Haji Nawawi menulispada 14 Maret 2009 jam 5:42
Tak asing lagi dalam tradisi umat Islam khususnya di Indonesia, kelahiran Rasulullah saw diperingati oleh segenap kaum muslimin. Dari pelosok negeri hingga di kota-kota besar, dari mushalla-mushala kecil hingga di masjid-masjid besar, dari lorong-lorong kecil perkampungan hingga di istana, kecuali di kalangan mazhab wahabi ekstrim. Walhasil, semua kaum muslimin memperingati maulid Nabi saw dengan bermacam-macam cara dan tradisi mereka.
Muncullah pertanyaan dari sebagian muslimin: Mengapa wafat Rasulullah saw tidak juga diperingati? Sementara wafat para ulama besar dan tokoh terkemuka diperingati, yang dikenal dengan sebutan "Haul". Jawaban terhadap pertanyaan ini bermacam-macam. Ada yang bilang, itu tak perlu, yang perlu diperingati adalah cahaya kelahirannya yang membawa perubahan dunia. Ada juga yang bilang, jangan mengungkap peristiwa-peristiwa yang sensitif. Memperingati wafat Rasulullah saw akan mengundang hal-hal yang kontrovesial.
Benarkah memperingati wafat Rasulullah saw akan mengundang hal-hal yang kontroversial? Apa peristiwa penting yang terjadi di sekitar wafat Rasulullah saw, menjelang wafatnya dan sesudahnya? Kalau peristiwa itu benar terjadi, mengapa disembunyikan? Sehingga banyak kaum muslimin tidak mengetahuinya dan tidak boleh mengetahuinya?
Saya kira di zaman globalisasi, di era derasnya informasi kita tak akan sanggup menyembunyikan peristiwa-peristiwa penting yang mesti diketahui oleh muslimin. Pada akhirnya semua itu akan terungkap cepat atau lambat.
Muncullah pertanyaan dari sebagian muslimin: Mengapa wafat Rasulullah saw tidak juga diperingati? Sementara wafat para ulama besar dan tokoh terkemuka diperingati, yang dikenal dengan sebutan "Haul". Jawaban terhadap pertanyaan ini bermacam-macam. Ada yang bilang, itu tak perlu, yang perlu diperingati adalah cahaya kelahirannya yang membawa perubahan dunia. Ada juga yang bilang, jangan mengungkap peristiwa-peristiwa yang sensitif. Memperingati wafat Rasulullah saw akan mengundang hal-hal yang kontrovesial.
Benarkah memperingati wafat Rasulullah saw akan mengundang hal-hal yang kontroversial? Apa peristiwa penting yang terjadi di sekitar wafat Rasulullah saw, menjelang wafatnya dan sesudahnya? Kalau peristiwa itu benar terjadi, mengapa disembunyikan? Sehingga banyak kaum muslimin tidak mengetahuinya dan tidak boleh mengetahuinya?
Saya kira di zaman globalisasi, di era derasnya informasi kita tak akan sanggup menyembunyikan peristiwa-peristiwa penting yang mesti diketahui oleh muslimin. Pada akhirnya semua itu akan terungkap cepat atau lambat.
Nurmansyah E Tanjung menulispada 14 Maret 2009 jam 6:31
Saya kira tidak ada peristiwa penting. Karena itu ulama2 kita tdk memperingatinya. Kita ikut ulama kita sajalah. Gak perlu ngada2 yg tdk ada contohnya dari ulama2 kita terdahulu.
Anhar Nasution menulispada 14 Maret 2009 jam 6:38
Memangnya ada peristiwa apa? Saya sepakat dg pak Nurmansyah. Kalau ada peristiwa penting yg bermanfaat bagi umat Islam tentu para ulama terdahulu memperingatinya. Ulama lebih tahu sejarah ketimbang kita. Kita ikut ulama saja spy hidup kita lebih aman.
Ahmad Taufik- ATe (Los Angeles, CA) menulispada 14 Maret 2009 jam 7:14
Saya pikir khol atau Kaul rasulullulah SAW layak ada, ada lahir tentu ada meninggalnya. Kenapa khol habib anu atau wali anu ada acaranya? semakin kita banyak mengingat rasulullah, dari lahir, turunnya wahyu, kematian hingga pesan-pesan terakhirnya, tentu lebih baik dari milad partai atau sesuatu yang tak jelas. Ayo pak Haji, hidupkan khol rasulullah SAW.
Januar Mangitung menulispada 14 Maret 2009 jam 7:31
Pada awalnya, saya juga sepakat dengan Pak Nurmansya dan Pak Anhar.. Mengapa kita harus mempelajari sejarah? Ikutilah para ulama terdahulu meskipun sejarah itu diputarbalikkan, kan yg bertanggung jawab dihadapan Allah adalah mereka yg telah memutar balikkan sejarah?....
Namun hati nurani ku berkata, "Apakah Allah tidak akan mempertanyakan kepada kita tentang AKAL kita, "Untuk apa kau gunakan akal mu yg Aku ciptakan agar kamu mau berfikir dan menimbang tentang kejadian-kejadian masa lalu, sebagai pelajaran dan hikmah agar kalian tdk tersesat?... Apakah ada perintah Ku untuk mengikuti ulama2 terdahulu secara membabi-buta?
Untuk itu, kalau ada yg memahami sejarah di group ini dgn memberikan bukti dgn dalil / nash yg dapat dipertanggung jawabkan tentang, "Apa yang sesungguhnya terjadi mulai dari detik2 terakhir wafatnya Rasulullah saw sampai dengan wafatnya Beliau? Bagaimana dengan keadaan umat waktu itu? Siapa yang melanjutkan misi Nabi saw?
Namun hati nurani ku berkata, "Apakah Allah tidak akan mempertanyakan kepada kita tentang AKAL kita, "Untuk apa kau gunakan akal mu yg Aku ciptakan agar kamu mau berfikir dan menimbang tentang kejadian-kejadian masa lalu, sebagai pelajaran dan hikmah agar kalian tdk tersesat?... Apakah ada perintah Ku untuk mengikuti ulama2 terdahulu secara membabi-buta?
Untuk itu, kalau ada yg memahami sejarah di group ini dgn memberikan bukti dgn dalil / nash yg dapat dipertanggung jawabkan tentang, "Apa yang sesungguhnya terjadi mulai dari detik2 terakhir wafatnya Rasulullah saw sampai dengan wafatnya Beliau? Bagaimana dengan keadaan umat waktu itu? Siapa yang melanjutkan misi Nabi saw?
Ifadah Amalia menulispada 14 Maret 2009 jam 7:41
Oh Rasul! Ada peristiwa apa yg sebenarnya di sekitarmu? mengapa cerita yg sampai pada kami bermacam2? Apa sbnrnya yg terjadi saat2 wafatmu? mengapa kami dilarang memperingati wafatmu? sementara wafat para ulama dan para tokoh diperingati?
Tonny S Mangitung menulispada 14 Maret 2009 jam 8:15
Pertanyaan mengapa?!! mungkin ada hal2 yg sangat penting yg perlu disembunyikan karena sangat mmpengaruhi penguasa YANG BERKUASA SAAT ITU. Sama dengan pertanyaan Mengapa Peristiwa SUPERSEMAR tidak terungkap seJARAH SEcara jelas dan Terang Benderang? Padahal PELAKU SEJARAHNYA MASIH HIDUP. Jawabannya karena sangat mengaruhi rezim yng berkuasa.......ada perasan ketakutan bagi yg merasa takut.....tapi itu sejarah.
Nurmansyah E Tanjung menulispada 14 Maret 2009 jam 8:28
Untuk pak Januar
Kita telah dididik dan diberi pelajaran agama sejak SD hingga perguruan tinggi. Guru2 kita mendidik kita agar hormat dan patuh kepada ulama. Bukankah ulama itu pewaris Nabi saw? Para ulama lebih tahu ttg agama termasuk hadis dan sejarah Islam.
Kita diperintahkan oleh Nabi saw agar mengikuti jejak para sahabatnya khususnya khulafaus rasyidin yang telah dijamin masuk surga. Mana mungkin para sahabat Nabi saw yg dijamin surga akan menyimpang dari kebenaran? Mereka itu sdh dijamin masuk surga, sementara kita tdk punya jaminan.
Sebaiknya kita mengikuti para ulama dan habib2 yang sholeh, mereka itu para wali Allah dan kekasih-Nya. Apakah pak januar tidak percaya pada ulama kita dan habib2? mereka tidak memperingati wafat Rasulullah saw. Kita ikuti saja mereka. Mereka lebih alim daripada kita.
Kita telah dididik dan diberi pelajaran agama sejak SD hingga perguruan tinggi. Guru2 kita mendidik kita agar hormat dan patuh kepada ulama. Bukankah ulama itu pewaris Nabi saw? Para ulama lebih tahu ttg agama termasuk hadis dan sejarah Islam.
Kita diperintahkan oleh Nabi saw agar mengikuti jejak para sahabatnya khususnya khulafaus rasyidin yang telah dijamin masuk surga. Mana mungkin para sahabat Nabi saw yg dijamin surga akan menyimpang dari kebenaran? Mereka itu sdh dijamin masuk surga, sementara kita tdk punya jaminan.
Sebaiknya kita mengikuti para ulama dan habib2 yang sholeh, mereka itu para wali Allah dan kekasih-Nya. Apakah pak januar tidak percaya pada ulama kita dan habib2? mereka tidak memperingati wafat Rasulullah saw. Kita ikuti saja mereka. Mereka lebih alim daripada kita.
Alfian Hamdan menulispada 14 Maret 2009 jam 8:29
Salam semuanya,
Mohon sharing dari teman2, mengenai hadist menjelang wafatnya dibawah ini,
Hadis di Kitab Bukhari Bab I No. 83
Ibnu Abbas berkata : “ Ketika Nabi bertambah keras sakitnya, beliau berkata, “Bawalah kemari kertas supaya kamu dapat menuliskan sesuatu agar kamu tidak lupa nanti.”
Kata Umar bin Khaththab, “ Sakit Nabi bertambah keras. Kita mempunyai Kitabbullah (Qur’an); cukuplah itu !”
Para sahabat (yang hadir ketika itu berselisih pendapat, dan menyebabkan terjadinya suara gaduh. Berkata Nabi, “ Saya harap anda semua pergi! Tidak pantas anda bertengkar didekatku.”
Ibnu Abbas lalu keluar dan berkata, “Alangkah malangnya, terhalang mencatat sesuatu dari Rasulullah.”
Bisakah saya menyimpulkan bahwa :
1. Ada Sahabat Nabi SAW tidak taat sama perintahnya sehubungan permohonan beliau yang akan meninggalkan wasiat.... padahal kita semua dianjurkan untuk berwasiat?
2. Ada sahabat Nabi SAW yang ingkar Sunnah... karena mengatakan cukuplah Kitabullah.....
3. Bgm makna pengusiran Nabi dari tempat turunnya Wahyu, terutama bagi yg berbuat gaduh dan bersuara keras.... karena kita dilarang untuk meninggikan suara dihadapan Nabi SAW
Mohon sharing dari teman2.....
Mohon sharing dari teman2, mengenai hadist menjelang wafatnya dibawah ini,
Hadis di Kitab Bukhari Bab I No. 83
Ibnu Abbas berkata : “ Ketika Nabi bertambah keras sakitnya, beliau berkata, “Bawalah kemari kertas supaya kamu dapat menuliskan sesuatu agar kamu tidak lupa nanti.”
Kata Umar bin Khaththab, “ Sakit Nabi bertambah keras. Kita mempunyai Kitabbullah (Qur’an); cukuplah itu !”
Para sahabat (yang hadir ketika itu berselisih pendapat, dan menyebabkan terjadinya suara gaduh. Berkata Nabi, “ Saya harap anda semua pergi! Tidak pantas anda bertengkar didekatku.”
Ibnu Abbas lalu keluar dan berkata, “Alangkah malangnya, terhalang mencatat sesuatu dari Rasulullah.”
Bisakah saya menyimpulkan bahwa :
1. Ada Sahabat Nabi SAW tidak taat sama perintahnya sehubungan permohonan beliau yang akan meninggalkan wasiat.... padahal kita semua dianjurkan untuk berwasiat?
2. Ada sahabat Nabi SAW yang ingkar Sunnah... karena mengatakan cukuplah Kitabullah.....
3. Bgm makna pengusiran Nabi dari tempat turunnya Wahyu, terutama bagi yg berbuat gaduh dan bersuara keras.... karena kita dilarang untuk meninggikan suara dihadapan Nabi SAW
Mohon sharing dari teman2.....
Tonny S Mangitung menulispada 14 Maret 2009 jam 8:29
Dan bagi kita generasi yang masuk dalam ERA I.T., dengan segala prasarana informasi yang ada tentu TIDAK ADA ALASAN menyerahkan SESUATU YG INGIN KITA ketahui kepada satu, atau dua orang sj ahli sejarah. Maaf..... bila seseorang akan menulis skripsi, makan semakin banyak referensi yang didapat Insya Allah akan semakin tajam kesimpulan yang di HASILKAN....... Apa yg dibaca ulama satu n ulama yg lain, bisa juga kita baca,,,,,,,khusus masalah sejarah.......agar mantap dihati
Nurmansyah E Tanjung menulispada 14 Maret 2009 jam 8:33
Kalau ada peristiwa saat itu? Mana mungkin sahabat2 Nabi saw, para ulama dan habib2 menyimpan kebenaran? karena menyimpan kebenaran itu dilarang dalam agama Islam. Yg jelas para sahabat pilihan Nabi saw sdh dijamin masuk surga.
Nurmansyah E Tanjung menulispada 14 Maret 2009 jam 8:41
Untuk Mas Alfian
Yg namanya sahabat Nabi saw tidak akan berprilaku seperti itu. Karena sahabat itu telah dijami masuk surga, dan paling dekat dg Nabi saw. Mereka itu mengorbankan harta dan nyawanya utk perjuangan Nabi saw.
Yang namanya sahabat itu pasti setia. Apalagi sahabat Nabi saw yg dididik oleh beliau bertahun2. Cahaya Nabi saw telah memancar pada hati mereka. Itu jelas, karena mereka selalu mengikuti jejak Nabi saw.
Yg namanya sahabat Nabi saw tidak akan berprilaku seperti itu. Karena sahabat itu telah dijami masuk surga, dan paling dekat dg Nabi saw. Mereka itu mengorbankan harta dan nyawanya utk perjuangan Nabi saw.
Yang namanya sahabat itu pasti setia. Apalagi sahabat Nabi saw yg dididik oleh beliau bertahun2. Cahaya Nabi saw telah memancar pada hati mereka. Itu jelas, karena mereka selalu mengikuti jejak Nabi saw.
Anhar Nasution menulispada 14 Maret 2009 jam 8:53
Saya sepakat dg pak Tanjung. Sahabat Nabi saw itu orang2 pilihan, telah dijamin masuk surga. Tidak mungkin berbuat seperti yg disimpulkan oleh mas Alfian.
Missi Nabi saw diemban dan diteruskan oleh para sahabat, kemudian diemban oleh para ulama dan habaib. Apakah pernyataan saya ini salah? kalau salah, dimana letak kesalahannya?
Kita harus mengikuti jejak ulama dan habaib, yg rantainya sampai pada sahabat2 Nabi saw, agar kita sampai pada Rasulullah saw. Jika mereka tidak memperingati wafat Nabi saw, ya kita tidak perlu memperingatinya.
Missi Nabi saw diemban dan diteruskan oleh para sahabat, kemudian diemban oleh para ulama dan habaib. Apakah pernyataan saya ini salah? kalau salah, dimana letak kesalahannya?
Kita harus mengikuti jejak ulama dan habaib, yg rantainya sampai pada sahabat2 Nabi saw, agar kita sampai pada Rasulullah saw. Jika mereka tidak memperingati wafat Nabi saw, ya kita tidak perlu memperingatinya.
Alfat Hidayat menulispada 14 Maret 2009 jam 10:16
Ulama sekarang mah dah pada belagu semua, pinginnya dibangga-2in, apalagi kalo udah meninggal,, pake ngadain ini-itulah.
Rosul aja gak pernah nyuruh sahabat-2nya buat ngerayain hari lahirnya sama hari wafatny..... gak tau orang indonesia dapat saran dari mana buat ngerayain hari-2 kaya gitu.... inget coi...? Hari raya yang boleh dirayain umat islam cuma ada 3 (Idul Fitri, Idul Adha sama Hari Jumat), makanya jangan bisanya ngikut-in orang yahudi sama nasrani........makanya kalo bisa di Indonesia khusus hari Jumat Masyarakatnya harus banyak-2 istighfar sama dekatin diri ke Tuhan YME.......
Rosul aja gak pernah nyuruh sahabat-2nya buat ngerayain hari lahirnya sama hari wafatny..... gak tau orang indonesia dapat saran dari mana buat ngerayain hari-2 kaya gitu.... inget coi...? Hari raya yang boleh dirayain umat islam cuma ada 3 (Idul Fitri, Idul Adha sama Hari Jumat), makanya jangan bisanya ngikut-in orang yahudi sama nasrani........makanya kalo bisa di Indonesia khusus hari Jumat Masyarakatnya harus banyak-2 istighfar sama dekatin diri ke Tuhan YME.......
Nurmansyah E Tanjung menulispada 14 Maret 2009 jam 10:18
Wahai para peserta diskusi yg terhormat
Saya baru mendapat informasi dari guru saya tentang 10 sahabat yg dijamin masuk surga:
Sa’îd bin Zaid berkata: Aku bersaksi dengan nama Rasulullah saw bahwa sesungguhnya aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Sepuluh orang masuk surga: Nabî, Abû Bakar, ‘Umar, ‘Utsmân, ‘Alî, Thalhah, Zubair, Sa’d bin Abî Waqqâsh dan ‘Abdurrahmân bin ‘Auf.” Kemudian orang bertanya, ‘Siapa yang kesepuluh?’ Setelah ditanyakan berkali-kali, ‘Sa’îd bin Zaid’ menjawab, ‘Aku’.
Jika Rasulullah saw telah menyatakan 10 orang telah dijamin masuk surga, apakah kalian berani membantah pernyataan Rasulullah saw tsb? Jika mereka telah dijamin oleh Rasulullah saw, apa mungkin mereka itu menyimpang dari Rasulullah saw dan kebenaran? Tidaklah logis jika mereka itu menyimpan peristiwa2 penting.
Saya baru mendapat informasi dari guru saya tentang 10 sahabat yg dijamin masuk surga:
Sa’îd bin Zaid berkata: Aku bersaksi dengan nama Rasulullah saw bahwa sesungguhnya aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Sepuluh orang masuk surga: Nabî, Abû Bakar, ‘Umar, ‘Utsmân, ‘Alî, Thalhah, Zubair, Sa’d bin Abî Waqqâsh dan ‘Abdurrahmân bin ‘Auf.” Kemudian orang bertanya, ‘Siapa yang kesepuluh?’ Setelah ditanyakan berkali-kali, ‘Sa’îd bin Zaid’ menjawab, ‘Aku’.
Jika Rasulullah saw telah menyatakan 10 orang telah dijamin masuk surga, apakah kalian berani membantah pernyataan Rasulullah saw tsb? Jika mereka telah dijamin oleh Rasulullah saw, apa mungkin mereka itu menyimpang dari Rasulullah saw dan kebenaran? Tidaklah logis jika mereka itu menyimpan peristiwa2 penting.
