah. masa orang tidak bisa bahasa arab bisa memiliki kitab rujukan syiah yang berbahasa arab/parsi?

coba kalo memang anda bisa bahasa arab, tolong sebutkan nama pengawas situs itu yang tertera di halaman depan, kiri atas.

anda juga perlu menyampaikan kitab-kitab syiah yang anda miliki, barangkali ali reza juga punya.

terimakasiiiiih
Kiriman 119
1 balasan
Muhammad Baqiranwar menulispada 13 April 2009 jam 9:14
Mas Abdul Malik,

Jelas bukan situs Syiah.... saya tidak mengatakan situs Wahabi atau sunni... Akan tetapi situs itu dibuat bukan oleh Syiah.. INI JELAS KAMI PUNYA CODE TERTENTU untuk menghidari situs2 sempalan.. Jadi anda tidak paham CODE kami...

Nama Pengawas situs bisa ditulis siapa saja... Tetapi Code diantara kami sdh ada... JADI KEBOHONGAN ANDA KETAHUAN.. NIII YE..

Sekarang anda mau mengalihkan hukum nikah Mut'ah itu yag HALAL menjadi HARAM... Demi menjaga Umar Bin Khatab yg jelas2 mengharamkan Nikah Mut'ah, bukan Rasul dan Abubakar yang mengharamkan...

JANGAN ANDA MELINDUNGI MANUSIA2 YG BERANI MENGHARAMKAN APA YG DI HALALKAN ALLAH TERMASUK UMAR BIN KHATAB... DIA ITU JELAS2 YG MENGHARAMKAN...DAN BANYAK LAGI HUKUM2 YG DIBUAT UMAR BIN KHATAB YG MELANGGAR KETETAPAN HUKUM ALLAH... NANTI SAYA BEBERKAN SESUAI DGN KITAB2 ANDA...

Kiriman 120
Muhammad Baqiranwar menulispada 13 April 2009 jam 9:29
Pak Soni,
Kawin Mut'ah dan Al-Qur'ān

Marilah kita mulai dengan firman Allāh Swt berikut: ‘Famā'stamta' tum bihi min hunna fa ātū hunna ujūra hunna farîdhatan’

(Dan untuk kenikmatan yang kamu peroleh dari mereka, berilah maskawin (ujūr) mereka, sebagai suatu kewajiban".)

Ayat di atas jelas merupakan kawin atau nikah sah.. Mas kawin di sini digunakan istilah ajr dan bukan shaduqāti seperti pada Surah An-Nisā. (4):4.

Sahabat-sahabat Rasūl seperti 'Ubay bin Ka'b, Ibnu 'Abbās, Sa'îd bin Jubair membaca ayat itu sebagai berikut:

‘Famā'stamta' tum bihi min hunna ilā ajalin musamman fa ātūhunna ujūra hunna farîdhatan.’

(Dan untuk kenikmatan yang kamu peroleh dari mereka sampai waktu yang ditentukan, berilah maskawin (ujūr). mereka, sebagai suatu kewajiban).

Penambahan bacaan 'ilā ajalin musamman (sampai waktu yang ditentukan), disampaikan oleh Thabarî dalam Tafsir Al-Kabîr tatkala ia menerangkan ayat An-nisā' (4) ayat 24 ini pada permulaan jilid 5 yang diriwayatkan dari Ibnu Mas'ūd dan yang lain.

Bacaan ini juga disampaikan oleh Zamakhsyarî dari Ibnu 'Abbās dan Ar-Rāzî dari Ubay bin Ka'b. Setelah menceriterakan bahwa sahabat Rasūl membaca ('Famā'stamta' tum bihi min hunna ilā ajalin musamman fa ātūhunna ujūra hunna farîdhatan), Zamakhsyarî berkata: 'Demikian pula bacaan Ibnu 'Abbas, dan ia berkata lagi:

"Umat (Islam) tidak mengingkari bacaan 'Ubay bin Ka'b dan Ibnu 'Abbās dan umat sepakat akan kebenaran bacaan ini".

Mengenai lafal di atas bacalah juga Thabarî dalam Tafsîr al-Kabîr, jilid 3, hlm. 201. Dan yang disampaikan oleh Al-Qādhî 'Iyādh pada Bāb Nikāh al-Mut'ah dalam Syarh Shahîh Muslim karangan Nawāwi bahwa Ibnu Mas'ūd membaca:

('Famā'stamta' tum bihi min hunna ilā ajalin musamman fa ātūhunna ujūra hunna farîdhatan') dan berita tentang ini banyak sekali. 'Imrān bin Hushain, sahabat Rasūl menjelaskan tentang turunnya ayat ini berkenaan dengan kawin mut'ah:

'Ayat ini tidak dihapus, tidak di-naskh , sampai seseorang melarang menurut pendapat pribadinya sendiri.

Juga dijelaskan oleh Thabarî, dalam karyanya Tafsîr Al-Kabîr. bahwa ayat ini (Al-Qur'ān, Surah 4:ayat 24) jelas berhubungan dengan kawin mut'ah karena hukum nikah abadi telah dijelaskan Allāh sebelumnya (Al-Qur'ān, Surah 4 ayat 3) dengan firmannya

‘Fankihū mā thāba lakum min an-nisā'i matsnā wa tsulātsa wa rubā'a fa in khiftum allā ta’dīlū fa wāhidah ..’.

(Maka kawinilah perempuan-perempuan (lain) yang kamu senangi, dua, tiga atau empat orang, tapi bila kamu kuatir tidak dapat berlaku adil, maka seorang saja..’)..
Sampai permulaan ayat 4::

Wa ātū an-nisā'a shaduqāti hinna nihlatan..’
(Dan berilah perempuan-perempuan mas kawinnya sebagai pemberian yang ikhlas. )

Dan bila kita meneliti Al-Qur'ān kita akan tahu bahwa Surat An-Nisā' telah mencakup masalah nikah dalam Islam secara utuh, yang mencakup seluruhnya, nikah abadi maupun nikah hamba perempuan, sebagaimana difirmankan Allāh Swt

1.Mengawini perempuan beriman yang merdeka.

‘Fankihū mā thāba lakum min an-nisā'i matsnā wa tsulātsa wa rubā'a, fa in khiftum allā ta'dilū fa wāhidatan au mā malakat aimānukum’

(Maka kawinilah perempuan-perempuan (lain) yang kamu senangi, dua, tiga atau empat orang. Tapi jika kamu khawatir tidak dapat berlaku adil, maka seorang (saja). Atau kawinilah hamba perempuan yang kamu miliki..).


2. Mengawini perempuan beriman yang tidak merdeka

‘Wa man lam yastathi' minkum thaulan an yankiha 'l muhshanāti'l mu'mināti fa min mā malakat aimānukum min fatayātikumu'l mu'mināti wallāhu a'lamu bi îmanikum ba'dhu kum bi ba'dhin fa'nkihū hunna bi'idzni ahlihinna wa ātū hunna ujūra hunna bil ma'rūf ...’

(Barangsiapa di antara kamu, tiada mempunyai kemampuan untuk mengawini perempuan-perempuan merdeka yang beriman, maka (ia dapat mengawini) perempuan-perempuan yang beriman di antara hamba-hamba yang kamu miliki. Dan Allāh tahu benar keimananmu. Sebagian kamu adalah sama seperti sebagian yang lain. Maka kawinilah mereka dengan seizin tuannya, dan berilah mereka mas kawinnya (ujūr) menurut sepantasnya..).

3. Kawin mut'ah
Dan kawin mut'ah jelas terpisah seperti bunyi ayat berikut:

‘Fa mā'stamta'tum bihi min hunna fa ātūhunna ujūra hunna farîdhatan..’
(Dan untuk kenikmatan yang kamu peroleh dari mereka, berilah maskawin (ujūr) mereka, sebagai suatu kewajiban.’)
Jelas kawin mut'ah menurut ayat ini punya kedudukan sama dengan kawin abadi, kecuali untuk jangka waktu tertentu dan mas kawin tertentu pula atas kesepakatan bersama.

PAK SONI, JELAS BAHWA NIKAH MUT'AH ITU HALAL SESUAI ALQURAAN..

JADI HADIS TIDAK BISA MEMBATALKAN HUKUM MUT'AH.. KECUALI UMAR BIN KHATAB BOLEH MEMBATALKAN KRN DIA PENGIKUT IBLIS... KENAPA?? KARENA YG BERANI MENGHARAMKAN SESUATU YG DIHALALKAN ALLAH MAKA DIA TEMANNYA IBLIS...
Kiriman 121
1 balasan
Muhammad Baqiranwar menulispada 13 April 2009 jam 9:39
Pak Sonny,
Sahabat2 Nabi tabiin yg meriwayatkan Mut'ah adalah:
Imran bin Hushain, Jabir bin Abdullah, Abdullah bin Masud, Abdullah bin Umar, Muawiyah bin Abi Sofyan, Abu Said al Khudri
Salman bin Umayyah bin Khalaf, ma'bad bin Umayyah, Zubair bin Awwam, Khalid bin Muhjir, Amar bin Harits, Ubay bin Ka'b, Rabiah bin Umayyah, Samurah bin Jundap, Said bin Jubair, Thawus al Yamani, Atha, As Sudi, Zafar bin Aws Al Madani dll

Semunya 20 SAHABAT NABI YG SAYA SEBUTKAN berkata bahwa UMARLAH YG MENGHARAMKAN ATAS PENGAKUAN UMAR SENDIRI...

Jadi, PAK SONI, JELAS HUKUM MUT'AH ITU HALAL MENURUT ALQURAAN DAN RASUL... DAN UMARLAH BIANG KEROKNYA PENGHARAMANNYA... DIA LAYAK DIKATAKAN BIANGKEROK KARENA LEBIH BAIK DIKATAKAN BIANGKEROK DARI PADA DIA DIKATAKAN PEMBANGKANG TERHADAP ALLAH....
Kiriman 122
1 balasan
Umar Surabaya menulispada 13 April 2009 jam 9:53
Anda mengutip riwayat2 hadis ttg mut'ah dari sahabat Nabi saw yg tidak anda yakini keabshohannya. Mengapa anda tdk mengutip hadis2 dari sumber2 yg anda yakini keabshohannya? Inilah ketidak-konsekwenan org2 syiah.

Mana hadis2 yg membolehkan mut'ah dari sumber kitab2 kalian? Jangan mengutip kitab2 sunni dong. anda tdk paham ttg metodologi ilmu hadis dari kalangan sunni. Karena anda tdk belajar ttg ilmu itu.
Kiriman 123
Uliex Unik menulispada 13 April 2009 jam 10:07
Pak Umar ..

Kalau anda tau mana Hadisnya dan Apa dalilnya ?

Di Tunggu... !!! Jangan Nanya lagi..? Biar kita Diskusikan bersam..

Di Tunggu !!!
Kiriman 124
Soni Permana membalas kiriman Muhammadpada 13 April 2009 jam 10:51
@ Bpk . Muhammad Baqiranwar

Waduuh saya kok semakin kasian melihat anda, saking kebingungannya hingga berlidung dibalik ''kode2 kami'' ini jelas sebuah kebohongan untuk menutupi kebohongan karena kode seperti ini tidak mungkin dapat anda buktikan karena anda tidak mungkin mau membeberkan kode itu atau memang kode itu tidak ada dan anda mengada ada seperti Abdullah bin Saba' yang keberadaannya disangkal oleh orang2 beragama syi'ah, kemudian timbul lagi pertanyaan '' Bagai mana anda bisa membaca kode kalau bahasa arab/parsi tidak anda kuasai?? ketahuan lagikan kebohongan untuk menutupi kebohongan.

kalo memang anda menyangkal Islam4u bukan syi'ah !!! tunjukkan kepada kalayak mana syi'ah yg tulen? agar bisa sama sama kita lihat !! dan kalau memang benar kami tidak akan bisa mengelak, benar adalah benar tidak bisa dipungkiri walapun kebenaran datangnya terlambat dimata orang, kalo memang benar kami pasti mengatakan benar tidak akan mengelak atau menutupi kebenaran dengan ketidak benaran. marii pak tunjukkan web nya sekaligus sebagai pembuktian kebenaran ucapan anda. Fairr kannn Pak?

kemudian siapa yang anda sebut kami dalam kata2 anda '' KODE2 KAMI" LO aja kaliiii Gue Tidakkkkk.

Sepandai Pandai orang menyimpan kotoran akan tercium juga baunya, apalagi menutupinya dengan kotoran pula.

Kiriman 125
1 balasan
Soni Permana membalas kiriman Iqbalpada 13 April 2009 jam 11:05
@ Pak Iqbal faisal Ohorella

Salam Kenal!
Mohon anda jangan hanya mengecap orang lain belum tahu tentang nikah mut'ah, tapi sangat bijak sana kalo anda juga menjabarkan tentang muth'ah antar tiori dan praktekya, jangan suka ikutan menjelekkan orang lain seperti orang2 syi'ah yg suka ngatain orang lain BODOH, PEMBOHONG, PEMFITNAH, JIN IFRID dll. saya yakin anda bisa lebih bijak sana

Salam


Kiriman 126
1 balasan
Soni Permana membalas kiriman Shalahuddinpada 13 April 2009 jam 11:12
Pak Salahuddin Al Ayyubi

Silahkan di potsing lagi Pak, kalo mmg dihapus lagi berarti mereka sengaja menutupi kebenaran. kalo dihapus lagi anti biar sayadatangi rumahnya, tanyakan langsung ke Syamsuri, dia tinggal di deket kelurahan jatibening

Ayooo Pak syamsurii kenapa anda musti takut dan menghapus posting orang, apakah takut dengan kebenaran ttg potho yg anda pajang. please dehh brooo
Kiriman 127
2 balasan
Tagor Ihsan Bagus S menulispada 13 April 2009 jam 11:17
Perkawinan dlm Islam adlh ikatan yang kuat dg perjanjian yang teguh yang ditegakkan di atas landasan niat untuk bergaul antara suami-isteri dg abadi, supaya dapat memetik buah kejiwaan yang telah digariskan Allah dalam al-Quran, yaitu ketenteraman, kecintaan dan kasih sayang. Sedangkan
:o kawin mut’ah adalah ikatan seorang laki-laki dengan seorang perempuan dalam batas waktu tertentu dengan upah tertentu, tanpa ada kewajiban menafkahi dan tidak berlaku hukum waris serta dlm Melakukan nikah tanpa ada wali dan saksi serta akadnya dirahasiakan.

Nikah Mut'ah adalah tindakan menghalalkan zina secara nyata. Sehingga nikah tsb diharamkan Islam sejak masa Rasulullah SAW.Memang ada keterangan yang menjelaskan bahwa hal itu pernah dibolehkan oleh Rasulullah SAW, namun segera setelah itu diharamkan hingga akhir zaman. Allah SWT dan Rasulullah SAW telah mengharamkan nikah mut'ah itu sejak dahulu. Meski pernah dibolehkan, namun pengharamannya jelas, terang, nyata dan sama sekali tidak ada keraguan di dalamnya.
Dalil yang mengharamkan nikah mut’ah adalah :
1. Al-Quran Al-Karim sama sekali tidak pernah menghalalkannya, sehingga nikah mut’ah itu tidak pernah dihalalkan.
2. Ijma’ Seluruh Ummat Islam
Seluruh umat Islam telah sampai pada posisi ijma, tentang pengharamannya. Semua sepakat menyatakan bahwa dalil yang pernah menghalalkan nikah mut’ah itu telah dimansukhkan sendiri oleh Rasulullah SAW. Tak ada satu pun kalangan ulama ahli sunnah yang menghalalkannya.
3. Hadits Rasulullah SAW
Dalil hadits yang mengaramkannya pun jelas dan shahih lagi. Dari Ibnu Majah bahwa Rasulullah SAW bersabda,Wahi manusia, dahulu aku mengizinkan kamu nikah mut'ah. Ketahuilah bahwa Allah SWT telah mengharamkannya sampai hari kiamat. (HR. Muslim, Ahmad dan Ibnu Majah).
4. Ali bin Abi Thalbi sendiri telah mengharamkan nikah Mut’ah
Dari Ali bin Abi Thalib bahwa Rasulullah SAW telah mengharamkan menikah mut' ah dengan wanita pada perang Khaibar dan makan himar ahliyah. (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits ini diriwayatkan oleh dua tokoh besar dalam dunia hadits, yaitu Al-Bukhari dan Muslim. Mereka yang mengingkari keshahihahn riwayat dua tokoh ini tentu harus berhadapan dengan seluruh umat Islam.
5. Al-Baihaqi menaqal dari Ja'far bin Muhammad bahwa beliau ditanya tentang nikah mut'ah dan jawabannya adalah bahwa nikah mut'ah itu adalah zina itu sendiri.
6. Mut’ah Tidak Sesuai Dengan Tujuan Pernikahan yang membangun rumah tangga sakinah
7. Mut’ah Tidak Berorientasi Untuk Mendapatkan Keturunan
Kiriman 128
1 balasan
Umar Surabaya menulispada 13 April 2009 jam 13:31
Kalian jangan hanya bisanya copy-pasti hadis2, tapi tdk paham maksudnya. Coba kita kemali pada ayat yang kalian jadikan dalil nikah mut'ah:

وَالْمُحْصَـنَاتُ مِنَ النِّـسَآءِ اِلاَّ مَامَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ كِـتَابَ اللهِ عَلَيْكُمْ، وَاُحِلَّ لَكُمْ مَاوَرَآءَ ذَالِكُمْ اَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ مُحْصِـنِيْنَ غَيْرَ مُسَافِحِيْنَ، فَمَااسْـتَمْتَعْتُمْ بِـهِ مِنْهُـنَّ فَأَتُوهُـنَّ اُجُـوْرَهُـنَّ فَرِيْضَةً.

Coba kalian jawab pertanyaan2 saya sehubungan dg ayat tersebut:

1. Apa dasar kalian mengartikan "Istamta'tum" dalam ayat tsb sebagai nikah mut'ah?
2. Apa yg dimaksudkan dengan "Wa uhilla lakum ma waraa-a dzaalikum"
3. Menurut mufassir sunni dalam kitab2 tafsirnya hukum ayat tsb dimansukh oleh firman Allah swt:

"Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang dibalik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas." (Al-Mu’minun: 4-7).

Jika kalian menolaknya, apa dasar dan dalilnya?
Kiriman 129
Uliex Unik menulispada 13 April 2009 jam 14:14
Selamat buat ; Si UMAR ..

Ternyata anda tdk membaca tulisan2 dan bahasan2 seblmnya..
Silahkan baca dulu ..

Selamat membaca...

Kalau mau tanya..??? tanyakan pada rumput yang bergoyang... ????
Kiriman 130
1 balasan
Arman Ruppa membalas kiriman Umarpada 13 April 2009 jam 14:53
salam,
to; saudara soni dan umar...
maaf baru kali ini sy berkomentar,sejak awal saya membaca disuskusi ini justru makin tidak sehat saling menghujat,memojokkan dan sangat sinis kaum syi'ah.dan saya liat orang syiah banyak mengemukakan dalil-dalilnya nah gimana klau kita balik aja ,kemukakan dalil dalil saudara yang anda angap sah kebenarannya????ok bro
Kiriman 131
Abdul Malik Karim membalas kiriman Muhammadpada 13 April 2009 jam 14:57
mas baqir, anda ini disuru nulis aja tidak mau, jangan-jangan anda tidak bisa bahasa arab?

kalo tidak bisa bahasa arab lalu apa gunanya kitab-kitab anda itu?

lagian apa betul anda punya kitab-kitab itu? saya kok tidak percaya.

mengenai shahih muslim, saya ulangi, ada hadits yang disembunyikan dan tidak ditampilkan dalam pembahasan mut'ah versi syiah, yang jelas hadits itu tidak sesuai dengan kesimpulan yang diinginkan syiah.

namun anda dan teman-teman anda bersikeras menutup mata dan tidak mau melihat ke shahih muslim, di sini saya meragukan niat anda untuk mencari kebenaran, tapi tujuan anda adalah mempertahankan pendapat syi'ah walau dengan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan kaidah ilmiah.
Kiriman 132
Arman Ruppa membalas kiriman Tagorpada 13 April 2009 jam 16:04
salam,
maaf ya saudara tagor saya mau tanya dulu sblm saya mengomentari,dari mana anda peroleh(sumber)dalil yang mengharamkan Mut'ah,kok bisa-bisanya anda menisbahkan ketidakpahaman anda tentang mut'ah dengan Al Quran,apa kapasitas anda mengartikan ayat-ayat Al quran??adakah anda memiliki pengetahuan untuk itu??,kedua; jika mmenurut anda mut'ah itu diharamkan dan telah disepakati oleh "seluruh umat islam" anda dpt sumbernya dr mana lg tuh???,ketiga; dalam mengkaji suatu permasalahan tolong jangan over generalisir untuk satu pahaman dar banyak kasus,bo ya kasuistis dong kawan kepada siapa dan apa tjuan bg mereka pelarangan itu??

irhamna arhamarrahimin...
Kiriman 133
Maya Zahra membalas kiriman Tagorpada 13 April 2009 jam 16:25
pak Tagor...

anda mengatakan :

Nikah Mut'ah adalah tindakan MENGHALALKAN ZINA secara nyata. Sehingga nikah tsb diharamkan Islam sejak masa Rasulullah SAW.Memang ada keterangan yang menjelaskan bahwa hal itu PERNAH DIBOLEHKAN oleh Rasulullah SAW, namun segera setelah itu diharamkan hingga akhir zaman. Allah SWT dan Rasulullah SAW telah mengharamkan nikah mut'ah itu sejak dahulu. Meski pernah dibolehkan, namun pengharamannya jelas, terang, nyata dan sama sekali tidak ada keraguan di dalamnya.


dari pernyataan antum maka :
jika mut'ah adalah TINDAKAN MENGHALALKAN ZINA, berarti Rasul saw pernah MENGHALALKAN ZINA????!!! karena rasul pernah membolehkannya.
astafirullah ...

afwan... tolong dijelaskan dan diluruskan pernyataan antum, karena sudah mencoreng nama Rasul saw.
Kiriman 134
1 balasan
Muhammad Baqiranwar menulispada 13 April 2009 jam 17:04
Pak Soni,
Anda mengatakan kami tidak punya code tertentu??? itulah kelebihan kami... Kami bisa mendeteksi mana yg ditulis oleh ulama2 Kami.. Karena kami belajar dari pengalaman.. sering terjadi situs internet mengatakan bahwa itu milik syiah... INILAH KELEBIHAN KAMI...

Sama halnya cd bajakan yg ada di Iran itu tidak akan mungkin dibajak karena ada code tertentu yg tidak ada org yg mengetahui kecuali mereka... OK

Sama halnya rudal sahab 1 dan 2 tidak akn mungkin dideteksi pihak musu mana pun secanggi apapun... Jadi itulah Ilmi yg tidak di miliki kalian...

Disinilah keahlian yg anda tidak miliki... Soalnya kami mengambil ilmu dari sumbernya Nabi dan melalui pintunya Imam Ali dan 11 imam lainnya...

Kalau kalian mengambil dari sumber yg tidak jelas dari sahabat... Sahabat penkhianatpun dibilang sahabat mulia.... Yaa tetap aja jadi bodoh... dan tersesat...

Orang awam dan berakal saja bisa mendeteksi apakah itu tulisan wahabi atau syiah... sudah jelas semuanya... tanpa mengetahui code situsnya... Saya sudah bolak balik dari Iran dan banyak cd yg saya bawah dan kitab2nya ternyata lengkap dan susa utk dicopy kembali... Kalau anda mau saya kasih satu cd trus anda copy.. apakah bisa dipakai oleh anda?... Kalau bisa saya kasi 1 milliar... Dan saya sdh ke ahli yg membajak program.. mereka tidak sanggup... Apalagi anda...

Pak Soni, anda ikut-ikutan jadi org bodoh... Jagan mau dibodohin... Code situs ulama2 syiah itu ada dan jelas kita bisa tau tulisannya... Dan code itu tidak bisa di copy... anda boleh buat situs atas nama syiah tetapi pasti ketahuan yg nulis bukan ulama2 Syiah... Canggi Yaa... Baru tau ya Anda... Makanya Iran itu mempunyai teknologi nuklir... dan sudah mulai masuk ke teknology ruang angkasa...

KASIAAHN DEEEH MAKIN KELIHATAN BODOHNYA... SELAMAT BERDISKUSI TERUS.. SEMAKIN MEMBACA KOMENTAR2NYA UMAR SURABAYA, ABDUL MALIK, ALI REZA... SEMUANYA KETAHUAN KEBODOHAN ALIAS KEJAHILANNYA YG HANYA IKUT2AN... TERMASUK ANDA YG TADINYA SAYA KIRA PANDAI DGN PERTANYAANNYA.. TERNYATA MULAI KETAHUAN BAU KEBODOHANNYA...

APA BUKTINYA KEBODOHAN KALIAN? ANDA BACA SEMUA DISKUSI2 DI O HASHEM DGN SEMUA TOPIK.. DAN BANDINGKAN DGN JAWABAN DAN PERTANYAAN KAMI... SEMUA ORG BERAKAL AKAN MENGATAKAN BODOH AMAT SIIH KALIAN...