Ali Reza Aljufri menulispada 14 Maret 2009 jam 10:26
Pastilah akan terjadi pertentangan jika ada saudara kita yang mengikuti pendapat sahabat Nabi dan ada sebagian saudara kita yang mengikuti keluarga Nabi. Yang mengenal dekat Pak Nurmansyah pasti keluarganya Pak Nurmasyah. Yang mengenal Nabi Muhammad SAW pasti keluarga Nabi SAW.
Semua balik kpd masing-masing. Mau "mengenal" Nabi melalui sahabat atau keluarga. Wallahua'lam.
Semua balik kpd masing-masing. Mau "mengenal" Nabi melalui sahabat atau keluarga. Wallahua'lam.
ديكي جالن الشاح menulispada 14 Maret 2009 jam 11:45
sepertinya, kalau sahabat yang lain meriwayatkan hadis yang sama, (misalkan bilal, atau abu hurairah or else), mungkin ketika dia ditanya "siapakah yang kesepuluh?" mungkin jawabannya akan sama "AKu"
kalau saya sih tak percaya bahwa sahabat adalah manusia pilihan yang baik semuanya. Bagi saya, sahabat ada yang baik ada juga yang buruk. jadi tidak disama ratakan.
kalau saya sih tak percaya bahwa sahabat adalah manusia pilihan yang baik semuanya. Bagi saya, sahabat ada yang baik ada juga yang buruk. jadi tidak disama ratakan.
Kiriman 18
Kang Akbar menulispada 14 Maret 2009 jam 12:52
Topik ini menarik sekali bagi saya, karena mulai dari titik inilah sebenarnya kondisi mental para sahabat, keluarga dan lingkungan arab bisa di jadikan cermin dan telaah dalam ditinjau dari berbagai sisi, sisi historis, sisi aqidah, sisi kebersamaan dan lain-lainnya.
Jarang saya temukan sebuah buku yang mengisahkan keadaan dan perilaku umat pada saat menjelang Baginda Rasulullah SAAW meninggal. Umumnya peristiwa ini hanya secara parsial saja dikisahkan. Sementara kondisi psikologi para Sahabat menjelang ajalnya Baginda Rasulullah secara detail jarang dikisahkan.
Bahkan kita juga sulit mendapatkan referensi para sahabat mana yang menunggu nabi saat sakaratul maut., siapa para sahabat yang memandikan, siapa para sahabat yang mengkafani, siapa para sahabat yang mensholatkan dan siapa para sahabat yang menguburkan Beliau.
Menurut telaah yang saya yakini ‘mengapa meninggalnya Rasulullah tidak diperingati” adalah:
Masa setelah nabi meninggal, bibir-bibit keimanan, kemunafikan dan kekafiran mulai kembali muncul. Sebagai manusia besar yang kiprahnya juga luar biasa selama lebih dari 22 tahun membawa panji-panji Islam, tentu tidak sedikit orang yang mencintai maupun membenci nabi. Sebagai contoh bisa kita gambarkan bagaimana keluarga Abu Sofyan, Hindun dan anak2nya masuk Islam secara ‘terpaksa’ saat peristiwa Penaklukan kota Mekah. Padahal di dalam sejarah kita juga bisa mengetahui bagaimana perilaku Abu Sofyan dan Hindun (yg membunuh pamanda Nabi Hamzah) dan anak-anaknya. Mereka masuk Islam dalam keadaan terpaksa. Sehingga pada saat Rasulullah meninggal, tentunya bagi mereka merupakan kemerdekaan yang besar untuk memulai kembali pada misi-misi mereka yang sebelumnya terpaksa dikubur. Kemunafikan tampak pada peristiwa ini
Hal ini dapat berlangsung tentunya tidak sekedar terjadi begitu saja tanpa proses. Saya yakin tidak sedikit sahabat yang mulai berpolitik setelah nabi meninggal. Setelah meninggalnya Rasulullah (walaupun pro-kontra terjadi) dengan adanya peristiwa Saqifah mengakibatkan pucuk kepemimpinan secara riil berlaku ke ‘khulafaurrasyidin’ an mulai dari Abu Bakar Sidiq, Umar ibn Khatab, Ustman dan Imam Ali Karamallahu Wajha. Upaya siapakah ini? Tentu saja saya yakin berdasarkan referensi yang saya dapatkan dari berbagai kalangan bahwa ini adalah upaya Abu Sofyan dkk yg memang terkenal licin dan pandai berpolitik. Dan upaya politis ini benar-benar tampak mulai sejak Ali KW dipilih menjadi khulafaurrasyidin yang ke-4 karena semasa masih dalam pemerintahan beliau, terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh anak Abu Sofyan yang bernama Muawiyah dengan menggandeng koalisi bersama Aisyah binti Abu Bakar (perang Jamal kalau ndak salah).
Semenjak berakhirnya masa pemerintahan Ali KW, langsung Muawiyah memproklamirkan diri sebagai khalifah dengan sistem pemerintahan kerajaan dinasti yang diwariskan turun temurun.
Tidak bisa dipungkiri bahwa Abu Sofyan dan keturunannya merupakan golongan orang-orang munafik yang memusuhi rasulullah. Ini terbukti dengan adanya pembantaian dan penganiayaan besar-besaran terhadap keluarga nabi yang berasal dari Ali KW – Fatimah Azzahra’ mulai dari Hasan ibn Ali, Husain ibn Ali, hingga seterusnya seterusnya. Dalam hal ini semuanya dilakukan oleh dinasti Muawiyah dan ditularkan kepada dinasti Abasiyah. Akibatnya keluarga nabi terpaksa menyingkir ke daerah-daerah yang jauh (Irak-Iran).
Dengan mengetahui kronologis telaah saya diatas, tentunya kita bisa melihat dengan mata hati yg bersih bahwa ‘mana mungkin nabi dan keluarga nabi diutamakan’ oleh lingkungan dinasti-dinasti yang membenci mereka? Jangankan kehadiran prosesi saat meninggalnya nabi, wong putri tercinta nabi, penghulu wanita syurga Fatimah Azzahra’ meninggal saja sampai-sampai makamnya tidak ada yang mengetahui… kan aneh kalau memang secara nyata tidak dipolitisir… Begitu pula putra Ali KW yakin Hasan yang di racun dan Hussain yang di sembelih dijaman Yazid!.
Semua ini saya ungkapkan mengikuti keyakinan dari berbagai referensi yang saya dapatkan.
Jadi kesimpulan yang saya bisa petik dari sini adalah:
bahwa ‘mengapa wafat nabi tidak diperingati’. Tentu saja karena selama berabad-abad pengelolaan Negara dikuasai oleh keluarga-keluarga yang jelas-jelas memusuhi nabi dan keluarganya (mulai dari Ali-Fatimah, Hasan, Husein dan keterunan-keterunan berikutnya) yang notabene merupakan pemerintahan monarkhi yang hanya mementingkan kehidupan pribadi, keluarga dan dinastinya saja. Sehingga peristiwa2 penting yang terjadi pada lingkungan nabi dan keluarganya sangat diabaikan. Padahal kita semua sepakat bahwa keluarga nabi adalah merupakan pintu gerbang ilmunya nabi, ilmu nabi adalah ilmu Allah Ta’ala.
Setiap hal yang mengandung peristiwa di lingkungan Baginda Rasulullah dan Keluarganya adalah penting untuk diperingati, dikenang sebagai suri tauladan untuk lebih dekat dan lebih mencintai nabi beserta keluarganya dan untuk kemaslahatan bagi semesta alam. Karena sesungguhnya pada diri nabi adalah terdapat suri tauladan.
Bagi saya mempercayai cerita ttg orang dari kawannya tentunya lebih rendah nilainya dibanding mempercayai cerita ttg orang dari keluarganya sendiri.
Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa’ala aalii Muhammad
Jarang saya temukan sebuah buku yang mengisahkan keadaan dan perilaku umat pada saat menjelang Baginda Rasulullah SAAW meninggal. Umumnya peristiwa ini hanya secara parsial saja dikisahkan. Sementara kondisi psikologi para Sahabat menjelang ajalnya Baginda Rasulullah secara detail jarang dikisahkan.
Bahkan kita juga sulit mendapatkan referensi para sahabat mana yang menunggu nabi saat sakaratul maut., siapa para sahabat yang memandikan, siapa para sahabat yang mengkafani, siapa para sahabat yang mensholatkan dan siapa para sahabat yang menguburkan Beliau.
Menurut telaah yang saya yakini ‘mengapa meninggalnya Rasulullah tidak diperingati” adalah:
Masa setelah nabi meninggal, bibir-bibit keimanan, kemunafikan dan kekafiran mulai kembali muncul. Sebagai manusia besar yang kiprahnya juga luar biasa selama lebih dari 22 tahun membawa panji-panji Islam, tentu tidak sedikit orang yang mencintai maupun membenci nabi. Sebagai contoh bisa kita gambarkan bagaimana keluarga Abu Sofyan, Hindun dan anak2nya masuk Islam secara ‘terpaksa’ saat peristiwa Penaklukan kota Mekah. Padahal di dalam sejarah kita juga bisa mengetahui bagaimana perilaku Abu Sofyan dan Hindun (yg membunuh pamanda Nabi Hamzah) dan anak-anaknya. Mereka masuk Islam dalam keadaan terpaksa. Sehingga pada saat Rasulullah meninggal, tentunya bagi mereka merupakan kemerdekaan yang besar untuk memulai kembali pada misi-misi mereka yang sebelumnya terpaksa dikubur. Kemunafikan tampak pada peristiwa ini
Hal ini dapat berlangsung tentunya tidak sekedar terjadi begitu saja tanpa proses. Saya yakin tidak sedikit sahabat yang mulai berpolitik setelah nabi meninggal. Setelah meninggalnya Rasulullah (walaupun pro-kontra terjadi) dengan adanya peristiwa Saqifah mengakibatkan pucuk kepemimpinan secara riil berlaku ke ‘khulafaurrasyidin’ an mulai dari Abu Bakar Sidiq, Umar ibn Khatab, Ustman dan Imam Ali Karamallahu Wajha. Upaya siapakah ini? Tentu saja saya yakin berdasarkan referensi yang saya dapatkan dari berbagai kalangan bahwa ini adalah upaya Abu Sofyan dkk yg memang terkenal licin dan pandai berpolitik. Dan upaya politis ini benar-benar tampak mulai sejak Ali KW dipilih menjadi khulafaurrasyidin yang ke-4 karena semasa masih dalam pemerintahan beliau, terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh anak Abu Sofyan yang bernama Muawiyah dengan menggandeng koalisi bersama Aisyah binti Abu Bakar (perang Jamal kalau ndak salah).
Semenjak berakhirnya masa pemerintahan Ali KW, langsung Muawiyah memproklamirkan diri sebagai khalifah dengan sistem pemerintahan kerajaan dinasti yang diwariskan turun temurun.
Tidak bisa dipungkiri bahwa Abu Sofyan dan keturunannya merupakan golongan orang-orang munafik yang memusuhi rasulullah. Ini terbukti dengan adanya pembantaian dan penganiayaan besar-besaran terhadap keluarga nabi yang berasal dari Ali KW – Fatimah Azzahra’ mulai dari Hasan ibn Ali, Husain ibn Ali, hingga seterusnya seterusnya. Dalam hal ini semuanya dilakukan oleh dinasti Muawiyah dan ditularkan kepada dinasti Abasiyah. Akibatnya keluarga nabi terpaksa menyingkir ke daerah-daerah yang jauh (Irak-Iran).
Dengan mengetahui kronologis telaah saya diatas, tentunya kita bisa melihat dengan mata hati yg bersih bahwa ‘mana mungkin nabi dan keluarga nabi diutamakan’ oleh lingkungan dinasti-dinasti yang membenci mereka? Jangankan kehadiran prosesi saat meninggalnya nabi, wong putri tercinta nabi, penghulu wanita syurga Fatimah Azzahra’ meninggal saja sampai-sampai makamnya tidak ada yang mengetahui… kan aneh kalau memang secara nyata tidak dipolitisir… Begitu pula putra Ali KW yakin Hasan yang di racun dan Hussain yang di sembelih dijaman Yazid!.
Semua ini saya ungkapkan mengikuti keyakinan dari berbagai referensi yang saya dapatkan.
Jadi kesimpulan yang saya bisa petik dari sini adalah:
bahwa ‘mengapa wafat nabi tidak diperingati’. Tentu saja karena selama berabad-abad pengelolaan Negara dikuasai oleh keluarga-keluarga yang jelas-jelas memusuhi nabi dan keluarganya (mulai dari Ali-Fatimah, Hasan, Husein dan keterunan-keterunan berikutnya) yang notabene merupakan pemerintahan monarkhi yang hanya mementingkan kehidupan pribadi, keluarga dan dinastinya saja. Sehingga peristiwa2 penting yang terjadi pada lingkungan nabi dan keluarganya sangat diabaikan. Padahal kita semua sepakat bahwa keluarga nabi adalah merupakan pintu gerbang ilmunya nabi, ilmu nabi adalah ilmu Allah Ta’ala.
Setiap hal yang mengandung peristiwa di lingkungan Baginda Rasulullah dan Keluarganya adalah penting untuk diperingati, dikenang sebagai suri tauladan untuk lebih dekat dan lebih mencintai nabi beserta keluarganya dan untuk kemaslahatan bagi semesta alam. Karena sesungguhnya pada diri nabi adalah terdapat suri tauladan.
Bagi saya mempercayai cerita ttg orang dari kawannya tentunya lebih rendah nilainya dibanding mempercayai cerita ttg orang dari keluarganya sendiri.
Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa’ala aalii Muhammad
Sri Aryani menulispada 14 Maret 2009 jam 14:19
assalamu alaikum wr wb..
ya Allah kenapa haul habib A n habib B ....selalu diperingati sementara haul kekasihmu tidak diperingati???????....ini semua karena tergantung dari pemimpin yg berkuasa saat itu....setelah rasulullah wafat kepemimpinan umat lepas dari keluarganya....dan sudah menjadi sunnatullah setiap nabi mengangkat keluarga dekatnya sbg penerus syariah....oh..seandainya waktu rasul wafat kepemimpinan ditangan keluarganya pastilah sekarang kita akan selalu memperingati haulmu ya rasulullah...
allahumma shalli ala muhammad wa aali muhammad wa ajjil farajahum
ya Allah kenapa haul habib A n habib B ....selalu diperingati sementara haul kekasihmu tidak diperingati???????....ini semua karena tergantung dari pemimpin yg berkuasa saat itu....setelah rasulullah wafat kepemimpinan umat lepas dari keluarganya....dan sudah menjadi sunnatullah setiap nabi mengangkat keluarga dekatnya sbg penerus syariah....oh..seandainya waktu rasul wafat kepemimpinan ditangan keluarganya pastilah sekarang kita akan selalu memperingati haulmu ya rasulullah...
allahumma shalli ala muhammad wa aali muhammad wa ajjil farajahum
Abdullah Aljuffry menulispada 14 Maret 2009 jam 14:27
aww..tdk ada jaminan shabat masuk surga (dalil bikinan zaman muawiyah)..pa lg "aku jg masuk", kok mengklaim diri sendiri...Bnyk yg tdk mau memperingati krn sangat sensitif..da persitiwa wafatnya Rasul saww yg tragis, mau tidak mau menyinggung Yaumul Ghadir...pd bnyk yg kesinggung...sahabat saja tdk senua baik (trmasuk sahabat kita jg)..pa lg ulama/habaib da jg yg ga baik...
Hari Dermanto menulispada 14 Maret 2009 jam 16:16
sejarah tidak bisa menceritakan dirinya sendiri oleh sebab itu sejarah butuh diceritakan, hal ini yang kemudian melahirkan sebuah tanggapan bahw ketika sejarah harus diceritakan menyebabkan sejarah berpotensi menjadi alat kekuasaan. bisa saja sejarah yang sampai pada kita adalah seting kekuasaan meingat kekuasaan Islam atau kekuasaan negara Hari ini memerlukan sejarah seperti yang kita terima sebagai media menghegemoni dan menguasai.
menurutku atas asumsi diatas penting menghadirkan pandangan lain tentang sejarah kematian rasul, apakah matinya dalam keadaan damai karena agamanya telah sempurna atau sebaliknya Rasul wafat dalam keadaan terluka karena umat-umat sepeninggalnya berbalik tidak menjalankan ajaranya.
aspek sejarah sebagai kisah masa lampau harus di obyektifikasi jangan sampai kita terjebak dalam kesalahan berfikir force hipotesis dimana kita menggunakan sesuatu (sejarah) yang bukan fakta sebagai kesimpulan. hem
saya tunggu penjelasan lain di balik kematian Rasulullah SAAW. semoga allah mencerahkan akal kita dengan penerang kebenaran sehingga kita bisa sampai pada jalan yang dikehendakiNya.
menurutku atas asumsi diatas penting menghadirkan pandangan lain tentang sejarah kematian rasul, apakah matinya dalam keadaan damai karena agamanya telah sempurna atau sebaliknya Rasul wafat dalam keadaan terluka karena umat-umat sepeninggalnya berbalik tidak menjalankan ajaranya.
aspek sejarah sebagai kisah masa lampau harus di obyektifikasi jangan sampai kita terjebak dalam kesalahan berfikir force hipotesis dimana kita menggunakan sesuatu (sejarah) yang bukan fakta sebagai kesimpulan. hem
saya tunggu penjelasan lain di balik kematian Rasulullah SAAW. semoga allah mencerahkan akal kita dengan penerang kebenaran sehingga kita bisa sampai pada jalan yang dikehendakiNya.
M Teguh Ali menulispada 14 Maret 2009 jam 17:39
Source: Wikipedia
MUHAMMAD's LAST ILLNESS
Soon after returning from this pilgrimage, Muhammad fell ill. He was nursed in the apartment of his wife Aisha, the daughter of Abu Bakr.
The Shī‘ah claim that most of the PROMINENT MEN among the Muslims, expecting Muhammad's death and an ENSUING STRUGGLE for POWER, DISOBEYED his orders to join a military expedition bound for Syria. They stayed in Madīnah, waiting for Muhammad's death and their CHANNCE TO SEIZE POWER.
According to Ibn ‘Abbās (cousin of Muhammad),
the dying Muhammad said that he wished to write a letter — or wished to have a letter written — detailing his wishes for his community.
According to Sahih Muslim Ibn ‘Abbās narrated that:
When Allah's Messenger (may peace be upon him) was about to leave this world, there were persons (around him) in his house, 'Umar b. al-Kbattab being one of them. Allah's Apostle (may peace be upon him) said: COME, I MAY WRITE FOR YOU A DOCUMENT; YOU WOULD NOT GO ASTRAY AFTER THAT.
Thereupon Umar said: Verily Allah's Messenger (may peace be upon him) is deeply afflicted with pain. You have the Qur'an with you. The Book of Allah is sufficient for us.
Those who were present in the house DIFFERED.
Some of them said: Bring him (the writing material) so that Allah's Messenger (may peace be upon him) may write a document for you and you would never go astray after him.