SAYA JUSTRU MERASA KASIHAN DENGAN ANDA... KALAU KAMI TDK PERLU DIKASIHANI, KRN KAMI MENDPTKAN ILMU LANGSUNG DARI SUMBERNYA NABI MUHAMMAD MELALUI 12 IMAM DARI KETURUNANNYA NABI YG TELAH DISUCIKAN ALLAH... INI JELAS SUMBERNYA... LAAAH KALIAN DARIMANA? PASTI HANYA DARI SAHABAT NABI MESKIPUN MREKA SAHABAT PEKHIANAT... MAKANYA JALURNYA BERBEDAH...
Kiriman 135
Muhammad Shadiq membalas kiriman Alipada 13 April 2009 jam 17:13
P.Ali Reza Masih aja anda ngotot untuk berijtihad, hahaha...
Perlu anda ketehui lebih lanjut tentang bagaimana syiah secara prodsedural membangun idiologi agama islamnya, Syiah dengan pandangan bahwa selain Rasulullah saww masih ada para imam yang menjadi sumber hukum agama adalah sebagi jawaban atas tantangan kebutuhan ummat yang butuh pada bimbingan nilai-nilai agama yang original pasca kenabian sepanjang zaman , dengan jaminan ishmahnya penganutnya tunduk pada apa yg disampaikan dan apa yang dilakukan sampai pada apa yang ditetapkankannya sebagai sunnah dan menjadi hujjah. Namun sunnah dan hujjah ini yang telah terhimpun dan terkodifikasi dalam buku-buku sejarah dan hadits, karena adanya berbagai faktor yang memungkinkan adanya penyimpangan dan manipulasi atas nama kebenarannya, maka niscaya harus dilakukan ferivikasi kebenaran dan kevalidannya, karena itu muncul ilmu hadits, ilmu rijal al-Hadits dan ilmu al-Jahru wa al-Ta’dil, dan perlu ditegaskan disini bahwa semua disiplin ilmu ini bukan berfungsi sebagi penggugat status atau bahkan menolak eksistensi Kenabian dan keimamahannya beserta sunnahnya. Karenanya referensi-referensi yang ada itu bisa dikatakan mentah kalau belum diferivikasi kebenarannya. ..!

Oke, anda benarnya harus juga kaji secara menyeluruh gmn status referensi-referensi syi’ah (Kutub al-Arba’ah ) dalam web yang anda tunjukkan… http://www.islam4u.com/almojib_show.php?rid=571

Anda pun tidak cerdas memahami postingan saya sebelumya, "para Mujtahid yang sudah meninggal dalam figih praktis syi’ah fatwa-fatwanya adalah bersifat mandul tidak boleh diikuti kecuali ada pembolehan dari mujtahid berikutnya yang hidup…"

yang anda komentari : “ saya tidak kaget jika kalangan Syi'ah memandulkan ijtihad dari ulama2 mereka.
Repotnya jadi Syi'ah, jika satu imam meninggal dunia, ia harus stop dulu dari melaksanakan tata cara ibadah yang diajarkan oleh imam 'mandul' dan masih harus menunggu imam yang msh 'produktif'!
'Perjanjian Lama' yang harus direvisi sebelum terbitnya 'Perjanjian Baru'!!

Perlu anda ketahui bahwa Syiah tidak kekurangan stok Mujtahid, kenapa anda katakana stop dulu dari melaksanakan tata cara ibadah ……dan masih harus menunggu imam yang msh 'produktif' ; Buat Syiah tugas syar’I ijtihad estafet sampai Imam terakhir muncul ditenganh-tengah ummat, Bukan sebagimana sunni yang menutup pintu ijtihadnya meski pada akhirnya sadar betapa itu tidak relevan dengan tuntutan zaman dalam memenuhi kebutuhan hokum ummat.

Anda belum menguraikan jawaban pertanyaan saya tentang hokum menikahi wanita usia dini menurut 4 madzhab dan bagaimana konsep mereka tentang perkawinan ini ?

Dalam fatwa sebagaimana yang dijelaskan imam Khumaini Qs. Cukup detail bagaimana konsep pernikahan itu diuraikan sampai pada persoalan bagaimana suami istri berinteraksi sexual meski diusia dini…!!!

Jangan anda lari dulu dari substansi hokum Mut’ah dalam diskusi ini, coba pertanggung jawabkan secara ilmiyah gmn objektifitas pelarangan berdasarkan argumentasi anda yang masih simpang siur itu?
Kiriman 136
Muhammad Baqiranwar menulispada 13 April 2009 jam 17:53
Saudara Abdul Malik
Jangan anda bilang anda bisa bahasa arab.. dan hafal hadis muslim, kelihatan bodoh lgi anda, ini saya tulis satu persatu mengenai sahabat dan tābi'în yang membenarkan kawin mut'ah dapat disebutkan beberapa di antaranya:

1. 'Imrān bin Hushain.
Laporan-laporannya dikutip dalam bab rujukan:
Shahīh Muslim, Kitāb Al-Hajj, jilid 1, hlm. 474; Shahīh Bukhārī, Kitāb at-Tafsīr Sūrah Baqarah, jilid 7, hlm. 24, cet 1277 H. Tafsīr Qurthūbī, jilid 2, hlm. 265, jilid 5, hlm. 33; Tafsīr ar-Rāzī, jilid 3, hlm. 200; dan 202 cet. 1; Tafsīr Abī Hayyān, jilid 3, hlm. 218; Tafsīr Naisābūrī, pada catatan kaki Tafsīr Rāzī, jilid 3, hlm. 200; As-Sunan Al-Kubrā karangan Baihaqī, jilid 5, hlm. 20; Sunan An-Nasā’ī, jilid 5, hlm. 155; Musnad Ahmad, jilid 4, hlm. 436, cet 1 dengan sanad yang shahīh; Fat’hul Bārī, jilid 3, hlm. 338; Al-Ghadīr oleh Aminī, jilid 6; hlm.198-201 dll.

2. Jābir bin 'Abdullāh
Jābir bin ‘Abdullāh berkata:
(Kami menjalankan kawin mut’ah dengan (maskawin) segenggam kurma dan gandum pada hari-hari tertentu di zaman Rasūl dan Abū Bakar, kemudian ‘Umar melarangnya setelah peristiwa ‘Amr bin Harīts.)
Rujukan:
Shahīh Muslim, jilid 1, hlm. 390; Ibnu Atsīr, Jāmi’ al-Ushūl, Tafsīr al-Wusūl, jilid 4, hlm. 262; Ibnu Qayyīm, Zādul Ma’ād, jilid 1, hlm. 444; Ibnu Hajar, Fat’hul Bārī, jilid 9, hlm. 141; Kanzul ‘Ummāl, jilid 8, hlm. 294.

3. 'Abdullāh bin Mas'ūd.
Ia membaca An-Nisā' (4). 24: sebagai berikut
Famā'stamta' tum bihi min hunna ilā ajalin musamman fa ātūhunna ujūra hunna farîdhatan..’

(Dan untuk kenikmatan yang kamu peroleh dari mereka sampai waktu yang ditentukan, berilah upah (ujūr) mereka, sebagai kewajiban.)

Ia berkata: ‘Kami berperang bersama Rasūl, dan kami tidak berada bersama istri dan kami berkata: "Ya Rasūlallāh, apakah kami harus dikebiri dan engkau melarang kami berbuat demikian, dan Rasūl membolehkan kami untuk nikah dengan mas kawin pakaian untuk waktu terbatas. Lalu Rasūl menyampaikan ayat: "Janganlah kamu mengharamkan yang baik-baik, apa-apa yang telah dihalalkan Allāh bagimu."

Jashshāsh berkata setelah menyebut hadis 'Sesungguhnya ayat yang dibaca
Nabi Saw Al-Qur'ān:
Janganlah kamu mengharamkan yang baik-baik, yang telah dihalalkan Allāh bagimu (Al-Qur'ān, Al-Mā'idah (5), 87) berhubungan dengan kebolehan nikah mut'ah.

Dan Ibnu Katsîr dalam Tafsîr-nya mengenai ayat ini, jilid 2, hlm. 87 meriwayatkannya dari Abū Bakar dan 'Umar.

Rujukan Hadis:
Ibnu Hazm dalam Al-Muhallā, Syarqānî dalam Syarh al-Muwaththa' adalah diantara yang memperkuat pembolehannya

Shahîh Bukhārî, jilid 8, hlm. 7, Kitāb An-Nikāh; Shahîh Muslim, jilid 1, hlm. 354; Al-Jashshāsh, Ahkām Al-Qur'ān; jilid 2, hlm. 184; Al-Baihaqî, Sunan, jilid 7, hlm. 200; Al-Qurthubî, Tafsîr, jilid 5, hlm. 130; Ibnu Katsîr, Tafsîr, , jilid 2, hlm. 87; Ad-Durrul Mantsūr, jilid 2, hlm. 307 yang dikutip dari enam imam-imam dan para huffazh

4. Abdullah bin Umar
Rujukannya:
Imam Ahmad, pendiri mazhab Hanbali, dalam Musnad-nya, jilid 2, hlm. 95 dengan rangkaian perawi yang berasal dari 'Abdurrahmān bin Nu'aim al-A'rajî berkata: "Seorang lelaki bertanya kepada Ibnu 'Umar tentang Mut'ah, dan saya berada di rumahnya. 'Maka Ibnu 'Umar menjawab: "Demi Allāh, kami di zaman Rasūlullāh Saw bukanlah penzina dan penumpah darah".

5. Mu'āwiyah bin Abî Sufyan.
Rujukannya:
Lihatlah Ibnu Hazm dalam Muhallā, jilid 9, hlm. 519 dan az-Zarqānî dalam Syarh al-Muwaththa', Mushannaf oleh ‘Abdurrarāq, jilid 7, hlm 496 dan 499, Fathu’l Bārī, jilid 9, hlm. 174, penerbit Dārul Ma’rifah yang menguatkan pembolehannya.

6. Abū Sa'îd Al-Khudrî
Dalam Muhallā oleh Ibnu Hazm, jilid 9 hlm. 519 dan Syarh Muwaththā' oleh Az-Zarqānî dan lain-lain.

7.Salmah bin 'Umayyah bin Khalaf
Dalam Muhallā oleh Ibnu Hazm dan Syarh Muwaththā' oleh Az-Zarqānî.

8. Ma'bad bin 'Umayyah
Dalam Muhallā oleh Ibnu Hazm.

9. Zubair bin 'Awwām
Zubair bin 'Awwām adalah ayah dari 'Abdūllāh dan 'Urwah bin Zubair, akan dibicarakan di bagian lain.

10.Khālid bin Muhājir
Khālid bin Muhājir bin Khālid al-Makhzūmî yang menceriterakan bahwa tatkala ia sedang duduk istirahat dalam suatu perjalanan, ia didatangi seorang lelaki yang memintanya membuat fatwa tentang kawin mut'ah, dan ia menyuruh melakukannya.

Ibnu Abî 'Umrah Al-Anshārî, menegurnya: 'Tunggu dulu'. Ia menjawab:

"Apa? Demi Allāh, kami melakukannya pada zaman Imām Muttaqîn, yaitu Rasūlullāh". (Shahîh Muslim, jilid 1, hlm. 316, Sunan Baihaqî, jilid 7, hlm. 205)

Saudara Abdul karim,
Masih ada 10 sahabat lgi... dan bukti2 bahwa mereka mengatakan nikah mut'ah itu dihalalkan oleh Nabi Muhammad...

Dan yg mengharamkam Khalifah ke dua Umar bin Khatab sebagai org yg bertanggung jawab atas perzinaan umat... krn dialah maka perzinaan marajalelah di bumi ini...

JELAS SUDAH BAHWA ANDA YG TIDAK MEMBACA KITAB2 ANDA DAN MENURUT ANDA, ANDA ADALAH YG PANDAI BAHASA ARAB...

ANDA TIDAK BISA LAGI MENYANGKAL LGI BAHWA YG MEMBENARKAN HAHALNYA NIKAH MUT'AH ADALAH SAHABAT NABI MUHAMMAD SENDIRI.. HANYA SAJA UMAR LAH YG MENGHARAMKAN, APA MAU DISANGKAL LGI??? ITU KITAB2 ANDA SENDIRI... KALAU KITAB KITA JELAS BAHWA NIKAH MUT'AH ITU HALAL...

KALAU ANDA MENYANGKAL LGI, AKU NGGAK TAU MAU DISEBUTKAN APA ANDA INI??? MUNGKIN YANG PANTAS ADALAH ORG YANG TIDAK MENGGUNAKAN AKALNYA SECARA BAIK DAN BENAR ALIAS BODOH..

SAYA TIDAK AKAN BERDISKUSI LGI DGN ORG BODOH KECUALI ANDA MENGELUARKAN DALIL YG JELAS TENTANG PENGHARAMAN NIKAH MUT'AH ITU DGN NASH DAN HADIS YG DISHAHIHKAN OLEH ULAMA SUNNI DAN SYIAH...

PERCUMA MENJELASKAN KEBENARAN KALAU SDH FANATISME YG MEMBABI BUTA ALIAS IKUT2 AN FATWA DARI WAHABI DAN SALAFI...
Kiriman 137
Herry Yuli Sunarno membalas kiriman Sonipada 13 April 2009 jam 18:12
ya iyalah aku harus berlindung dijalan yg benar yg menjadi tuntunan ku ya itu alqur'an...dan dialqur'an juga jelas sapa yg berhak menafsirkan nya...yaitu pada surat al-ahzab : 6....."Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka. Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmim dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). Adalah yang demikian itu telah tertulis di dalam Kitab (Allah)." jadi saya hanya buka tafsir yg ditulis oleh pecinta alhlul bait yg ada dalam surat al-ahzab ini, karena sudah merupakan ketetapan ALLAH, saya ga berani baca tafsir yg lain... takut sama laknat Allah...kl anda gimana???????????atau anda ngajak berantem kah dengan saya???katanya darah org syiah halal bagi wahabi.....aku ga takuttt..aku siap mati kok...Allah akan memenangkan kami seperti janjinya.....
Kiriman 138
2 balasan
Soni Permana membalas kiriman Armanpada 13 April 2009 jam 18:17
@. Mas Arman Ruppa

Anda mengatakan membaca diskusi sejak awal tapi nyatanya tidak , karena kalo benar dari awal anda tdk akan bilang begitu, saya yakin anda jujur manum sepertinya terburu2! coba lihat orang 2 itu telah mengatai kamu dengan bahasa yg tak layak untuk ukuran orang yg berpendidikan apalahi agamais, mereka mengatai kami dengan kata BODOH, Tukang Bohong, Tukan Fitnah, Jin Ifrit lahh, coba anda bayangkan Mass kami dibegitukan namun kami tetap yakin kebenaran akan mengemuka. silahkan dibaca ulang dan saya yakin anda tidak memihak salah satu pihak,

OK, Salam Kenal Broo
Kiriman 139
1 balasan
Muhammad Baqiranwar membalas kiriman Sonipada 13 April 2009 jam 18:28
@ Soni,Kalau dalam alqur'an dan hadits ngatain orang yang Jahil alias Bodoh, Pembohong alias Kaddzab, Syetan , Iblis dan kata-kata keji lainnya, apa yang akan anda nilai terhadap Allah dan RasulNya...?

Kami porposional menempatkan status orang, kalau gak tau ya bodoh y...,kalau gak sadar kebodohannya ya..kwadrat bodohnya, kalau nuduh gak berdasar ya pembohong dan pemfitnah...realistis kan...!
Kiriman 140
2 balasan
Eko Wahyu Nugroho menulispada 13 April 2009 jam 18:37
salam,,,,,,
boleh ikutan ga neh diskusi nya,,,,,
tampaknya menarik walaupun tdk ikut dari awal,,,,,
karena sy baru dapat undangan diskusi ohasheem ini,,,,,
salam kenal semua,,,,,
wassalam
Kiriman 141
1 balasan
Herry Yuli Sunarno menulispada 13 April 2009 jam 18:38
jadi sodara soni.....yg lebih berhak dan utama dalam (waris mewarisi) kitab Allah adalah Ahlul bait....silakan anda buka qur'an....dan kmi meyakini 12 imam yg dikatakan rosululloh sebagai pemimpin org2 mukmin....mereka ini lah yg lebih berhak menafsirkan alqur'an dan kami hanya mengikuti mereka...bukan yg lain...
Kiriman 142
Soni Permana membalas kiriman Muhammadpada 13 April 2009 jam 18:43
@ Pak Muhammad Bagirawan

Walaupun anda mengetakan semakin kelihatan kebodohan saya ...... Ok lah tapi kebenaran tetap akan mengemuka, sebarnya itu adalah ungkapan kebodohan anda sendiri, kalaupun didiskusi ini ada seorang psikolog, Polisi dan orang2 yg biasa melakukan wawancara ataupun interogasi saya yakin pasti mentertawakan anda dari kemarin karena orang yg tau ilmunya atau baisa melakukan pekerjaan mewawancara orang sudah jelas bisa melihat kebohongan anda ! gak usah malu Pak orang2 juga tahu anda sudah kayak cacing kepanasan ! silahkan anda mengelak tapi anda tdk akan bisa mengelak dari kebenaran yg ada dihati anda.

Kenudian lihat dalam menulispun anda sudah kehilangan kontrol, orang juga sudah tahu apa artinya orang kalau memuji dirinya sendiri dengan kata2'' inilah kelebihan kami - yng tidak dimiliki pihak lain'' jelaskan Pak dan silahkan memuji diri sendiri setinggi gunung.....................

Soal rudak sahab 1,2 anda semakin kelihatan linglung dengan mengambil contoh tehnologi RUDAL, saya yakin anda hanya berangan angan karena tidak mengerti permasalahannya dan saya yakin tidak mengenal ILMU Intelegen, jadi anda sudah benar benar antara sadar dan tidak karena kebingungan anda sendiri.

Jangan mengalihkan / melebarkan masalah pak , pertanyaan diatas yg menanyakan pakah anda bisa BAHASA ARAB tidak anda jawab malahan memamirkan buku aslinya, jangan2 bacanya kebalik tuuuhh

Jangan berkacamata kuda dan suka memuji diri sendiri, jangan malu belajar yg lain biar benar2 menguasai : ''Kalo kita belajar kriminologi bukan nantinya kita jadi penjahat, tetapi kita akan tahu tingkah laku penjahat sehingga kita bisa menangkalnya'' jangan kayak Rudal ANDA yg katanya gak ada yg tahuu emang silumaaaannnnnn.................. Memangnya IRAN ITU identik DENGAN syi'ah.

Ayoo nak bekajar biar pinterr ... jangan keblinger
Kiriman 143
1 balasan
Soni Permana membalas kiriman Herrypada 13 April 2009 jam 18:47
@ Pak Heerry

Silahkan anda mengartikan begitu itu hak anda , dan silahkan anda mengemukakan fakta jangan menyuruh orang untuk membaca ! emang anda guruu? bagikami ahlulbayt itu cuma ada 4 dan ditambah satu lagi Syayididi ALI karena terkait beliau menantu Rasululiah.

dan pernyataan anda tidak berkorelasi
Kiriman 144
1 balasan
Herry Yuli Sunarno membalas kiriman Ekopada 13 April 2009 jam 18:47
sapa lagi nih..sodara eko wahyu nugroho....kurang lengkap perkenalannya....sebutkan mahzab anda wahabi, salafi atau syiah...????atau tidak punya mahzab????salam kenal juga yaa....
Kiriman 145
Herry Yuli Sunarno membalas kiriman Sonipada 13 April 2009 jam 18:50
sebenernya anda ini sapa sihh??????dari mahzab mana????????
Kiriman 146
Soni Permana membalas kiriman Muhammadpada 13 April 2009 jam 18:52
@ Muhammad Bagiranwar

@ Soni,Kalau dalam alqur'an dan hadits ngatain orang yang Jahil alias Bodoh, Pembohong alias Kaddzab, Syetan , Iblis dan kata-kata keji lainnya, apa yang akan anda nilai terhadap Allah dan RasulNya...?

saya sepakat dengan kata2 anda tapi anda harus berkaca siapa diri anda, anda juga manusia biasa gak lebih dari saya, proposional itu menurut ukuran siapa? ukura syi'ah? Bicara ada adatnya bersolek ada gayanya - kesopanan tetap utama.

anad sudah semakin bingung dengan memposisikan diri lebih dari oranglainn
Kiriman 147
Eko Wahyu Nugroho menulispada 13 April 2009 jam 19:10
Salam

oh mohon pak herry,,,,,
sy std tahu klo d forum ini musti memperkenalkan mazhab juga,,,,,,,
tp bg sy itu ntar aja bahasnya,,,,,krn lebih tertarik dgn pembahasan anda dgn pak soni permana,,,,,,

sepertinya dah saling kencangkan sabuk n singsingkan lengan baju neh dr percakapannya,,,,,,

apa sih yg diributkan,,,,,,,,
segala sesuatu ada jalan keluarnya,,,,
asal dgn tolak ukur alquran,,,,,
jd jgn pakai hadis dulu,,,,,,
karena hadist manusia yg buat,,,,
dan manusianya ada yg hidup di jaman rasulullah dan ada yg tdk sejaman rasulullah,,,,,

nah menurut sy tolak ukur kebenaran saat ini ada di alquran,,,,,,
jd kita kembalikan semuanya d alquran,,,,,
btw,,,,,nikah mut'ah di jaman rasulullah emang ada,,,,,
nah yg jd pertanyaan adalah :
1. dalam alquran apakah ada?????bila ada surah apa n ayat berapa??????
2. apakah sudah dihapuskan dalam alquran nikah mut'ah tsb???
3. apabila dihapuskan dalam alqur'an pada surah apa n ayat berapa?????
4. yang paling mendasar pertanyaan saya adalah kita manusia lebih yakin mengikuti ketentuan allah swt ataukah mengikuti ketentuan manusia?????

alasan saya ; jika ketentuan allah swt maka hanya allah swt yg dapat merubahnya,,,,,,sementara manusia hanya menjiplak ketentuan atas dasar kepentingan pribadi atau golongan tanpa dasar yg kuat,,,,,sehingga ketentuan itu pun dapat berubah seenaknya sendiri,,,,,,,

yah itu pemikiran sy yg awam ini mhn maaf sebelumnya buat pak herry dan sony permana,,,,,,

tolong dijelaskan ya atas dasar yg kuat u org awam spt sy ini,,,,,,,

wassalam
Kiriman 148
Muhammad Baqiranwar menulispada 13 April 2009 jam 19:45
Pak Soni,
Justru saya mengatakan bahwa kalu anda berdiskusi tidak pakai dalil dan nas dan mempertahankan sesuatu yg anda tidak bisa buktikan maka itulah org yg bodoh alias jahil.. makanya saya bilang jangan mau ikut2 di bodohin...

Kenapa saya menulis begini, karena saya sdh memperlihatkan bukti kebenaran dgn dalil nash yg jelas2 kalian tidak pernah memahami malahan Syiah dikatakan rafidah.. Apakah itu bukan ketololan berfikir???

Anda baca tulisan kami semua, semuanya berdasarkan dalil yg jelas sekali, tapi anda disini se olah-olah org yg mencari kebenaran pada awalnya... tapi anda tiba2 koq ikutan memihak kebodohan...

Saya tidak memaki tapi mengatakan bahwa kebodohan itu jangan diikuti... di Alquraan banyak ayat2 menjelaskan tentang org2 bodoh/jahil tidak boleh diikuti... Mereka itu tidak akan bisa melihat kebenaran krn kebodohan itu...

Dan saya tdk mengatakan diri saya pandai... bahkan saya dituduh tidak paham mengenai bahasa Arab.. TIDAK MENJADI MASALAH BAGIKU... KOQ ANDA MEMPERMASALAHKAN KALAU DIKATAKAN BODOH??? LAAH APA BISA DIKATAKAN BERAKAL KALAU SDH JELAS2 KEBENARAN HALALNYA NIKAH MUT'AH ITU DENGAN DALIL YG JELAS, TAPI TETAP SAJA ANDA MENGHARAMKAN... APA INI BUKAN SUATU KEBODOHAN...

MAKA DARI ITU, KALAU MAU DISKUSI DGN BAIK DAN BENAR, MAKA MARI KITA MENYEPAKATI RUJUKANNYA LALU KITA DISKUSI.. SAYA BERKATA BEGINI KARENA ANDA DAN TEMAN2 ANDA YG MEMULAI DGN BAHASA YG TIDAK SANTUN... TERNYATA ANDA TERSINGGUNG...

SAYA AKAN BERKATA BAIK2 KALAU MEREKA JUGA TIDAK MELAKUKAN FINAHAN TERHADAP SYIAH YG MENGATAKAN RAFIDAH...

JADI ANDA PERBAIKI DIRI ANDA SENDIRI BARU PERBAIKI ORANG LAIN... JELASSSSSS...

BUAT APA PANIK BERDISKUSI SAMA ORANG BODOH DAN JAHIL... KEBENARAN ITU JELAS SEKALI... MENGIKUTI ALQURAAN DAN ITRATI AHLULBAIT.. BUKAN ALQURAAN DAN SUNNA SERTA KHULAFAH RUSIDIN... INI JELAS SEKALI...
Kiriman 149
Herry Yuli Sunarno menulispada 13 April 2009 jam 19:46
mas eko..silahkan baca pernyataan2 yg diungkapkan oleh sodara M. shadiq...diatas uda ada posting nya jelas dan sejelasnya..trims.
Kiriman 150
Eko Wahyu Nugroho menulispada 13 April 2009 jam 19:57
wah pak herry ini kok sepertinya masih panas ya,,,,,dikasih es batu aja hehehe
oh jadi yg salah sapa ni,,,,,
karena tdk ada yg abu2,,,,
ketentuan allah itu,,,,,,,
jika benar ya benar,,,,,
jika salah ya salah,,,,,,

nah sebaliknya,,,,
ketentuan manusia,,,
yang bener bisa jd salah,,,,
yang salah bisa jadi benar,,,

pusinggggggggg
Kiriman 151
Muhammad Baqiranwar menulispada 13 April 2009 jam 19:57
Mas Eko,

Anda sebaiknya membaca semua posting ini terutama Pak Shodiq (Syiah) dan anda bandingkan dgn Ali Reza dkk... dan saya juga ikut menambahkan... Semunya jelas...

Utk itu Mas Eko, ini saya posting lagi tenatang ke halalan nikah mut'ah itu menurut Alquraan.. dantafsirnya yg disepakati ulama syiah dan sunni sbb:

Kawin Mut'ah dan Al-Qur'ān

Marilah kita mulai dengan firman Allāh Swt berikut: ‘Famā'stamta' tum bihi min hunna fa ātū hunna ujūra hunna farîdhatan’

(Dan untuk kenikmatan yang kamu peroleh dari mereka, berilah maskawin (ujūr) mereka, sebagai suatu kewajiban".)

Ayat di atas jelas merupakan kawin atau nikah sah.. Mas kawin di sini digunakan istilah ajr dan bukan shaduqāti seperti pada Surah An-Nisā. (4):4.

Sahabat-sahabat Rasūl seperti 'Ubay bin Ka'b, Ibnu 'Abbās, Sa'îd bin Jubair membaca ayat itu sebagai berikut:

‘Famā'stamta' tum bihi min hunna ilā ajalin musamman fa ātūhunna ujūra hunna farîdhatan.’

(Dan untuk kenikmatan yang kamu peroleh dari mereka sampai waktu yang ditentukan, berilah maskawin (ujūr). mereka, sebagai suatu kewajiban).

Penambahan bacaan 'ilā ajalin musamman (sampai waktu yang ditentukan), disampaikan oleh Thabarî dalam Tafsir Al-Kabîr tatkala ia menerangkan ayat An-nisā' (4) ayat 24 ini pada permulaan jilid 5 yang diriwayatkan dari Ibnu Mas'ūd dan yang lain.

Bacaan ini juga disampaikan oleh Zamakhsyarî dari Ibnu 'Abbās dan Ar-Rāzî dari Ubay bin Ka'b. Setelah menceriterakan bahwa sahabat Rasūl membaca ('Famā'stamta' tum bihi min hunna ilā ajalin musamman fa ātūhunna ujūra hunna farîdhatan), Zamakhsyarî berkata: 'Demikian pula bacaan Ibnu 'Abbas, dan ia berkata lagi:

"Umat (Islam) tidak mengingkari bacaan 'Ubay bin Ka'b dan Ibnu 'Abbās dan umat sepakat akan kebenaran bacaan ini".

Mengenai lafal di atas bacalah juga Thabarî dalam Tafsîr al-Kabîr, jilid 3, hlm. 201. Dan yang disampaikan oleh Al-Qādhî 'Iyādh pada Bāb Nikāh al-Mut'ah dalam Syarh Shahîh Muslim karangan Nawāwi bahwa Ibnu Mas'ūd membaca:

('Famā'stamta' tum bihi min hunna ilā ajalin musamman fa ātūhunna ujūra hunna farîdhatan') dan berita tentang ini banyak sekali. 'Imrān bin Hushain, sahabat Rasūl menjelaskan tentang turunnya ayat ini berkenaan dengan kawin mut'ah:

'Ayat ini tidak dihapus, tidak di-naskh , sampai seseorang melarang menurut pendapat pribadinya sendiri.

Juga dijelaskan oleh Thabarî, dalam karyanya Tafsîr Al-Kabîr. bahwa ayat ini (Al-Qur'ān, Surah 4:ayat 24) jelas berhubungan dengan kawin mut'ah karena hukum nikah abadi telah dijelaskan Allāh sebelumnya (Al-Qur'ān, Surah 4 ayat 3) dengan firmannya

‘Fankihū mā thāba lakum min an-nisā'i matsnā wa tsulātsa wa rubā'a fa in khiftum allā ta’dīlū fa wāhidah ..’.

(Maka kawinilah perempuan-perempuan (lain) yang kamu senangi, dua, tiga atau empat orang, tapi bila kamu kuatir tidak dapat berlaku adil, maka seorang saja..’)..
Sampai permulaan ayat 4::

Wa ātū an-nisā'a shaduqāti hinna nihlatan..’
(Dan berilah perempuan-perempuan mas kawinnya sebagai pemberian yang ikhlas. )

Dan bila kita meneliti Al-Qur'ān kita akan tahu bahwa Surat An-Nisā' telah mencakup masalah nikah dalam Islam secara utuh, yang mencakup seluruhnya, nikah abadi maupun nikah hamba perempuan, sebagaimana difirmankan Allāh Swt

1.Mengawini perempuan beriman yang merdeka.

‘Fankihū mā thāba lakum min an-nisā'i matsnā wa tsulātsa wa rubā'a, fa in khiftum allā ta'dilū fa wāhidatan au mā malakat aimānukum’

(Maka kawinilah perempuan-perempuan (lain) yang kamu senangi, dua, tiga atau empat orang. Tapi jika kamu khawatir tidak dapat berlaku adil, maka seorang (saja). Atau kawinilah hamba perempuan yang kamu miliki..).


2. Mengawini perempuan beriman yang tidak merdeka

‘Wa man lam yastathi' minkum thaulan an yankiha 'l muhshanāti'l mu'mināti fa min mā malakat aimānukum min fatayātikumu'l mu'mināti wallāhu a'lamu bi îmanikum ba'dhu kum bi ba'dhin fa'nkihū hunna bi'idzni ahlihinna wa ātū hunna ujūra hunna bil ma'rūf ...’

(Barangsiapa di antara kamu, tiada mempunyai kemampuan untuk mengawini perempuan-perempuan merdeka yang beriman, maka (ia dapat mengawini) perempuan-perempuan yang beriman di antara hamba-hamba yang kamu miliki. Dan Allāh tahu benar keimananmu. Sebagian kamu adalah sama seperti sebagian yang lain. Maka kawinilah mereka dengan seizin tuannya, dan berilah mereka mas kawinnya (ujūr) menurut sepantasnya..).

3. Kawin mut'ah
Dan kawin mut'ah jelas terpisah seperti bunyi ayat berikut:

‘Fa mā'stamta'tum bihi min hunna fa ātūhunna ujūra hunna farîdhatan..’
(Dan untuk kenikmatan yang kamu peroleh dari mereka, berilah maskawin (ujūr) mereka, sebagai suatu kewajiban.’)
Jelas kawin mut'ah menurut ayat ini punya kedudukan sama dengan kawin abadi, kecuali untuk jangka waktu tertentu dan mas kawin tertentu pula atas kesepakatan bersama.

PAK EKO, JELAS BAHWA NIKAH MUT'AH ITU HALAL SESUAI ALQURAAN..

JADI HADIS TIDAK BISA MEMBATALKAN HUKUM MUT'AH.. KECUALI UMAR BIN KHATAB BOLEH MEMBATALKAN KRN DIA PENGIKUT IBLIS... KENAPA?? KARENA DIA YG BERANI MENGHARAMKAN SESUATU YG DIHALALKAN ALLAH, DAN HANYA IBLIS DKKNYA YG BERANI MENENTANG ALLAH...
Kiriman 152
Eko Wahyu Nugroho menulispada 13 April 2009 jam 20:13
terima kasih atas postingnya,,,,,,,
karena sy dah jelaskan dr awal baru dpt undangan,,,,

ok mhn maaf
Kiriman 153
Hane Hasan menulispada 13 April 2009 jam 20:30
Salam sejahtera untuk semuanya

Islam adalah agama paripurna, artinya islam adalah solusi bagi setiap problem yg dihadapi umat, salah satunya nikah mutah.

Ada satu kasus, seorang laki2 di rawat seorang suster. Kontak fisik jelas tak bisa dihindari, sedangkan islam melarang bersentuhan badan tanpa ikatan yg syah. Supaya suster bisa leluasa merawat si pasien laki2, maka mutah (selama dalam masa perwatan) bisa jadi solusinya dg catatan si suster belum bersuami.

walaupun saya setuju dg nikah mutah, akan tetapi saya mengutuk para pelaku yg menjadikan nikah mutah hanya sekedar untuk mengumbar syahwat. Nikah mutah bisa dilakukan dg syarat2 yg ketat bukan seenak jidat.

Di Iran sendiri, apakah para ulama syiah melakukan mutah? Tidak, justru orang2 saudi yg melakukan kawin kontrak di puncak.
Kiriman 154
Soni Permana membalas kiriman Ekopada 13 April 2009 jam 20:50
@ Mas Eko Wahyu Nugroho

Salam kenal juga Mas salam silaturahmi

Monggo katuran pinarak engkang sekeco Mas
Kiriman 155
Soni Permana membalas kiriman Herrypada 13 April 2009 jam 21:04
@ herry Yuli
Dalam diskusi ini tidak ada kewajiban untuk menyebutkan Mahzab dan anda tak ber hak menanyakan mazab seseorang ataupun mengecap orang tak ber mazab, yg anda harus anda tahu diskusi ini terbuka untuk umum seperti yg dikehendaki kreator Ohashem. Mas eko itu orang baru sudah selayaknya dihormati ! siapa tahu pengetahuannya jauhh diatas kitaaa........ kan bermanfaat juag buat kita.

@ Mas Eko, Maaf ya mass mohon anda tidak segan posting pendapat anda, tetap semangat Mass
Kiriman 156
1 balasan
Nelly Susanti membalas kiriman Herrypada 13 April 2009 jam 21:05
tapi mas, menurut MUI itu haram, dan dalil-dalil keharaman nya juga dalam firman ALLAH dalam surat Al-Mukminun ayat 5 dan 6 serta hadits Nabi s.a.w. yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Semua madzhab, baik madzhab Hanafi, madzhab Maliki, Madzhab Syafi’i dan Madzhab Hambali juga mengharamkan nikah mut’ah, karena memang telah dilarang Allah dan Rasul-Nya, dan hadits-hadits yang mengharamkan nikah mut’ah...

Kiriman 157
1 balasan
Alfian Hamdan menulispada 13 April 2009 jam 21:06
Wahai Ali Reza,

Merefer postingan anda sebelumnya mengenai Fatwa Imam Khomeini :

2. Bolehkan Mut'ah dg Bayi yg masih menyusu?
Berkata Imam Al Khomeini (dalam Tahrirul Wasilah II/241, maslah no. 12), "Boleh saja mut'ah dengan bayi yg masih menyusu dengan cara peluk dan tafkhidz (= meletakkan kemaluannya di antara kedua paha bayi tsb) dan menciuminya."

Sore tadi saya ke perpustaan untuk memastikan yang anda posting dan saya menemukan buku tersebut dan hasilnya :

TIDAK DITEMUKAN FATWA IMAM KHOMEINI SEPERTI YANG ANDA TUDUHKAN, BAHKAN HALAMAN TERSEBUT MEMBAHAS MENGENAI MENYUSUI.... DAN BENAR2 FAKTA ANDA HANYA MENYEBARKAN INFO DGN COPY PASTE SAJA TANPA MEMASTIKAN HAL ITU BENAR / TIDAK.....
MUDAH2AN ALLAH MELAKNAT THE CREATOR FITNAH TERSEBUT TERMASUK BAGI ORANG YANG MENYEBARKANNYA.....

DAN JUGA KITA CHECK PADA BAB MENGENAI NIKAH MUT'AH TIDAK DITEMUKAN FATWA SEPERTI YANG ANDA TUDUHKAN..... BILA ANDA TIDAK PERCAYA SAYA UNDANG ANDA SABTU INI.... SAYA BERSEDIA MENJEMPUT ANDA SEBATAS JABOTABEK UNTUK BERSAMA MELIHATNYA DAN LEBIH BAIK JIKA AND MEMILIKI BUKU TSB JUGA.

KEBENARAN TETAP ADA WALAUPUN BANYAK FITNAH DARI ORANG YANG MENUNTUT KEILMUAN DENGAN CARA MEMUASKAN HAWA NAFSU....

DEMIKIAN YA AKHI ALI REZA MUDAH2AN ALLAH MEMBERIKAN KEMUDAHAN UNTUK MENCAPAI KEBENARAN YANG HAKIKI.....


Kiriman 158
Eko Wahyu Nugroho menulispada 13 April 2009 jam 21:08
terimakasih mas soni atas sambutannya,,,,,

semoga kita semua yg berada d forum diskusi ini menjadi org yg di rahmati allah swt,,,,,
Kiriman 159
Alfian Hamdan membalas kiriman Nellypada 13 April 2009 jam 21:15
Salam Bu Nelly Susanti,

Just info saja bahwa Surat Al-Mukminun turun/ diwahyukan di mecca sedangkan surat An-Nisaa turun nya di Madinah.... bagaimana surat yang awal bisa menghapus surat yang belakangan turunnya..... kalau sebaliknya LOGIC...

mohon di check di Al Quran, demikian infonya
Kiriman 160
1 balasan
Lisna Wati menulispada 13 April 2009 jam 21:23
menurut saya membolehkan mut'ah,sama saja dengan menghalal kan prostitusi...
Kiriman 161
Muhammad Baqiranwar menulispada 13 April 2009 jam 21:39
Ibu Lisna, berarti Allah dan Rasulnya menghalalkan prostitusi, krn Allah dan Rasulnya meghalalkan Nikah Mut'ah... Yang mengharamkan adalah Umar bin Khatab...

Kiriman 162
1 balasan
Nelly Susanti menulispada 13 April 2009 jam 21:50
menurut beberapa pakar tafsir, maksud Ayat dalam surat Annisa' ayat 24 adalah pernikahan yang lazim dikenal dalam Islam, bukan nikah mut'ah. Sehingga tidak ada dasar alQuran yg bisa mendukung perkawinan Mut'ah..


aaauu aahhhh, aye jg masih awam....
Kiriman 163
Eko Wahyu Nugroho menulispada 13 April 2009 jam 21:53
salam,,,,,,

@ Ibu Lisna,,,,,,

sepertinya ibu lisna wanita yg tdk begitu memahami mut'ah ya,,,,,,,
sama deh,,,,,,

tp yg jelas ibu lisna ini pasti naluri wanita nya yg tdk terima,,,,,,
sementara dalam alquran ada tuh,,,,,,,hehehhe

atau ibu lisna berpikir ga mau di madu hehehhee

ibu lisna menurut sy simak dulu diskusinya jgn langsung mengatakan mut'ah = menghalalkan prostitusi,,,,,,

selesaikan dulu diskusinya baru ibu pikir,,,,lalu ibu tanyakan jk tdk faham,,,lalu ibu buka alquran,,,,,lalu ibu pahami maknanya,,,,,
jgn asal cerocos aja,,,,,
hati2 bu perkataan ibu,,,,,
bisa jd merupakan duri bagi ibu lisna sendiri,,,,,
berpikirlah dengan bijak,,,,,,,

wassalam
Kiriman 164
Ayu Pertiwi menulispada 13 April 2009 jam 21:56
@ibu lisna....
knp anda mengatakan demikian??
sdh dbca smua pnjlsn dlm diskusi ini??
Kiriman 165
Ali Reza membalas kiriman Muhammadpada 13 April 2009 jam 21:57
Akh Bagiranwar,

Silahkan Anda cross chek pernyataan anda ini kpd kawan anda, Muhammad Shadiq. Ia telah membantu Anda dalam menerjemahkan halaman buku yg saya kutip. Jika Anda tiba2 'buta huruf' ketika melihat lembaran halaman kutipan saya, tolong jng salahkan kutipan tersebut!

Adapun kekeras kepala-an Anda, itu wajar. Anda adalah orang 'baru' yg terjangkit virus Rafidhah, ketika virus itu mulai berkembangbiak di hati anda, mulai timbul ciri2nya Rafidah sbb:
- menolak dalil & hujah meskipun lebih terang dari sinar matahari.
- Jika sdh mulai terpojok, dg bukti2 yg sbnarnya bisa dipahami dg mudah -tentu bagi yg bisa-, Anda menganggap bahwa bukti2 itu mengada2, dibuat2 oleh pihak tertentu, dan Anda mulai mengangkat cerita2 dr komik 'Detective Conan', ttng kode rahasia dsb.

Untuk orang yg seperti Anda, 1000 bukti pun tidak akan bisa memuaskan Anda. Andaikata pun saya tunjukkan lembaran2 buku2 rujukan yg Anda ingkari, Anda pun akan mengatakan bahwa buku tsb dicetak oleh Wahabi! Atau, itu versi yg sdh dirubah2, dsb. Allah mencela kaum kafir Quraisy karena keras kepalanya ini.

Allah swt berfirman dalam Alquran :

Kalau sekiranya Kami turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang telah mati bicara dengan mereka dan Kami kumpulkan (pula) segala sesuatu kehadapan mereka niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (QS. 6:111)

Belajarlah untuk melihat dengan mata hati Anda dan pakailah akal pikiran Anda, terutama dalam forum terbuka seperti ini. Dengan gaya anda yang mencak2 seperti ini, semakin ketara jika Anda hanya berlandaskan hawa nafsu belaka!

Banyak sekali calon2 penghuni neraka yg Allah sebutkan dalam Alquran, ciri2 yg menonjol pada diri mereka adalah, punya hati tp tdk dipakai untuk berpikir, punya telinga tp tidak dipakai utk mendengar, dan punya mata tp tdk dipakai untuk melihat.

Allah berfirman :

Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka LEBIH SESAT lagi. Meraka itulah orang-orang yang lalai. (QS. 7:179)

Juga dalam firmanNya:

44. atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya dari binatang ternak itu). (QS. 25:44)

Semoga Allah menjauhkan kita semua dari ciri2 yg Allah sebutkan di atas. Amin, ya Rab!
Kiriman 166
Eko Wahyu Nugroho menulispada 13 April 2009 jam 21:57
salam,,,,,

ini lg mba nelly yg manis,,,,

dah di baca blm al qurannya,,,,,kan terjemahannya dah jelas itu (isteri-isteri)

nah itu kan lebih dari satu,,,,,,,jika bhasa indonesia yg menyatakan berulang itu lbh dari satu,,,,,begitu juga bhs inggris jika friend's = lebih dari satu

begono berpikirlah mba nelly ya,,,,,hihihi
Kiriman 167
Eko Wahyu Nugroho menulispada 13 April 2009 jam 22:09
nah ini yang tambah ga jelas dari ali reza,,,,,,
hey selesaikan satu dulu baru menimbulkan wacana lain,,,,
ojo mencle2,,,,,disini forum diskusi bukan forum petak umpet,,,,
jadi tuntaskan dulu satu ya
Kiriman 168
Muhammad Baqiranwar menulispada 13 April 2009 jam 22:16
Pak Alfian,
Sudah kubilang bahwa mereka Ali Reza dkk itu hanya bisanya membuat fitnah tanpa bisa menghadirkan dalil2 yg benar2 shahih oleh kedua belah pihak...

Ali Reza dkk itu mengambil ilmu dari para sahabat Nabi Saww meskipun sahabat itu pengkhianat Nabi dan menyakiti Fatimah... Siapa sahabat itu???Mereka itu adalah Abubakar dan Umar yg punya peran besar dalam perpecahan umat setelah wafatnya Rasul .. Dan Umar berani melakukan ijtihad mengharamkan apa yg di halalkan Allah... Misalnya Nikah Mut'ah ini yang mengharamkan adalah Umar... Mereka inilah yang pantas disebut RAFIDAH/PEMBANGKANG...

Sementara kami pengikut Syiah mengambil Ilmu Allah dari sumbernya Nabi Muhammad Saww melalui pintunya Imam Ali dan 11 imam berikutnya... Maka syiah lah yg se-benar2nya mengikuti sunna Nabi Saww...

Ali Reza dkk / Wahabi/ Salafi dan Sunni mengambil ilmu dari sumber yg sama yakni Nabi Saww tapi melalui pintunya para sahabat pembangkang... Maka ilmu Allah tidak akan mereka bisa dapatkan, krn para pembangkang itu tidak mungkin bisa mendekati Allah dan Rasulnya... Jadi terpaksa harus mengarang kebohongan deeeh....

Diskusi ini tidak akan mungkin selesai, Sunni dan Syiah tidak akan mungkin bersatu sebagaimana HAK dan BATIL tidak akan mungkin bersatu...

Tinggal kita memilih siapakah yg taat kepada perintah Allah dan Rasulnya serta keluarganya Nabi Saww yg telah disucikan Allah... So pasti pengikut Syiah... Atau memilih menjadi pembangkang Allah dengan mengikuti para sahabat yg pembangkang Nabi Saww seperti misalnya Abubakar dan Umar, apalagi Usman lebih parah lagi.. Ini adalah fakta Sejarah yg tidak bisa ditutupi...

Teman2 kesimpulannya adalah:
Pernikahan Mut'ah itu HALAL, namun bukan suatu kewajiban utk dilakukan setiap muslim... Bagi siapa yg mau melakukannya harus benar2 mengetahui syarat2 ketentuan Nikah Mut'ah Sama halnya dengan daging kambing itu HALAL namun bukan kewajiban utuk setiap muslim memakannya namun juga harus sesuai syarat pemotongannya sesuai dgn syariah...

Tidak ada ayat quraan yg membatalkan hukum pernikahan Mut'ah

Yang mengharamkan pernikahan Mut'ah adalah Umar bin khatab...

Jadi, kalau Ali Rza dkk belum puas tentang halalnya pernikahan mut'ah, maka silahkan anda mengikuti Para sahabat yg mengharamkan berarti mereka membangkang, soalnya kami tidak akan mungkin mengikuti para sahabat pembangkang... Mengikuti mereka sama halnya mengikuti jalannya iblis...

Wassalamu alaikum wr wb
Kiriman 169
Eko Wahyu Nugroho menulispada 13 April 2009 jam 22:19
wah dasar ni ali reza keluarkan fitnah,,,,,,tentang mut'ah,,,,,
SEMOGA ALLAH SWT MEMBERIKAN AMPUNAN UNTUKMU WAHAI ALI REZA,,,,
NAMAMU SUNGGUH INDAH,,,,,,TP SIKAPMU TDK MENCERMINKAN KEPRIBADIANMU,,,,,,

OH MAAFKAN SY ALI REZA,,,,,,
JGN MENEBAR FITNAH YG TDK ADA,,,
INILAH SALAH SATU CONTOH KETENTUAN MANUSIA,,,,
YANG SALAH DIBUAT BENAR,,,,
YANG BENAR DIBUAT SALAH,,,,

SEMOGA ALLAH SWT MENGAMPUNI KAU,,,,,
Kiriman 170
Ayu Pertiwi menulispada 13 April 2009 jam 22:28
@Muhammad Baqiranwar
SETUJU...
:D
Kiriman 171
Eko Wahyu Nugroho menulispada 13 April 2009 jam 22:29
salam,,,,,

wah seru neh,,,,,,

wahai ali reza mana pendapatmu,,,,,,
punya bukti yg kuat,,,,,

dah buka alquran blm,,,,
klo blm sy kirimkan neh alquran buatan manusia,,,,
yang digital,,,,,

nah itu jg bs dilihat artinya,,,,

hihihihi, makanya berpikir ye ali reza

wassalam
Kiriman 172
Muhammad Baqiranwar menulispada 13 April 2009 jam 22:31
Saudara Ali Reza,

Firman Allah:
Kalau sekiranya Kami turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang telah mati bicara dengan mereka dan Kami kumpulkan (pula) segala sesuatu kehadapan mereka niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (QS. 6:111)

Firman Allah ini utk anda dkk... Jelas sekali ayatnya: Kebanyakan mereka yg tidak beriman meskipun diturunkan malaikat...

Pertanyaannya:

Siapa yg menjadi mayoritas kebanyakan penduduk dunia ini ???
Jawabnya: manusia yg bukan pengikut Nabi Saww ( non-islam)

Siapakah yg menjadi mayoritas / kebanyakan manusia yg mengikuti
Nabi Saww beragama Islam???

Jawabnya: Islam Ahlusunnah wal jamaah pengikut Alquraan dan sunna serta khulafah rusidin yang terbanyak / paling banyak....

Sementara pengikut Syiah yang menjadi minoritas dalam islam yakni mengikuti Alquraan dan itrati ahlulbait nabi yg telah disucikan Allah

JADI AYAT DIATAS SUDAH TERJAWAB OLEH ANDA SENDIRI.. SUBHANALLAH MAHABENAR ALLAH DGN SEGALAH FIRMANNYA.... ALLAHUMMA SHALLI ALAA MUHAMMAD WA AALI MUHAMMAD..

ALI REZA DKK TELAH MENYADARI AYAT TERSEBUT DAN ALLAH MEMBUKA MATA KALIAN... AYAT TERSEBUT TELAH MENYINGGUNG KEBUTAAN ANDA SEMUA PENGIKUT SUNNI DAN WAHABI...