And some among them said what 'Umar had (already) said. When they indulged in nonsense and began to dispute in the presence of Allah's Messenger (may peace be upon him), he said: GET UP (AND GO AWAY)
'Ubaidullah said: Ibn ‘Abbās used to say:
There was a heavy loss, indeed a heavy loss, that, due to their dispute and noise. Allah's Messenger (may peace be upon him) could not write (or dictate) the document for them.Sahih Muslim 13:4016
Umar reportedly admitted to Ibn ‘Abbās during the former's reign, that the MOTIVE behind HIS REFUSAL to allow Muhammad to dictate his will, was TO PREVENT HIM FROM PROCLAIMING ALI AS MUHAMMAD HEIR[28].
When Muhammad died, Umar DENIED his death stating rather that he would return back, and threatening to behead anyone who accede to his death.
Abu Bakr, upon his returned to Madīnah, spoke to Umar and only then Umar did admit that Muhammad had died, this all was perceived by the Shiite as
A PLOY on Umar's part TO DELAY the funeral and thus GIVE Abu Bakr (who was outside the city) TIME TO RETURN TO MADINAH.
Dari M. Teguh Ali:
Saudara-saudaraku yg berkiblat ke Ka'bah (saat shalat), pernah bershalawat pada Rasulullluah, dan sama2 pernah berbuat khilaf dan alpa, serta pernah memohon ampun pada Allah swt dan bertawassul pada Rasulullah saw.
1. "Mencari" KEBENARAN (sejarah/hadis/science) adalah satu hal.
2. "Menyebarkan" kebenaran (sejarah/hadis/science) adalah hal lain.
3. "Mempertahankan PENYEBARAN" kebenaran dihadapan PENGUASA (bisa presiden, raja, sultan, ulama kroni-nya raja/sultan/rektor/dosen yg zalim) yg tak suka (karena terancam) dgn "penyebaran al haq" adalah jauh lebih sulit.
Bersikap "hati-hati" namun tetap mempertahankan "kebenaran - dalam bid. apapun" demi menjaga persatuan umat,yang (masih) awam akan sejarah/hadis/science dan (masih) sebagian (besar) emosional...JAUH LEBIH SULIT, TETAPI MUNGKIN DILAKUKAN..dgn penuh kesabaran & tawakal pada Allah swt, bershalawat kpd Rasulullullah, Ahlu Bait beliau, serta berusaha menjadi para sahabat yg SELALU SETIA kepada apapun yg sudah diputuskan Muhammad Rasulullah saaw.
CIRI-CIRI PENGIKUT/SAHABAT/SUPPORTER "SETIA" :
Ciri pengikut yg SELALU setia kepada PEMIMPIN, antara lain:
1. Lebih mendahulukan keputusan Pemimpin yang sudah dia ikrar/pilih sendiri (dia sudah memberikan ba'iat) sebagai pemimpinnya.
2. Jika dia mempunyai pendapat pribadi sendiri yg berlainan, maka hal itu akan dikesampingkan olehnya, demi mematuhi keputusan Pemimpinnya.
Jika tidak, maka dia tetap dapat menyebut dirinya PENGIKUT/SAHABAT/SUPPORTER - yg bisa SETIA, tapi bisa juga BERKHIANAT - pd Pemimpinnya, karena sesungguhnya dia HANYA SETIA KEPADA PUTUSAN SENDIRI (yang bisa sesuai, atau bertentangan, dengan putusan Pemimpinnya).
Dalam sejarah perebutan kekuasaan (POWER) - mis. berebut ingin jadi Jenderal, Direktur, Komisaris, Menteri, Presiden, Sultan, dll - para sahabat/pengikut/supporter seperti ini, bisa "MENJEGAL" Pemimpin yg dulu didukungnya, karena hakikatnya, dia tak ingin jadi pengikut selamanya, tapi ingin juga jadi penguasa.
Hal ini sudah berulang-kali terjadi...dimana-mana.
Allahuma shali ala Muhammad wa ali Muhammad;
kama barakta'ala Muhammad wa ali Muhammad.
Mohon ma'af jika ada kelebihan/kekurangan.
Wassalam
MUHAMMAD's LAST ILLNESS
Soon after returning from this pilgrimage, Muhammad fell ill. He was nursed in the apartment of his wife Aisha, the daughter of Abu Bakr.
The Shī‘ah claim that most of the PROMINENT MEN among the Muslims, expecting Muhammad's death and an ENSUING STRUGGLE for POWER, DISOBEYED his orders to join a military expedition bound for Syria. They stayed in Madīnah, waiting for Muhammad's death and their CHANNCE TO SEIZE POWER.
According to Ibn ‘Abbās (cousin of Muhammad),
the dying Muhammad said that he wished to write a letter — or wished to have a letter written — detailing his wishes for his community.
According to Sahih Muslim Ibn ‘Abbās narrated that:
When Allah's Messenger (may peace be upon him) was about to leave this world, there were persons (around him) in his house, 'Umar b. al-Kbattab being one of them. Allah's Apostle (may peace be upon him) said: COME, I MAY WRITE FOR YOU A DOCUMENT; YOU WOULD NOT GO ASTRAY AFTER THAT.
Thereupon Umar said: Verily Allah's Messenger (may peace be upon him) is deeply afflicted with pain. You have the Qur'an with you. The Book of Allah is sufficient for us.
Those who were present in the house DIFFERED.
Some of them said: Bring him (the writing material) so that Allah's Messenger (may peace be upon him) may write a document for you and you would never go astray after him.
And some among them said what 'Umar had (already) said. When they indulged in nonsense and began to dispute in the presence of Allah's Messenger (may peace be upon him), he said: GET UP (AND GO AWAY)
'Ubaidullah said: Ibn ‘Abbās used to say:
There was a heavy loss, indeed a heavy loss, that, due to their dispute and noise. Allah's Messenger (may peace be upon him) could not write (or dictate) the document for them.Sahih Muslim 13:4016
Umar reportedly admitted to Ibn ‘Abbās during the former's reign, that the MOTIVE behind HIS REFUSAL to allow Muhammad to dictate his will, was TO PREVENT HIM FROM PROCLAIMING ALI AS MUHAMMAD HEIR[28].
When Muhammad died, Umar DENIED his death stating rather that he would return back, and threatening to behead anyone who accede to his death.
Abu Bakr, upon his returned to Madīnah, spoke to Umar and only then Umar did admit that Muhammad had died, this all was perceived by the Shiite as
A PLOY on Umar's part TO DELAY the funeral and thus GIVE Abu Bakr (who was outside the city) TIME TO RETURN TO MADINAH.
Dari M. Teguh Ali:
Saudara-saudaraku yg berkiblat ke Ka'bah (saat shalat), pernah bershalawat pada Rasulullluah, dan sama2 pernah berbuat khilaf dan alpa, serta pernah memohon ampun pada Allah swt dan bertawassul pada Rasulullah saw.
1. "Mencari" KEBENARAN (sejarah/hadis/science) adalah satu hal.
2. "Menyebarkan" kebenaran (sejarah/hadis/science) adalah hal lain.
3. "Mempertahankan PENYEBARAN" kebenaran dihadapan PENGUASA (bisa presiden, raja, sultan, ulama kroni-nya raja/sultan/rektor/dosen yg zalim) yg tak suka (karena terancam) dgn "penyebaran al haq" adalah jauh lebih sulit.
Bersikap "hati-hati" namun tetap mempertahankan "kebenaran - dalam bid. apapun" demi menjaga persatuan umat,yang (masih) awam akan sejarah/hadis/science dan (masih) sebagian (besar) emosional...JAUH LEBIH SULIT, TETAPI MUNGKIN DILAKUKAN..dgn penuh kesabaran & tawakal pada Allah swt, bershalawat kpd Rasulullullah, Ahlu Bait beliau, serta berusaha menjadi para sahabat yg SELALU SETIA kepada apapun yg sudah diputuskan Muhammad Rasulullah saaw.
CIRI-CIRI PENGIKUT/SAHABAT/SUPPORTER
Ciri pengikut yg SELALU setia kepada PEMIMPIN, antara lain:
1. Lebih mendahulukan keputusan Pemimpin yang sudah dia ikrar/pilih sendiri (dia sudah memberikan ba'iat) sebagai pemimpinnya.
2. Jika dia mempunyai pendapat pribadi sendiri yg berlainan, maka hal itu akan dikesampingkan olehnya, demi mematuhi keputusan Pemimpinnya.
Jika tidak, maka dia tetap dapat menyebut dirinya PENGIKUT/SAHABAT/SUPPORTER
Dalam sejarah perebutan kekuasaan (POWER) - mis. berebut ingin jadi Jenderal, Direktur, Komisaris, Menteri, Presiden, Sultan, dll - para sahabat/pengikut/supporter
Hal ini sudah berulang-kali terjadi...dimana-mana.
Allahuma shali ala Muhammad wa ali Muhammad;
kama barakta'ala Muhammad wa ali Muhammad.
Mohon ma'af jika ada kelebihan/kekurangan.
Wassalam
M Teguh Ali menulispada 14 Maret 2009 jam 17:50
Jika ingin memperingati SYAHID nya Rasulullah, sesaat setelah hajji perpisahan, silahkan lakukan "lakukukan apa saja yg gemar dilakukan Rasullullah hingga beliau SYAHID dirumah Ai'syah bt Abubakr.
Memperingati itu baik. Bukankah tujuan "memperingati" itu adalah "memperingati diri sendiri" agar mengikuti sunnah2 Rasulullah yg mashur?
Berdebat bertele-tele...bukan sunnah Rasulullah..tapi sunnah para ulama (Islam, HIndu, Kriste, dll), dan para capres 2009 yg ahli DEBAT...namun lupa "mengamalkan"..
Tak ada orang "masuk surga" karena berdebat, tapi lebih karena "beramal"..
Wassalam
Memperingati itu baik. Bukankah tujuan "memperingati" itu adalah "memperingati diri sendiri" agar mengikuti sunnah2 Rasulullah yg mashur?
Berdebat bertele-tele...bukan sunnah Rasulullah..tapi sunnah para ulama (Islam, HIndu, Kriste, dll), dan para capres 2009 yg ahli DEBAT...namun lupa "mengamalkan"..
Tak ada orang "masuk surga" karena berdebat, tapi lebih karena "beramal"..
Wassalam
Nurmansyah E Tanjung menulispada 14 Maret 2009 jam 18:22
Wahai Bpk dan Ibu peserta diskusi yg terhormat
Dlm diskusi ini hendaknya kita berlandaskan argumen2 RASIONAL, jangan EMOSIONAL. Spy kita menemukan kebenaran dan mendapat berkah dari Allah sw.
Yang namanya cerita sejarah, itu sulit pembuktian kebenarannya. Karena dasarnya "katanya", "katanya" dan "katanya". Bagaimana kita berargumen dengan argumen yg namanya "katanya" fulan, dan katanya fulan.
Saya mau tanya kepada semua peserta diskusi:
1. Apa dasar pembuktian cerita sejarah? wong itu terjadi masa lalu, dan kita tdk hidup pada masa itu.
2. Jika terjadi dua cerita sejarah yang berbeda, apa tolok ukur pembenaran thd satu cerita dan menyalahkan cerita yg lain? Umumnya orang mengukur kebenaran itu berdasarkan "katanya". Itu jelas tidak rasional dan tidak ilmiah.
Saya pernah mendengar dan membaca cerita yg tidak rasional di sekitar wafat Rasulullah saw, antara lain:
1. Katanya Rasulullah saw mengusir sahabatnya dari dekatnya saat beliau sedang sakit? Mana mungkin Rasulullah saw yang berakhlak sangat mulia mengusir sahabatnya yg sedang membesuknya. Kisah ini tidak masuk akal sehat. Kita saja yg berakhlak pas2an tidak mungkin mengusir sahabat kita yg membesuk kita yg sdg sakit. Pasti kita menghormatinya, apalagi Rasulullah saw thd sahabatnya.
2. Katanya ada salah seorang sahabat Nabi saw yg mengatakan "Nabi saw sedang mengegok". Cerita juga tidak rasional. Mengapa? Krn akhlak sahabat pilihan Nabi saw tidak mungkin melakukan hal itu terhadap Nabi saw. Karena ia telah dididik Nabi saw selama bertahun2.
3. Katanya para sahabat Nabi saw saling berebut kekuasaan sebagai pengganti Nabi saw. Ini cerita tak masuk akal. Mana mungkin org2 mulia seperti sahabat Nabi saw berebut kekuasaan. Apalagi di saat Nabi saw wafat dan belum dikebumikan. Ini cerita buatan yg tak rasional. Mereka itu org2 mulia dan berakhlak mulia. Kita saja yg berakhlak pas2an, kl hidup saat itu, tak mungkin melakukan hal itu, tentu berta'ziyah kepada Rasulullah saw dan keluarganya.
4. Katanya Umar bin Khottob ngamuk2 dlm pidatonya saat Rasulullah saw wafat. Mana mungkin itu terjadi. Umar itu adalah sahabat pilihan Nabi saw yg dijamin masuk surga. Ia pejuang Islam, di pedangnya Islam ditegakkan berkat didikan Rasulullah saw. Cerita itu sangat tdk rasional, apalagi Umar adalah mertua Rasulullah saw. Kita saja yg akhlaknya pas2an tdk mungkin melakukan hal di saat wafatnya mantu kita tercinta. Benar kan?
5. Katanya terjadi keributan antara keluarga Nabi saw dan sahabatnya di saat2 baru saja jenazah dikebumikan karena saling berebut kekuasaan sebagai pengganti Nabi saw. Cerita ini dasarnya katanya yg tak masuk akal dan tidak rasional. Keluarga Nabi saw itu org2 mulia juga sahabat Nabi saw orang2 yg terhormat. Mana mungkin terjadi keributan diantara orang2 yang berakhlak mulia hanya karena berebut kekuasaan. Yang berebut kekuasaan itu adalah org2 yg berakhlak rendah dan hina. Mana mungkin itu terjadi di antara mereka yg berakhlak mulia. Mereka org2 mulia dan berakhlak terpuji. Lagi pula soal politik dan kekuasaan sdh ada mekanisme dan aturannya yg diajarkan oleh Rasulullah saw kepada keluarga dan para sahabatnya.
Maaf sekali lagi, hendaknya kita berdiskusi secara RASIONAL, jangan EMOSIONAL.
Dlm diskusi ini hendaknya kita berlandaskan argumen2 RASIONAL, jangan EMOSIONAL. Spy kita menemukan kebenaran dan mendapat berkah dari Allah sw.
Yang namanya cerita sejarah, itu sulit pembuktian kebenarannya. Karena dasarnya "katanya", "katanya" dan "katanya". Bagaimana kita berargumen dengan argumen yg namanya "katanya" fulan, dan katanya fulan.
Saya mau tanya kepada semua peserta diskusi:
1. Apa dasar pembuktian cerita sejarah? wong itu terjadi masa lalu, dan kita tdk hidup pada masa itu.
2. Jika terjadi dua cerita sejarah yang berbeda, apa tolok ukur pembenaran thd satu cerita dan menyalahkan cerita yg lain? Umumnya orang mengukur kebenaran itu berdasarkan "katanya". Itu jelas tidak rasional dan tidak ilmiah.
Saya pernah mendengar dan membaca cerita yg tidak rasional di sekitar wafat Rasulullah saw, antara lain:
1. Katanya Rasulullah saw mengusir sahabatnya dari dekatnya saat beliau sedang sakit? Mana mungkin Rasulullah saw yang berakhlak sangat mulia mengusir sahabatnya yg sedang membesuknya. Kisah ini tidak masuk akal sehat. Kita saja yg berakhlak pas2an tidak mungkin mengusir sahabat kita yg membesuk kita yg sdg sakit. Pasti kita menghormatinya, apalagi Rasulullah saw thd sahabatnya.
2. Katanya ada salah seorang sahabat Nabi saw yg mengatakan "Nabi saw sedang mengegok". Cerita juga tidak rasional. Mengapa? Krn akhlak sahabat pilihan Nabi saw tidak mungkin melakukan hal itu terhadap Nabi saw. Karena ia telah dididik Nabi saw selama bertahun2.
3. Katanya para sahabat Nabi saw saling berebut kekuasaan sebagai pengganti Nabi saw. Ini cerita tak masuk akal. Mana mungkin org2 mulia seperti sahabat Nabi saw berebut kekuasaan. Apalagi di saat Nabi saw wafat dan belum dikebumikan. Ini cerita buatan yg tak rasional. Mereka itu org2 mulia dan berakhlak mulia. Kita saja yg berakhlak pas2an, kl hidup saat itu, tak mungkin melakukan hal itu, tentu berta'ziyah kepada Rasulullah saw dan keluarganya.
4. Katanya Umar bin Khottob ngamuk2 dlm pidatonya saat Rasulullah saw wafat. Mana mungkin itu terjadi. Umar itu adalah sahabat pilihan Nabi saw yg dijamin masuk surga. Ia pejuang Islam, di pedangnya Islam ditegakkan berkat didikan Rasulullah saw. Cerita itu sangat tdk rasional, apalagi Umar adalah mertua Rasulullah saw. Kita saja yg akhlaknya pas2an tdk mungkin melakukan hal di saat wafatnya mantu kita tercinta. Benar kan?
5. Katanya terjadi keributan antara keluarga Nabi saw dan sahabatnya di saat2 baru saja jenazah dikebumikan karena saling berebut kekuasaan sebagai pengganti Nabi saw. Cerita ini dasarnya katanya yg tak masuk akal dan tidak rasional. Keluarga Nabi saw itu org2 mulia juga sahabat Nabi saw orang2 yg terhormat. Mana mungkin terjadi keributan diantara orang2 yang berakhlak mulia hanya karena berebut kekuasaan. Yang berebut kekuasaan itu adalah org2 yg berakhlak rendah dan hina. Mana mungkin itu terjadi di antara mereka yg berakhlak mulia. Mereka org2 mulia dan berakhlak terpuji. Lagi pula soal politik dan kekuasaan sdh ada mekanisme dan aturannya yg diajarkan oleh Rasulullah saw kepada keluarga dan para sahabatnya.
Maaf sekali lagi, hendaknya kita berdiskusi secara RASIONAL, jangan EMOSIONAL.
Nurmansyah E Tanjung menulispada 14 Maret 2009 jam 18:34
Untuk Pak Teguk Ali
Maaf, kita harus membedakan antara debat kusir dg diskusi. Mana mungkin kita mengamalkan sesuatu kalau kita tak tahu dan tak yakin? Kalau dasarnya hanya dengar dan baca, di situ masih banyak hal2 yg dipertanyakan oleh pikiran kita. Jika Rasionalitas kita mempertanyakan, itu menunjukkan ada keraguan. Di sinilah pentingnya diskusi untuk memantapkan apa yg kita dengar dan kita baca. Kita tak boleh mengamalkan sesuatu yg dasarnya "KATANYA". Harus diuji dulu kebenarannya.
Maaf, kita harus membedakan antara debat kusir dg diskusi. Mana mungkin kita mengamalkan sesuatu kalau kita tak tahu dan tak yakin? Kalau dasarnya hanya dengar dan baca, di situ masih banyak hal2 yg dipertanyakan oleh pikiran kita. Jika Rasionalitas kita mempertanyakan, itu menunjukkan ada keraguan. Di sinilah pentingnya diskusi untuk memantapkan apa yg kita dengar dan kita baca. Kita tak boleh mengamalkan sesuatu yg dasarnya "KATANYA". Harus diuji dulu kebenarannya.
ديكي جالن الشاح menulispada 14 Maret 2009 jam 19:04
kalau logika saya keknya kebalik ya...
kalau ada sahabat nabi yang memang melakukan itu (menganggap nabi mengigau, berebut kekuasaan dll) mana mungkin mereka disebut sebagai sahabat nabi yang mulia dan terhormat?
kalau ada sahabat nabi yang memang melakukan itu (menganggap nabi mengigau, berebut kekuasaan dll) mana mungkin mereka disebut sebagai sahabat nabi yang mulia dan terhormat?
Ifadah Amalia menulispada 14 Maret 2009 jam 19:11
Oh umat Rasulullah! Waspadai soal politik dan kekuasaan. Karena tdk hanya uang yg dikorbankan bahkan nyawa pun bisa dikorbankan. Sistem dan mikanisme hanya dibuat bukan utk dipatuhi. Yg banyak untuk mengelabuhi publik dan rakyat. Kondisi saat ini bisa dijadikan pisau analisa Rasional terhadap peristiwa masa lampau dan masa yg akan datang. Peristiwa itu akan berulang kembali, yang berbeda hanya pelakunya.
Tanpa mengurangi penghormatan saya pada ulama, kiayai dan ustadz, tidakkah sedikit diantara mereka yg terjebak dlm kubangan politik dan kekuasaan. Sehingga martabat mereka menjadi rendah di mata umat dan para pengikutnya. Inilah realita dan fakta yg mesti direkam oleh pena sejarah masa kini.
Sy ulangi lagi, peristiwa selalu berulang dari masa lalu, sekarang, dan masa mendatang. Yg beda hanya pelakunya. Inilah fakta dan argumen rasional ttg sejarah kehidupan manusia. Argumen rasional harus punya landasan yg benar. Sebelum kita menguji dalil2 atau rumus rasional, kita harus menguji materi atau informasi yg akan dimasukkan kedlm rumusl2 rasional.
Jika tidak, akan percuma. Karena rumusnya benar, tapi isinya yg salah.
Misalnya: A=B, B=C, maka A=C.
Rumus ini benar dan disepakati.
Contoh yg dua2nya benar:
Rasul Allah adalah suci; orang suci masuk surga; maka Rasul Allah masuk surga.
Contoh Rumus benar tapi isi salah:
Manusia makan ayam; ayam makan tahi (kotoran); maka manusia makan tahi.
Maaf, ini hanya sebagai contoh bagi pak Tanjung yg ingin menggunakan argumen2 rasional.
Tanpa mengurangi penghormatan saya pada ulama, kiayai dan ustadz, tidakkah sedikit diantara mereka yg terjebak dlm kubangan politik dan kekuasaan. Sehingga martabat mereka menjadi rendah di mata umat dan para pengikutnya. Inilah realita dan fakta yg mesti direkam oleh pena sejarah masa kini.
Sy ulangi lagi, peristiwa selalu berulang dari masa lalu, sekarang, dan masa mendatang. Yg beda hanya pelakunya. Inilah fakta dan argumen rasional ttg sejarah kehidupan manusia. Argumen rasional harus punya landasan yg benar. Sebelum kita menguji dalil2 atau rumus rasional, kita harus menguji materi atau informasi yg akan dimasukkan kedlm rumusl2 rasional.
Jika tidak, akan percuma. Karena rumusnya benar, tapi isinya yg salah.
Misalnya: A=B, B=C, maka A=C.
Rumus ini benar dan disepakati.
Contoh yg dua2nya benar:
Rasul Allah adalah suci; orang suci masuk surga; maka Rasul Allah masuk surga.
Contoh Rumus benar tapi isi salah:
Manusia makan ayam; ayam makan tahi (kotoran); maka manusia makan tahi.
Maaf, ini hanya sebagai contoh bagi pak Tanjung yg ingin menggunakan argumen2 rasional.
Uliex Unik menulispada 14 Maret 2009 jam 19:49
Salam.. semua
kepada Bp Nurmansyah terima kasih atas beberapa tulisan nya mencerahkan namun ada beberapa kritik utk anda saya ulang sedikit tulisannya :
Dlm diskusi ini hendaknya kita berlandaskan argumen2 RASIONAL, jangan EMOSIONAL. Spy kita menemukan kebenaran dan mendapat berkah dari Allah sw.
Yang namanya cerita sejarah, itu sulit pembuktian kebenarannya. Karena dasarnya "katanya", "katanya" dan "katanya". Bagaimana kita berargumen dengan argumen yg namanya "katanya" fulan, dan katanya fulan.
Saya mau tanya kepada semua peserta diskusi:
1. Apa dasar pembuktian cerita sejarah? wong itu terjadi masa lalu, dan kita tdk hidup pada masa itu.
2. Jika terjadi dua cerita sejarah yang berbeda, apa tolok ukur pembenaran thd satu cerita dan menyalahkan cerita yg lain? Umumnya orang mengukur kebenaran itu berdasarkan "katanya". Itu jelas tidak rasional dan tidak ilmiah.
Dan anda pula yang mementahkan Argumen atas tulisan anda saya ulang :
Wahai para peserta diskusi yg terhormat
Saya baru mendapat informasi dari guru saya tentang 10 sahabat yg dijamin masuk surga:
Sa’îd bin Zaid berkata: Aku bersaksi dengan nama Rasulullah saw bahwa sesungguhnya aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Sepuluh orang masuk surga: Nabî, Abû Bakar, ‘Umar, ‘Utsmân, ‘Alî, Thalhah, Zubair, Sa’d bin Abî Waqqâsh dan ‘Abdurrahmân bin ‘Auf.” Kemudian orang bertanya, ‘Siapa yang kesepuluh?’ Setelah ditanyakan berkali-kali, ‘Sa’îd bin Zaid’ menjawab, ‘Aku’.
Jika Rasulullah saw telah menyatakan 10 orang telah dijamin masuk surga, apakah kalian berani membantah pernyataan Rasulullah saw tsb? Jika mereka telah dijamin oleh Rasulullah saw, apa mungkin mereka itu menyimpang dari Rasulullah saw dan kebenaran? Tidaklah logis jika mereka itu menyimpan peristiwa2 penting.
Apakah anda ingin mengklaim bahwa tulisan anda benar2 suatu yang RASIONAL seperti yang anda sendiri katakan dalam berdiskusi harus berdasarkan argumentasi dan dasr yang kuat.
kepada Bp Nurmansyah terima kasih atas beberapa tulisan nya mencerahkan namun ada beberapa kritik utk anda saya ulang sedikit tulisannya :
Dlm diskusi ini hendaknya kita berlandaskan argumen2 RASIONAL, jangan EMOSIONAL. Spy kita menemukan kebenaran dan mendapat berkah dari Allah sw.
Yang namanya cerita sejarah, itu sulit pembuktian kebenarannya. Karena dasarnya "katanya", "katanya" dan "katanya". Bagaimana kita berargumen dengan argumen yg namanya "katanya" fulan, dan katanya fulan.
Saya mau tanya kepada semua peserta diskusi:
1. Apa dasar pembuktian cerita sejarah? wong itu terjadi masa lalu, dan kita tdk hidup pada masa itu.
2. Jika terjadi dua cerita sejarah yang berbeda, apa tolok ukur pembenaran thd satu cerita dan menyalahkan cerita yg lain? Umumnya orang mengukur kebenaran itu berdasarkan "katanya". Itu jelas tidak rasional dan tidak ilmiah.
Dan anda pula yang mementahkan Argumen atas tulisan anda saya ulang :
Wahai para peserta diskusi yg terhormat
Saya baru mendapat informasi dari guru saya tentang 10 sahabat yg dijamin masuk surga:
Sa’îd bin Zaid berkata: Aku bersaksi dengan nama Rasulullah saw bahwa sesungguhnya aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Sepuluh orang masuk surga: Nabî, Abû Bakar, ‘Umar, ‘Utsmân, ‘Alî, Thalhah, Zubair, Sa’d bin Abî Waqqâsh dan ‘Abdurrahmân bin ‘Auf.” Kemudian orang bertanya, ‘Siapa yang kesepuluh?’ Setelah ditanyakan berkali-kali, ‘Sa’îd bin Zaid’ menjawab, ‘Aku’.
Jika Rasulullah saw telah menyatakan 10 orang telah dijamin masuk surga, apakah kalian berani membantah pernyataan Rasulullah saw tsb? Jika mereka telah dijamin oleh Rasulullah saw, apa mungkin mereka itu menyimpang dari Rasulullah saw dan kebenaran? Tidaklah logis jika mereka itu menyimpan peristiwa2 penting.
Apakah anda ingin mengklaim bahwa tulisan anda benar2 suatu yang RASIONAL seperti yang anda sendiri katakan dalam berdiskusi harus berdasarkan argumentasi dan dasr yang kuat.
Nurmansyah E Tanjung menulispada 14 Maret 2009 jam 20:23
Mas Uliex
Itu hadis Rasulullah saw yg dikutip oleh sahabatnya. Kita diperintahkan wajib meyakini Al-Qur'an dan hadis Nabi saw.
Hadis Nabi saw adalah pernyataan yang pasti kebenarannya. Apakah anda meragukan hadis Nabi saw? Hadis Nabi saw beda dengan cerita2 manusia biasa yg membuat buku sejarah, itu perlu diuji kebenarannya. Kebenaran hadis Nabi saw bersifat mutlak berada di atas kebenaran Rasional.
Itu hadis Rasulullah saw yg dikutip oleh sahabatnya. Kita diperintahkan wajib meyakini Al-Qur'an dan hadis Nabi saw.
Hadis Nabi saw adalah pernyataan yang pasti kebenarannya. Apakah anda meragukan hadis Nabi saw? Hadis Nabi saw beda dengan cerita2 manusia biasa yg membuat buku sejarah, itu perlu diuji kebenarannya. Kebenaran hadis Nabi saw bersifat mutlak berada di atas kebenaran Rasional.
Anhar Nasution menulispada 14 Maret 2009 jam 20:33
Saya mengamati di antara peserta diskusi ini ada yg belum bisa membedakan buku sejarah yg dibuat oleh tangan manusia biasa dengan hadis Nabi saw. Hadis Nabi saw pasti kebenarannya, tak perlu diragukan. Hati2 jangan sampai terjerumus meragukan hadis Nabi saw. Kalau sejarah buatan manusia biasa boleh kita ragukan kebenarannya, dan kita uji kebenarannya.
Janganlah kita meragukan hadis Nabi saw. Nabi itu suci dan dijamin oleh Allah swt kebenarannya. Jelas2 yg dikutip oleh pak Nurmansyah itu adalah hadis Nabi saw. Mengapa anda masih meragukan hadis Nabi saw? 10 sahabat telah dijamin masuk surga. Itu pernyataan Nabi saw.
http://salafyindonesia.wordpress.com/
http://abusalafy.wordpress.com/
http://salafytobat.wordpress.com/
Janganlah kita meragukan hadis Nabi saw. Nabi itu suci dan dijamin oleh Allah swt kebenarannya. Jelas2 yg dikutip oleh pak Nurmansyah itu adalah hadis Nabi saw. Mengapa anda masih meragukan hadis Nabi saw? 10 sahabat telah dijamin masuk surga. Itu pernyataan Nabi saw.
Haji Nawawi menulispada 14 Maret 2009 jam 20:49
Diskusi yang baik adalah harus dimulai dari suatu titik persoalan yg telah kita sepakati. Kemudian beranjak pada titik selanjutnya.
Kita harus bertanya dari titik mana kita akan memulai diskusi ini yakni titik yg telah disepakati? Insya Allah kita akan mengetahui titik persoalan selanjutnya yg belum disepakati. Baru kita urai titik persoalan yg belum kita sepakati.
Kita harus bertanya dari titik mana kita akan memulai diskusi ini yakni titik yg telah disepakati? Insya Allah kita akan mengetahui titik persoalan selanjutnya yg belum disepakati. Baru kita urai titik persoalan yg belum kita sepakati.
Alfian Hamdan membalas kiriman NURMANSYAH pada 14 Maret 2009 jam 21:02
Salam Pak Nurmansyah & Pak Anhar,
Sepertinya kalimat dalam hadis tsb tidak terlalu susah utk dimengerti, kalau lihat perkataan Umar bin Khaththab“ Sakit Nabi bertambah keras. Kita mempunyai Kitabbullah (Qur’an); cukuplah itu !”
Menunjukan bahwa beliau lebih tinggi pemahamannya mengenai Al Quran dari pada Nabi SAW....kalaupun perkataan itu benar, kenapa Nabi malah mengusir keluar dari kamarnya?
firman Allah SWT, " Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi. Dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak gugur (pahala) amalmu sedangkan kamu tidakmenyadari" (49: 2).
Apakah mereka lupa dgn ayat ini??
Kejadian lain menjelang wafatnya Nabi SAWW,
Dua hari menjelang wafatnya Rasulullah, beliau telah siapkan sebuah pasukan untuk memerangi Roma. Usamah bin Zaid yang saat itu berusia delapan belas tahun diangkat sebagai komandan pasukan perang. Tokoh-tokoh muhajirin dan anshar seperti Abu Bakar, Umar, Abu Ubaidah dan sahabat-sahabat besar lainnya diperintahkan untuk berada di bawah pasukan Usamah ini. Sebagian mereka mencela pengangkatan Usamah. Mereka berkata, bagaimana Nabi bisa menunjuk seorang anak muda yang belum tumbuh janggut sebagai komandan pasukan kami. Sebelum itu mereka juga pernah mencela pengangkatan ayahnya oleh Nabi. Sedemikian rupa mereka protes Nabi sampai beliau marah sekali. Dengan kepalanya yang terikat karena deman panas yang dideritanya, Nabi keluar dipapah oleh dua orang dalam keadaan dua kakinya yang terseret-seret menyentuh bumi. Nabi naik ke atas mimbar, memuji Allah dan bertahmid padaNya. Sabdanya: "Wahai muslimin, apa gerangan kata-kata sebagian di antara kalian yang telah sampai ke telingaku berkenaan dengan pengangkatanku Usamah sebagai pemimpin. Demi Allah, jika kamu kini mengecam pengangkatannya; sungguh hal itu sama seperti dahulu kamu telah mengecam pengangkatanku terhadap ayahnya sebagai pemimpin. Demi Allah, sesungguhnya ia amat layak memegang jabatan kepemimpinan itu. Begitu juga puteranya—setelah ia—sungguh amat layak untuk itu."
(Thabaqat Ibnu Sa'ad jil.2 hal.l90; Tarikh Ibnu Atsir Jil. 2 hal. 317; Sirah al-Halabiyah jil. 3 hal. 207;Tarikh Thabari jil. 3 hal 226.)
Begitukah perlakuan sahabat thd Nabi SAWW???
Memang tidak enak mendengar seseorang yg kadung kita cintai melakukan sesuatu yang negative.... dan merasa itu tdk benar dan selalu dibela walaupun fakta mengatakan lain. Wassalam
Sepertinya kalimat dalam hadis tsb tidak terlalu susah utk dimengerti, kalau lihat perkataan Umar bin Khaththab“ Sakit Nabi bertambah keras. Kita mempunyai Kitabbullah (Qur’an); cukuplah itu !”
Menunjukan bahwa beliau lebih tinggi pemahamannya mengenai Al Quran dari pada Nabi SAW....kalaupun perkataan itu benar, kenapa Nabi malah mengusir keluar dari kamarnya?
firman Allah SWT, " Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi. Dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak gugur (pahala) amalmu sedangkan kamu tidakmenyadari" (49: 2).
Apakah mereka lupa dgn ayat ini??
Kejadian lain menjelang wafatnya Nabi SAWW,
Dua hari menjelang wafatnya Rasulullah, beliau telah siapkan sebuah pasukan untuk memerangi Roma. Usamah bin Zaid yang saat itu berusia delapan belas tahun diangkat sebagai komandan pasukan perang. Tokoh-tokoh muhajirin dan anshar seperti Abu Bakar, Umar, Abu Ubaidah dan sahabat-sahabat besar lainnya diperintahkan untuk berada di bawah pasukan Usamah ini. Sebagian mereka mencela pengangkatan Usamah. Mereka berkata, bagaimana Nabi bisa menunjuk seorang anak muda yang belum tumbuh janggut sebagai komandan pasukan kami. Sebelum itu mereka juga pernah mencela pengangkatan ayahnya oleh Nabi. Sedemikian rupa mereka protes Nabi sampai beliau marah sekali. Dengan kepalanya yang terikat karena deman panas yang dideritanya, Nabi keluar dipapah oleh dua orang dalam keadaan dua kakinya yang terseret-seret menyentuh bumi. Nabi naik ke atas mimbar, memuji Allah dan bertahmid padaNya. Sabdanya: "Wahai muslimin, apa gerangan kata-kata sebagian di antara kalian yang telah sampai ke telingaku berkenaan dengan pengangkatanku Usamah sebagai pemimpin. Demi Allah, jika kamu kini mengecam pengangkatannya; sungguh hal itu sama seperti dahulu kamu telah mengecam pengangkatanku terhadap ayahnya sebagai pemimpin. Demi Allah, sesungguhnya ia amat layak memegang jabatan kepemimpinan itu. Begitu juga puteranya—setelah ia—sungguh amat layak untuk itu."
(Thabaqat Ibnu Sa'ad jil.2 hal.l90; Tarikh Ibnu Atsir Jil. 2 hal. 317; Sirah al-Halabiyah jil. 3 hal. 207;Tarikh Thabari jil. 3 hal 226.)
Begitukah perlakuan sahabat thd Nabi SAWW???
Memang tidak enak mendengar seseorang yg kadung kita cintai melakukan sesuatu yang negative.... dan merasa itu tdk benar dan selalu dibela walaupun fakta mengatakan lain. Wassalam
Primanti Veriani (Universitas Gadjah Mada) menulispada 14 Maret 2009 jam 21:32
hmm.. seru juga diskusinya..
in my opinion, perlu kembali ke pernyataan "...kelahiran Rasulullah saw diperingati oleh segenap kaum muslimin... Mengapa wafat Rasulullah saw tidak juga diperingati?..."
perdebatan mengenai peringatan kelahiran Rasulullah jg belum tuntas.. masih ditemui perbedaan pendapat di diri para ulama sendiri.. bagi para pendukung ulama ("ikuti saja ulama.. tidak perlu kita yg berfikir lg.. mereka kan sudah alim") ini mo ngikut ulama yg mana? kembali kita perlu menggunakan akal kan?
toh sama saja kita perlu berfikir, knapa ga sekalian kita memanfaatkan akal kita (sesuai amanat Allah) untuk berfikir dan mencari kebenaran dari masalah itu?
bahkan hari kelahira yg "diperingati dimana2" pun masih belum ditemukan kata sepakat.. bagi para penganut "bid'ah tetap bid'ah apapun bentuknya" pasti tidak setuju dg peringatan hari lahir Rasulullah.. karena semasa hidup, beliau tidak pernah merayakannya.. saat dirayakan oleh umatnya, itu pasti bid'ah..
sedangkan penganut "bid'ah ada yg baik" akan membolehkan acara ini.. krn banyak manfaat yg bisa diambil.. sama halnya kalo kita compare dg tarawih..