WASSLAM ALAIKUM WR WB...
Kiriman 173
Eko Wahyu Nugroho menulispada 13 April 2009 jam 22:45
salam,,,,,

wah dah cukup bang baqir,,,,,
ga ush ditambah lagi.....agar balance pendapatnya,,,,
tunggu jawan dari ali reza dulu,,,,,
dia lg sibuk buka alquran digital tuh,,,,,,,
sekaligus memahami artinya,,,,,
jd sabar ya bang baqir,,,,,
kasih kesempatan u ali reza berpikir,,,,,

wassalam
Kiriman 174
Alfian Hamdan menulispada 13 April 2009 jam 22:56
Alhamdulillah sdh terbuka mata hatinya dengan pengakuannya sendiri

Shalawat 3 X :Allahumma sholli alaa Muhammad wa aali Muhammad

Yaa Allah berikan kami tambahan Ilmu yang bermanfaat dengan adanya forum diskusi ini....Ya Allah mudahkan kami semua mendapat suatu kebenaran yang hakiki dan jauhkan nilai2 kesombongan yg cenderung hanya mengikuti hawa nafsu... Ya Allah berilah kemudahan kepada kami agar Taat kepada Engkau Ya Allah, Taat pada Rasul-Mu dan Ahlul Baitnya..... aamin
Kiriman 175
Marlin Tigor menulispada 13 April 2009 jam 22:58
Meminjam istilah Mas Soni,... siapa yang berbohong itu cepat atau lambat akan terbuka........... BELANGNYA.

Hebat harus diakui ini adalah diskusi yang bermutu, yang mampu menampilkan hujjah hujjah yang jelas, khususnya dari Pak Muhammad Baqir.



Kiriman 176
Eko Wahyu Nugroho menulispada 13 April 2009 jam 23:02
Tampaknya ali reza kehabisan dalil ga da suaranya,,,,,
atau tertidur krn telah membutakan mata dan mata hati,,,,

ah tak taulah aku,,,,,,,,,
ga seru neh discussnya ga ada perlawanan dari ali reza,,,
Kiriman 177
Muhammad Baqiranwar menulispada 13 April 2009 jam 23:14
Saudara Ali Reza,

Firman Allah yg sangat indah telah menyentil anada, jangan samapi hati anda tidak memahami ayat, mata tdk dipergunakan utk melihat tanda2 kebesaran Allah, telinga tidak dipergunakan utk mendengar ayat2 Allah, inilah kebanyakan manusia yakni Ahlusunna wal jamaah dan wahabi serta non muslim... Mereka semua itu sdh disinggung oleh ayat2 Allah, sesuai ayat yg anda sampaikan

Lihatlah fakta siapa yg menjadi kebanyakan manusia itu? yang jelas pengikut syiah itu minoritas... dan Sunni + Wahabi Salafi jelas pengikutnya sebagai mayoritas umat islam... Ini Fakta... yg tidak bisa dibantah lagi
Allah berfirman :

Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka LEBIH SESAT lagi. Meraka itulah orang-orang yang lalai. (QS. 7:179)

Kebanyakan musuh islam (sbg minoritas) adalah non-islam (sbg mayoritas)...

Kebanyakan musuh Syiah (sbg minoritas) adalah Sunni+Wahabi/Salafi (sbg mayoritas)

Kebanyakan negara memusuhi Iran + Hisbullah (sbg minoritas) adalah Sunni,Wahabi/salafi, non Islam (bersatu islam + non islam, lebih mayoritas lagi)

Subhanallah, Allah telah memberikan peringatan kepada anda dkk agar jangan mengikuti kebanyakan manusia itu... Dan anda sendiri yg membawakan ayat tersebut dan cobalah cernakan dgn akal anda...

Allah telah memberikan hidayah kepada Anda Ali Reza dkk utk melihat kebenaran itu bukan karena mayoritas atau kebanyakan manusia akan digiring ke NERAKA... kebanyakan manusia itu ingin mengikuti yg batil tdk mau mendengar.. Hanya sedikit saja yg mengikuti yg HAK... Kalau sampai anda tidak sadar juga... yaa bilang apa lagi... Padahal anda sendiri yg menyampaikan ayat tersebut dan ayat tersebut telah menyentil anda dkk...

Saudaraku Ali Reza, anda perlu bersyukur kepada Allah krn dgn berdiskusi disini anda akhirnya menyadari Firaman Allah itu... SADAAAR... SADAAAR... ELIIING ELIIING.... Saudaraku Reza dkk ...

Mari kita akhiri diskusi ini... karena sudah jelas siapa yg harus diikuti menurut Firman Allah agar tidak tersesat, dan digiring ke neraka... Yakni pengikut MINORITAS (SYIAH)...
Kiriman 178
Iqbal Faisal Ohorella membalas kiriman Sonipada 13 April 2009 jam 23:34
@ Salam kenal Bung Soni.....

Mohon maaf... saya baru OL lagi.
Bung Soni maaf ya... saya hanya mau mengingatkan pa umar utk tidak buru2 menghujat orang lain atau mazhab lain, ini forum diskusi, ikutin dulu perkembangannya.
Kemudian utk bung Soni sendiri, anda menasehati saya untuk tidak menjelekkan orang lain, tapi anda memfitnah orang2 syiah. apakah anda ini, orang sunny ? wahabbi atau apa ? atau syiah juga.

Saya ini orang muslim... syiah, sunny bagi saya sama saja, sepanjang syahadat kita masih sama, kita adalah saudara.

Salam bung....
Kiriman 179
Ali Reza membalas kiriman Alfianpada 13 April 2009 jam 23:57
Aneh ya, pak Alfian

Sebenarnya "Tahrirul Wasilah" ada berapa versi ya? coba Anda kunjungi :

http://www.leader.ir/

yang merupakan situs resmi dari Sayid Ali Khamenei. Di sana dicantumkan kitab "Tahrirul Wasilah" lengkap dan bisa didownload langsung!

Coba Anda buka link:

http://www.leader.ir/tree/index.php?catid=13

ini adalah bagian dari Kitab an-Nikah dari kitab tsb, pada pasal "Fi Ba'dhi aadaabihi wa ahkaamihi". Coba Anda tarik ke masalah - 12. Anda akan dapati persis seperti yang pernah saya nukil. Juga yg diterjemahkan oleh Sdr Muhamad Shadiq -selain bagian "tafkhidz" tentunya-.

Tolong, nanti jika sudah anda lihat, jangan spt Bagiranwar, menuduh itu bukan situs Syi'ah! Jelas2 itu diupload dari Iran (perhatikan .ir pada lamat situs tsb)!

Pernyataan Anda: "MUDAH2AN ALLAH MELAKNAT THE CREATOR FITNAH TERSEBUT TERMASUK BAGI ORANG YANG MENYEBARKANNYA....."
Coba juga Anda tujukan juga kepada : Ayatullah Al-'Udzma, Sayid Ali al-Husaini al-Khamna'i!!! Ia turut andil dalam menyebarkan FITNAH ini di situs resminya!

Anda juga bisa mengirimkan saran, usulan dan kritikan ke situs tsb kok!
Jangan sampai kita yang awam dan sunni ini ikut terfitnah dengan menerima fitnah dari imam Syi'ah yang menjadi salah satu marja' dan masih produktif lagi....
Cepat Pak, ditunggu......!
Kiriman 180
Tagor Ihsan Bagus S menulispada 14 April 2009 jam 0:20
Nikah Mut'ah
Nikah mut'ah ialah perkawinan antara seorang lelaki dan wanita dengan maskawin tertentu untuk jangka waktu terbatas yang berakhir dengan habisnya masa tersebut, dimana suami tidak berkewajiban memberikan nafkah, dan tempat tinggal kepada istri, serta tidak menimbulkan pewarisan antara keduanya.

Ada 6 perbedaan prinsip antara nikah mut'ah dan nikah sunni (syar'i):
1. Nikah mut'ah dibatasi oleh waktu, nikah sunni tidak dibatasi oleh waktu.
2. Nikah mut'ah berakhir dengan habisnya waktu yang ditentukan dalam akad atau fasakh, sedangkan nikah sunni berakhir dengan talaq atau meninggal dunia
3. Nikah mut'ah tidak berakibat saling mewarisi antara suami istri, nikah sunni menimbulkan pewarisan antara keduanya.
4. Nikah mut'ah tidak membatasi jumlah istri, nikah sunni dibatasi dengan jumlah istri hingga maksimal 4 orang.
5. Nikah mut'ah dapat dilaksanakan tanpa wali dan saksi, nikah sunni harus dilaksanakan dengan wali dan saksi.
6. Nikah mut'ah tidak mewajibkan suami memberikan nafkah kepada istri, nikah sunni mewajibkan suami memberikan nafkah kepada istri.

Dalil-Dali Haramnya Nikah Mut'ah
Haramnya nikah mut'ah berlandaskan dalil-dalil hadits Nabi saw juga pendapat para ulama dari 4 madzhab.

Dalil dari hadits Nabi saw yang diwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitabnya Shahih Muslim menyatakan bahwa dari Sabrah bin Ma'bad Al-Juhaini, ia berkata: Kami bersama Rasulullah saw dalam suatu perjalanan haji. Pada suatu saat kami berjalan bersama saudara sepupu kami dan bertemu dengan seorang wanita. Jiwa muda kami mengagumi wanita tersebut, sementara dia mengagumi selimut (selendang) yang dipakai oleh saudaraku itu. Kemudian wanita tadi berkata: Ada selimut seperti selimut. Akhirnya aku menikahinya dan tidur bersamanya satu malam. Keesokan harinya aku pergi ke Masjidil Haram, dan tiba-tiba aku melihat Rasulullah saw sedang berpidato diantara pintu Ka'bah dan Hijr Ismail. Beliau bersabda, Wahai sekalian manusia, aku pernah mengizinkan kepada kalian untuk melakukan nikah mut'ah. Maka sekarang siapa yang memiliki istri dengan cara nikah mut'ah, haruslah ia menceraikannya, dan segala sesuatu yang telah kalian berikan kepadanya, janganlah kalian ambil lagi. Karena Allah azza wa jalla telah mengharamkan nikah mut'ah sampai Hari Kiamat (Shahih Muslim II/1024)

Dalil hadits lainnya: Dari Ali bin Abi Thalib ra. ia berkata kepada Ibnu Abbas ra bahwa Nabi Muhammad saw melarang nikah mut'ah dan memakan daging keledai jinak pada waktu perang Khaibar (Fathul Bari IX/71)

Pendapat Para Ulama
Berdasarkan hadits-hadits tersebut diatas, para ulama berpendapat sebagai berikut:

- Dari Madzhab Hanafi, Imam Syamsuddin Al-Sarkhasi (wafat 490 H) dalam kitabnya Al-Mabsuth (V/152) mengatakan: Nikah mut'ah ini bathil menurut madzhab kami. Demikian pula Imam Ala Al Din Al-Kasani (wafat 587 H) dalam kitabnya Bada'i Al-Sana'i fi Tartib Al-Syara'i (II/272) mengatakan, Tidak boleh nikah yang bersifat sementara, yaitu nikah mut'ah

- Dari Madzhab Maliki, Imam Ibnu Rusyd (wafat 595 H) dalam kitabnya Bidayatul Mujtahid wa Nihayah Al-Muqtashid (IV/325 s.d 334) mengatakan, hadits-hadits yang mengharamkan nikah mut'ah mencapai peringkat mutawatir Sementara itu Imam Malik bin Anas (wafat 179 H) dalam kitabnya Al-Mudawanah Al-Kubra (II/130) mengatakan, Apabila seorang lelaki menikahi wanita dengan dibatasi waktu, maka nikahnya batil.

- Dari Madzhab Syafi', Imam Syafi'i (wafat 204 H) dalam kitabnya Al-Umm (V/85) mengatakan, Nikah mut'ah yang dilarang itu adalah semua nikah yang dibatasi dengan waktu, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, seperti ucapan seorang lelaki kepada seorang perempuan, aku nikahi kamu selama satu hari, sepuluh hari atau satu bulan. Sementara itu Imam Nawawi (wafat 676 H) dalam kitabnya Al-Majmu' (XVII/356) mengatakan, Nikah mut'ah tidak diperbolehkan, karena pernikahan itu pada dasarnya adalah suatu aqad yang bersifat mutlaq, maka tidak sah apabila dibatasi dengan waktu.

nikah mut’ah adalah nikah kontrak dalam jangka waktu tertentu, sehingga apabila waktunya telah habis maka dengan sendirinya nikah tersebut bubar tanpa adanya talak. Dalam nikah mut’ah si wanita yang menjadi istri juga tidak mempunyai hak waris jika si suami meninggal. Dengan begitu, tujuan nikah mut’ah ini tidak sesuai dengan tujuan nikah menurut ajaran Islam sebagaimana disebutkan di atas, dan dalam nikah mut’ah ini pihak wanita teramat sangat dirugikan. Oleh karenanya nikah mut’ah ini dilarang oleh Islam.

Dalam hal ini syaikh al-Bakri dalam kitabnya I’anah at-Thalibinmenyatakan:

“Kesimpulannya, nikah mut’ah ini haram hukumnya. Nikah ini disebut nikah mut’ah karena tujuannya adalah untuk mencari kesenangan belaka, tidak untuk membangun rumah tangga yang melahirkan anak dan juga saling mewarisi, yang keduanya merupakan tujuan utama dari ikatan pernikahan dan menimbulkan konsekwensi langgengnya pernikahan”.

Memang benar bahwa nikah mut’ah ini pernah dibolehkan ketika awal Islam, tapi kemudian diharamkan, sebagaimana dinyatakan oleh al-Imam an-Nawawi dalam kitabnya Syarh Shahih Muslim:

“Yang benar dalam masalah nikah mut’ah ini adalah bahwa pernah dibolehkan dan kemudian diharamkan sebanyak dua kali; yakni dibolehkan sebelum perang Khaibar, tapi kemudian diharamkan ketika perang Khaibar. Kemudian dibolehkan selama tiga hari ketika fathu Makkah, atau hari perang Authas, kemudian setelah itu diharamkan untuk selamanya sampai hari kiamat”.

Alasan kenapa ketika itu dibolehkan melaksanakan nikah mut’ah, karena ketika itu dalam keadaan perang yang jauh dari istri, sehingga para sahabat yang ikut perang merasa sangat berat. Dan lagi pada masa itu masih dalam masa peralihan dari kebiasaan zaman jahiliyah.

Selain saya juga merujuk pada :

DEWAN PIMPINAN MAJELIS ULAMA INDONESIA, setelah :

Memperhatikan :

1. Surat Sekretaris Jendral Departemen Agama RI nomor: BVI/4PW.01/4823/1996 tanggal 11 Oktober 1996, perihal "perlu dikeluarkan fatwa tentang kawin mut`ah".
2. Surat Dewan pimpinan Pusat Ittihadul Muballighin Nomor : 35/IM/X/1997 Oktober 1997 perihal "Keputusan Bahtsul Masail" yang dikeluarkan pada 3-5 Oktober 1997 di Bogor tentang, antara lain, nikah mut`ah.
3. Makalah yang disampaikan oleh Prof.K.H. Ibrahim Hosen, LML berjudul tentang Hukum Nikah Mut'ah dan makalah yang disampaikan oleh KH.Ma`ruf Amin dan Muh. Nahar Nahwari berjudul Mencermati Hukum Nikah Mut`ah yang disampaikan pada Sidang Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia tanggal 25 Oktober 1997 yang membahas tentang nikah mut`ah.
4. Pendapat, usul, dan saran dari para peserta Sidang Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia tanggal 25 Oktober 1997.



Menimbang :

1. Bahwa nikah mut'ah akhir-akhir ini mulai banyak dilakukan oleh sementara umat Islam Indonesia, terutama kalangan pemuda dan mahasiswa.
2. Bahwa praktek nikah mut`ah tersebut telah menimbulkan keprihatinan, kekhawatiran, dan keresahan bagi para orang tua, ulama, pendidik, tokoh masyarakat, dan umat Islam Indonesia pada umumnya, serta dipandang sebagai alat propaganda paham Syi`ah di Indonesia.
3. Bahwa mayoritas umat Islam Indonesia adalah penganut paham Sunni (Ahlus Sunnah wal Jama`ah) yang tidak mengakui dan menolak paham Syi`ah secara umum dan ajarannya tentang nikah mut`ah secara khusus.
4. Bahwa oleh karena itu, perlu segera dikeluarkan fatwa tentang nikah mut`ah oleh Majelis Ulama Indonesia.

Mengingat :

1. Dalil-dalil yang dikemukakan oleh jumhur ulama tentang keharaman nikah mut`ah,antara lain:
1. Firman Allah SWT : "Dan (diantara sifat orang mukmin itu) mereka memelihara kemaluannya kecuali terhadap isteri atau jariah mereka: maka sesungguhnya mereka (dalam hal ini) tiada tercela" (QS. Almukminun[23]:5-6).
Ayat ini jelas mengutarakan bahwa hubungan kelamin hanya dibolehkan kepada wanita yang berfungsi sebagai isteri atau jariah. Sedangkan wanita yang diambil dengan jalan mut`ah tidak berfungsi sebagai isteri atau sebagai jariah. Ia bukan jariah,karena akad mut`ah bukan akad nikah, dengan alasan sebagai berikut :
1. Tidak saling mewarisi. Sedang akad nikah menjadi sebab memperoleh harta warisan.
2. Iddah Mut`ah tidak seperti iddah nikah biasa.
3. Dengan akad nikah menjadi berkuranglah hak seseorang dalam hubungan dengan kebolehan beristeri empat. Sedangkan tidak demikian halnya dengan mut`ah.
4. Dengan melakukan mut`ah, seseorang tidak dianggap menjadi muhsan, karena wanita yang diambil dengan jalan mut'ah tidak berfungsi sebagai isteri, sebab mut`ah itu tidak menjadikan wanita berstatus sebagai isteri dan tidak pula berstatus jariah. Oleh karena itu, orang yang melakukan mut`ah termasuk didalam firman Allah:
"Barang siapa mencari selain dari pada itu, maka mereka itulah orang yang melampaui batas"(QS. al-Mukminin[23]:7)
darurat, kembali dilarang oleh Rasulullah SAW sebagaimana diketahui dari perkataan "Tsumma Nuhii `anhaa" dalam hadist tersebut.
2. Nikah mut`ah bertentangan dengan tujuan persyari`atan akad nikah, yaitu untuk mewujudkan keluarga sejahtera dan melahirkan keturunan (Iattanasul).
3. Nikah mut`ah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan pemerintah/negara Republik Indonesia (antara lain UU. Perkawinan Nomor 1/1974 dan Kompilasi Hukum Islam). Padahal, peraturan perundang-undangan itu wajib ditaati kepada pemerintah (ulil amri), berdasarkan, antara lain:

1. Firman Allah: "Hai orang beriman! Taatilah Allah dan Rasul(Nya), dan ulil amri diantara kamu..."(QS. an-Nisa[4]:59)
2. Kaidah Fiqhiyah:"Keputusan pemerintah itu mengikat untuk dilaksanakan dan menghilangkan perbedaan pendapat".

Dengan memohon taufiq dan hidayah dari Allah SWT.

MEMUTUSKAN

Menetapkan :

1. Nikah mut`ah hukumnya adalah HARAM.
2. Pelaku nikah mut`ah harus dihadapkan ke pengadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan bila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam keputusan ini akan diadakan pembetulan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan :Jakarta
Pada tanggal :25 Oktober 1997.


DEWAN PIMPINAN
MAJELIS ULAMA INDONESIA


Ketua Komisi Fatwa MUI Ketua Umum Sekretaris Umum


Prof. K.H. Ibrahim Hosen, LML KH. Hasan Basri Musytari Yusuf LA

Afwan saya memang bukan ahli tafsir, mungkin saya tidak punya kemampuan untuk itu..tapi saya hanya berusaha menurut sepengetahuan saya.mungkin saya terlalu memvonis..saya tidak tahu anda syiah atau sunni..saya tidak tahu alasan nikah ini dilakukan pada saat kita tidak sedang berperang.Jika ada sengketa di kemudian hari, misalnya, dalam nikah mut’ah ketika jangka waktu pernikahan telah habis, maka tanpa talakpun secara otomatis tidak ada lagi hubungan antara kedua orang tersebut. Dan jangan lupa, dalam nikah mut’ah istri tidak berhak mendapat warisan dari suami, ketika, misalnya, suaminya tersebut meninggal. Tegasnya, dengan nikah mut’ah, para wanita yang menjadi istri kedudukannya sangatlah lemah. Oleh karenanya Islam melarang nikah mut’ah tersebut.semua dikembalikan ke niat dan tujuan pelaku nikah
sekali lg afwan klo saya salah dan khilaf.saya rasa ini jawaban saya yg terakhir dalam diskusi ini
Kiriman 181
Herry Yuli Sunarno membalas kiriman Nellypada 14 April 2009 jam 1:20
ga pa2 namanya juga belajar...saya jg masih perlu belajar banyak kok..spt yg saya katakan pada postingan saya terdahulu..bahwa yg paling berhak untuk (waris mewarisi) kitab Allah hanya itrah ahlul bait..(QS. Al-ahzab : 6)...maksud nya yg paling berhak untuk menafsirkan al-qur'an hanya keluarga (keturunan) /ahlul bait rosulluloh SAW, ini sudah merupakan ketetapan ALLAH yg ga bisa dirubah..

kesimpulan: para pakar tafsir jika tidak mengikuti itrah ahlul bait maka mereka ga berhak menafsirkan al-qur'an...mudah2an kita semua menjadi golongan org2 yg berpikir.....
Kiriman 182
1 balasan
Zoel Fly menulispada 14 April 2009 jam 1:51
Gillllaaa hare gini masih ada yang baca buku
Mengapa saya keluar dari Syiah...
dijadikan sandaran lagi hahahahaa malu-maluin
Nauzubillah min zalik.....hahaa
Kiriman 183
AndiEmil Imamah FitrahRamadhani menulispada 14 April 2009 jam 2:08
Berhubung dengan isu hangat yaitu Nikah Mut’ah yang dikaitkan dengan zina, pendapat ini menimbulkan kemusykilan yang amat sangat. Ini karena menyamakan Mut’ah Nikah dengan zina membawa maksud seolah-olah Nabi Muhammad SAW pernah menghalalkan zina dalam keadaan-keadaan darurat seperti perang Khaibar dan pembukaan kota Mekah. Pendapat ini tidak boleh diterima karena perzinaan memang telah diharamkan sejak awal Islam dan tidak ada rokhsah dalam isu zina.

Sejarah menunjukkan bahwa Abdullah bin Abbas diriwayatkan pernah membolehan Nikah Mut’ah tetapi kemudian menarik balik fatwanya di zaman selepas zaman Nabi Muhammad SAW.

Kalau mut’ah telah diharamkan pada zaman Nabi SAW apakah mungkin Abdullah bin Abbas membolehkannya?

Sekiranya beliau tidak tahu [mungkinkah beliau tidak tahu?] tentang hukum haramnya mut’ah apakah mungkin beliau berani menghalalkannya pada waktu itu?

Fatwa Abdullah bin Abbas juga menimbulkan tanda tanya karena tidak mungkin beliau berani membolehkan zina [mut'ah] dalam keadaan darurat seperti makan bangkai, darah dan daging babi kerana zina [mut'ah] tidak ada rokhsah sama sekali walaupun seseorang itu akan mati jika tidak melakukan jimak. Sebaliknya Abdullah menyandarkan pengharaman mut’ah kepada Umar al-Khattab seperti tercatat dalam tafsir al-Qurtubi meriiwayatkan Abdullah bin Abbas berkata, ” Sekiranya Umar tidak mengharamkan mut’ah nescaya tidak akan ada orang yang berzina kecuali orang yang benar-benar jahat.” (Lihat tafsiran surah al-Nisa:24)

Begitu juga pengakuan sahabat Nabi SAW yaitu Jabir bin Abdullah dalam riwayat Sohih Muslim, ” Kami para sahabat di zaman Nabi SAW dan di zaman Abu Bakar melakukan mut’ah dengan segenggam korma dan tepung sebagai maharnya, kemudian Umar mengharamkannya karena Amr bin khuraits.”

Jelaslah mut’ah telah diamalkan oleh para sahabat Nabi Muhammad SAW selepas zaman Rasulullah SAW wafat. Oleh itu hadith-hadith yang meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW telah mengharamkan mut’ah nikah sebelum baginda wafat adalah hadith-hadith dhaif.

Dua riwayat yang dianggap kuat oleh ulama Ahlul Sunnah yaitu riwayat yang mengatakan nikah mut’ah telah dihapuskan pada saat Perang Khaibar dan pembukaan kota Mekah sebenarnya hadith-hadith yang dhaif. Riwayat yang mengaitkan pengharaman mut’ah nikah pada ketika Perang Khaibar lemah karena seperti menurut Ibn al-Qayyim ketika itu di Khaibar tidak terdapat wanita-wanita muslimah yang dapat dikawini. Wanita-wanita Yahudi (Ahlul Kitab) ketika itu belum ada izin untuk dikawini. Izin untuk mengahwini Ahlul Kitab seperti tersebut dalam Surah al-Maidah terjadi selepas Perang Khaibar. Tambahan pula kaum muslimin tidak berminat untuk mengawini wanita Yahudi ketika itu karena mereka adalah musuh mereka.

Riwayat kedua diriwayatkan oleh Sabirah yang menjelaskan bahwa nikah mut’ah diharamkan saat dibukanya kota Mekah (Sahih Muslim bab Nikah Mut’ah) hanya diriwayatkan oleh Sabirah dan keluarganya saja tetapi kenapa para sahabat yang lain tidak meriwayatkannya seperti Jabir bin Abdullah, Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud?