Rasulullah kembali ke rumah utk melaksanakan tarawih, instead of melaksanakannya secara berjamaah di masjid.. knapa skarang kita balap2an tarawih di masjid??
ada sisi yg bisa dilihat dari sudut mengumpulkan sebanyak mungkin pahala semasa ramadan.. melakukan sebanyak mungkin amalan.. tapi bisa kembali dilihat dari sudut "Rasulullah aja menghindarinya.. ko kita malah rebutan?"
kembali bisa didebat dg "karena banyak manfaat yg bisa kita ambil"
so, kembali ke pertanyaan di awal tadi, kenapa wafat Rasulullah tidak diperingati? bagi sebagian org akan menjawab "karena sebenarnya *ulang tahun* Rasulullah pun bukan untuk diperingati.." bukan seperti kelahiran, kematian dan kenaikan Yesus Kristus yg diperingati kaum Nasrani..
sebagian lg perlu menjawab "seharusnya juga kita peringati untuk mengenang Rasulullah.. krn banyak jg manfaat yg bisa timbul"..
itu akan lebih bisa diterima untuk kita bahas, cerna, diskusikan, sehingga kita terus berlatih utk berfikir dan tertantang utk mencari kebenaran dg studi2 literatur barangkali?
instead of hanya memasrahkan pada ulama dan membiarkan mereka berfikir..
kapankah Allah akan mengubah nasib kita ataupun memberi pencerahan kalau untuk berfikir saja kita ga berani?
takut salah kah? itulah gunanya kita punya jaringan seperti ini.. untuk saling membantu mengingatkan bila ada yg ternyata salah menyimpulkan.. so, tak perlu takut salah untuk menemukan kebenaran..
nabi Ibrahim pun ga langsung di-cap "failed" saat beliau sempat memuja Matahari..
kemudian utk P Alfian, boleh dibantu di Hadis Bukhari bab 83 tersebut di kitab apa ya? sy cari di buku saya ko tidak ketemu.. saya takut klo search di internet jadi banyak versi..
@ haji nawawi, ingin klarifikasi.. bukankah foto yg anda gunakan sbagai profile foto itu merupakan salah satu gambar yg di-klaim sebagai lukisan masa muda Rasulullah? yakinkah anda menggunakan gambar tersebut? apakah anda sudah yakin ini bukan hasil fitnah kaum pembenci Islam?
in my opinion, perlu kembali ke pernyataan "...kelahiran Rasulullah saw diperingati oleh segenap kaum muslimin... Mengapa wafat Rasulullah saw tidak juga diperingati?..."
perdebatan mengenai peringatan kelahiran Rasulullah jg belum tuntas.. masih ditemui perbedaan pendapat di diri para ulama sendiri.. bagi para pendukung ulama ("ikuti saja ulama.. tidak perlu kita yg berfikir lg.. mereka kan sudah alim") ini mo ngikut ulama yg mana? kembali kita perlu menggunakan akal kan?
toh sama saja kita perlu berfikir, knapa ga sekalian kita memanfaatkan akal kita (sesuai amanat Allah) untuk berfikir dan mencari kebenaran dari masalah itu?
bahkan hari kelahira yg "diperingati dimana2" pun masih belum ditemukan kata sepakat.. bagi para penganut "bid'ah tetap bid'ah apapun bentuknya" pasti tidak setuju dg peringatan hari lahir Rasulullah.. karena semasa hidup, beliau tidak pernah merayakannya.. saat dirayakan oleh umatnya, itu pasti bid'ah..
sedangkan penganut "bid'ah ada yg baik" akan membolehkan acara ini.. krn banyak manfaat yg bisa diambil.. sama halnya kalo kita compare dg tarawih..
Rasulullah kembali ke rumah utk melaksanakan tarawih, instead of melaksanakannya secara berjamaah di masjid.. knapa skarang kita balap2an tarawih di masjid??
ada sisi yg bisa dilihat dari sudut mengumpulkan sebanyak mungkin pahala semasa ramadan.. melakukan sebanyak mungkin amalan.. tapi bisa kembali dilihat dari sudut "Rasulullah aja menghindarinya.. ko kita malah rebutan?"
kembali bisa didebat dg "karena banyak manfaat yg bisa kita ambil"
so, kembali ke pertanyaan di awal tadi, kenapa wafat Rasulullah tidak diperingati? bagi sebagian org akan menjawab "karena sebenarnya *ulang tahun* Rasulullah pun bukan untuk diperingati.." bukan seperti kelahiran, kematian dan kenaikan Yesus Kristus yg diperingati kaum Nasrani..
sebagian lg perlu menjawab "seharusnya juga kita peringati untuk mengenang Rasulullah.. krn banyak jg manfaat yg bisa timbul"..
itu akan lebih bisa diterima untuk kita bahas, cerna, diskusikan, sehingga kita terus berlatih utk berfikir dan tertantang utk mencari kebenaran dg studi2 literatur barangkali?
instead of hanya memasrahkan pada ulama dan membiarkan mereka berfikir..
kapankah Allah akan mengubah nasib kita ataupun memberi pencerahan kalau untuk berfikir saja kita ga berani?
takut salah kah? itulah gunanya kita punya jaringan seperti ini.. untuk saling membantu mengingatkan bila ada yg ternyata salah menyimpulkan.. so, tak perlu takut salah untuk menemukan kebenaran..
nabi Ibrahim pun ga langsung di-cap "failed" saat beliau sempat memuja Matahari..
kemudian utk P Alfian, boleh dibantu di Hadis Bukhari bab 83 tersebut di kitab apa ya? sy cari di buku saya ko tidak ketemu.. saya takut klo search di internet jadi banyak versi..
@ haji nawawi, ingin klarifikasi.. bukankah foto yg anda gunakan sbagai profile foto itu merupakan salah satu gambar yg di-klaim sebagai lukisan masa muda Rasulullah? yakinkah anda menggunakan gambar tersebut? apakah anda sudah yakin ini bukan hasil fitnah kaum pembenci Islam?
Haji Nawawi menulispada 15 Maret 2009 jam 8:06
Memang foto itu msh diperdebatkan. Sebagian muslimin mengatakan itu foto (lukisan) Rasulullah saw. Sebagian yg lain tidak mempercayai. Tapi saya sdh cinta foto itu. Cinta itu dapat melumpuhkan semua argumen. Karena cinta itu sdh bukan lagi dalam dataran konseptual, tapi sdh memasuki rasa, isyraqiyah.
Karena itu sebelum cinta mesti dipikir dulu matang2. Jangan keburu cinta baru berpikir. Sy sdh cinta dg foto itu.
Karena itu sebelum cinta mesti dipikir dulu matang2. Jangan keburu cinta baru berpikir. Sy sdh cinta dg foto itu.
Ifadah Amalia menulispada 15 Maret 2009 jam 8:37
Soal memperingati maulid Nabi saw msh ada yg mengatakan bid'ah apalgi wafatnya tentu mereka akan kontra. Karena tokoh mereka banyak yg terlibat dlm peristiwa2 yg memalukan saat wafat Rasulullah saw.
Soal definisi bid'ah di kalangan mereka juga blm tuntas . Baca saja buku2 mereka soal Bid'ah. Misalnya, mereka membagi bid'ah hasanah dan bid'ah dhalalah. Padahal dalam hadis Nabi saw "Semua bid'ah dhalalah". Mengapa mereka masih membagi bid'ah ada dua macam? Itu menunjukkan definisinya tidak akurat. Yah, semua bid'ah itu dhalalah, sesat. Skrg tinggal mempertegas definisi bid'ah.
Di era derasnya informasi ini saya yakin bhw peristiwa2 memalukan itu tak akan lagi dapat disembunyikan, pasti akan terungkap. Karena itu pikiran kita harus siap mendiskusikannya.
bagi saya, sahabat itu sama dg kita sekarang: ada yg baik, ada juga yg tdk baik; ada yg malas dan bodoh, ada juga yg rajin dan pandai; ada yg jujur ada juga yg pembohong. Allah swt tdk membeda2kan makhluknya. Tergantung pada mereka dan kita mau bersungguh2 dalam belajar, memperbaiki diri, berusaha baik, jujur dan lainnya.
Semua manusia terdiri dari dua saripati: langit dan bumi. Secara saripati bumi sahabat dg kita sama. Jika hendak membedakan mereka dg kita secara saripati langit, tentu harus ada informasi dari langit yg akurat.
Soal definisi bid'ah di kalangan mereka juga blm tuntas . Baca saja buku2 mereka soal Bid'ah. Misalnya, mereka membagi bid'ah hasanah dan bid'ah dhalalah. Padahal dalam hadis Nabi saw "Semua bid'ah dhalalah". Mengapa mereka masih membagi bid'ah ada dua macam? Itu menunjukkan definisinya tidak akurat. Yah, semua bid'ah itu dhalalah, sesat. Skrg tinggal mempertegas definisi bid'ah.
Di era derasnya informasi ini saya yakin bhw peristiwa2 memalukan itu tak akan lagi dapat disembunyikan, pasti akan terungkap. Karena itu pikiran kita harus siap mendiskusikannya.
bagi saya, sahabat itu sama dg kita sekarang: ada yg baik, ada juga yg tdk baik; ada yg malas dan bodoh, ada juga yg rajin dan pandai; ada yg jujur ada juga yg pembohong. Allah swt tdk membeda2kan makhluknya. Tergantung pada mereka dan kita mau bersungguh2 dalam belajar, memperbaiki diri, berusaha baik, jujur dan lainnya.
Semua manusia terdiri dari dua saripati: langit dan bumi. Secara saripati bumi sahabat dg kita sama. Jika hendak membedakan mereka dg kita secara saripati langit, tentu harus ada informasi dari langit yg akurat.
Ifadah Amalia menulispada 15 Maret 2009 jam 8:49
Memperingati wafat Rasululah saw akan mengungkap peristiwa2 sadis dan memilukan yg disembunyikan selama 14 abad. Mengapa peristiwa itu disembunyikan kepada kita? Agar kita tidak tahu? sekarang sdh bukan eranya menyembunyikan peristiwa penting yg mesti diketahui oleh semua umat Rasulullah saw, tua dan muda, laki2 dan perempuan.
Sekarang bukan zamannya menyembunyikan sesuatu yg penting. Ini era globalisasi dan informasi. Bagi yg ingin tahu peristiwa itu tinggal dilacak di internet, terutama melalui google.
Atau bisa baca di buku Al-Marhum yg judulnya "Saqifah". Di buku ini anda akan mendapat keterangan detail, soal sejarah dan hadis, shahih, dhaif atau maudhu'.
Buku tsb bisa didownload gratis di bagian File di Milis:
http://groups.google.co.id/group/diskusi-al-islam
http://groups.yahoo.com/group/Islamdiskusi
Cara download: Klik kanan pada nama filenya, kemudian Save Link As..
Sekarang bukan zamannya menyembunyikan sesuatu yg penting. Ini era globalisasi dan informasi. Bagi yg ingin tahu peristiwa itu tinggal dilacak di internet, terutama melalui google.
Atau bisa baca di buku Al-Marhum yg judulnya "Saqifah". Di buku ini anda akan mendapat keterangan detail, soal sejarah dan hadis, shahih, dhaif atau maudhu'.
Buku tsb bisa didownload gratis di bagian File di Milis:
http://groups.google.co.id
http://groups.yahoo.com/gr
Cara download: Klik kanan pada nama filenya, kemudian Save Link As..
Alfian Hamdan menulispada 15 Maret 2009 jam 12:36
Salam Pak Nurmansyah, saya mencoba utk menjawab yg no5 pak :
5. Katanya terjadi keributan antara keluarga Nabi saw dan sahabatnya di saat2 baru saja jenazah dikebumikan karena saling berebut kekuasaan sebagai pengganti Nabi saw. Cerita ini dasarnya katanya yg tak masuk akal dan tidak rasional. Keluarga Nabi saw itu org2 mulia juga sahabat Nabi saw orang2 yg terhormat. Mana mungkin terjadi keributan diantara orang2 yang berakhlak mulia hanya karena berebut kekuasaan. Yang berebut kekuasaan itu adalah org2 yg berakhlak rendah dan hina. Mana mungkin itu terjadi di antara mereka yg berakhlak mulia. Mereka org2 mulia dan berakhlak terpuji. Lagi pula soal politik dan kekuasaan sdh ada mekanisme dan aturannya yg diajarkan oleh Rasulullah saw kepada keluarga dan para sahabatnya.
Pak Nurmansyah, sedikit koreksi, keributan terjadi bukan setelah atau baru dimakamkan nya Nabi SAWW... selagi beliau hidup pun sdh dimulai rekayasa utk merebut kekuasaan, di indikasikan dengan ketidak taatan kepada perintah Nabi .... dengan beberapa penolakan dan pembangkangan sebagian sahabat.
Setelah Nabi meninggal dan belum dimakamkan baru lah kelihatan siapa Sutradara dan Pemeran utama yg menginginkan kekuasaan yang bukan haknya .... mungkin detailnya bapak sdh baca....
Mengenai sejarah yang tidak masuk akal dan tidak rasional......justru dgn kita diberi akal oleh Allah, kita dapat memfilter dari beberapa literatur dan menetapkan sesuatu kebenaran berdasarkan ilmu bukan dengan dogma atau katanya (tanpa mempelajari literatur terlebih dahulu)
Komentar anda : “Keluarga Nabi saw itu org2 mulia juga sahabat Nabi saw orang2 yg terhormat. Mana mungkin terjadi keributan diantara orang2 yang berakhlak mulia hanya karena berebut kekuasaan”
Saya sependapat dengan bapak jika kedua nya mulia (artinya inline dgn ketentuan dari Allah SWT).... tapi sayang nya hal ini (merebut kekuasaan) telah terjadi artinya salah satu pasti ada yang tidak mulia.... nah silahkan memikirkan siapa yg dikelompok mulia dan siapa yg dikelompok hina......pasti menggunakan akal nih.... he he.
Demikian, Wassalam
5. Katanya terjadi keributan antara keluarga Nabi saw dan sahabatnya di saat2 baru saja jenazah dikebumikan karena saling berebut kekuasaan sebagai pengganti Nabi saw. Cerita ini dasarnya katanya yg tak masuk akal dan tidak rasional. Keluarga Nabi saw itu org2 mulia juga sahabat Nabi saw orang2 yg terhormat. Mana mungkin terjadi keributan diantara orang2 yang berakhlak mulia hanya karena berebut kekuasaan. Yang berebut kekuasaan itu adalah org2 yg berakhlak rendah dan hina. Mana mungkin itu terjadi di antara mereka yg berakhlak mulia. Mereka org2 mulia dan berakhlak terpuji. Lagi pula soal politik dan kekuasaan sdh ada mekanisme dan aturannya yg diajarkan oleh Rasulullah saw kepada keluarga dan para sahabatnya.
Pak Nurmansyah, sedikit koreksi, keributan terjadi bukan setelah atau baru dimakamkan nya Nabi SAWW... selagi beliau hidup pun sdh dimulai rekayasa utk merebut kekuasaan, di indikasikan dengan ketidak taatan kepada perintah Nabi .... dengan beberapa penolakan dan pembangkangan sebagian sahabat.
Setelah Nabi meninggal dan belum dimakamkan baru lah kelihatan siapa Sutradara dan Pemeran utama yg menginginkan kekuasaan yang bukan haknya .... mungkin detailnya bapak sdh baca....
Mengenai sejarah yang tidak masuk akal dan tidak rasional......justru dgn kita diberi akal oleh Allah, kita dapat memfilter dari beberapa literatur dan menetapkan sesuatu kebenaran berdasarkan ilmu bukan dengan dogma atau katanya (tanpa mempelajari literatur terlebih dahulu)
Komentar anda : “Keluarga Nabi saw itu org2 mulia juga sahabat Nabi saw orang2 yg terhormat. Mana mungkin terjadi keributan diantara orang2 yang berakhlak mulia hanya karena berebut kekuasaan”
Saya sependapat dengan bapak jika kedua nya mulia (artinya inline dgn ketentuan dari Allah SWT).... tapi sayang nya hal ini (merebut kekuasaan) telah terjadi artinya salah satu pasti ada yang tidak mulia.... nah silahkan memikirkan siapa yg dikelompok mulia dan siapa yg dikelompok hina......pasti menggunakan akal nih.... he he.
Demikian, Wassalam
Uliex Unik menulispada 16 Maret 2009 jam 1:17
Saya Sepak dgn pak Alfian..
Nurmansyah E Tanjung menulispada 16 Maret 2009 jam 6:02
Untuk Pak Alfian
Secara ilmiah dan akademis kita harus objektif dalam menilai suatu peristiwa. Kalau kita objetif dan melepaskan kepentingan kita, golongan atau mazhab, saya yakin bahwa kita akan menemukan titik kebenaran. Jika titik kebenaran objektif itu telah ditemukan, maka wajib bagi kita utk mengikutinya dengan melepaskan segala kepentingan golongan.
Dalam pemahaman saya, orang2 yang mulia, keluarga Nabi saw yg mulia dan para sahabatnya yg pilihan tidak mungkin terjadi keributan. Apalagi keributan itu dasarnya berebut kekuasaan.
Mereka adalah murid2 pilihan Nabi saw dan dididik langsung oleh beliau. Murid2 istimewa Nabi saw, dan kader2 beliau utk masa depan Islam dan umat. Mana mungkin diantara mereka ribut berebut kekuasaan. Yg jelas soal kepemimpinan dan kekuasaan, aturan dan mekanismenya sdh dijelaskan oleh Nabi saw terhadap mereka. Mana mungkin mereka tidak paham dan tidak bertanya ttgnya?
Mana mungkin keluarga Nabi saw yg mulia dan sahabat pilihan yg dijamin masuk surga tdk patuh pada aturan yg dijelaskan dan diajarkan oleh Nabi saw. Ini sangat tidak masuk akal. Atau ada beberapa kemungkinan:
1. Keributan itu sebenarnya tidak pernah terjadi, hanya direkayasa oleh org2 yg berkepentingan sesudah mereka.
2. Keributan itu terjadi di antara mereka karena salah paham, kemudian mereka saling memaafkan. Ini no problem.
3. Keributan itu terjadi di antara mereka, dan tidak saling memaafkan. Ini problem perlu dikaji ulang. Rasio kita akan mempertanyakan:
A. Informasi tentang kemuliaan mereka perlu dikaji ulang.
B. Kalau informasi ttg kemuliaan mereka itu sdh benar2 akurat, maka perlu kita pertanyakan: yang salah itu sistem pendidikannya, atau muridnya, atau gurunya. Kalau gurunya (Rasulullah saw) tdk mungkin salah, karena beliau dijamin oleh Allah swt di dalam Al-Qur'an dan hadis yg mutawatir. Sekarang tinggallah yg harus dikaji: sistem pendidikan saat itu, dan murid2nya (keluarga mulia Nabi saw dan sahabat pilihannya).
Secara ilmiah dan akademis kita harus objektif dalam menilai suatu peristiwa. Kalau kita objetif dan melepaskan kepentingan kita, golongan atau mazhab, saya yakin bahwa kita akan menemukan titik kebenaran. Jika titik kebenaran objektif itu telah ditemukan, maka wajib bagi kita utk mengikutinya dengan melepaskan segala kepentingan golongan.
Dalam pemahaman saya, orang2 yang mulia, keluarga Nabi saw yg mulia dan para sahabatnya yg pilihan tidak mungkin terjadi keributan. Apalagi keributan itu dasarnya berebut kekuasaan.
Mereka adalah murid2 pilihan Nabi saw dan dididik langsung oleh beliau. Murid2 istimewa Nabi saw, dan kader2 beliau utk masa depan Islam dan umat. Mana mungkin diantara mereka ribut berebut kekuasaan. Yg jelas soal kepemimpinan dan kekuasaan, aturan dan mekanismenya sdh dijelaskan oleh Nabi saw terhadap mereka. Mana mungkin mereka tidak paham dan tidak bertanya ttgnya?
Mana mungkin keluarga Nabi saw yg mulia dan sahabat pilihan yg dijamin masuk surga tdk patuh pada aturan yg dijelaskan dan diajarkan oleh Nabi saw. Ini sangat tidak masuk akal. Atau ada beberapa kemungkinan:
1. Keributan itu sebenarnya tidak pernah terjadi, hanya direkayasa oleh org2 yg berkepentingan sesudah mereka.
2. Keributan itu terjadi di antara mereka karena salah paham, kemudian mereka saling memaafkan. Ini no problem.
3. Keributan itu terjadi di antara mereka, dan tidak saling memaafkan. Ini problem perlu dikaji ulang. Rasio kita akan mempertanyakan:
A. Informasi tentang kemuliaan mereka perlu dikaji ulang.
B. Kalau informasi ttg kemuliaan mereka itu sdh benar2 akurat, maka perlu kita pertanyakan: yang salah itu sistem pendidikannya, atau muridnya, atau gurunya. Kalau gurunya (Rasulullah saw) tdk mungkin salah, karena beliau dijamin oleh Allah swt di dalam Al-Qur'an dan hadis yg mutawatir. Sekarang tinggallah yg harus dikaji: sistem pendidikan saat itu, dan murid2nya (keluarga mulia Nabi saw dan sahabat pilihannya).
Uliex Unik menulispada 16 Maret 2009 jam 12:33
Saya sependapat dan kita semua sepakat ketika dikatakan Keluarga Nabi Saww adalah orang-orang yang tidak haus akan kekuasaan karena mereka selalu mendapatkan perlindungan dan terjaga akan perbuatan dosa.
Persoalannya ketika Asumsi Bapak "NURMANSYAH" mengatakan :
Mana mungkin keluarga Nabi saw yg mulia dan sahabat pilihan yg dijamin masuk surga tdk patuh pada aturan yg dijelaskan dan diajarkan oleh Nabi saw. Ini sangat tidak masuk akal. Atau ada beberapa kemungkinan:
1. Keributan itu sebenarnya tidak pernah terjadi, hanya direkayasa oleh org2 yg berkepentingan sesudah mereka.
Jawabnya :
Kemungkinan bisa terjadi pula Rekayasa Sejarah oleh orang yang haus akan kekuasan.
Taruhlah kasus Sejarah INdonesia tentang Supersemar, G30SPKI, yang hanya terpaut kurang lebiih 53 tahun, dan para saksi-saksi sejarah yang masih hidup, apa yang terjadi ketika kekuasaan itu Jatuh mulai lah terkuak Sejarah Lain dan saksi-saksi sejarah menguak segala kebohongan yang selama ini terpendam dengan rapi terhadap anak cucu kita terlebih saya yg masih menerima apa adanya kurikulum di Sekolah ttg sejarah waktu itu.
Ini adalah contoh kasus bagaimana Sejarah Bisa diputarbalikkan dgn Kekuasaan namun tidak dapat menghapus, Kebenaran Sejarah tersebut..
Terlebih kita yang tidak hidup satu jaman dgn Nabi,.. yang rentang waktu dan zaman yang berbeda apakah mungkin Sejarah di Putarbalikkan ??????? Apakah mungkin ???
Dan yang menjad catatan :
Murid bukanlah nabi (yang terjaga akan dosa),..
Persoalannya ketika Asumsi Bapak "NURMANSYAH" mengatakan :
Mana mungkin keluarga Nabi saw yg mulia dan sahabat pilihan yg dijamin masuk surga tdk patuh pada aturan yg dijelaskan dan diajarkan oleh Nabi saw. Ini sangat tidak masuk akal. Atau ada beberapa kemungkinan:
1. Keributan itu sebenarnya tidak pernah terjadi, hanya direkayasa oleh org2 yg berkepentingan sesudah mereka.
Jawabnya :
Kemungkinan bisa terjadi pula Rekayasa Sejarah oleh orang yang haus akan kekuasan.
Taruhlah kasus Sejarah INdonesia tentang Supersemar, G30SPKI, yang hanya terpaut kurang lebiih 53 tahun, dan para saksi-saksi sejarah yang masih hidup, apa yang terjadi ketika kekuasaan itu Jatuh mulai lah terkuak Sejarah Lain dan saksi-saksi sejarah menguak segala kebohongan yang selama ini terpendam dengan rapi terhadap anak cucu kita terlebih saya yg masih menerima apa adanya kurikulum di Sekolah ttg sejarah waktu itu.
Ini adalah contoh kasus bagaimana Sejarah Bisa diputarbalikkan dgn Kekuasaan namun tidak dapat menghapus, Kebenaran Sejarah tersebut..
Terlebih kita yang tidak hidup satu jaman dgn Nabi,.. yang rentang waktu dan zaman yang berbeda apakah mungkin Sejarah di Putarbalikkan ??????? Apakah mungkin ???
Dan yang menjad catatan :
Murid bukanlah nabi (yang terjaga akan dosa),..
Nadia Alwaini menulispada 16 Maret 2009 jam 12:54
memang lebih baik tidak perlu dilakukan, nanti hanya akan menimbulkan beragam cara peringatan kematian yang akhirnya tidak sesuai dgn kaidah islam. kelahirannya penting kita peringati, menandakan lahirnya atau bukti kebenaran keberadaan Muhammad. saya pikir haul2 habib itupun tidak perlu. Nabi Muhammad saja tidak diperingati,kenapa harus memperingati kematian habib2?
Januar Mangitung menulispada 16 Maret 2009 jam 13:03
Pak Nurmansyah,
Anda mengatakan,
Kita diperintahkan oleh Nabi saw agar mengikuti jejak para sahabatnya khususnya khulafaus rasyidin yang telah dijamin masuk surga. Mana mungkin para sahabat Nabi saw yg dijamin surga akan menyimpang dari kebenaran? Mereka itu sdh dijamin masuk surga, sementara kita tdk punya jaminan
Pertanyaannya:
1.Sebutkan dalilnya bahwa Nabi memerintahkan kita agar mengikuti Khulafah Rasyidin (Abubakar, Umar, Usman, Imam Ali)?
2. Sebutkan dalilnya bahwa semua para sahabat Nabi saw mendapat jaminan surga?
Anda mengatakan,
Kita diperintahkan oleh Nabi saw agar mengikuti jejak para sahabatnya khususnya khulafaus rasyidin yang telah dijamin masuk surga. Mana mungkin para sahabat Nabi saw yg dijamin surga akan menyimpang dari kebenaran? Mereka itu sdh dijamin masuk surga, sementara kita tdk punya jaminan
Pertanyaannya:
1.Sebutkan dalilnya bahwa Nabi memerintahkan kita agar mengikuti Khulafah Rasyidin (Abubakar, Umar, Usman, Imam Ali)?
2. Sebutkan dalilnya bahwa semua para sahabat Nabi saw mendapat jaminan surga?
Nurmansyah E Tanjung menulispada 16 Maret 2009 jam 17:38
Untu Pak Jaunuar
Dalil ttg perintah mengikuti Khulafaur Rasyidin itu banyak sekali. Baca dlm buku2 terjemahan hadis Nabi saw. Bahkan saya pernah membaca suatu hadis ttg khulaur rasyidin, Nabi saw mempertegas kalimatnya yaitu Khulafaur Rasyidin Al-Mahdiyin. Yakni para khalifah yg memberi petunjuk dan bimbing. Ini kan sudah jelas. Menurut pak januar, siapa khulaur rasyidin? para ahli sejarah Islam mengatakan ya 4 orang tsb. Sdh jelas kan.
Adapun sahabat2 yg dijamin masuk surga banyak sekali disebutkan di buku2 terjemahan hadis, antara lain:
Sa’îd bin Zaid berkata: Aku bersaksi dengan nama Rasulullah saw bahwa sesungguhnya aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Sepuluh orang masuk surga: Nabî, Abû Bakar, ‘Umar, ‘Utsmân, ‘Alî, Thalhah, Zubair, Sa’d bin Abî Waqqâsh dan ‘Abdurrahmân bin ‘Auf.” Kemudian orang bertanya, ‘Siapa yang kesepuluh?’ Setelah ditanyakan berkali-kali, ‘Sa’îd bin Zaid’ menjawab, ‘Aku’.
Hadis ini ada dalam buku2 hadis. Tdk percaya? silahkan baca dulu dong, baru diskusi.
Dalil ttg perintah mengikuti Khulafaur Rasyidin itu banyak sekali. Baca dlm buku2 terjemahan hadis Nabi saw. Bahkan saya pernah membaca suatu hadis ttg khulaur rasyidin, Nabi saw mempertegas kalimatnya yaitu Khulafaur Rasyidin Al-Mahdiyin. Yakni para khalifah yg memberi petunjuk dan bimbing. Ini kan sudah jelas. Menurut pak januar, siapa khulaur rasyidin? para ahli sejarah Islam mengatakan ya 4 orang tsb. Sdh jelas kan.
Adapun sahabat2 yg dijamin masuk surga banyak sekali disebutkan di buku2 terjemahan hadis, antara lain:
Sa’îd bin Zaid berkata: Aku bersaksi dengan nama Rasulullah saw bahwa sesungguhnya aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Sepuluh orang masuk surga: Nabî, Abû Bakar, ‘Umar, ‘Utsmân, ‘Alî, Thalhah, Zubair, Sa’d bin Abî Waqqâsh dan ‘Abdurrahmân bin ‘Auf.” Kemudian orang bertanya, ‘Siapa yang kesepuluh?’ Setelah ditanyakan berkali-kali, ‘Sa’îd bin Zaid’ menjawab, ‘Aku’.
Hadis ini ada dalam buku2 hadis. Tdk percaya? silahkan baca dulu dong, baru diskusi.
Januar Mangitung menulispada 16 Maret 2009 jam 19:26
Pak Nurmansyah,
Kalau anda mengatakan dalil kewajiban umat mengikuti Khulafarusidin itu banyak, maka coba anda sebutkan satu hadisnya?..
Mengenai 10 sahabat yg dijamin masuk surga, itu kata Sa'id bin zaid, bukan kata Rasulullah saww, karena hadis ini muncul pada masa tahun 40 H - 660 M, ketika seseorg melaknat Ali bin Abi Thalib di mesjid Kufah, lalu Sa'id bin Zaid berdiri dan berkata seperti yg anda kutip diatas...... makanya pada saat ditanya berkali-kali yg ke 10 siapa?... dia agak bingung kali..yaa nyari siapa yaa... Demi menyelamatkan dirinya akhirnya dia bilang dirinya sendiri... Kalau dari Rasulullah saww, pasti tidak perlu malu2 katakan saja saya sendiri...
Kalau nama2 itu dijamin masuk surga, koq Abubakar, Umar dan Abu Ubaidah hendak membakar rumah penghulu wanita surga Fatimah Zahra as?.. Kalau Abubakar di jamin surga, kenapa dia mengambil tanah fadak milik Fatimah Zahra as? Kalau dua org di jamin masuk surga oleh Allah, tdk mungkin saling menyakiti... Tapi faktanya Abubakar dan Umar menyakiti Fatimah as setelah wafatnya Rasulullah saww... Utsman dilaknat oleh Aisyah karena nepotisme dan koruptor..
Perawi ‘sepuluh orang masuk surga’ tidak menceritakan kepada kita dalam hubungan apa Rasûl Allâh saw. menyampaikan hadis ini, dan siapa saja yang ikut mendengarkan.
Dan mengapa Sa’îd, misalnya, tidak berdiri di depan massa yang sedang mengepung rumah ‘Utsmân yang berakhir dengan pembunuhan khalîfah ketiga itu dan mengatakan kepada mereka hadis yang penting ini?
Mengapa Sa’îd bin Zaid, misalnya, tidak menasihati ‘Abdullâh bin ‘Umar agar membaiat ‘Alî tatkala terjadi pembaiatan terhadap ‘Alî sesudah ‘Utsmân terbunuh, karena bagaimanapun juga ‘Alî termasuk sepuluh orang yang dijamin masuk surga oleh Rasûl Allâh? Malah membaiat Mu’âwiyah, Yazîd dan ‘Abdul Mâlik serta Hajjâj bin Yûsuf?
Mengapa tidak menasihati ummu’l-mu’minîn ‘Â’isyah dan menyampaikan hadis itu agar ia tidak memerangi ‘Alî dan agar menetap di rumahnya sebagaimana diperintahkan Al-Qur’ân?
Mengapa pula Thalhah dan Zubair dimasukkan ke dalam sepuluh masuk surga dan bukan, misalnya, Abû Dzarr al-Ghifârî dan Hamzah paman Rasûl?
Mengapa pula Sa’d bin Abî Waqqâsh dimasukkan ke dalam Sepuluh Masuk Surga dan bukan misalnya Miqdâd atau Abû Ayyûb al-Anshârî?
Begitu pula Abû ‘Ubaidah bin al-Jarrâh, seorang penggali kubur di Madînah dimasukkan pula ke dalam Sepuluh Masuk Surga dan bukan, misalnya Salmân al-Fârisî?
Meskipun menyesal di kemudian hari Sa’d bin Abî Waqqâsh tidak mau membaiat Imâm ‘Alî sedang Rasûl mengatakan bahwa ‘barangsiapa tidak mengenal imam pada zamannya ia mati dalam keadaan jahiliah’. Dan hadis ini diakui sebagai hadis shahîh di semua mazhab?
Apakah surga ini hanya diperuntukkan bagi para khalîfah dan mereka yang ikut dalam pergolakan kekuasaan dan bukan orang-orang seperti ‘Ammâr bin Yâsir, Miqdâd, Abû Dzarr al-Ghifârî, Salmân al-Fârisî?
Bagaimana pendapat anda tentang hal ini?
Sebaiknya anda membaca buku SAQIFAH - O Hashem... disitu lengkap, dan setelah itu kita diskusikan lagi...
Kalau anda mengatakan dalil kewajiban umat mengikuti Khulafarusidin itu banyak, maka coba anda sebutkan satu hadisnya?..
Mengenai 10 sahabat yg dijamin masuk surga, itu kata Sa'id bin zaid, bukan kata Rasulullah saww, karena hadis ini muncul pada masa tahun 40 H - 660 M, ketika seseorg melaknat Ali bin Abi Thalib di mesjid Kufah, lalu Sa'id bin Zaid berdiri dan berkata seperti yg anda kutip diatas...... makanya pada saat ditanya berkali-kali yg ke 10 siapa?... dia agak bingung kali..yaa nyari siapa yaa... Demi menyelamatkan dirinya akhirnya dia bilang dirinya sendiri... Kalau dari Rasulullah saww, pasti tidak perlu malu2 katakan saja saya sendiri...
Kalau nama2 itu dijamin masuk surga, koq Abubakar, Umar dan Abu Ubaidah hendak membakar rumah penghulu wanita surga Fatimah Zahra as?.. Kalau Abubakar di jamin surga, kenapa dia mengambil tanah fadak milik Fatimah Zahra as? Kalau dua org di jamin masuk surga oleh Allah, tdk mungkin saling menyakiti... Tapi faktanya Abubakar dan Umar menyakiti Fatimah as setelah wafatnya Rasulullah saww... Utsman dilaknat oleh Aisyah karena nepotisme dan koruptor..
Perawi ‘sepuluh orang masuk surga’ tidak menceritakan kepada kita dalam hubungan apa Rasûl Allâh saw. menyampaikan hadis ini, dan siapa saja yang ikut mendengarkan.
Dan mengapa Sa’îd, misalnya, tidak berdiri di depan massa yang sedang mengepung rumah ‘Utsmân yang berakhir dengan pembunuhan khalîfah ketiga itu dan mengatakan kepada mereka hadis yang penting ini?
Mengapa Sa’îd bin Zaid, misalnya, tidak menasihati ‘Abdullâh bin ‘Umar agar membaiat ‘Alî tatkala terjadi pembaiatan terhadap ‘Alî sesudah ‘Utsmân terbunuh, karena bagaimanapun juga ‘Alî termasuk sepuluh orang yang dijamin masuk surga oleh Rasûl Allâh? Malah membaiat Mu’âwiyah, Yazîd dan ‘Abdul Mâlik serta Hajjâj bin Yûsuf?
Mengapa tidak menasihati ummu’l-mu’minîn ‘Â’isyah dan menyampaikan hadis itu agar ia tidak memerangi ‘Alî dan agar menetap di rumahnya sebagaimana diperintahkan Al-Qur’ân?
Mengapa pula Thalhah dan Zubair dimasukkan ke dalam sepuluh masuk surga dan bukan, misalnya, Abû Dzarr al-Ghifârî dan Hamzah paman Rasûl?
Mengapa pula Sa’d bin Abî Waqqâsh dimasukkan ke dalam Sepuluh Masuk Surga dan bukan misalnya Miqdâd atau Abû Ayyûb al-Anshârî?
Begitu pula Abû ‘Ubaidah bin al-Jarrâh, seorang penggali kubur di Madînah dimasukkan pula ke dalam Sepuluh Masuk Surga dan bukan, misalnya Salmân al-Fârisî?
Meskipun menyesal di kemudian hari Sa’d bin Abî Waqqâsh tidak mau membaiat Imâm ‘Alî sedang Rasûl mengatakan bahwa ‘barangsiapa tidak mengenal imam pada zamannya ia mati dalam keadaan jahiliah’. Dan hadis ini diakui sebagai hadis shahîh di semua mazhab?
Apakah surga ini hanya diperuntukkan bagi para khalîfah dan mereka yang ikut dalam pergolakan kekuasaan dan bukan orang-orang seperti ‘Ammâr bin Yâsir, Miqdâd, Abû Dzarr al-Ghifârî, Salmân al-Fârisî?
Bagaimana pendapat anda tentang hal ini?
Sebaiknya anda membaca buku SAQIFAH - O Hashem... disitu lengkap, dan setelah itu kita diskusikan lagi...
Irham Putra membalas kiriman NURMANSYAH pada 16 Maret 2009 jam 21:51
dalam suatu hadits, sahabat terkenal abdullah bin mas'ud yang kurang lebih berkata: 'saya lebih senang bersumpah 10 kali bahwa rasulullah mati dibunuh dari pada saya bersumpah 1 kali berkata bahwa rasulullah tidak mati dibunuh', memang pak nurman agama ini tidak semua bisa dicerna akal tentang kejadian-kejadian ini,seperti kata bapak bahwa kalau para ulama dan habib tahu hal ini maka dia tidak mungkin menyimpannya, itu kalau kita menganggap bahwa mereka berlaku benar seperti yang bapak kira, tapi pada kenyataannya berlainan dengan logika anda.contoh yang paling gampang peristiwa G 30 S PKI....siapa yang gak tau sejarah itu... ternyata sekarang...berbalik...