Sekiranya kita menerima pengharaman nikah mut’ah di Khaibar, ini bermakna mut’ah telah diharamkan di Khaibar dan kemudian diharuskan pada peristiwa pembukaan Mekah dan kemudian diharamkan sekali lagi. Ada pendapat mengatakan nikah mut’ah telah dihalalkan 7 kali dan diharamkan 7 kali sehingga timbul pula golongan yang berpendapat mut’ah nikah telah diharamkan secara bertahap seperti pengharaman arak dalam al-Qur’an tetapi mereka lupa bahwa tidak ada ayat Qur’an yang menyebutkan pengharaman mut’ah secara bertahap seperti itu. Ini hanyalah dugaan semata-mata.

Yang jelas nikah mut’ah dihalalkan dalam al-Qur’an surah al-Nisa:24 dan ayat ini tidak pernah dimansuhkan sama sekali. Al-Bukhari meriwayatkan dari Imran bin Hushain: “Setelah turunnya ayat mut’ah, tidak ada ayat lain yang menghapuskan ayat itu. Kemudian Rasulullah SAW pernah memerintahkan kita untuk melakukan perkara itu dan kita melakukannya semasa beliau masih hidup. Dan pada saat beliau meninggal, kita tidak pernah mendengar adanya larangan dari beliau SAW tetapi kemudian ada seseorang yang berpendapat menurut kehendaknya sendiri.”

Orang yang dimaksudkan ialah Umar. Walau bagaimanapun Bukhari telah memasukkan hadith ini dalam bab haji tamattu.

Pendapat Imam Ali AS adalah jelas tentang harusnya nikah muta’ah dan pengharaman mut’ah dinisbahkan kepada Umar seperti yang diriwayatkan dalam tafsir al-Tabari: “Kalau bukan kerana Umar melarang nikah mut’ah maka tidak akan ada orang yang berzina kecuali orang yang benar-benar celaka.”

Sanadnya sahih. Justeru itu Abdullah bin Abbas telah memasukkan tafsiran (Ila Ajalin Mussama) selepas ayat 24 Surah al-Nisa bagi menjelaskan maksud ayat tersebut adalah ayat mut’ah (lihat juga Syed Sobiq bab nikah mut’ah).

Pengakuan Umar yang menisbahkan pengharaman mut’ah kepada dirinya sendiri bukan kepada Nabi SAW cukup jelas bahawa nikah mut’ah halal pada zaman Nabi SAW seperti yang tercatat dalam Sunan Baihaqi, ” Dua jenis mut’ah yang dihalalkan di zaman Nabi SAW aku haramkan sekarang dan aku akan dera siapa yang melakukan kedua jenis mut’ah tersebut. Pertama nikah mut’ah dan kedua haji tamattu”.

Perlulah diingatkan bahwa keharusan nikah mut’ah yang diamalkan oleh Mazhab Syiah bukan bermaksud semua orang wajib melakukan nikah mut’ah seperti juga kehalalan kawin empat bukan bermaksud semua orang wajib kawin empat. Penyelewengan yang berlaku pada amalan nikah mut’ah dan kawin empat bukan disebabkan hukum Allah SWT itu lemah tetapi disebabkan oleh kejahilan seseorang itu dan kelemahan akhlaknya sebagai seorang Islam. Persoalannya jika nikah mut’ah sama dengan zina, apakah bentuk mut’ah yang diamalkan oleh para sahabat pada zaman Nabi Muhammad SAW dan zaman khalifah Abu Bakar? [catatan: Nikah muta'ah memang tidak sama dengan zina]
Kiriman 184
Shalahuddin Al Ayyubi membalas kiriman Zoelpada 14 April 2009 jam 2:17
Assalaamu'alaikum W W

Lha wong bukunya memang sudah ada? Di internet lagi? Dan tidak dibantah? Itu sudah dipostingkan linknya?

Hari gini masih percaya Syi'ah?

Ndak pakai otak lagi ...

Apalagi belajar sejarah?

Dijadikan sandaran lagi hahahahaa malu-maluin

Nauzubillah min zalik.....hahaa



Kiriman 185
2 balasan
Shalahuddin Al Ayyubi menulispada 14 April 2009 jam 2:30
Assalaamu'alaikum W W

Ifadah

Saya mau nikah mut'ah dengan anda ... :-)

Mau?

Kiriman 186
1 balasan
Insun Evrian menulispada 14 April 2009 jam 2:33
CONTOH KESALAHAN BERPIKIR (falasi):

1. saya menolak nikah mut'ah karena sebagian orang menjadikan nikah mut'ah sebagai alat legalisasi perzinahan.
2. saya menolak ajaran islam karena sebagian orang islam berperilaku buruk.
Kiriman 187
Yanu Zakwir menulispada 14 April 2009 jam 2:42
Ass. Wr. Wb……;]
Shollu ala Nabi….! kepada Saudara2ku jemaah Kajian Fesbukiyah semoga kita semua senantiasa dalam penjagaan Ridho, Berkah dan Hidayah Alloh, Masalah Mut’ah sudah final sebuah konsep yang tidak ada satupun argumen/huj’jah yg mampu mematahkannya ; bagi saudara2 kita para pencari kebenaran apapun latar belakang mazhab yg mereka yakini pada akhirnya muara kebenaran Insya Allah akan mereka temukan, mereka dapatkan kalau mereka mau mereka pasti bisa, cepat atau lambat sepanjang mereka tetap berpegang pada Hadis Rosulalloh tentang kewajiban dalam menuntut ilmu, kebenaran tidak akan mampu mereka elak-kan, diera informasi global kritisi terhadap sejarah risalah Rosulalloh dan Keluarga-Nya yang disucikan adalah sebuah keniscayaan yang tak sanggup lagi mereka lokalisirkan, kecuali hati-hati mereka yg tertutup/terhijab silaunya ‘pengaruh dan kekuasaan’ dunia, terkunci dalam loyalitas fanatik buta, mereka seumpama jamban berjalan, akal dipantat napsu menghitam dijidat, generasi penerus muawiyah bin abu sufyan dan anaknya yazid bin muawiyah Laknatulloh atas nama agama, mereka jungkir-balikan kebenaran, kemunafikan disihir dalam bahasa yg santun, mereka jajakan konsep Tuhan dengan simbol-simbol ketaatan dan kesalehan menurut persepsi yang sempit berwajah ganda, Syariat Nabi kebenaran ajaran langit yang estafet dijaga dan diajarkan oleh para A’immah untuk dibumikan mereka tolak dengan pengaruh, kekuatan dan kekuasaan mereka, islam ditafsirkan menurut selera mereka dan dipaksakan untuk naik kelangit, padahal akal pemikiran mereka rapuh, goyah menatap keagungan para Syuhada’ para orang-orang shaleh, para sahabat-sahabat pecinta Akhlulbayt Nabi yang disucikan. ; lebih produktif kalau dalam diskusi ini mulai lagi dengan tema yang baru ; tentang perang pemikiran dalam rangka mencari kebenaran disini saya postingkan salah satu Fatwa Ulama Mesir, semoga bermanfaat dalam mencairkan kebencian mereka terhadap para pengikut pecinta keluarga Nabi dan AkhlulBayt-Nya yang disucikan.



Fatwa Syekh Ali Jum’ah Mufti Mesir

14 Februari 2009 jam 16:41
Mufti Mesir, Ali Jum’ah, menyatakan bahwa Syiah adalah mazhab Islam. “Setiap Muslim sah menjalankan syariah Islam sesuai dengan mazhab fiqih Syiah”.

Mufti Mesir ini juga mengingatkan mayoritas Muslim yang bermazhab Ahlus Sunnah untuk mengikuti konsep Syiah dalam ijtihad. “Syiah adalah sebuah mazhab Islam yang memiliki pola pikir yang maju dan progresif.” Para Marzhi pengikut Syiah dalam ber-Ijtihad menggunakan hu’jah yang kuat bersumber pada Al-Qur’an, Hadist dan Itrah Rosulallah, Saww.

Beliau menambahkan, “Kita harus mengakui bahwa para pengikut mazhab Syiah (mazhab Ja’fari/Imam Ja’far Shodiq) ini telah mencapai kemajuan besar dalam banyak segi. Kita harus mengupayakan kerjasama di antara umat Islam demi kemaslahatan dan kejayaan bersama.”

Syaikh Jum’ah juga menyatakan bahwa semua pihak yang mendiskreditkan Syiah adalah elemen yang patut dicurigai sebagai agen yang punya misi-misi buruk untuk kejayaan ukhwuah Islamiah.

Syaikh Jum’ah lalu mengajak para pengikut Ahlus Sunnah wal Jama’ah untuk bergandeng tangan dengan pengikut Syiah demi kemajuan dan keunggulan umat. Beliau mengimbau semua pihak untuk mengesampingkan perbedaan-perbedaan sepele yang ada di antara Ahlus Sunnah dan Syiah, besatu dan bergandengan tangan dalam persamaan, menghargai perbedaan.

[islammuhammadi/mt/musakazhim/shia-online/Al-Arabiya]
Kiriman 188
Insun Evrian menulispada 14 April 2009 jam 3:00
1. apa itu nikah??
2. bagaimana pandangan islam tentang nikah??
3. apa yang dimaksud dengan nikah daim & nikah mut'ah??
4. mengapa mut'ah masuk dalam klasifikasi nikah??
5. apakah seks adalah perihal wajib dalam nikah mut'ah??
6. lalu, apa sebenarnya fungsi dari nikah mut'ah??
Kiriman 189
Shalahuddin Al Ayyubi membalas kiriman Insunpada 14 April 2009 jam 3:01
CONTOH KESALAHAN BERPIKIR (falasi):

1. Saya menerima Syi'ah karena sebagian pemikiran dan akidah Syi'ah benar

2. Saya menolak Syi'ah karena pemikiran dan akidah Syi'ah tidak ada yang benar
Kiriman 190
Shalahuddin Al Ayyubi membalas kiriman Shalahuddinpada 14 April 2009 jam 3:07
Puisi Untuk ifadah



Ifadaaahhhh ... ? /

Jadi tidak kita mut'ah? /

Satu malaaaaaam saja? /

Melepas hasrat alamii manusia? /
Kiriman 191
1 balasan
Shalahuddin Al Ayyubi membalas kiriman Sonipada 14 April 2009 jam 3:26
Yang jelas, pak Soni Permana, tulisan saya itu, baru SEKARANG muncul di salahsatu topik diskusi di Ohashem, setelah saya kirim ulang!

Dan itu, SETELAH SEBULANAN YANG LALU DIHAPUS HANYA DALAM WAKTU SEKITAR 4 JAM DI TENGAH MALAM SETELAH SAYA UPLOAD DI WALLNYA DAN DI TOPIKNYA!

HILANG LENYAP! ...
DAN TERNYATA TIDAK HANYA SAYA YANG DIMUSNAHKAN!

Ada keluhan serupa dari sahabat!

Sekarang saya pasang yang serupa lagi di Wall Ohashem.

Apa ini masu dimusnahkan juga?

Lalu untuk apa ajak orang di berbagai Milis Islami lain, masuk bertamu ke sarangnya, kalau tidak boleh bicara?

Untuk dicuci otaknya? Dengan iming-iming mut'ah?
Kiriman 192
Shalahuddin Al Ayyubi menulispada 14 April 2009 jam 3:45
Puisi Untuk Haji Nawawi


Pak Haji waktu berhaji, memangnya bawa tanah Karbala? /

Untuk dipakai alas kepala sholat, padahal di atas tanah suciNya? /

Kembali ke tanah air yang kotor, serta memut'ahkan Ifadah anaknya? /

Melayani 'pejuangnya Ali R.A.' yang perlu belaian mesra, oh sebentar saja? /
Kiriman 193
Shalahuddin Al Ayyubi membalas kiriman Insunpada 14 April 2009 jam 3:49
CONTOH KESALAHAN BERPIKIR (falasi) ... yang derajat kerumitannya disederhanakan (supaya sesama manusia yang sudah buntu berpikir karena sering mut'ah, mudah mencernanya):

1. Saya menolak Sunni karena sebagian orang Sunni salah bertindak

2. Saya menerima hasutan karena menguntungkan saya
Kiriman 194
2 balasan
Shalahuddin Al Ayyubi membalas kiriman Hajipada 14 April 2009 jam 3:50

Puisi Untuk Haji Nawawi


Pak Haji waktu berhaji, memangnya bawa tanah Karbala? /

Untuk dipakai alas kepala sholat, padahal di atas tanah suciNya? /

Kembali ke tanah air yang kotor, serta memut'ahkan Ifadah anaknya? /

Melayani 'pejuangnya Ali R.A.' yang perlu belaian mesra, oh sebentar saja? /
Kiriman 195
AndiEmil Imamah FitrahRamadhani menulispada 14 April 2009 jam 4:14
@Shalahuddin Al Ayyubi

Asklm,wr,wb.
Salam Untuk Antum..

Untuk dicuci otaknya? Dengan iming-iming mut'ah?

klo di cuci otak, kayaknya Antum, merasa di cuci ga otaknya ni?? klo sy melihat kayaknya ga demikian. iyakan! klo di Iming2 Mut'ah.. Itu Pilihan Individu2 masing2 bener ga?!

Saya Rasa Diskusi Ini, Tentang Mut'ah Bukan Tentang Syiah Vs Sunni, Karbala Vs Tanah suci...



Kiriman 196
1 balasan
Muhammad Baqiranwar menulispada 14 April 2009 jam 6:57
Pak Soni dkk
Kalian semua sdh melihat sendiri pengakuan pengikut siapa yg tidak beriman, danakan digiring ke neraka, yakni kebanyakan orang, kebanyakan manusia...

Jadi anda jangan mengikuti Ali Reza dan kebanyakan orang itu Yakni Salafi / Wahabi dan ahlussunna yg menjadi golongan yg mayoritas di dalam islam dan Ali Reza sdh menunjukkan Firman Allah itu bagaimana kebanyakan manusia itu keras kepala tidak bisa menerima kebenaran meskipun para malaikat menjelaskan... Apalagi manusia yg menjelaskan tentang hukum2 Allah misalnya tentang Mut'ah... Padahal Mut'ah itu jelas hukumnya Halal.. koq masih diperdebatkan??? apa kurang jelas Alquraan telah menjelaskan????

Anda jangan jadi orang yg kebanyakan itu....

Teruskan diskusinya Pak Soni saya hanya ingin mendengar dan mebaca komentar anda semua Pak Soni... Hukum Allah itu jelas seterang matahari selama mengikuti Alquraan dan itrati Ahlulbait nabi yg telah disucikan Allah... bukan mengikuti yang lain....
Kiriman 197
Abdul Malik Karim membalas kiriman Muhammadpada 14 April 2009 jam 8:11
bagir, saya tidak ngomong saya pinter bahasa arab,

tapi saya minta anda menuliskan nama pengawas/pengarah situs islam4u.com yang ada di kiri atas,

tapi anda malah menuliskan nama sahabat-sahabat Nabi dari shahih muslim.
tidak ada jaminan bahwa anda merujuk langsung ke shahih muslim.

kalo anda memang bisa bahasa arab, coba tuliskan nama pengawas situs islam4u.com

coba lihat sekali lagi shahih muslim, biar jelas.

Padahal Mut'ah itu jelas hukumnya Halal.. koq masih diperdebatkan???

coba lihat sekali lagi shahih muslim, biar jelas...

keluarga Nabi Nuh ada yang sesat, apa setiap keluarga Nabi pasti anda mau ikuti?

Kiriman 198
Muhammad Baqiranwar menulispada 14 April 2009 jam 9:06
Abdul Malik,
Maafkan saya kalau anda tidak berkata demikian...

Sudaj jelas situs itu bukan disusun oleh ulama Syiah.. ini jelas.. saya sdh menjelaskannya... Anda tidak membaca komentar saya sebelumnya mengenai situs itu...

Saya merujuk shahih muslim itu krn di dlm kitab anda sendiri para sahabat telah menghalalkan nikah mut'ah hanya utk membuka mata anda, bahwa para sahabat Nabi Saww meng-HALAL-kan nikah mut'ah sebagaimana nabi juga menghalalkan dan tidak pernah mengharamkan... hanya Umarlah biang kerok pengharaman nikah mut'ah... ini JELAS..

Mengapa kami merujuk pada kitab anda? krn kalau kami memakai kitab kami, kalian tidak percaya kebenarannya... Krn hanya sedikit org yg mempercayainya... Kalau tiba anda banyak yg mempercayainya... sehingga kebanyakan org terjerumus kedalam api neraka seperti firman Allah surat (QS. 7:179) yg di akui teman anda Ali Reza..

Saya tidak akan mengikuti keluarga nabi yg sesat...Ini Jelas... Tetapi keluarga Nabi Muhammad yg telah disucikan Allah itulah yg saya ikut... bukan semua keluarga Nabi Saww... misalnya Abulahab dan keturunanya jelas itu iblis...Sekali lagi saya tidak bertaqlid buta dan saya berlepas diri dari kaum kebanyakan...

Anda jangan menjadi org kebanyakan yg tdk beriman yg disinggung oleh Ali Reza dalam firman Allah, yg jelas2 kebanyakan manusia tdk beriman, dan kebanyakan manusia itu seperti binatang ternak bahkan lebih tersesat dari binatang ternak..

ANDA HARUSNYA MEMPUNYAI AKAL DAN MATA HATI BAHWA KEBENARAN ITU TIDAK DILIHAT DARI KEBANYAKAN MANUSIA... ANDA JGN MENGIKUTI KEBANYAKAN GOLONGAN ISLAM AHLUSSUNNA WAL JAMAA DAN WAHABI/SALAFI.. KARENA MEREKA BAGIAN YG KEBANYAKAN ITU... KAN ANDA TAU SENDIRI JUMLAH UMAT ISLAM GOLONGAN YG KEBANYAKAN ITU SIAPA??? ANDA JAWAB AJA SENDIRI...

Abdul Malik...HENTIKAN DAKWA WAHABI/SALAFI KALIAN... TAPI KALAU KALIAN BERHENTI BISA2 JADI MINORITAS YAAA.... DAKWA TERUS DEEH... BIAR SEMAKIN BANYAK IBLIS2 YG MENYESATKAN MANUSIA...

ANDA HARUS MENYADARI.. TAPI KALAU MASIH TETAP NGOTOT SILAHKAN ANDA PUNYA HAK SEBAGAIMANA IBLIS DIBERIKAN KELONGGARAN SAMA ALLAH SAMPAI AKHIR KIAMT UTK MENGGODA MANUSIA... I

IBLIS TIDAK AKAN BISA MENGGODA MANUSIA YG BERTAKWA SEBAGAIMANA ANDA JUGA TIDAK BISA MEMPENGARUHI ORG2 YG BERWILAYAH KEPADA 12 IMAM DARI KELUARGA NABI YG DISUCIKAN ALLAH...

SEMOGA ANDA MENYADARI KESALAHAN ANDA DAN MAU MELAKUKAN PERTOBATAN.. KRN ANDA TELAH MENUDUH DAN MEMFITNAH KELOMPOK SYIAH SEBAGAI RAFIDAH...

IMAM SYAFEI MENGATAKAN BAHWA: KALAU ADA YG MENGATAKAN SAYA INI ADALAH RAFIDAH HANYA KRN MENGIKUTI KELUARGA NABI, MAKA DEMI ALLAH AKU ADALAH RAFIDAH...
Kiriman 199
Rio Allagundra Freeart menulispada 14 April 2009 jam 9:14
Sesungguh orang islam itu bersaudara, mereka bagaikan satu tubuh. bila sakit satu bagian, maka sakit juga yang lainnya.
Sabar, tawakal dan mari kembali berdiskusi dengan niat baik dan hanya mengharap ridho Allah semata.
Jangan saling mengkafirkan, karena itu hak Allah.
Jangan saling membodohkan karena itu hanya akan memperlemah umat.
Kalau memang tidak setuju, utarakan dengan baik.
Kalau memang punya pengetahuan lebih, sampaikan kepada yang lain.
Teman2, mari kita mulai kembali diskusi dengan hati yang lapang. jangan sampai bendera mazhab menghancurkan bendera Islam.
Cukup Allah dan Rasul sebagai rujukan dan penentu suatu masalah.
Gimana?
Karena sesungguh shalat dan sabar adalah penolong bagi kaum muslim
Kiriman 200
Muhammad Baqiranwar menulispada 14 April 2009 jam 9:15
Teman2 yg di grup ini,
Coba anda sebutkan tentang kemudaratan dari pernikahan Mut'ah???

Para penentang hukum Allah ini, harus menjelaskan ke mudaratannya, silahkan jelaskan sesuai dgn syariat mut'ah yg benar...

pertanyaan ini belum ada yg menjawab..

Iblis juga tidak mau tunduk atas perintah Allah, jadi kalau ada org yg tidak mau masuk islam hanya karena tidak tunduk kepada hukum2 Allah maka silahkan pilihlah agama yg lain... karena tidak ada paksaan dalam beragama...
Kiriman 201
Rio Allagundra Freeart menulispada 14 April 2009 jam 9:17
Siapa Muslim? dia manusia.
Siapa Khomeini? dia manusia juga
siapa Ali? dia manusia juga
siapa Umar? dia manusia juga

Siapa manusia? tempat salah dan ragu

Bagaimana Rasul? dia manusia juga
Namun, dia mendapat tuntunan langsung dari Allah.
Itu yang membedakannya dengan manusia lainnya.
Kiriman 202
1 balasan
Zoel Fly menulispada 14 April 2009 jam 9:21
waduh boleh ngga saya katakan kamu jokeeeerrr shalahuddin Al Ayyubi ?
karena kamu dah sesat dari topik cerita ni
pengennya nikah lagi ? hahahha
Kiriman 203
Herry Yuli Sunarno menulispada 14 April 2009 jam 10:29
luar biasa....alhamdulillah...mudah2an Allah mengampuni kita semua....hukum Allah adalah ketetapan yg tidak bs diganggu gugat oleh semua mahluk di bumi dan di langit.....

Hukum Allah adalah kitab ALLAH yg kita yakini bersama adalah Alqur'an....

islam adalah agama yg paling sempurna..saya bersyukur karena menjadi islam....wahai saudara2 ku..marilah kita menangkan islam..marilah kita bersatu dalam islam...allahuma shali ala muhammad wa ali muhammad....

Kiriman 204
Herry Yuli Sunarno menulispada 14 April 2009 jam 10:39
ya Allah jaga lah kami dari org2 kafir, org musrik, org2 fasik, org2 munafik...tetapkanlah hati kami atas keteguhan iman, keteguhan hati pada ketetapan Mu....padaa itrah Ahlulbait yg merupakan bagian dari ketetapan Mu...ya Allah jauhkanlah kmi perbuatan2 yg melanggar ketetapan-Mu dalam Alqur'an....allahuma shali ala muhammad wa ali muhammad...
Kiriman 205
Razi Aulia menulispada 14 April 2009 jam 13:34
@herry yuli S :" ......?atau anda ngajak berantem kah dengan saya???katanya darah org syiah halal bagi wahabi....."

jadi ingat waktu pertama kalibelajar sejarah, pa lagi bicara masalah sahabat dengan salah seorang yang di kenal di warung.lebih kurang 3 hari berdiskusi diwaktu makan malam tapi apa yang terjadi saat yang bersangkutan tidak bisa menjawab...dan berdalih lagi. yang melayang adalah gelas dan alas nya ke arah saya, saya reaksi juga tapi tidak sesadis dan se amarah dia malah dia itu berani ngadu nyawa kata nya ke pada saya.

waktu itu saya lagi membaca buku saqifah dan membahas nya dengan dia maklum saya awam.

ngeri juga waktu itu. ya itu lah mereka

salam damai jangan mau di adu domba ala wahabi
Kiriman 206
1 balasan
Arman Ruppa membalas kiriman Shalahuddinpada 14 April 2009 jam 14:25
salam,
To.shalahuddin....
sy dah membaca komentar-komentar anda dan yang ada ,pertama; anda sangat emosional dan tidak logis,kedua; tidak kontekstual apa bisa anda berhujjah secara logis.....

"sallu ala nabiy"........3x
Kiriman 207
Arman Ruppa membalas kiriman Sonipada 14 April 2009 jam 15:20
salam,
mas soni,ma kasih tas sarannya sy dah ngikutin kok diskusinya dari awal justru ketidakpahaman saudara yang membuat anda merasa seperti itu padahal pak muhammad sadiq dan BAqir anwar dah ngejelasin segamblang-gamblangnya masih aja ngotot,toh berbaarengan dengan kwan-kawan anda yg lain klo dah mentok ya ngejek....

yah klo anda yakin kebenaran akan mengemuka seperti apa yg anda harapkan silahkan saja kemukakan.....



Kiriman 208
Muhammad Baqiranwar menulispada 14 April 2009 jam 16:30
Teman2 semua,
Pernikahan Mut'ah itu jelas di halalkan oleh Allah, dan tidak ada ayat yg menghapus nikah mut'ah itu.dan tidak ada hadis yg bisa menghapus ayat quraan.. INI JELAS SEKALI...

Namun hanya karena Umar lah yg mengharamkan,maka kebanyakan orang mengikutiinya... Apakah anda mau mengikuti kebanyak orang??? Apakah anda tidak takut kepada peringatan Allah bahwa kebanyakan manusia itu tidak menginginkan kebenaran dan tidak beriman meskipun malaikat menjelaskannya??? kalau tidak percaya tanya saja sama Ali Reza, dia sangat memahami firman Allah itu... Dan setalah saya cek ternyata benar juga saudara Ali Reza tentang ayat itu bahwa kebanyakan manusia itu tidak mau menerima kebenaran... Jadi, apa anda mau bagian dari kebanyakan org itu???Rame2 masuk nerakah??? Karena meng Haramkan apa yg di Halalkan Allah??? seperti Umar bin Khatab...
Kiriman 209
Eko Wahyu Nugroho menulispada 14 April 2009 jam 16:45
SALAM,,,,,,,,,

Wahai saudaraku,,,,,,
Abdul Malik Karim,,,,,,
Shalahuddin Al Ayyubi
Dan saudaraku lainnya,,,,,,,
Pabila Belum Mengerti jua,,,,

Hendaklah diskusi dijalankan dengan landasan yang kuat,,,,,,,
1. bersandar pada alqur'an
2. Jangan meninggikan ego kalian krn ego membuat akal sehat jd hilang = binatang!!!!!!!!!!

Khusus untuk anda wahai saudaraku Abdul Malik Karim,,,,,,dan
Shalahuddin Al Ayyubi,,,,,,,

coba anda tunjukkan dlm alquran SURAH DAN AYAT BERAPA pelarangan tentang mut'ah,,,,,,,(INGAT YA JGN BERTELE-TELE & TDK GUNAKAN ETIKA YG BAIK/AHLAK YG BAIK DALAM PENYAMPAIAN),,,,,,,,

dan untuk saudaraku yg lain bila mereka tdk bisa jawab maka kalian tunjukkan bolehnya nikah mut'ah dalam alquran,,,,,dan dasar yg kuat bahwa belum adanya penghapusan mut'ah dalam alquran,,,,,,

Apabila sdh di sampaikan maka baru kita semua berpikir yg sehat,,,,,,karena akal yg sehat mempengaruhi jiwa yang sehat (TIDAK GILA),,,,,

WASSALAM,,,,,,,,,,



Kiriman 210
1 balasan
Usman Ghalib menulispada 14 April 2009 jam 17:37
Ha..ha..ha.. ternyata org2 banyak yg tk bisa baca kitab dan bhs arab. Buktinya pertanyaan pak Umar Surabaya tdk ada yg bisa jawab. Pertanyaannya sbb:

Kalian jangan hanya bisanya copy-pasti hadis2, tapi tdk paham maksudnya. Coba kita kemali pada ayat yang kalian jadikan dalil nikah mut'ah:

وَالْمُحْصَـنَاتُ مِنَ النِّـسَآءِ اِلاَّ مَامَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ كِـتَابَ اللهِ عَلَيْكُمْ، وَاُحِلَّ لَكُمْ مَاوَرَآءَ ذَالِكُمْ اَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ مُحْصِـنِيْنَ غَيْرَ مُسَافِحِيْنَ، فَمَااسْـتَمْتَعْتُمْ بِـهِ مِنْهُـنَّ فَأَتُوهُـنَّ اُجُـوْرَهُـنَّ فَرِيْضَةً.

Coba kalian jawab pertanyaan2 saya sehubungan dg ayat tersebut:

1. Apa dasar kalian mengartikan "Istamta'tum" dalam ayat tsb sebagai nikah mut'ah?
2. Apa yg dimaksudkan dengan "Wa uhilla lakum ma waraa-a dzaalikum"
3. Menurut mufassir sunni dalam kitab2 tafsirnya hukum ayat tsb dimansukh oleh firman Allah swt:

"Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang dibalik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas." (Al-Mu’minun: 4-7).

Jika kalian menolaknya, apa dasar dan dalilnya?
Kiriman 211
1 balasan
Marlin Tigor membalas kiriman Usmanpada 14 April 2009 jam 19:01
PAK USMAN :

Andi ini benar benar ANEH, SOK,... dan MEMFITNAH. Berikutnya mungkin KERAS KEPALA.

Ha ha ha ha (juga ) semua pertanyaan itu sudah dijawab dipostingan postingan diatas pak USMAN. Inis saya postingkan lagi jawaban dari pak Muhammad Baqir biar yang mungkin langsung membaca diakhir diskusi ini menyimpulkan yang ndak ndak terhadap pak Muhammad Baqir.
Kawin Mut'ah dan Al-Qur'ān

Marilah kita mulai dengan firman Allāh Swt berikut: ‘Famā'stamta' tum bihi min hunna fa ātū hunna ujūra hunna farîdhatan’

(Dan untuk kenikmatan yang kamu peroleh dari mereka, berilah maskawin (ujūr) mereka, sebagai suatu kewajiban".)

Ayat di atas jelas merupakan kawin atau nikah sah.. Mas kawin di sini digunakan istilah ajr dan bukan shaduqāti seperti pada Surah An-Nisā. (4):4.

Sahabat-sahabat Rasūl seperti 'Ubay bin Ka'b, Ibnu 'Abbās, Sa'îd bin Jubair membaca ayat itu sebagai berikut:

‘Famā'stamta' tum bihi min hunna ilā ajalin musamman fa ātūhunna ujūra hunna farîdhatan.’

(Dan untuk kenikmatan yang kamu peroleh dari mereka sampai waktu yang ditentukan, berilah maskawin (ujūr). mereka, sebagai suatu kewajiban).

Penambahan bacaan 'ilā ajalin musamman (sampai waktu yang ditentukan), disampaikan oleh Thabarî dalam Tafsir Al-Kabîr tatkala ia menerangkan ayat An-nisā' (4) ayat 24 ini pada permulaan jilid 5 yang diriwayatkan dari Ibnu Mas'ūd dan yang lain.

Bacaan ini juga disampaikan oleh Zamakhsyarî dari Ibnu 'Abbās dan Ar-Rāzî dari Ubay bin Ka'b. Setelah menceriterakan bahwa sahabat Rasūl membaca ('Famā'stamta' tum bihi min hunna ilā ajalin musamman fa ātūhunna ujūra hunna farîdhatan), Zamakhsyarî berkata: 'Demikian pula bacaan Ibnu 'Abbas, dan ia berkata lagi:

"Umat (Islam) tidak mengingkari bacaan 'Ubay bin Ka'b dan Ibnu 'Abbās dan umat sepakat akan kebenaran bacaan ini".

Mengenai lafal di atas bacalah juga Thabarî dalam Tafsîr al-Kabîr, jilid 3, hlm. 201. Dan yang disampaikan oleh Al-Qādhî 'Iyādh pada Bāb Nikāh al-Mut'ah dalam Syarh Shahîh Muslim karangan Nawāwi bahwa Ibnu Mas'ūd membaca:

('Famā'stamta' tum bihi min hunna ilā ajalin musamman fa ātūhunna ujūra hunna farîdhatan') dan berita tentang ini banyak sekali. 'Imrān bin Hushain, sahabat Rasūl menjelaskan tentang turunnya ayat ini berkenaan dengan kawin mut'ah:

'Ayat ini tidak dihapus, tidak di-naskh , sampai seseorang melarang menurut pendapat pribadinya sendiri.

Juga dijelaskan oleh Thabarî, dalam karyanya Tafsîr Al-Kabîr. bahwa ayat ini (Al-Qur'ān, Surah 4:ayat 24) jelas berhubungan dengan kawin mut'ah karena hukum nikah abadi telah dijelaskan Allāh sebelumnya (Al-Qur'ān, Surah 4 ayat 3) dengan firmannya

‘Fankihū mā thāba lakum min an-nisā'i matsnā wa tsulātsa wa rubā'a fa in khiftum allā ta’dīlū fa wāhidah ..’.

(Maka kawinilah perempuan-perempuan (lain) yang kamu senangi, dua, tiga atau empat orang, tapi bila kamu kuatir tidak dapat berlaku adil, maka seorang saja..’)..
Sampai permulaan ayat 4::

Wa ātū an-nisā'a shaduqāti hinna nihlatan..’
(Dan berilah perempuan-perempuan mas kawinnya sebagai pemberian yang ikhlas. )

Dan bila kita meneliti Al-Qur'ān kita akan tahu bahwa Surat An-Nisā' telah mencakup masalah nikah dalam Islam secara utuh, yang mencakup seluruhnya, nikah abadi maupun nikah hamba perempuan, sebagaimana difirmankan Allāh Swt

1.Mengawini perempuan beriman yang merdeka.

‘Fankihū mā thāba lakum min an-nisā'i matsnā wa tsulātsa wa rubā'a, fa in khiftum allā ta'dilū fa wāhidatan au mā malakat aimānukum’

(Maka kawinilah perempuan-perempuan (lain) yang kamu senangi, dua, tiga atau empat orang. Tapi jika kamu khawatir tidak dapat berlaku adil, maka seorang (saja). Atau kawinilah hamba perempuan yang kamu miliki..).


2. Mengawini perempuan beriman yang tidak merdeka

‘Wa man lam yastathi' minkum thaulan an yankiha 'l muhshanāti'l mu'mināti fa min mā malakat aimānukum min fatayātikumu'l mu'mināti wallāhu a'lamu bi îmanikum ba'dhu kum bi ba'dhin fa'nkihū hunna bi'idzni ahlihinna wa ātū hunna ujūra hunna bil ma'rūf ...’

(Barangsiapa di antara kamu, tiada mempunyai kemampuan untuk mengawini perempuan-perempuan merdeka yang beriman, maka (ia dapat mengawini) perempuan-perempuan yang beriman di antara hamba-hamba yang kamu miliki. Dan Allāh tahu benar keimananmu. Sebagian kamu adalah sama seperti sebagian yang lain. Maka kawinilah mereka dengan seizin tuannya, dan berilah mereka mas kawinnya (ujūr) menurut sepantasnya..).

3. Kawin mut'ah
Dan kawin mut'ah jelas terpisah seperti bunyi ayat berikut:

‘Fa mā'stamta'tum bihi min hunna fa ātūhunna ujūra hunna farîdhatan..’
(Dan untuk kenikmatan yang kamu peroleh dari mereka, berilah maskawin (ujūr) mereka, sebagai suatu kewajiban.’)
Jelas kawin mut'ah menurut ayat ini punya kedudukan sama dengan kawin abadi, kecuali untuk jangka waktu tertentu dan mas kawin tertentu pula atas kesepakatan bersama.

KEMUDIAN PERTANYAAN KEDUA ITU JUGA SUDAH DIJAWAB OLEH PAK ALFIAN.

AYAT AL-MUKMINUN ITU ADALAH AYAT MAKKIYA YANG LEBIH DULU TURUN. SEDANGKAN AYAT ANNISA ITU AYAT MADDANIYA YANG TURUN SETELAHNYA. BAGAIMANA MUNGKIN AYAT YANG TURUN LEBIH DULUM MEMANSHUKKAN AYAT TURUN BERIKUTNYA.

SEKARANG SAYA BALIK BERTANYA... MENGAPA PERTANYAAN PAK UMAR ITU MEMAKAI MUFASSIR SUNI ? ... APA PAK UMAR TIDAK PUNYA PENDAPAT SENDIRI ? .. ATAU SUNNI ITU BUKAN DARI KELOMPOK PAK UMAR ? ....




Kiriman 212
Muhammad Baqiranwar menulispada 14 April 2009 jam 19:21
Pak Usman dan Mas Marlin,

Apapun yg kita kaum syiah umat islam yg minoritas ini berbicara mengemukakan pendapatnya, atau sekalipun kita memakai dalil ulama2 sunni pun tidak akan kalian terima karena menurut Ali Reza dalam topik sebelumnya sudah mengatakan bahwa sesui dgn Firman Allah yg garis besarnya adalah mengatakan bahwa walaupun malaikat2 turun kebumi utk menjelaskan kebenaran itu mereka kebanyakan manusia tidak beriman, dan kebanyakan dari mereka itu akan masuk neraka... Suratnya saya lupa... mungkin anda tanyakan sama sobat anda Ali Reza ayat tersebut...

Jadi kalian kaum sunni dan wahabi itu adalah umat islam yg kebanyakan itu (mayoritas) sudah disindir Allah dalam Firman Nya... Jadi percuma kalian tidak akan menerimanya... Kalian itu hanya senang membuat onar... karena kebanyakan manusia tidak menyukai kebenaran...

Kalu anda tidak ingin menjadi bagian yg kebanyakan umat itu yg di sindir Allah dalam firman Nya itu, maka coba anda sadarkan diri...

Soal hukum nikah Mut'ah sdh jelas di HALALKAN Allah, dan Umarlah biang kerok peng HARAMAN nikah mut'ah itu...

Dan kebanyakan orang tidak menyukai nikah Mut'ah itu krna kebanyakan manusia itu perempuan dan ditambah laki pengikut umar bin kahtab... Jadi lebih banyak lagi yg tidak menyukai sehingga pengikut Umar lebih banyak...

Umar adaklah pemimpin kaum kebanyakan manusia penzina itu menuju neraka...

Untuk itu Allah telah menyindir kaum kebanyakan manusia itu... Malaikat aja menjelaskan kalian tidak akan mungkin mengimani, apalagi kami... Ini Firman Allah... Detailnya tanyakan sama Ali Reza tenatang ayat tersebut , sobat anda itu...

Mas Marlin, sekarang tidak perlu lagi diperdebatkan nikah mut'ah itu... percuma sampai kapan pun iblis dan teman2 tidak sepaham dgn kaum minoritas Syiah...

Biarkanlah mereka memilih jalannya bersama Umar dan kaum benyakan itu sesuai sindiran Allah dalam kitab Nya yang Suci itu....
Kiriman 213
1 balasan
Shalahuddin Al Ayyubi membalas kiriman Armanpada 15 April 2009 jam 0:34
Jika dianggap emosional, apa memang demikian?

Jika dianggap tidak logis, apa memang demikian juga?

Jika dianggap tidak kontekstual, apa memang demikian pula?

Apakah anda tidak emosional, logis, kontekstual?

Kiriman 214
1 balasan
Uliex Unik membalas kiriman Shalahuddinpada 15 April 2009 jam 1:54
Shalahuddin Al Ayubbi..

Jelas-jelas ente menolak Nikah mut'ah,.. eh kebodohannya muncul nawarin orang Mut'ah...

Emang mau Nikah Mut'ah..?..
Kiriman 215
Shalahuddin Al Ayyubi menulispada 15 April 2009 jam 2:08
Wa'alaikumsalam W W

Syukron

Pak/bu AEIFR (Andi Emil Imamah Fitrah Ramadhani dan seterusnya), beberapa kata kuncinya adalah "untuk", "iming-iming", dan "mut'ah" yang adalah beberapa ciri khas Shia dan sedikit teknik propaganda serta komunikasi. Ditujukan kepada khalayak ramai ...

Shi b, Shi c, Shi d, Shi e ... sampai Shi z, tidak demikian ...

Tentang menurut antum bahwa ini tentang Mut'ah, bukan Tentang Syiah Vs Sunni, Karbala Vs Tanah suci ... apa memang mau dipilah-pilah sempit, sedangkan tidak ada yang tidak berhubungan di dunia ini, mudahnya saja, karena Allahu ahad, al Awwal, al Akhir, ... dan adalah penting menelaah secara statistik-holistik, walaupun dipilah dengan sudut pandang behavioral atau/dan kognitif? Dan kesesatan cara berpikir Syi'ah sudah sedemikian kompleksnya ke mana-mana (sebagian orang yang saya tahu tidak menganggapnya sesat memang, tapi sinting) ... apalagi jika sedang bermut'ah?

Jika kamu berbicara (menyampaikan ucapan) tentang sesuatu perkara kepada suatu kaum padahal perkara itu tidak terjangkau (tidak dipahami) oleh akal pikiran mereka, niscaya akan membawa fitnah di kalangan mereka. (HR. Muslim)

Mau gahab-zinah saja pakai cari pembenaran agama?

Abdullah Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda pada kami: "Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu." Muttafaq Alaihi.


Hadis riwayat Abu Said Al-Khudri ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Tidaklah seorang hamba yang berpuasa satu hari di jalan Allah, kecuali Allah akan menjauhkan wajahnya dari api neraka sejauh jarak perjalanan 70 tahun. (Shahih Muslim No.1948)


Dari Abu Muhammad Abdullah bin Amr bin Ash rodhiallahu ‘anhu dia berkata: Rasulullah bersabda, “Tidak beriman seseorang di antara kalian sehingga hawa nafsunya mengikuti ajaran yang aku bawa.” (Hadits shahih, kami riwayatkan dalam kitab Al-Hujjah dengan sanad yang shahih)


Orang yang cerdik ialah orang yang dapat menaklukkan nafsunya dan beramal untuk bekal sesudah wafat. Orang yang lemah ialah yang mengikuti hawa nafsunya dan berangan-angan muluk terhadap Allah. (HR. Abu Dawud)


Rasulullah Saw ditanya tentang sebab-sebab paling banyak yang memasukkan manusia ke surga. Beliau menjawab, "Ketakwaan kepada Allah dan akhlak yang baik." Beliau ditanya lagi, "Apa penyebab banyaknya manusia masuk neraka?" Rasulullah Saw menjawab, "Mulut dan kemaluan." (HR. Tirmidzi dan Ibnu Hibban)


Dari Amir Ibnu Abdullah Ibnu al-Zubair, dari ayahnya Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sebarkanlah berita pernikahan." Riwayat Ahmad. Hadits shahih menurut Hakim.


Imam Ahmad meriwayatkan hadits marfu' dari Hasan, dari Imran Ibnu al-Hushoin: "Tidak sah nikah kecuali dengan seorang wali dan dua orang saksi."


Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Perempuan tidak boleh menikahkan perempuan lainnya, dan tidak boleh pula menikahkan dirinya." Riwayat Ibnu Majah dan Daruquthni dengan perawi-perawi yang dapat dipercaya.


Hadis riwayat Uqbah bin Amir ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya syarat yang paling berhak untuk dipenuhi ialah syarat yang karenanya kamu menghalalkan kemaluan kaum wanita (syarat nikah). (Shahih Muslim No.2542)


Dari Uqbah Ibnu Amir bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya syarat yang paling patut dipenuhi ialah syarat yang menghalalkan kemaluan untukmu." Muttafaq Alaihi




Tentang nikah mut`ah bahwa ia pernah dibolehkan lalu dihapus, kemudian dibolehkan kembali lalu dihapus lagi sampai hari kiamat


Salamah Ibnu Al-Akwa' berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah memberi kelonggaran untuk nikah mut'ah selama tiga hari pada tahun Authas (tahun penaklukan kota Mekkah), kemudian bleiau melarangnya. Riwayat Muslim.


Ali Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang nikah mut'ah pada waktu perang khaibar. Muttafaq Alaihi.


Dari Ali Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang menikahi perempuan dengan mut'ah dan memakan keledai ngeri pada waktu perang khaibar. Riwayat Imam Tujuh kecuali Abu Dawud.


Hadis riwayat Abdullah bin Mas`ud ra., ia berkata:
Kami pergi berperang bersama Rasulullah saw. tanpa membawa istri lalu kami bertanya: Bolehkah kami mengebiri diri? Beliau melarang kami melakukan itu kemudian memberikan rukhsah untuk menikahi wanita dengan pakaian sebagai mahar selama tempo waktu tertentu lalu Abdullah membacakan ayat: Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Shahih Muslim No.2493)


Hadis riwayat Jabir bin Abdullah ra., ia berkata:
Seorang yang akan memberikan pengumuman dari Rasulullah saw. keluar menghampiri kami dan berkata: Sesungguhnya Rasulullah saw. sudah mengizinkan kamu sekalian untuk menikahi kaum wanita secara mut`ah. (Shahih Muslim No.2494)


Hadis riwayat Ali bin Abu Thalib ra.:
Bahwa Rasulullah saw. melarang untuk menikahi wanita secara mut`ah dan memakan daging keledai piaraan ketika perang Khaibar. (Shahih Muslim No.2510)


Dari Rabi' Ibnu Saburah, dari ayahnya Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Aku dahulu telah mengizinkan kalian menikahi perempuan dengan mut'ah dan sesungguhnya Allah telah mengharamkan cara itu hingga hari kiamat. maka barangsiapa yang masih mempunyai istri dari hasil nikah mut'ah, hendaknya ia membebaskannya dan jangan mengambil apapun yang telah kamu berikan padanya." Riwayat Muslim, Abu Dawud, Nasa'i, Ibnu Majah, Ahmad, dan Ibnu Hibban.



Dari Abu Najih ’Irbadh bin Sariyah rodhiallohu ‘anhu dia berkata, “Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam pernah menasihati kami dengan nasihat yang menggetarkan hati dan mencucurkan air mata. Kami bertanya, “Wahai Rasulullah, seperti ini adalah nasihat perpisahan, karena itu berilah kami nasihat”. Beliau bersabda, “Aku wasiatkan kepada kalian untuk tetap menjaga ketakwaan kepada Alloh ‘azza wa jalla, tunduk taat (kepada pemimpin) meskipun kalian dipimpin oleh seorang budak Habsyi. Karena orang-orang yang hidup sesudahku akan melihat berbagai perselisihan, hendaklah kalian berpegang teguh kepada sunnah Khulafaur Rasyidin yang diberi petunjuk (Alloh). Peganglah kuat-kuat sunnah itu dengan gigi geraham dan jauhilah ajaran-ajaran yang baru (dalam agama) karena semua bid’ah adalah sesat.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, ia berkata, “Hadits ini hasan shahih”)


Abu Tsa'labah Al-khusyani Jurtsum bin Nasyir ra. meriwayatkan dari Rosulullah saw, beliau bersabda, "Sesungguhnya Allah swt telah menetapkan beberapa kewajiban, janganlah engkau menyepelekannya (meremehkannya), telah menentukan sanksi-sanksi hukum, janganlah engkau melanggar, telah pula mengharamkan beberapa hal, maka janganlah engkau jatuh kedalamnya. Dia juga mendiamkan beberapa hal --karena kasih sayangnya kepada kalian bukannya lupa-- maka janganlah engkau mencari-carinya." (Hadits Hasan diriwayatkan oleh Ad-daruquthni, dll)


...

Jadi, Ifadah, jadi tidak kita mut'ah? Pak Haji Nawawi, boleh ya?

Eh tapi si Ifadah kalau sudah berkali-kali Mut'ah, mestinya juga berkali-kali janda ya? Apa saya masih perlu meminta kepada bapaknya?

Tentu saja saya pencinta Ahlul bait juga, bahkan konon masih keturunannya (saya tahu Hadits "Barangsiapa menisbatkan keturunan dirinya kepada selain ayahnya sendiri dan dia mengetahuinya bahwa dia bukan ayah yang sebenarnya maka surga diharamkan baginya." (HR. Muslim) dan "Tiada seorang beriman hingga aku lebih dicintai dari ayahnya, anaknya, dan seluruh manusia." (HR. Bukhari))
?

Jadi pantaslah, satu kufu dddoooonggg ... ?



Eh tapi padahal:


Tiap orang yang bertakwa termasuk keluarga Muhammad (umat Muhammad). (HR. Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi)


Dari Abu Hurairah rodhiallahu ‘anhu, berkata: Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwa Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman, “Barang siapa memusuhi wali-Ku, maka Aku mengumumkan perang terhadapnya. Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai dari apa-apa yang Aku wajibkan kepadanya, dan hamba-Ku itu tetap mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya. Bila Aku mencintainya, Aku akan menjadi pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk menggenggam, dan menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia meminta pasti Aku beri, jika ia meminta perlindungan, niscaya Aku lindungi.” (HR. Bukhari)


Janganlah kamu mencaci-maki sahabat-sahabatku. Kalau ada orang yang menafkahkan emas sebesar gunung Uhud, tidak akan mencapai satu cupak atau separonya dari yang telah mereka infakkan. (Mashabih Assunnah)

Sahabat-sahabatku ibarat bintang-bintang. Barangsiapa menelusuri salah satunya dia mendapat petunjuk jalan. (Ad-daarami)





...



Umatku ini dirahmati Allah dan tidak akan disiksa di akhirat, tetapi siksaan terhadap mereka di dunia berupa fitnah-fitnah, gempa bumi, peperangan dan musibah-musibah. (HR. Abu Dawud)
Kiriman 216
Shalahuddin Al Ayyubi membalas kiriman Uliexpada 15 April 2009 jam 2:18
Uliex yang memang kiranya Unik (unik = tidak normal, secara harfiah).

Kiranya antum tidak paham Psikologi termasuk Psikologi Massa, Psikologi Sosial ... dan Psikologi terapannya, serta setidaknya saja, Logika, Manajemen Strategis, Manajemen Strategi serta Strategi Manajemen ... Serta Hukum Dinamika, apalagi butterfly Effect serta Chaotic/Chaos Theory ... Serta masih banyak lagi, kiranya, termasuk kaidah Bahasa, kaidah sindiran, Bahasa Sastra, Bahasa Indonesia Yang Baik dan Benar, Bahasa Indonesia Yang Baik, Bahasa IndonesiaYang Benar.

Dan maaf, saya dilarang menghina saudara sesama muslim ...

Jadi jika anda merasa terhina, atau merasa telah menghina saya, mungkin anda tidak merasa sebagai muslim?

Hanya bertanya-tanya ...