Kiriman 46
Kang Akbar membalas kiriman NURMANSYAH pada 17 Maret 2009 jam 1:24
Untuk Sdr Nurmansyah.
Anda menulis:
Saya pernah mendengar dan membaca cerita yg tidak rasional di sekitar wafat Rasulullah saw, antara lain:
1. Katanya Rasulullah saw mengusir sahabatnya dari dekatnya saat beliau sedang sakit? Mana mungkin Rasulullah saw yang berakhlak sangat mulia mengusir sahabatnya yg sedang membesuknya. Kisah ini tidak masuk akal sehat. Kita saja yg berakhlak pas2an tidak mungkin mengusir sahabat kita yg membesuk kita yg sdg sakit. Pasti kita menghormatinya, apalagi Rasulullah saw thd sahabatnya.
2. Katanya ada salah seorang sahabat Nabi saw yg mengatakan "Nabi saw sedang mengegok". Cerita juga tidak rasional. Mengapa? Krn akhlak sahabat pilihan Nabi saw tidak mungkin melakukan hal itu terhadap Nabi saw. Karena ia telah dididik Nabi saw selama bertahun2.
4. Katanya Umar bin Khottob ngamuk2 dlm pidatonya saat Rasulullah saw wafat. Mana mungkin itu terjadi. Umar itu adalah sahabat pilihan Nabi saw yg dijamin masuk surga. Ia pejuang Islam, di pedangnya Islam ditegakkan berkat didikan Rasulullah saw. Cerita itu sangat tdk rasional, apalagi Umar adalah mertua Rasulullah saw. Kita saja yg akhlaknya pas2an tdk mungkin melakukan hal di saat wafatnya mantu kita tercinta. Benar kan?
KOMENTAR SAYA:
Baca salah satu saja referensi sejarah Nabi SAAW, sebagai contoh referensi "SEJARAH HIDUP MUHAMMAD" karya Muhammad Husain Haikal tepatnya pada BAGIAN KETIGAPULUH: SAKIT DAN WAFATNYA NABI, sebagai berikut:
"Suatu hari sahabat-sahabatnya berusaha hendak meringankan
penderitaannya itu dengan mengingatkan kepada
nasehat-nasehatnya, bahwa orang yang menderita sakit jangan
mengeluh. Ia menjawab, bahwa apa yang dialaminya dalam hal
ini lebih dari yang harus dipikul oleh dua orang. Dalam
keadaan sakit keras serupa itu dan di dalam rumah banyak
orang, ia berkata:
"Bawakan dawat dan lembaran, akan ku (minta) tuliskan surat
buat kamu, supaya sesudah itu kamu tidak lagi akan pernah
sesat."
Dari orang-orang yang hadir ada yang berkata, bahwa sakit
Rasulullah s.a.w. sudah sangat gawat; pada kita sudah ada
Qur'an, maka sudah cukuplah dengan Kitabullah itu. Ada yang
menyebutkan, bahwa Umarlah yang mengatakan itu. Di kalangan
yang hadir itu terdapat perselisihan. Ada yang mengatakan:
Biar dituliskan, supaya sesudah itu kita tidak sesat. Ada
pula yang keberatan karena sudah cukup dengan Kitabullah.
Setelah melihat pertengkaran itu, Muhammad berkata:
"Pergilah kamu sekalian! Tidak patut kamu berselisih di
hadapan Nabi."
Tetapi Ibn 'Abbas masih berpendapat, bahwa mereka membuang
waktu karena tidak segera menuliskan apa yang hendak
dikatakan oleh Nabi. Sebaliknya Umar masih tetap dengan
pendapatnya, bahwa dalam Kitab Suci Tuhan berfirman:
"Tiada sesuatu yang Kami abaikan dalam Kitab itu." (Qur'an,
6:38)"
............ dst.
Jika anda tidak punya bukunya, silahkan anda baca di:
http://media.isnet.org/islam/Haekal/Muhammad/Wafat3.html
Memang benar pendapat anda tampak RASIONAL, dan tidak EMOSIONAL seperti yg anda katakan di akhir tulisan. Tapi anda hanya sekedar memakai RASIO tanpa bersandar melalui berbagai kisah/riwayat. Tepatnya anda menyusun tulisan tanpa referensi.
Anda menulis:
Saya pernah mendengar dan membaca cerita yg tidak rasional di sekitar wafat Rasulullah saw, antara lain:
1. Katanya Rasulullah saw mengusir sahabatnya dari dekatnya saat beliau sedang sakit? Mana mungkin Rasulullah saw yang berakhlak sangat mulia mengusir sahabatnya yg sedang membesuknya. Kisah ini tidak masuk akal sehat. Kita saja yg berakhlak pas2an tidak mungkin mengusir sahabat kita yg membesuk kita yg sdg sakit. Pasti kita menghormatinya, apalagi Rasulullah saw thd sahabatnya.
2. Katanya ada salah seorang sahabat Nabi saw yg mengatakan "Nabi saw sedang mengegok". Cerita juga tidak rasional. Mengapa? Krn akhlak sahabat pilihan Nabi saw tidak mungkin melakukan hal itu terhadap Nabi saw. Karena ia telah dididik Nabi saw selama bertahun2.
4. Katanya Umar bin Khottob ngamuk2 dlm pidatonya saat Rasulullah saw wafat. Mana mungkin itu terjadi. Umar itu adalah sahabat pilihan Nabi saw yg dijamin masuk surga. Ia pejuang Islam, di pedangnya Islam ditegakkan berkat didikan Rasulullah saw. Cerita itu sangat tdk rasional, apalagi Umar adalah mertua Rasulullah saw. Kita saja yg akhlaknya pas2an tdk mungkin melakukan hal di saat wafatnya mantu kita tercinta. Benar kan?
KOMENTAR SAYA:
Baca salah satu saja referensi sejarah Nabi SAAW, sebagai contoh referensi "SEJARAH HIDUP MUHAMMAD" karya Muhammad Husain Haikal tepatnya pada BAGIAN KETIGAPULUH: SAKIT DAN WAFATNYA NABI, sebagai berikut:
"Suatu hari sahabat-sahabatnya berusaha hendak meringankan
penderitaannya itu dengan mengingatkan kepada
nasehat-nasehatnya, bahwa orang yang menderita sakit jangan
mengeluh. Ia menjawab, bahwa apa yang dialaminya dalam hal
ini lebih dari yang harus dipikul oleh dua orang. Dalam
keadaan sakit keras serupa itu dan di dalam rumah banyak
orang, ia berkata:
"Bawakan dawat dan lembaran, akan ku (minta) tuliskan surat
buat kamu, supaya sesudah itu kamu tidak lagi akan pernah
sesat."
Dari orang-orang yang hadir ada yang berkata, bahwa sakit
Rasulullah s.a.w. sudah sangat gawat; pada kita sudah ada
Qur'an, maka sudah cukuplah dengan Kitabullah itu. Ada yang
menyebutkan, bahwa Umarlah yang mengatakan itu. Di kalangan
yang hadir itu terdapat perselisihan. Ada yang mengatakan:
Biar dituliskan, supaya sesudah itu kita tidak sesat. Ada
pula yang keberatan karena sudah cukup dengan Kitabullah.
Setelah melihat pertengkaran itu, Muhammad berkata:
"Pergilah kamu sekalian! Tidak patut kamu berselisih di
hadapan Nabi."
Tetapi Ibn 'Abbas masih berpendapat, bahwa mereka membuang
waktu karena tidak segera menuliskan apa yang hendak
dikatakan oleh Nabi. Sebaliknya Umar masih tetap dengan
pendapatnya, bahwa dalam Kitab Suci Tuhan berfirman:
"Tiada sesuatu yang Kami abaikan dalam Kitab itu." (Qur'an,
6:38)"
............ dst.
Jika anda tidak punya bukunya, silahkan anda baca di:
http://media.isnet.org/isl
Memang benar pendapat anda tampak RASIONAL, dan tidak EMOSIONAL seperti yg anda katakan di akhir tulisan. Tapi anda hanya sekedar memakai RASIO tanpa bersandar melalui berbagai kisah/riwayat. Tepatnya anda menyusun tulisan tanpa referensi.
Kiriman 47
Kang Akbar menulispada 17 Maret 2009 jam 1:46
Untuk Sdr Nurmansyah.
Sebagai tambahan mengenai tabiat seorang yang disebut sebagai 'sahabat' Rasulullah SAAW, silahkan anda simak:
"Setelah sakit dalam beberapa minggu, Nabi Muhammad SAW wafat pada hari senin tanggal 8 Juni 632 (12 Rabiul Awal, 10 Hijriah), di Madinah.
Persiapan pemakamannya dihambat oleh Umar yang melarang siapapun memandikan atau menyiapkan jasadnya untuk pemakaman. Ia berkeras bahwa Nabi tidaklah wafat melainkan sedang tidak berada dalam tubuh kasarnya, dan akan kembali sewaktu-waktu.
Abu Bakar yang kebetulan sedang berada di luar Madinah, demi mendengar kabar itu lantas bergegas kembali. Ia menjumpai Umar sedang menahan muslim yang lain dan lantas mengatakan.
"Saudara-saudara! Barangsiapa mau menyembah Muhammad, Muhammad sudah mati. Tetapi barangsiapa mau menyembah Allah, Allah hidup selalu tak pernah mati."
Abu Bakar kemudian membacakan ayat dari Al Qur'an :
"Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur." (surat Ali 'Imran ayat 144)
Umar lantas menyerah dan membiarkan persiapan penguburan dilaksanakan.
Mau cari kebenaran cerita dan mau baca referensi? silahkan buka:
1. Hayatu Muhammad, Muhammad Husain Haikal
2. Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW, KH Munawar Chalil
4. Donner, Fred, The Early Islamic Conquests, Princeton University Press, 1981
5. Guillaume, A., The Life of Muhammad, Oxford University Press, 1955
Madelung, Wilferd, The Succession to Muhammad, Cambridge University Press, 1997
6. "G.LeviDellaVida and M.Bonner "Umar" in Encyclopedia of Islam CD-ROM Edition v. 1.0, Koninklijke Brill NV, Leiden, The Netherlands 1999"
7. Previte-Orton, C. W (1971). The Shorter Cambridge Medieval History. Cambridge: Cambridge University Press.
Sebagai tambahan mengenai tabiat seorang yang disebut sebagai 'sahabat' Rasulullah SAAW, silahkan anda simak:
"Setelah sakit dalam beberapa minggu, Nabi Muhammad SAW wafat pada hari senin tanggal 8 Juni 632 (12 Rabiul Awal, 10 Hijriah), di Madinah.
Persiapan pemakamannya dihambat oleh Umar yang melarang siapapun memandikan atau menyiapkan jasadnya untuk pemakaman. Ia berkeras bahwa Nabi tidaklah wafat melainkan sedang tidak berada dalam tubuh kasarnya, dan akan kembali sewaktu-waktu.
Abu Bakar yang kebetulan sedang berada di luar Madinah, demi mendengar kabar itu lantas bergegas kembali. Ia menjumpai Umar sedang menahan muslim yang lain dan lantas mengatakan.
"Saudara-saudara! Barangsiapa mau menyembah Muhammad, Muhammad sudah mati. Tetapi barangsiapa mau menyembah Allah, Allah hidup selalu tak pernah mati."
Abu Bakar kemudian membacakan ayat dari Al Qur'an :
"Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur." (surat Ali 'Imran ayat 144)
Umar lantas menyerah dan membiarkan persiapan penguburan dilaksanakan.
Mau cari kebenaran cerita dan mau baca referensi? silahkan buka:
1. Hayatu Muhammad, Muhammad Husain Haikal
2. Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW, KH Munawar Chalil
4. Donner, Fred, The Early Islamic Conquests, Princeton University Press, 1981
5. Guillaume, A., The Life of Muhammad, Oxford University Press, 1955
Madelung, Wilferd, The Succession to Muhammad, Cambridge University Press, 1997
6. "G.LeviDellaVida and M.Bonner "Umar" in Encyclopedia of Islam CD-ROM Edition v. 1.0, Koninklijke Brill NV, Leiden, The Netherlands 1999"
7. Previte-Orton, C. W (1971). The Shorter Cambridge Medieval History. Cambridge: Cambridge University Press.
Uliex Unik menulispada 17 Maret 2009 jam 2:33
Wah tanggapan yang praktis.. rasional dan argumentatif
Zoel Fly menulispada 17 Maret 2009 jam 5:58
atu lagi ada kerancuan hadis 10 sahabat mengapa semua yang masuk
surga dari golongan Muhajirin dimana golongan Ansharnya ?
apakah ngga ada orang Anshar yang dijamin masuk surga ?
surga dari golongan Muhajirin dimana golongan Ansharnya ?
apakah ngga ada orang Anshar yang dijamin masuk surga ?
Januar Mangitung menulispada 17 Maret 2009 jam 7:03
Pak Nurmansyah,
Anda menulis:
Saya pernah mendengar dan membaca cerita yg tidak rasional di sekitar wafat Rasulullah saw, antara lain:
1. Katanya Rasulullah saw mengusir sahabatnya dari dekatnya saat beliau sedang sakit? Mana mungkin Rasulullah saw yang berakhlak sangat mulia mengusir sahabatnya yg sedang membesuknya. Kisah ini tidak masuk akal sehat. Kita saja yg berakhlak pas2an tidak mungkin mengusir sahabat kita yg membesuk kita yg sdg sakit. Pasti kita menghormatinya, apalagi Rasulullah saw thd sahabatnya.
Jawabannya saya:
Memang tidak masuk akal kita, tapi faktanya di dlm kitab2 sunni shahih bukhari dan muslim menceritakan demikian, apa anda berani mendaifkan kitab hadis tersebut, sementara ulama2 besar sunni tidak berani mendaifkan? trus kitab apalagi yg anda mau pakai sebagai acuan hadis shahih, sementara anda mengatakan harus mengikuti ulama?
Anda menulis:
2. Katanya ada salah seorang sahabat Nabi saw yg mengatakan "Nabi saw sedang mengegok". Cerita juga tidak rasional. Mengapa? Krn akhlak sahabat pilihan Nabi saw tidak mungkin melakukan hal itu terhadap Nabi saw. Karena ia telah dididik Nabi saw selama bertahun2.
Jawaban saya:
Memang tdk masuk akal juga krn kita telah di doktrin oleh guru kita sebelumnya, tapi kalau kita mempelajari dengan teliti maka faktanya demikian tertulis dalam kitab2 yg telah di shahihkan oleh ulama2 sunni seperti Bukhari dan muslim, Tirmizi, dll.
Istri dan anak Nabi Nuh saja bisa membangkan suaminya yg notabene seorg Nabi, mereka dididik dlm pendidikan kenabian bertahun tahun, apalagi cuman sahabat... Jadi mungkin saja.. Anak Nabi Adam juga demikian menjadi pengikut iblis.. Apalagi cuman sahabat... Jadi mungkin saja..
Kekerabatan Nabi tidak serta-merta dijamin masuk surga, kecuali yang menjamin itu Allah dan Rasulnya... (mengenai hadis Nabi saww yg menjamin 10 org masuk surga, hadis tersebut daif, yg mendaifkan bukan Januar, tetapi sebagian ulama2 sunni, krn dilihat dari sanat dan matannya tdk lolos dari keshahiannya, baca komentar saya sebelumnya atau baca buku Saqifah - O Hashem)
Anda menulis:
Saya pernah mendengar dan membaca cerita yg tidak rasional di sekitar wafat Rasulullah saw, antara lain:
1. Katanya Rasulullah saw mengusir sahabatnya dari dekatnya saat beliau sedang sakit? Mana mungkin Rasulullah saw yang berakhlak sangat mulia mengusir sahabatnya yg sedang membesuknya. Kisah ini tidak masuk akal sehat. Kita saja yg berakhlak pas2an tidak mungkin mengusir sahabat kita yg membesuk kita yg sdg sakit. Pasti kita menghormatinya, apalagi Rasulullah saw thd sahabatnya.
Jawabannya saya:
Memang tidak masuk akal kita, tapi faktanya di dlm kitab2 sunni shahih bukhari dan muslim menceritakan demikian, apa anda berani mendaifkan kitab hadis tersebut, sementara ulama2 besar sunni tidak berani mendaifkan? trus kitab apalagi yg anda mau pakai sebagai acuan hadis shahih, sementara anda mengatakan harus mengikuti ulama?
Anda menulis:
2. Katanya ada salah seorang sahabat Nabi saw yg mengatakan "Nabi saw sedang mengegok". Cerita juga tidak rasional. Mengapa? Krn akhlak sahabat pilihan Nabi saw tidak mungkin melakukan hal itu terhadap Nabi saw. Karena ia telah dididik Nabi saw selama bertahun2.
Jawaban saya:
Memang tdk masuk akal juga krn kita telah di doktrin oleh guru kita sebelumnya, tapi kalau kita mempelajari dengan teliti maka faktanya demikian tertulis dalam kitab2 yg telah di shahihkan oleh ulama2 sunni seperti Bukhari dan muslim, Tirmizi, dll.
Istri dan anak Nabi Nuh saja bisa membangkan suaminya yg notabene seorg Nabi, mereka dididik dlm pendidikan kenabian bertahun tahun, apalagi cuman sahabat... Jadi mungkin saja.. Anak Nabi Adam juga demikian menjadi pengikut iblis.. Apalagi cuman sahabat... Jadi mungkin saja..
Kekerabatan Nabi tidak serta-merta dijamin masuk surga, kecuali yang menjamin itu Allah dan Rasulnya... (mengenai hadis Nabi saww yg menjamin 10 org masuk surga, hadis tersebut daif, yg mendaifkan bukan Januar, tetapi sebagian ulama2 sunni, krn dilihat dari sanat dan matannya tdk lolos dari keshahiannya, baca komentar saya sebelumnya atau baca buku Saqifah - O Hashem)
Januar Mangitung menulispada 17 Maret 2009 jam 7:30
Pak Nurmansyah,
Klau kita pikir dgn menggunakan logika kita, mana mungkin org yg kerja di departemen agama urusan haji itu korupsi? kan mereka sholat, ngaji, dan beribadah... mungkin gosip aja kali ya... tapi mereka faktanya terbukti korupsi... Juga kasus Ryan yg melakukan mutilasi, secara akal sehat, tdk mungkin dilakukannya sebanyak itu olehnya, lagi pula dia itu keluaran pesantren, guru ngaji, dll.. apa tdk ada hati nuraninya ketika melakukan perbuatan yg sangat kejih itu? Tapi terbukti dilakukannya...
Jadi Pak Nurmansyah,... Baca dan baca sejarah yg ditulis oleh para ahli sejarah dari bermacam-macam referensi, lalu bandingkan dgn apa yg dikatakan di Alquraan mengenai sahabat.... Menurut quraan tdk semua sahabat itu setia dan adil, dan dijamin surga.. bahkan sebagian dari mereka itu paling cendrung mengabaikan hukum2 Allah (QS-TAUBAH:97), mereka sering memutar balikkan persoalan (QS-TAUBAH:48), mereka ada yg munafiq (QS-TAUBAH:101)...