Mencaci-maki seorang mukmin adalah suatu kejahatan, dan memeranginya adalah suatu kekufuran. (HR. Muslim)

Tidak halal bagi seorang muslim menakut-nakuti saudaranya yang muslim. (HR. Abu Dawud)

Allah Azza wajalla mewajibkan tujuh hak kepada seorang mukmin terhadap mukmin lainnya, yaitu: (1) melihat saudara seimannya dengan rasa hormat dalam pandangan matanya; (2) mencintainya di dalam hatinya; (3) menyantuninya dengan hartanya; (4) tidak menggunjingnya atau mendengar penggunjingan terhadap kawannya; (5) menjenguknya bila sakit; (6) melayat jenazahnya; (7) dan tidak menyebut kecuali kebaikannya sesudah ia wafat. (HR. Ibnu Baabawih)

Dari Abu Hurairah rodhiallohu ‘anhu berkata, Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian saling dengki, jangan saling menipu, jangan saling membenci, jangan saling membelakangi, dan jangan kalian membeli suatu barang yang (akan) dibeli orang. Jadilah kamu sekalian hamba-hamba Alloh yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya, tidak layak untuk saling menzhalimi, berbohong kepadanya dan acuh kepadanya. Taqwa itu ada disini (beliau sambil menunjuk dadanya 3 kali). Cukuplah seseorang dikatakan jahat jika ia menghina saudaranya sesama muslim. Haram bagi seorang muslim dari muslim yang lainnya, darahnya, hartanya, dan harga dirinya” (HR. Muslim)

Dari Abu Hurairoh rodhiallohu ‘anhu, sesungguhnya Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Barang siapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata baik atau diam. Dan barang siapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhirat, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya. Dan barang siapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhirat hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhori dan Muslim)



Kiriman 217
1 balasan
Shalahuddin Al Ayyubi membalas kiriman Zoelpada 15 April 2009 jam 2:36
Waduh, boleh nggak saya katakan kamu kiranya tidak (atau setidaknya kurang) paham Psikologi termasuk Psikologi Massa, Psikologi Sosial dan Psikologi terapannya, serta setidaknya saja Logika, Manajemen Strategis, Manajemen Strategi serta Strategi Manajemen, Hukum Dinamika, apalagi Butterfly Effect serta Chaotic/Chaos Theory dan masih banyak lagi, kiranya. Termasuk kaidah Bahasa, kaidah Sindiran, Bahasa Sastra, Bahasa Indonesia Yang Baik dan Benar, Bahasa Indonesia Yang Baik, Bahasa Indonesia Yang Benar.

Setidaknya.

... Mmmm ... Nikah laaaagi ...? ... Emangnya ente ndak pingin nih?

Emangnya ane pingin?

Hahahahahahahaaaaa ...
Kiriman 218
Shalahuddin Al Ayyubi menulispada 15 April 2009 jam 2:41
Jika kamu berbicara (menyampaikan ucapan) tentang sesuatu perkara kepada suatu kaum padahal perkara itu tidak terjangkau (tidak dipahami) oleh akal pikiran mereka, niscaya akan membawa fitnah di kalangan mereka. (HR. Muslim)
Kiriman 219
Shalahuddin Al Ayyubi menulispada 15 April 2009 jam 2:41
Dah ya, mau bobok dulu ... :-)

Saya nggak kerja di bidang ini, dan dibiayai orang untuk bidang ini ... Saya cuma kerja kepada Allah SWT ...

Waslmkm W W
Kiriman 220
Marlin Tigor menulispada 15 April 2009 jam 2:44
Kebencian kepadanya telah membuat kepalanya terpisah dari badanya OH HUSEIN ....

Kebencian pada ayah-mu hanya membuat dia dihujat di mimbar mimbar masjid berpuluh puluh tahun lamanya...

Kebencian kepada-ayah-mu menjadikan peperangan UNTA dan SIFFIN...

Kejahatan macam apa yang telah kalian lakukan sehingga diperlakukan demikian ? .....

Begitu pula dengan orang yang mengikutimu .......
Kejahatan macam apa yang telah dilakukan

Mengapa orang orang tidak mengenal mu ? orang orang yang disucikan dan penghulu pemuda syurga pertama .....

akankah kepala dan badan ini juga akan terpenggal seperti pengikutmu di karbala ? .........

Ya Husseinn saksikanlah ....


Kiriman 221
Kang Akbar menulispada 15 April 2009 jam 5:43
Assalamu 'alaikum buat semua kawan muslim.,

membaca banyak tulisan yang ada di atas sangatlah lucu bagi saya, mengapa? karena ini pembahasan di dalam forum inikan sederhana... hanya masalah pandangan, pendapat dan syukur hingga masuk di jalur fatwa. Tentu saja satu kepala dengan kepala yg lain akan beda2 dan itulah rahmatNya. Namun perbedaan pendapat tidaklah dibenarkan jika ujung2nya pada saling membodoh2kan satu dengan yang lain, dan merasa saling melontarkan cacian yg menurut saya sangat kekanak-kanakan. Ada baiknya kalau masing-masing mengeluarkan pendapat yang bisa disanggah ataupun disetujui oleh yang lainnya dengan masing2 juga menggunakan dalil yang tepat. Bisa dalil naqli bisa aqli, tetapi biasanya dalil aqli saja tidaklah cukup kuat tanpa didukung dengan dalil naqli.

Santai sajalah diskusinya, masing2 nggak perlu emosi bahkan sampai memposting pendapat berulang-ulang. Dan saya yakin, ujung2nya orang hanya bisa ngomong tapi untuk menjalankan pendapatnya sendiri-sendiri saja umumnya juga sulit/tidak bisa istiqomah.

Nah, maka dari itu.. relax saja dalam berpendapat. wong namanya berpendapat... selama pendapatnya tidak menyebabkan orang lain tersinggung atau disalahkan. Pendapat yang mendasar lah... semuanya harus mengacu kepada hukum wajib yakni: Qur'an dan Sunnah Nabi... Pendapat yang lepas dari ke dua barometer tersebut akan menyebabkan pendapat kita gugur...

Begini ceritanya.... (biar cukupsaya pindah pos saja).
Kiriman 222
Kang Akbar menulispada 15 April 2009 jam 5:59
Nikah Mut’ah dalam Timbangan

Sebagaimana dilaporkan salah satu majalah nasional kita, Menteri Dalam Negeri Iran mengajak para anggota parlemen dan para pakar agama untuk memikirkan regulasi dan sosialisasi nikah mut’ah. Gagasan ini dilontarkannya sebagai solusi tingginya biaya nikah permanen yang menyulitkan kaum muda Iran sekaligus antisipasi terhadap efek pergaulan antar lawan jenis.

Seperti diketahui, meski mayoritas penduduknya bermazhab Syiah yang menghalalkan mut’ah, praktiknya di Iran masih dianggap tabu. Karena itu, lontaran tersebut mengundang pro dan kontra.

Tentu, kasus ini masih bisa dibatasi dalam konteks Iran. Namun, suatu saat, masalah ini bisa dikaji pula oleh para ulama di Indonesia, yang mayoritas bermazhab Sunni. Terlepas dari soal halal dan tidak halalnya mut’ah, hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan diatur oleh Islam dalam sebuah syariat yang disebut dengan nikah atau perkawinan.

Disepakati oleh seluruh mazhab Islam, pada masa hidup nabi, ada dua macam pola pernikahan; nikah daim (pernikahan permanent) dan nikah muwaqqat (pernikahan berjangka), yang dikenal dengan mut’ah. Dalam nikah jenis kedua ini dua pelaku berlainan jenis melangsungkan akad nikah dengan menyebutkan batas waktu berpisah yang telah disepakati.

Apakah hukum halal melakukan nikah berjangka ini sudah dicabut dalam fikih Islam ataukah tidak? Inilah titik beda antara dua mazhab Islam, Sunni dan Syiah. Sebagian besar ulama Sunni yang menganggapnya sebagai haram terbagi dua. Sebagian berpendapat hukum halal mut’ah dihapus pada masa hidup Nabi dengan ayat al-Quran atau hadis Nabi. Sebagian lain menganggapnya haram, karena penghapusan Umar bin Khattab pada masa pemerintahannya. Para ulama Syiah berkeyakinan bahwa hukum halal mut’ah berlaku hingga hari kiamat.

Dalam Shahih Bukhari dan Muslim ditemukan pernyataan Khalifah kedua, “Ada dua tamattu’ (mut’ah) yang dulu pernah berlaku pada zaman Rasulullah saw dan khalifah yang sekarang aku haramkan dan akan aku jatuhkan hukuman atas pelakunya; nikah mut’ah dan haji tamattu’.

Para ulama Syiah berkeyakinan bahwa tidak ada satu ayatpun atau hadis yang menghapus hukum kebolehan tersebut. Menurut mereka, jika mut’ah telah diharamkan oleh Nabi baik dengan sebuah hadis atau ayat, maka Khalifah Umar atau pemimpin setelah beliau tidak perlu mengharamkannya lagi atau mencabut hukum halalnya.

Berkenaan syarat-syarat yang berlaku pada nikah jenis kedua ini, secara umum sama dengan syarat-syarat nikah jenis pertama, seperti keharusan seorang wanita calon istri haruslah seorang yang tidak dalam ikatan perkawinan dengan orang lain atau dalam masa iddah. Begitu juga keharusan adanya izin dari wali, bila dia gadis (belum pernah menikah) dan keharusan penggunaan format (shighat) dalam akad nikah, yaitu ijab kabul dan sebagainya.

Para ahli hukum Islam menyebutkan, bahwa di antara latar belakang disyariatkannya kebolehannya adalah peperangan yang berkepanjangan sebagai antisipasi dan solusi bagi para prajurit yang berpisah lama dengan istrinya dan terdorong untuk memenuhi kebutuhan seksual. Dan karena pemenuhan kebutuhan seksual tidak mengenal waktu, maka kapanpun hukumnya masih tetap berlaku, terutama bila dikhawatirkan akan terjerumus ke dalam perbuatan dosa.

Sembari mencermati Iran, para ulama dan pakar hukum serta pemerhati sosial di negeri kita, diharapkan mampu melahirkan terobosan yang berbasis hukum agama sebagai antisipasi terhadap pola komunikasi bebas antar lawan jenis, yang merupakan akibat tak terelakkan dari modernitas dan pengaruh dari globalisasi. Mut’ah mungkin saja menjadi solusi moral dan finansial di Iran karena mayoritas penduduknya adalah Muslim Syiah.

Namun, bukankah Islam adalah agama yang relevan sepanjang masa? Bukankah substansi dan argumen lebih diutamakan ketimbang sentimen dan fanatisme sektarian yang hanya akan menciptakan kejumudan? Yang pasti, pengaturan hubungan seksual tidak bisa dianggap lebih kecil dari persoalan sembako dan lumpur Lapindo.

Lalu mungkikah mut’ah disosialisasikan di Indonesia di masa mendatang? Sulit menjawabnya, karena fanatisme bisa membuat orang mengutamakan hubungan seksual tanpa nikah ketimbang menerima pendapat mazhab lain meski berdalil al-Quran dan hadis?

-------------------

Lalu jika ada yg menanyakan kepada saya: mas Akbar poligami kah? atau nikah mut'ah juga? he he... ini pertanyaan yang bersifat pribadi tapi juga mewakili umumnya banyak orang (kawan).

Jawaban saya adalah: Ya, walaupun saya tidak berpoligami dan tidak juga mut'ah tetapi hukum is hukum, bahwa mut'ah adalah boleh (bukan anjuran loh)... Gimana yach... Mut'ah poligami sih pengin, tapi kalau mengikuti sunnah Nabi dan Imam Ali saya harus rela untuk menunggu isteri saya meninggal duluan (he he... atau saya yang duluan kali... tp nggak papa toh di akherat akan ditunggu banyak bidadari yg lebih baik). Dan untuk melaksanakan hajatan nikah lagi baik itu poligami maupun mut'ah saya belum kuat... saya pikir persyaratannya juga berat! apalagi mengingat kondisi untuk mencari hidup di negeri ini lumayan tidak gampang. Nggak lucu kan kalau saya kawinin banyak perempuan, dari mereka saya mendapatkan banyak anak... wah, kalau sampai mereka tidak saya berikan fasilitas sandang, pangan, papan dan pendidikan yang cukup kasihanlah... tentu mereka akan merana & melarat.. dan saya juga pasti akan kelimpungan... enaknya sebentar, kelimpungannya seumur hidup nyariin makan buat mereka.. ah... kalau saja saya sekelas dengan bung Tommy Suharto yang duitnya tidak habis dimakan 7 keturunan tentu saya WAJIB POLIGAMI dan MUT'AH...

hehe... jadi mimpi deh saya... punya banyak isteri baik yang permanen maupun yang sementara... tapi karena belum kuat ya saya cukup satu isteri saja lah... saya puas2in bersama dia... kalau tergoda pengin nambah? ah... saya akan tambah hari puasa saya biar badan saya lemah tapi pikiran jernih sehingga bisa lebih fokus untuk mensejahterakan satu isteri bersama anak-anak saya saja dulu..

But, yg namanya hukum tetap hukum. karena kapasitas saya belum mampu ijtihad sendiri ya mending saya taatin ijtihadnya para ulama saya yang masih punya itrah dengan Nabi.

Selamat deh saya...

Allahumma Sholli 'ala Muhammad wa aali Muhammad.
Kiriman 223
1 balasan
Muhammad Baqiranwar menulispada 15 April 2009 jam 8:21
Saudara Shalahuddin,

MENCELA SAHABAT TIDAK MEYEBABKAN KEKAFIRAN

Adapun perkataan Ahlussunnah bahwa mencela sahabat dan melaknat mereka serta melaknat sebagian istri-istri Nabi Saw yang dilakukan oleh orang-oramg Syi’ah menyebabkan mereka menjadi kafir, merupakan suatu hukum yang aneh. Saya tidak tahu dengan dalil apa, baik dari al-Qur’an maupun Sunnah Nabi sehingga muncul hukum seperti ini?

Karena sesungguhnya mencela, melaknat dan memaki, apabila bersandar kepada dalil dan argumen yang kuat, maka tidak ada masalah.

Namun jika itu tanpa dalil dan argumen yang kuat maka perbuatan itu termasuk fasik, walaupun itu dilakukan terhadap para sahabat Nabi dan istri-istri beliau.[1 catatan kaki] Dan ini adalah pendapat sebagian ulama kalian SUNNI, seperti Ibnu Hazam ketika mengatakan dalam kitabnya al-Fashlu, juz3,

“Barangsiapa mencela seseorang dari sahabat yang dilakukannya karena kebodohan dia, maka ia bisa diampuni. Akan tetapi apabila dia bisa menunjukkan dalil atas kemuliaannya sehingga para sahabat itu tidak pantas dicela, maka ia disebut fasik, yaitu seperti orang yang berzina dan mencuri.

Namun apabila hal tersebut disertai dengan penentangan terhadap Allah Swt dan Rasul-Nya maka ia disebut kafir. Umar pernah berkata kepada Rasulullah Saw tentang Hatib, dan beliau termasuk sahabat dari Muhajirin dan ikut serta dalam perang Badar, ‘Biarkan saya pukul tengkuk si munafik ini.’ Maka Umar tidaklah menjadi kafir karena mengkafirkan Hatib, Cuma beliau hanya dianggap bersalah…dst.”

Sementara banyak dari ulama-ulama Ahlussunnah terdahului menolak hukum yang tidak adil ini. Dan menisbatkan orang yang mengatakannya sebagai orang yang bodoh dan fanatic. Sedangkan mereka menganggap bahwa kaum Syi’ah adalah Muslim dan Mukmin.

Di antara mereka adalah al-Qadhi Abdurrahman al-Iji al-Syafi’i dalam kitabnya al-Mawafiq. Beliau menolak semua dalil yang dikemukakan oleh sebagian orang-orang yang fanatic dari Ahlussunnah yang mengkafirkan Syi’ah dan menetapkan kebatilan mereka. Tokoh sunni lainnya adalah Imam Muhammad al-Ghazali, yang menjelaskan bahwa mencela sahabat tidak meyebabkan seseorang itu menjadi kafir. Bahkan mencela dua syaikh (Abu Bakar dan Umar) tidaklah termasuk kekafiran.

Di antara mereka juga adalah Sa’duddin Taftazani dalam kitabya Syarh al-‘Aqa’id al-Nafsiah. Beliau menguraikan pembahasan ini dengan rinci, dan beliau berpendapat bahwa mencela sahabat bukanlah kafir.

Di antara dalil yang menyebutkan tidak kafirnya celaan terhadap sebagian sahabat Rasulullah adalah sebuah peristiwa ketika Abu Bakar pernah mencela oleh seorang Muslim dan orang itu pun mencela beliau, namun beliau tidak memerintahkan para pengikutnya untuk membunuh orang itu. Peristiwa ini disebutkan di dalam kitab Mustadrak al-Hakim al-Naisaburi, juz 4, ia mengeluarkannya dengan sanadnya yang bersumber dari Abu Bazrah al-Aslami beliau mengatakan,

“Wahai Khalifah Rasulullah, tidakkah aku harus membunuhnya? Ia mengatakan, ‘Hal itu tidak dibenarkan, kecuali bagi orang yang mencela Rasulullah Saw.’”

Maka bila demikian halnya, ketika seorang khalifah mendengar seseorang mencela dan memakinya, beliau tidak menghukumi orang tersebut dengan kekafiran apalagi membunuhnya.

Apabila mencela sahabat Rasulullah menyebabkan seseorang menjadi kafir, maka mengapa kalian tidak menghukum kafir terhadap Mu’awiyah dan para pengikutnya yang mencela dan melaknat sahabat Rasulullah Saw yang paling baik, paling berilmu dan paling wara’, ditambah lagi bahwa beliau adalah Amirul Mukmini dan sebagai penerima wasiat Rasulullah Saw dan imam orang-orang bertakwa, yaitu Ali bin Abi Thalib As?

Dan apabila mencela sahabat meyebabkan kekafiran, mengapa kalian tidak mengkafirkan Aisyah binti Abu Bakar? Padahal ia telah mencaci Utsman bin Affan dan menghasut para pengikutnya untuk membunuh Utsman dengan mengatakan, “Bunuhlah Natsal (julukan terhadap Utsman) karena sesungguhnya ia telah kafir.”

Apabila mencela sahabat mengharuskan seseorang menjadi kafir, maka seharusnya orang yang pertama kali mencela adalah Abu Bakar ketika beliau mencela Imam Ali bin Abi Thalib As di atas mimbar mesjid. Sementara Ali adalah sahabat terbaik dan yang paling dekat dengan Rasulullah Saw dan yang paling besar nilai dan perannya di sisi Allah Swt.

Walaupun demikian, kalian tidak pernah mencela perbuatan Abu Bakar tersebut, bahkan kalian memuliakan dan mengagungkannya.

____________
Catatan
[1] Karena perkataan Nabi Saw yang menyebutkan bahwa mencela orang mukmin adalah fasik, dan membunuhnya adalah kafir (Bukhari juz 8 dari hadis Ibnu Mas’ud). Maka Syi’ah tidak melaknat orang beriman, hanya saja melaknat orang-orang kafir dari sahabat-sahabat Rasul Saw dan yang murtad setelahnya. Dan merekalah orang-orang yang dimaksud oleh Allah Swt dalam firman-Nya, “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” [QS. Ali Imran: 144].
Mereka itulah orang-orang yang membubuh Ali As dan sahabat-sahabatnya yang beriman, dimana apada waktu itu beliau sebagai Khalifah Rasulullah Saw dan Amirul Mukminin yang dibai’at oleh Ahlu al-Hilli wa al-‘Aqli. Dan mereka bersatu dengan kekuasaan dan pemerintahannya. Maka orang-orang yang keluar dan menentangnya berarti telah memecah belah persatuan kaum muslimin dan membunuh orang-orang yang beriman.
Dan herannya, Anda sekalian mengkafirkan orang-orang Syi’ah karena mencela dan melaknat Muawiyah, ‘Aisyah, Thalhah, ‘Amr bin ‘Ash dan semisalnya yang memimpin manusia dalam membubuh kaum muslimin dan memerangi Amirul Mukminin Ali As kalian tidak mengkafirkan mereka, padahal sudah ada nash yang jelas dari hadis Nabi Saw yang mengatakan, “Mencela orang mukmin adalah fasik, dan membunuhnya adalah kafir.”
Kiriman 224
1 balasan
Hane Hasan membalas kiriman Shalahuddinpada 15 April 2009 jam 8:51
Otakmu otak mesum. Ocehanmu sampah, karena memang hatimu keranjang sampah
Kiriman 225
1 balasan
Arman Ruppa membalas kiriman Shalahuddinpada 15 April 2009 jam 15:04
salam,
mas sepengetahuan saya semakin banyak pengetahuan seseorang pastilah perilakunya tawadhu abis,bukannya ngejelasin secara ilmiah malah ngajak ini itu ga jelas..ehmm, mas salahuddin yang anda angkat itu (hadis2) dari shahih muslim tu dah diguguurin semua dalilnya sejak dari awal Pak Baqir & Sadiq, kok masih belum jelas juga.....pake standar penegatahuan anda pun dah makin ga jelas malah ngangkat hadis yg kontoversi mikir dong dengan jernih Rosulullah SAWW itu penerima Wahyu tau dong ya gmn ceritanya Beliau berkata Halal disatu keadaan dan berkata diharamkan disisi yang lain...logika apalagi itu yg bisa kita pake..

Sallu Alannabiy...3x
Kiriman 226
2 balasan
Muhammad Shadiq membalas kiriman Shalahuddinpada 15 April 2009 jam 23:23
Udah deh jangan umbar kebodohan..., mending diam biar selamat !!!
Kiriman 227
Shalahuddin Al Ayyubi menulispada 16 April 2009 jam 1:42
Jika kamu berbicara (menyampaikan ucapan) tentang sesuatu perkara kepada suatu kaum padahal perkara itu tidak terjangkau (tidak dipahami) oleh akal pikiran mereka, niscaya akan membawa fitnah di kalangan mereka. (HR. Muslim)
Kiriman 228
Shalahuddin Al Ayyubi membalas kiriman Armanpada 16 April 2009 jam 1:46
Assalaamu'alaikum W W

Jika kamu berbicara (menyampaikan ucapan) tentang sesuatu perkara kepada suatu kaum padahal perkara itu tidak terjangkau (tidak dipahami) oleh akal pikiran mereka, niscaya akan membawa fitnah di kalangan mereka. (HR. Muslim)

Tidak ilmiah?

Standar siapa?

Menggugurkan?

Kapan?

Menurut siapa (saja)?

Qualiyah dan Kauniyah itu apa?

Kiriman 229
Shalahuddin Al Ayyubi membalas kiriman Hanepada 16 April 2009 jam 1:48
Akhi rahimullah, insya Allah.

Sudahkah anda membaca dengan hati dan pikiran jernih?
Kiriman 230
1 balasan
Shalahuddin Al Ayyubi membalas kiriman Muhammadpada 16 April 2009 jam 1:55

Saudara Muhammad Bagir Anwar,

"MENCELA SAHABAT TIDAK MEYEBABKAN KEKAFIRAN", ini topik baru, nih? :-)

Kok ditujukan kepada saya? :-)

Ini masih di topik apologetik gahab-berzinah dengan bermut'ah kan?

Kiriman 231
Shalahuddin Al Ayyubi membalas kiriman Muhammadpada 16 April 2009 jam 2:24
Muhammad Shadiq, anda mengancam saya?
Kiriman 232
Yanu Zakwir membalas kiriman Shalahuddinpada 16 April 2009 jam 2:41
@ ; salah-udin allayubi


1. Dunia adalah pentas ego dipermaklumkan
dunia adalah panggung jahiliah dimenangkan
dunia adalah teater tirani dipertontonkan
Ingat Sunnatulloh!!!!
dunia adalah babak akhir, kebenaran ditegakkan
Kaum tertindas dibangkitkan, samiri-mu ditumbangkan ;
Al-azal...3x Ya Imamal-Mahdi, Ya Shohibuzzaman
Kiriman 233
Yanu Zakwir membalas kiriman Shalahuddinpada 16 April 2009 jam 2:52
@ salah-udin alayubi n umar srby ;

2. jika jahilliah dipertuhankan, kebenaran disumbatkan simbol diagungkan cinta dicawankan nurani digadaikan, Hujjahtulloh dinafikan, kepedulian dimandulkan, maka saksikan ;
napsu meruah menggerus lahan-lahan hati
gerak terjebak dalam tamak, dari lingkaran naif-naif yg tertegun dihati
dari jiwa-jiwa yg tak sanggup lagi mencerna makna ;
'Laqod kholaqnalinsaana fiakhtsani taqwim,
tsuma rodadnaa huaspala syafiliin...'


Kiriman 234
Shalahuddin Al Ayyubi menulispada 16 April 2009 jam 2:54
QS Aali Imraan ayat 7: Dia-lah yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat [1], itulah pokok-pokok isi Alquran dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat [2]. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.

[1] Ayat yang muhkamaat ialah ayat-ayat yang terang dan tegas maksudnya, dapat dipahami dengan mudah.
[2] Termasuk dalam pengertian ayat-ayat mutasyaabihaat: ayat-ayat yang mengandung beberapa pengertian dan tidak dapat ditentukan arti mana yang dimaksud kecuali sesudah diselidiki secara mendalam atau ayat-ayat yang pengertiannya hanya Allah yang mengetahui seperti ayat-ayat yang berhubungan dengan yang ghaib-ghaib misalnya ayat-ayat yang mengenai hari kiamat, surga, neraka dan lain-lain.


An-Nu'man bin Basyir berkata, "Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda:

'Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan di antara keduanya terdapat hal-hal musyabbihat (syubhat / samar, tidak jelas halal-haramnya), yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Barangsiapa yang menjaga hal-hal musyabbihat, maka ia telah membersihkan kehormatan dan agamanya. Dan, barangsiapa yang terjerumus dalam syubhat, maka ia seperti penggembala di sekitar tanah larangan, hampir-hampir ia terjerumus ke dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja mempunyai tanah larangan, dan ketahuilah sesungguhnya tanah larangan Allah adalah hal-hal yang diharamkan-Nya. Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada sekerat daging. Apabila daging itu baik, maka seluruh tubuh itu baik; dan apabila sekerat daging itu rusak, maka seluruh tubuh itu pun rusak. Ketahuilah, dia itu adalah hati.'" (HR. Bukhori)[


Mengenai perlunya membatasi diri selama hidup di dunia, “Allah tidak menjadikan kesulitan bagi kalian, akan tetapi ia hendak menyucikan kalian dan menyempurnakan nikmatNya kepada kalian agar kalian bersyukur”, Qur’an Surat (QS) Al Maidah ayat 5

(jadi ya tidak sembarang makanan ada dimakan ... minuman ada diminum ... perempuan lewat di ... bayi/balita perempuan cantik menggemaskan di ... )


Ada pula hal-hal yang Beliau maafkan penggunaannya, ”Apa yang Allah halalkan dalam KitabNya, ia halal, dan apa yang Allah haramkan, ia haram. Sedang hal-hal yang Ia diamkan, ia maafkan. Terimalah pemaafan dari Allah, karena Allah sesungguhnya tidak lupa terhadap sesuatu pun”, di QS Maryam ayat 64.


Lalu ..


TIDAK ADAKAH YANG SADAR BAHWA DUNIA INI DINAMIS? Namun sunnatullah adalah tetap, kecuali Beliau ubah? Dan ini sendiri adalah (kaidah) Sunnatullah?


”Setiap waktu Dia (Allah) dalam kesibukan (mengatur segala sesuatunya, secara dinamis mengatur segala ketentuan, tidak statis).” dari QS Ar Rahmaan ayat 29.

”Allah menghapus apa yang Dia kehendaki, dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki); pada sisiNya ada Ummul Kitab.” (QS Ar ra’d ayat 39)


Bahkan Ali RA mempunyai penafsirannya, ”Sesungguhnya aku akan membuat dirimu dan orang-orang setelah diriku terbelalak dengan penafsiran ayat tersebut. Sedekah yang baik, berbakti kepada kedua orangtua, dan berbuat kebajikan, dapat menempatkan kebahagiaan sebagai ganti kesengseraan, serta dapat memanjangkan umur dan menjaga dari pelaku kejahatan.” (Hadits Rasulullah SAW riwayat As Suyuthi dari Ali bin Abi Thalib R.A.)


Adalah hukum Allah/sunnatullah, bahwa Beliau berhak mengubah segala sesuatunya, atau jika tidak pun juga!


Apakah Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam - adalah bukan Utusan dan pembawa perintah Allah SWT? Dan membawa kehendak Allah SWT?


Tapi maaf, kiranya adalah para pemrogram komputer saja yang jamak mengerti akan kaidah Programa Dinamis.


Maka, maaf, memang benar sabda Muhammad bin Abdullah - shalallahu alaihi wasallam - , "Jika kamu berbicara (menyampaikan ucapan) tentang sesuatu perkara kepada suatu kaum padahal perkara itu tidak terjangkau (tidak dipahami) oleh akal pikiran mereka, niscaya akan membawa fitnah di kalangan mereka." (HR. Muslim)


Tapi, ngomong-ngomong, Ifadah perempuan penikmat hubungan seks Mut'ah (setidaknya karena mendukung Mut'ah), maaf, antum kuliah di jurusan Teknologi Informasi atau yang berbau ini di Gunadarma kan? Dan kata orang, orang Syi'ah pinter-pinter ... ? Paham tidak Logika Fuzzy dan syarat Programa Dinamis? Jika paham, semoga insya Allah antum mendapatkan petunjuk.

Ini saya beri tambahan petunjuk kaidah Syi'ah dalam memilih dan memahami takdir, Kaidah Al Bada’, yang artinya adalah ”sesuatu yang sebelumnya tidak tampak”, yang dalam hal ini adalah takdir yang berlaku yang muncul dari sesuatu yang sebelumnya mungkin tidak tampak, sebagai hasil konsekuensi dari pilihan ’free willing’ manusia, laksana sebuah hasil pengambilan keputusan oleh sebuah entitas dengan Artificial Intelligence (Kecerdasan Buatan) dalam suatu programa simulasi besar komputer.

Juga

Rasulullah Saw bersabda : "Ya Allah, rahmatilah khalifah-khalifahku." Para sahabat lalu bertanya, "Ya Rasulullah, siapakah khalifah-khalifahmu?" Beliau menjawab, "Orang-orang yang datang sesudahku mengulang-ulang pelajaran hadits-hadits dan sunahku dan mengajarkannya kepada orang-orang sesudahku." (HR. Ar-Ridha)

Tiga perkara yang aku takuti akan menimpa umatku setelah aku tiada: kesesatan sesudah memperoleh pengetahuan, fitnah-fitnah yang menyesatkan, dan syahwat perut serta seks. (Ar-Ridha)



Kiriman 235
1 balasan
Muhammad Baqiranwar menulispada 16 April 2009 jam 7:26
Pak Shallahuddin,

Anda mengatakan:
Rasulullah Saw bersabda : "Ya Allah, rahmatilah khalifah-khalifahku." Para sahabat lalu bertanya, "Ya Rasulullah, siapakah khalifah-khalifahmu?" Beliau menjawab, "Orang-orang yang datang sesudahku mengulang-ulang pelajaran hadits-hadits dan sunahku dan mengajarkannya kepada orang-orang sesudahku." (HR. Ar-Ridha)

Pertanyaan saya:
Siapa Khalifah2 yg dimaksud Rasulullah Saww, krn mengingat di kitab bukhari dan muslim mencatat ; Rasul bersabda bahwa Islam tidak akan tegak tanpa di pimpin oleh 12 Khalifah, siapa ke 12 khalifah setelah rasul Saww??? Tolong dijawab dgn Nash hadis yg telah di SHAHIHKAN oleh ulama2 ahli hadis...

Anda mengatakan
Tiga perkara yang aku takuti akan menimpa umatku setelah aku tiada: kesesatan sesudah memperoleh pengetahuan, fitnah-fitnah yang menyesatkan, dan syahwat perut serta seks. (Ar-Ridha)

Komentar saya:
Perkataan Rasul adalah perkataan Allah. dan Allah berfiman bahwa kebanyakan manusia itu tidak akan beriman meskipun malaikat2 menjelaskannya, dan kebanyakan manusia diantara kalian itu akan digiring ke neraka. Peringatan Allah ini ada dalam quraan surat dan ayatnya anda tanyakan kepada Ali Reza, Umar Surabaya, dan Umar bin Khotob...

Golongan manusia yg mana yg paling banyak di bumi ini? yakni tidak bisa dipungkiri adalah golongan NON-MUSLIM... dan

Golongan atau pengikut siapakah didalam umat islam yg menjadi mayoritas??? Pasti dan tidak dipungkiri lagi yakni golongan ahlussunna dan wahabi...

Berangkat dari sini saja sudah JELAS SIAPAKAH YG TIDAK AKAN MUNGKIN BERIMAN, MELAKUKAN FITNAH, PENGUMBAR SEX SECAR KEBINTANGAN, DAN PELOPOR PERZINAAN? JAWABANNYA ADALAH UMAT ISLAM YG MAYORITAS AHLUSSUNA + WAHABI, SEMENTARA PELOPOR PERZINAAN ITU ADALAH UMAR BIN KHATAB KARENA DIA MENGHARAMKAN NIKAH MUT'AH... DAN IMAM ALI MENGATAKAN BAHWA KALAU SAJA UMAR TIDAK MENGHARAMKAN PERNIKAHAN MUT'AH MAKA TIDAK ADA PERZINAAN DIDUNIA INI KECUALI ORANG CELAKA..... SIAPAKAH ORG YG CELAKAH ITU? TENTU KEMBALI LGI JAWABANNYA UMAT ISLAM YG MAYORITAS...

dan anda pengikut mayoritas ahlussunna, pantas anda senang melakukan fitnah atas diri ibu Ifadah krn anda mengatakan bahwa Ifadah perempuan penikmat hubungan seks Mut'ah (setidaknya karena mendukung Mut'ah)... Apakah Anda mengetahuinya beliau adalah perempuan penikmat hubungan sex??? hanya krn dia tidak berani meng HARAM kan apa yg di HALAL kan Allah??? Apakah ini bukan sebuah fitnahan??? ANDA INI BENAR2 SESUAI DGN FIRMAN ALLAH ITU...

ANDA PERLUH TAU BAHWA: MENCERITAKAN SESUATU YG TIDAK BISA DIBUKTIKAN KENBENARAN CERITA ITU MAKA AKAN DISEBUT FITNAH...
SEBAIKNYA ANDA MENCERITAKAN SESUATU DGN BUKTI2 YG KUAT...
Kiriman 236
Dika Wijaya menulispada 16 April 2009 jam 8:58
Hahaha, semuanya pada demen bicara selangkangan. dasar loo otaknya pada ngeres, yg haramin dan yg halalin sama saja. Semuanya pura2. Yg haramin diam2 ngelakuin sembunyi2, lihat saja tuh orab2 saudi nikah kontrak di puncak. Yang halalin takut istri, diem2 ngelakuin juga hahaha .. hehehe.
Kiriman 237
Abdul Malik Karim menulispada 16 April 2009 jam 8:59
saya masih memberi waktu dan peluang bagi m shadiq dan baqir anwar untuk belajar bersikap jujur

mari kita lihat bersama ke shahih muslim untuk mengetahui hukum nikah mut'ah yang sebenarnya, jangan ada yang dilenyapkan untuk mendukung hawa nafsu.
Kiriman 238
Muhammad Baqiranwar menulispada 16 April 2009 jam 10:24
ABDUL MALIK DKK

Abdul Malik, anda tidak perlu berikan waktu kepada kami.. karana dari diskusi ini sdh jelas hukum Mut'ah itu HALAL... dan yg meng Haramkan itu Umar...

Anda berikan bukti bahwa Mut'ah itu di haramkan Allah sebutkan ayatnya yg membatalkan surat an nisa 24 itu..

Dan anda buktikan apa yg kami lenyapkan???

Anda menuduh anda harus menghadirkan bukti pengharaman dan pembatalan ayat...

Apakah hadis bisa membatalkan ayat quraan?

Apakah ada ayat yg membatalkan pernikahan mut'ah an nisa 24 itu?

Tolong jawab singkat saja, atau kalau mau panjang boleh juga tapi jawabnya sesuai pertanyaan saya dan berdasar kan nash hadis yg disepakati ke SHAHIH an oleh para ulama sunni dan syiah...

Kiriman 239
Shalahuddin Al Ayyubi membalas kiriman Muhammadpada 16 April 2009 jam 21:13
Assalaamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Saya ingin selalu mengucapkan salam dan maksud yang terkandung dalam ucapan ini, yang ditujukan kepada muslim (saja) agar yang diajak bicara akan menjadi seperti isi salam ini (jadi saya masih menganggap, menduga Muhammad Bagiranwar muslim), selain karena Nabi Allah Terakhir ( ... bukan Ali bin Abi Thalib R.A. lho ya, sperti klaim 'sekelompok orang tertentu' dari 'fansnya'? ... :-) ...), memerintahkan demikian:

"Apabila seorang datang langsung berbicara sebelum memberi salam maka janganlah dijawab." (HR. Ad-Dainuri dan Tirmidzi)


MENGAPA Muhammad Baqiranwar TIDAK DEMIKIAN YA? TIDAK MEMBERI SALAM TERLEBIH DULU YAAA?

HEEEEERAANN ...?

...

?

Jangan2 saya tidak dianggap muslim oleh Muhammad Bagiranwarke? Sampai-sampai tidak mau mengucapkan salam kepada saya saat pertama kali berbicara?

Atau menuruti ini, bahwa Sayyidina Ali Ra berkata: "Rasulullah menyuruh kami bila berjumpa dengan ahli maksiat agar kami berwajah masam." (HR. Ath-Thahawi)

...

WADUH? Jika demikian, kapan kiranya saya bermaksiat ya? Setidaknya di forum ini, karena setah saya, saya tidak mengenal Muhammad Bagiranwar selain di forum ini?

...

LALU, SEKEDAR MENGINGATKAN SAJA, KIRANYA INI MASIH TOPIK TENTANG (HUBUNGAN SEKS) MUT'AH, LHO YA?

TAPI KARENA Muhammad Baqiranwar PUINGIN DEMIKIAN, MEMBAHAS APA YANG DIINGINKANNYA (sedangkan saya mengikutsertakan Hadits itu untuk menekankan tentang "mengulang-ulang pelajaran hadits-hadits dan sunahku dan mengajarkannya kepada orang-orang sesudahku"), DAN KARENA SAYA MENGHORMATI ORANG YANG LAGI PINGIN, YA SUDAHLAH (Hadis riwayat Aisyah ra. istri Nabi saw.: Rasulullah saw. bersabda: "Wahai Aisyah! Sesungguhnya Allah itu Maha Lembut yang menyukai kelembutan. Allah akan memberikan kepada orang yang bersikap lembut sesuatu yang tidak diberikan kepada orang yang bersikap keras dan kepada yang lainnya." (Shahih Muslim No.4697) dan "Barangsiapa rendah hati kepada saudaranya semuslim maka Allah akan mengangkat derajatnya, dan barangsiapa mengangkat diri terhadapnya maka Allah akan merendahkannya." (HR. Ath-Thabrani)) :


OK dddee ... :-) ...:


Manusia itu pengikut kaum Quraisy dan khilafah ada pada kaum Quraisy.


Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:

Rasulullah saw. bersabda: Manusia itu dalam urusan ini menjadi pengikut kaum Quraisy. Muslim mereka mengikuti muslim Quraisy, demikian pula kafir mereka mengikuti orang yang kafir dari kaum Quraisy. (Shahih Muslim No.3389)


Hadis riwayat Abdullah bin Umar ra., ia berkata:

Rasulullah saw. bersabda: Urusan senantiasa berada pada kaum Quraisy, selama manusia terbagi dua (kafir dan muslim). (Shahih Muslim No.3392)


Hadis riwayat Jabir bin Samrah ra., ia berkata:

Aku bersama ayahku menemui Rasulullah saw., lalu aku mendengar beliau bersabda: Sesungguhnya urusan ini tidak akan berakhir sebelum dua belas orang khalifah memerintah mereka. Kemudian beliau berbicara dengan suara perlahan sehingga aku tidak dapat mendengarnya. Lalu aku bertanya kepada ayahku: Apakah yang beliau katakan? Ayahku menjawab: Semua khalifah itu berasal dari kaum Quraisy. (Shahih Muslim No.3393)



Wajib setia dengan baiat khalifah, yang pertama dibaiat itulah yang kita utamakan.

Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:

Dari Rasulullah saw. beliau bersabda: Dahulu Bani Israil itu dipimpin oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi mangkat, maka akan digantikan dengan nabi lain. Dan sesungguhnya tidak ada seorang nabi pun setelahku dan akan muncul para khalifah yang banyak. Mereka bertanya: Lalu apakah yang engkau perintahkan kepada kami? Nabi saw. menjawab: Setialah dengan baiat khalifah pertama dan seterusnya serta berikanlah kepada mereka hak mereka, sesungguhnya Allah akan menuntut tanggung jawab mereka terhadap kepemimpinan mereka. (Shahih Muslim No.3429)


Wajib setia mengikuti jemaah kaum muslimin saat terjadi fitnah bahkan dalam keadaan apapun, serta haram menentang ketaatan serta memisahkan diri dari jemaah.

Hadis riwayat Hudzaifah Al-Yamani ra., ia berkata:

Orang-orang banyak yang bertanya kepada Rasulullah saw. tentang kebajikan, sedangkan aku justru bertanya kepada beliau tentang kejahatan karena takut aku terjerumus melakukannya.

Maka aku bertanya: Wahai Rasulullah! Sesungguhnya kami pernah mengalami zaman jahiliah dan kejahatan, lalu datanglah Allah dengan membawa kebaikan ini kepada kami. Apakah setelah kebajikan ini nanti akan ada lagi kejahatan? Beliau menjawab: Ya.

Aku bertanya lagi: Apakah setelah kejahatan itu datang lagi kebajikan? Beliau menjawab: Ya, tetapi banyak kekurangan.

Aku bertanya: Apakah kekurangannya? Beliau menjawab: Akan ada suatu kaum yang mengikuti selain sunahku serta memberikan petunjuk dengan selain petunjukku, di antara mereka ada yang kamu kenal juga ada yang tidak kamu kenal.

Aku bertanya lagi: Apakah setelah kebajikan itu nanti akan ada lagi kejahatan? Rasulullah saw. menjawab: Ya. Kelak akan muncul para dai yang berada di muka pintu-pintu neraka Jahanam. Siapa yang menuruti panggilan mereka, akan mereka lemparkan ke dalamnya.

Aku bertanya: Wahai Rasulullah, terangkanlah kepada kami sifat mereka itu! Rasulullah saw. menjawab: Baiklah. Mereka adalah kaum yang kulitnya sama dengan kita dan berbicara dengan bahasa kita.

Aku bertanya: Wahai Rasulullah, apakah perintahmu jika aku mengalami hal itu? Rasulullah saw. menjawab: Tetap setialah kepada jemaah kaum muslimin dan pemimpin mereka.

Aku bertanya: Kalau mereka tidak memiliki jemaah serta pemimpin? Rasulullah saw. menjawab: Maka jauhilah semua sekte-sekte yang ada itu meskipun kamu harus menggigit pangkal pohon sampai maut menjemputmu kamu tetap demikian. (Shahih Muslim No.3434)


Jangan mengkafirkan orang yang shalat karena perbuatan dosanya meskipun (pada kenyataannya) mereka melakukan dosa besar. Shalatlah di belakang tiap imam dan berjihadlah bersama tiap penguasa. (HR. Ath-Thabrani)



Lalu tentang tuduhan anda, bahwa saya menuduh Ifadah sebagai penikmat hubungan seks Mut'ah (setidaknya karena mendukung Mut'ah), apa yang salah?

Hati-hatilah terhadap prasangka. Sesungguhnya prasangka adalah omongan paling dusta. (HR. Bukhari)

Ifadah kiranya memang menikmati (topik) hubungan seks Mut'ah, setidaknya karena mendukung Mut'ah. Saya, tidak kedua-duanya. Setidaknya karena, "Yang aku takuti terhadap umatku ada tiga perbuatan, yaitu kesalahan seorang ulama, hukum yang zalim, dan hawa nafsu yang diperturutkan." (HR. Asysyihaab), walaupun "Aku menjenguk ke surga dan aku melihat kebanyakan penghuninya orang-orang fakir (miskin). Lalu aku menjenguk ke neraka dan aku melihat kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita." (HR. Bukhari dan Muslim)?

Tanyalah kepada ahli bahasa, apakah kalimat di atas yang anda permasalahkan itu salah, kiranya?

Apakah telah terjadi kiranya bahwa saya menuduh atau menuduhi Ifadah berzinah?

Tidak kan? Lha wong, setidaknya, seharusnya, "Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, tidak menzaliminya dan tidak mengecewakannya (membiarkannya menderita) dan tidak merusaknya (kehormatan dan nama baiknya)." (HR. Muslim)

Apalagi kalau menurut Syi'ah, hubungan seks Mut'ah itu bukan zinah, 'kan? Walau cuma 'menikah' selama setengah jam, misalnya? Lalu 'bercerai'? Bukan zinah 'kan?

Gitu aja kok repot? :-)

Eh tapi, ... maaf, saya salah lagi mungkin? Jangan-jangan saya memang tidak dianggap muslim oleh Muhammad Bagiranwar? Sampai-sampai tidak mau mengucapkan salam kepada saya saat pertama kali berbicara, nih?
Kiriman 240
1 balasan
Muhammad Baqiranwar menulispada 16 April 2009 jam 21:41
Asslm alaikum wr wb
Pak Shallahuddin yg terhormat,
Anda tidak menjawab pertanyaan saya... Siapa yang 12 orang itu??? Hadis yg anda bawakan itu tidak menjelaskan nama org quraisy itu.. karena tidak semua org qurays itu taat... harus jelas... Siapa org nya...

anda hanya mengatakan:
Wajib setia dengan baiat khalifah, yang pertama dibaiat itulah yang kita utamakan.

Pertanyaannya lagi
Siapa yg mewajibkan?? itu pikiran anda yg mengatakan wajib setia kepada kahlifah pertam yg namanya Abubakar ya... JELAS TIDAK ADA DALAM NASH... INI KEBOHONGAN PERTAMA ANDA...

Oke mengenai kepemimpinan islam setelah rasul kita bahas di topik lain...

Koq anda merasa tidak bersalah menuduh dgn jelas bahasa indonesianya, anda mengatakan:
Ifadah perempuan penikmat hubungan seks Mut'ah (setidaknya karena mendukung Mut'ah) artinya
Ifadah itu wanita yg menikmati hubungan sex mut'ah krn mendukung mut'ah... INI JELAS2 anda menuduh ifada menikmati hubingan sex mut'ah... berarti ifadah melakukannya.... Apakah anda bisa memastikan bahwa setiap org yg meng HALAL kan Nikah mut'ah itu pasti akan melakukannya???
Anda benar2 telah melakukan fitnahan tanpa bukti...

Anda belum memahami bahwa nikah mut'ah itu halal namun tidak wajib dilakukan oleh setiap muslim, sama halnya dgn daging kambing itu halal namun tidak wajib dikomsumsi oleh setiap muslim...

Dan anda belum memberikan jawaban:
Apakah hadis bisa membatalkan ayat quraan?
Apakah ada ayat quraan yg membatalkan ayat an nisa 24 tentang halalnya perkawinan mut'ah?

Lupa utk mengucapkan salam itu bukan berarti melakukan pembangkangan kepada Allah.. Namun Meng haramkan apa yg dihalalkan Allah itulah yg dikatakan pembangkangan terhadap hukum Allah... JELAS





1 komentar:

  1. saya telah membaca banyak artikel tentang nikah mut'ah dan saya menyimpulkan :

    manfaat nikah mut'ah :
    1. laki-laki dan perempuan dapat menyalurkan nafsu syahwatnya dengan mudah. Dalam pemikiran pelaku mut'ah bahwa mereka melakukan hubungan seksual yang halal tanpa harus dibebani dengan kewajiban suami istri (terutama bagi si laki-laki : dia tak punya kewajiban untuk memberi nafkah istri dan anak yang lahir dari nikah mut'ah tersebut).

    Mudharatnya :
    1. Anak yang lahir dari nikah mut'ah statusnya tidak jelas, memang identitas ayahnya jelas tapi ayahnya tidak punya kewajiban untuk merawat anak tersebut dan anak tersebut tidak punya hak untuk menjadi pewaris ayahnya. Jika anak itu perempuan siapa yang akan menjadi walinya saat ia menikah nanti? Dapat dikatakan bahwa secara hukum negara dan hukum agama status anak tersebut hampir sama dengan anak yang lahir di luar nikah.

    2. Nikah mut'ah hanya dilakukan dalam jangka waktu tertentu, bisa sebulan, seminggu, atau sehari, tergantung kesepakatan kedua belah pihak dan tergantung kemampuan si laki-laki dalam membayar mahar, lalu apa bedanya nikah mut'ah dengan pelacuran?

    3. Bagi orang yang meyakini nikah mut'ah itu halal maka besar kemungkinan ia melakukannya berkali-kali dalam hidupnya, bahkan tidak tertutup kemungkinan orang yang sudah beristri pun masih melakukannya. Dalam ilmu medis bukan rahasia lagi bahwa berganti-ganti pasangan dapat menyebabkan penyakit kelamin, bukan hanya si pelaku saja yang akan terkena penyakit, namun ia juga akan menularkannya pada istri sahnya.

    Memang dalam islam diizinkan memiliki empat orang istri (ingat : diizinkan, bukan diwajibkan), namun hal ini tidak akan menyebabkan penyakit kelamin jika si suami hanya melakukan hubungan seksual dengan istri-istrinya saja. Artinya dia tidak berganti pasangan setiap bulannya tapi hanya melakukannya dengan empat orang istrinya tersebut seumur hidupnya. Penyakit kelamin itu hanya terjadi jika pasangan seksual berganti-ganti, artinya tiap bulan atau bahkan tiap minggu pasangannya berbeda-beda. Memang dalam pernikahan ada kemungkinan terjadinya perceraian dan si suami akan mencari istri baru setelah bercerai, namun proses pernikahan dan perceraian itu lebih rumit dibandingkan nikah mut'ah, jadi kecil kemungkinan ada pasangan yang bercerai setelah seminggu atau sebulan menikah.

    4. Bagaimana dengan nasib wanita yang dinikahi secara mut'ah? Akankah ada laki-laki yang bersedia menjadikannya istri yang sah jika laki-laki tersebut mengetahui bahwa si wanita sudah pernah atau bahkan sudah sering melakukan nikah mut'ah? Jika ada anak yang lahir dari nikah mut'ah tersebut, maka dia harus membesarkan anak tersebut sendirian Lalu bagaimana jika dia merasa tidak sanggup membesarkan anak tersebut? apakah anak tersebut akan berakhir di panti asuhan, atau diserahkan untuk diadopsi, atau mungkin justru diaborsi sebelum ia lahir?

    Gunakan akal sehat anda. Islam membawa keselamatan dan kebaikan bagi umatnya. Berpikirlah, nikah mut'ah itu lebih banyak manfaat atau mudharatnya?

    BalasHapus