Klau kita pikir dgn menggunakan logika kita, mana mungkin org yg kerja di departemen agama urusan haji itu korupsi? kan mereka sholat, ngaji, dan beribadah... mungkin gosip aja kali ya... tapi mereka faktanya terbukti korupsi... Juga kasus Ryan yg melakukan mutilasi, secara akal sehat, tdk mungkin dilakukannya sebanyak itu olehnya, lagi pula dia itu keluaran pesantren, guru ngaji, dll.. apa tdk ada hati nuraninya ketika melakukan perbuatan yg sangat kejih itu? Tapi terbukti dilakukannya...
Jadi Pak Nurmansyah,... Baca dan baca sejarah yg ditulis oleh para ahli sejarah dari bermacam-macam referensi, lalu bandingkan dgn apa yg dikatakan di Alquraan mengenai sahabat.... Menurut quraan tdk semua sahabat itu setia dan adil, dan dijamin surga.. bahkan sebagian dari mereka itu paling cendrung mengabaikan hukum2 Allah (QS-TAUBAH:97), mereka sering memutar balikkan persoalan (QS-TAUBAH:48), mereka ada yg munafiq (QS-TAUBAH:101)...
Januar Mangitung menulispada 17 Maret 2009 jam 7:37
Teman2 yang ada di Group ini,
Melihat pertanyaan2 Pak Nurmasyah, saya menyimpulkan bahwa beliau itu Masya Allah ilmu dan akalnya... Beliau hanya mau membuat kita membuka buka buku lagi, melatih kita utk menjawab pertanyaannya... Sementara beliau sendiri ana yakin dia lebih mengetahui dari kita tentang sejarah islam yg penuh dengan pergolakan....
SELAMAT MENJAWAB PERTANYAAN PAK NURMASYAH...
Melihat pertanyaan2 Pak Nurmasyah, saya menyimpulkan bahwa beliau itu Masya Allah ilmu dan akalnya... Beliau hanya mau membuat kita membuka buka buku lagi, melatih kita utk menjawab pertanyaannya... Sementara beliau sendiri ana yakin dia lebih mengetahui dari kita tentang sejarah islam yg penuh dengan pergolakan....
SELAMAT MENJAWAB PERTANYAAN PAK NURMASYAH...
Fahri Haidar menulispada 18 Maret 2009 jam 11:53
Salam...
Saran saya untuk Pak Nurmansyah, coba baca buku O.HASHEM yang berjudul SAQIFAH, Insya Allah Bapak akan menemukan jawaban dari pertanyaan Bapak seputar wafatnya Rasulullah saww.
Salawat...
Saran saya untuk Pak Nurmansyah, coba baca buku O.HASHEM yang berjudul SAQIFAH, Insya Allah Bapak akan menemukan jawaban dari pertanyaan Bapak seputar wafatnya Rasulullah saww.
Salawat...
Haji Nawawi menulispada 18 Maret 2009 jam 12:57
Kasihan pak Nurmansyah dihujani argumen yg jitu2. Tapi Pak Nurmasyah mesti tetap tegar agar hujan itu seperti menyirami taman bunga di musim bunga, tumbuh berkembang, indah dan membawa kemesraan. Pak Nurmansyah bisa melengkapi refrensinya dg buku Al-Marhum "SAQIFAH", bisa download gratis di bagian File Milis berikut ini:
http://groups.google.co.id/group/diskusi-al-islam
http://groups.yahoo.com/group/Islamdiskusi
Cara download: Klik kanan pada nama filenya, kemudian Save Link As..
File eBook dikemas dg WinRar.
http://groups.google.co.id
http://groups.yahoo.com/gr
Cara download: Klik kanan pada nama filenya, kemudian Save Link As..
File eBook dikemas dg WinRar.
Nurmansyah E Tanjung menulispada 18 Maret 2009 jam 13:25
Terima kasih info refrensinya. Insya Allah akan saya baca. Skrg saya mencoba gunakan argumen logis saja. Kalau memang begitu kenyataan dan fakta sejarah, mengapa muncul hadis ttg jaminan masuk surga juga hadis2 ttg pujian pada para sahabat. Atau ada kesalahan dalam hal definisi sahabat? Apa mungkin ada kesalahan dlm definisi sahabat? Siapa yg mendefinisikan sahabat?
Sekarang tolong jawab pertanyaan berikut ini secara logis dan objektif:
1. Jika peristiwa itu benar2 terjadi dan tertulis dlm buku2 sejarah, apakah ulama kita khususnya yg ada di MUI tidak tahu? Atau para pakar sejarah Islam yg ada di Indonesia juga tdk tahu? Mengapa tidak diperkenalkan kepada umat Islam khususnya di masyarakat santri dan kampus?
2. Siapakah yg mendidik para sahabat Nabi saw? Jika memang benar begitu fakta sejarah, mengapa Nabi saw membiarkan gejalanya dari awal? Mengapa Nabi saw justru menikahi Aisyah puteri Abu Bakar dan Habshah puteri Umar bin Khottob? Bukankah wanita yg dinikahi Nabi saw adalah wanita mulia, dan mertuanya juga mulia? Jika anda mengatakan mereka tidak mulia, apa dasarnya? Mana mungkin Nabi saw menikahi perempuan yg tidak mulia, dan mertuanya tidak mulia? Mana mungkin Nabi saw sebagai guru dan pendidik yg paling profesional gagal mendidik isteri dan sahabatnya? Tolong jawab yg logis ya!
Sekarang tolong jawab pertanyaan berikut ini secara logis dan objektif:
1. Jika peristiwa itu benar2 terjadi dan tertulis dlm buku2 sejarah, apakah ulama kita khususnya yg ada di MUI tidak tahu? Atau para pakar sejarah Islam yg ada di Indonesia juga tdk tahu? Mengapa tidak diperkenalkan kepada umat Islam khususnya di masyarakat santri dan kampus?
2. Siapakah yg mendidik para sahabat Nabi saw? Jika memang benar begitu fakta sejarah, mengapa Nabi saw membiarkan gejalanya dari awal? Mengapa Nabi saw justru menikahi Aisyah puteri Abu Bakar dan Habshah puteri Umar bin Khottob? Bukankah wanita yg dinikahi Nabi saw adalah wanita mulia, dan mertuanya juga mulia? Jika anda mengatakan mereka tidak mulia, apa dasarnya? Mana mungkin Nabi saw menikahi perempuan yg tidak mulia, dan mertuanya tidak mulia? Mana mungkin Nabi saw sebagai guru dan pendidik yg paling profesional gagal mendidik isteri dan sahabatnya? Tolong jawab yg logis ya!
Dimas Rudy Aryoko menulispada 19 Maret 2009 jam 18:24
Salam ,
Mereka ( MUI ) dan ratusan Ulama sangat tau hal itu .... , tapi Politis pak , jika hal itu di blow up maka otomatis figur sosok si fulan bin fulan yang telah terlebih dahulu di agungkan dan di dewakan akan rontok dan sirna.
Dengan dalih menjaga persatuan mereka menyembunyikan data -data tersebut kepada umat sepanjang jaman , hanya bagi mereka yang memiliki daya nalar , kritis dan di beri hidayah akan dapat membaca dan memahaminya kelak ?
Sejarah di putar balikkan oleh penguasa saat itu , dan itu berlaku di setiap jaman adanya .
Jika bapak mau mengkaji bukhori , di sana ada bab Telaga yang mana Semua Ulama di dunia tau termasuk MUI , tetapi mereka memarginalkan isi nya kepada umat .
Di dalam bab telaga adalah kontroversi dengan hadist 10 sahabat masuk surga yang hanya di rawikan oleh satu orang dan tidak dimasukkan bukhori dan muslim di dalam sahihnya.
Tapi yang satu itu di blow up lebih shahih di banding dengan bab telaga yang isinya lebih dari 4 perawi ( sahabat ) , dan masuk kreteria Shahih oleh Bukhori dan Muslim adanya.
Wass
DRA
Mereka ( MUI ) dan ratusan Ulama sangat tau hal itu .... , tapi Politis pak , jika hal itu di blow up maka otomatis figur sosok si fulan bin fulan yang telah terlebih dahulu di agungkan dan di dewakan akan rontok dan sirna.
Dengan dalih menjaga persatuan mereka menyembunyikan data -data tersebut kepada umat sepanjang jaman , hanya bagi mereka yang memiliki daya nalar , kritis dan di beri hidayah akan dapat membaca dan memahaminya kelak ?
Sejarah di putar balikkan oleh penguasa saat itu , dan itu berlaku di setiap jaman adanya .
Jika bapak mau mengkaji bukhori , di sana ada bab Telaga yang mana Semua Ulama di dunia tau termasuk MUI , tetapi mereka memarginalkan isi nya kepada umat .
Di dalam bab telaga adalah kontroversi dengan hadist 10 sahabat masuk surga yang hanya di rawikan oleh satu orang dan tidak dimasukkan bukhori dan muslim di dalam sahihnya.
Tapi yang satu itu di blow up lebih shahih di banding dengan bab telaga yang isinya lebih dari 4 perawi ( sahabat ) , dan masuk kreteria Shahih oleh Bukhori dan Muslim adanya.
Wass
DRA
Dimas Rudy Aryoko menulispada 19 Maret 2009 jam 18:34
Ke dua , mengapa Rosul menikahi si fulan dan fulan ...mengapa bersahabat dengan fulan dan fulan ?
Jawabnya : Rosul di utus untuk menyempurnakan Akhlak manusia dan jin , tidak tertutup siapa dia sebelumnya , itulah tugas utama di Utus Beliau AS.
Bukankan setiap manusia dan jin itu di uji dari mulai lahir hingga wafat ? dan bukankan banyak contoh dimana anak Nabi sendiri bekhianat terhadap ajaran bapaknya ( Adam dan Nuh ) AS , kita lihat sendiri Al-quran bercerita bahwa anak-anak mereka saling menganiaya , membunuh saudaranya , mengacuhkan dan mendurhakai ajaran ayah dan suaminya ......., apakah bisa dibilang Nuh AS salah memilih istri saat itu ? tidak berdoa untuk mendapatkan anak yg sholeh saat itu ? .......
Hidup ada ujian , dan setiap yang hidup pasti di uji ......
Ke imanan manusia naik dan turun , sebagian sahabat ada yang stabil keimanannya ada yang turun setelah nabi / Rosulnya wafat ......pola-pola berkhianat dan merubah ajaran nabinya saat Nabi mereka telah wafat adalah pola dari jaman Adam hingga Isa AS ......, tetapi saat Rosululloh di utus ke dunia , Allah SWT telah mengetahui pola itu , sehingga di kuatkan dengan Ayat : Kami yang menjaga Al-quran itu , tidak ada perubahan di dalamnya.
Lalu gimana dong , Al-qurannya di state dengan sertifikasi tidak bisa di ubah / dibiaskan ( macam ) Zabur, Taurat dan Injil ??? .....yaa mereka merubah Hadist ............oleh karena itu hadist harus di kritisi , apa-apa yang bertentangan dengan Pribadi yang Agung dan bertentangan dengan Al-quran harus di tolak.
Kembali kepada apakah Rosul salah memilih Istri / sahabat ?
Jawab : tidak , justru Rosul ingin memperbaiki semua umatnya masuk kedalam Surga kelak ........, ujian sahabat dan istri Rosul tidak sama derajadnya dibanding dengan Ujian manusia bermaqom rendah ( misalnya ada duit Rp. 1 juta di jalan ) seorang Haji yang SHoleh akan mengembalikan yang bukan Haqnya ........, untuk maqom Shaabat dan Istri nabi ....juga begitu , ujiannya lebih besar dan berat .......
Kenyataannya ...banyak dari mereka gagal.......adanya .
Hal ini yang mau di hide / di tutupi dengan segala cara oleh sementara oknum .
Insya Allah wacana dari seorang bodoh dan dungu ini bisa membuka sedikit tabir hitam yang sengaja di hitamkan dari cahaya Rosululloh SAWW kepada Umat.
Monggo di pun cek dan cross cek adanya.
Wass
DRA
Jawabnya : Rosul di utus untuk menyempurnakan Akhlak manusia dan jin , tidak tertutup siapa dia sebelumnya , itulah tugas utama di Utus Beliau AS.
Bukankan setiap manusia dan jin itu di uji dari mulai lahir hingga wafat ? dan bukankan banyak contoh dimana anak Nabi sendiri bekhianat terhadap ajaran bapaknya ( Adam dan Nuh ) AS , kita lihat sendiri Al-quran bercerita bahwa anak-anak mereka saling menganiaya , membunuh saudaranya , mengacuhkan dan mendurhakai ajaran ayah dan suaminya ......., apakah bisa dibilang Nuh AS salah memilih istri saat itu ? tidak berdoa untuk mendapatkan anak yg sholeh saat itu ? .......
Hidup ada ujian , dan setiap yang hidup pasti di uji ......
Ke imanan manusia naik dan turun , sebagian sahabat ada yang stabil keimanannya ada yang turun setelah nabi / Rosulnya wafat ......pola-pola berkhianat dan merubah ajaran nabinya saat Nabi mereka telah wafat adalah pola dari jaman Adam hingga Isa AS ......, tetapi saat Rosululloh di utus ke dunia , Allah SWT telah mengetahui pola itu , sehingga di kuatkan dengan Ayat : Kami yang menjaga Al-quran itu , tidak ada perubahan di dalamnya.
Lalu gimana dong , Al-qurannya di state dengan sertifikasi tidak bisa di ubah / dibiaskan ( macam ) Zabur, Taurat dan Injil ??? .....yaa mereka merubah Hadist ............oleh karena itu hadist harus di kritisi , apa-apa yang bertentangan dengan Pribadi yang Agung dan bertentangan dengan Al-quran harus di tolak.
Kembali kepada apakah Rosul salah memilih Istri / sahabat ?
Jawab : tidak , justru Rosul ingin memperbaiki semua umatnya masuk kedalam Surga kelak ........, ujian sahabat dan istri Rosul tidak sama derajadnya dibanding dengan Ujian manusia bermaqom rendah ( misalnya ada duit Rp. 1 juta di jalan ) seorang Haji yang SHoleh akan mengembalikan yang bukan Haqnya ........, untuk maqom Shaabat dan Istri nabi ....juga begitu , ujiannya lebih besar dan berat .......
Kenyataannya ...banyak dari mereka gagal.......adanya .
Hal ini yang mau di hide / di tutupi dengan segala cara oleh sementara oknum .
Insya Allah wacana dari seorang bodoh dan dungu ini bisa membuka sedikit tabir hitam yang sengaja di hitamkan dari cahaya Rosululloh SAWW kepada Umat.
Monggo di pun cek dan cross cek adanya.
Wass
DRA
Andri Mutiar membalas kiriman NURMANSYAH pada 20 Maret 2009 jam 0:02
saya masih meragukan informasi ini......sepengetahuan saya...sahabat Rasulullah banyak tidak hanya 10......dan mereka itu taat, menghormati dan sangat menyayangi Rasulullah...
Uliex Unik menulispada 30 Maret 2009 jam 10:12
Terima Kasih untuk Pak Nurman utk dan mau membaca Argumen logis Fakta Sejarah.. tapi mohon jangan dulu mengeluarkan komen dan argumen sebelum anda membaca referensi sejarah.. tapi hanya menerima apa yg ada secara turun menerun dari moyang anda.
Umar Surabaya menulispada 31 Maret 2009 jam 3:58
Kita jangan terjebak dalam perbuatan bid'ah. Yg diperintahkan mengikuti Al-Qur'an dan sunnah serta salaf yg soleh. Ingin merujuk pada dalil2 nash dan pendapat2 salaf, klik disini:http://salafyindonesia.wor
http://abusalafy.wordpress
http://salafytobat.wordpre
Fahri Haidar menulispada 31 Maret 2009 jam 14:38
Mas Umar....
Saya bingung....bid'ah dimananya....?
Kalau kita coba mengangkat kembali sejarah seputar meninggalnya Rasulullah saww, apa salahnya...? Karena umat Islam harus tahu sejarah Perjalanan & perjuangan Rasulnya dari lahir sampai beliau saww meninggal. Kok disebut bid'ah...?
Pemerintah Saudi membiarkan tempat kelahiran Nabi yang mulia penuh dengan coretan, dan yang lebih parah lagi...di buku yang pernah saya baca, tulisan Almarhum O.Hashem, tempat kelahiran Rasul saww yang sekarang menjadi perpustakaan yang selalu terkunci tersebut, pernah dijadikan kandang onta...Naudzubillah. Rumah Sayyidah Khadijah tempat Rasul saww tinggal yang di tempat itu turun sebagian besar wahyu, oleh Pemerintahan Saudi di buldoser hingga rata dengan tanah.Dan yang belum lama terjadi, para pecinta Rasulullah saww yang hendak berziarah ke makamnya di Madinah dipukuli dan ditangkapi oleh polisi agama Saudi.
Pemerintah Saudi berdalih agar tempat2 tersebut tidak dijadikan tempat bid'ah dan syirik oleh para jamaah haji yg datang.
Apakah menghormati tempat2 bersejarah Islam merupakan bid'ah...?
Apakah mencintai Nabi saww dengan berziarah ke makamnya merupakan tindakan syirik...?
Saya ngga habis pikir, justru yang saya lihat dri fenomena tersebut ada upaya sistematis untuk mengikis kecintaan umat Islam terhadap Rasul saww, dengan menggunakan berbagai dalih seperti bid'ah atau syirik.
Jadi...pesan saya...jangan gampang menuduh orang bid'ah....
wass...
Saya bingung....bid'ah dimananya....?
Kalau kita coba mengangkat kembali sejarah seputar meninggalnya Rasulullah saww, apa salahnya...? Karena umat Islam harus tahu sejarah Perjalanan & perjuangan Rasulnya dari lahir sampai beliau saww meninggal. Kok disebut bid'ah...?
Pemerintah Saudi membiarkan tempat kelahiran Nabi yang mulia penuh dengan coretan, dan yang lebih parah lagi...di buku yang pernah saya baca, tulisan Almarhum O.Hashem, tempat kelahiran Rasul saww yang sekarang menjadi perpustakaan yang selalu terkunci tersebut, pernah dijadikan kandang onta...Naudzubillah. Rumah Sayyidah Khadijah tempat Rasul saww tinggal yang di tempat itu turun sebagian besar wahyu, oleh Pemerintahan Saudi di buldoser hingga rata dengan tanah.Dan yang belum lama terjadi, para pecinta Rasulullah saww yang hendak berziarah ke makamnya di Madinah dipukuli dan ditangkapi oleh polisi agama Saudi.
Pemerintah Saudi berdalih agar tempat2 tersebut tidak dijadikan tempat bid'ah dan syirik oleh para jamaah haji yg datang.
Apakah menghormati tempat2 bersejarah Islam merupakan bid'ah...?
Apakah mencintai Nabi saww dengan berziarah ke makamnya merupakan tindakan syirik...?
Saya ngga habis pikir, justru yang saya lihat dri fenomena tersebut ada upaya sistematis untuk mengikis kecintaan umat Islam terhadap Rasul saww, dengan menggunakan berbagai dalih seperti bid'ah atau syirik.
Jadi...pesan saya...jangan gampang menuduh orang bid'ah....
wass...
Umar Surabaya menulispada 01 April 2009 jam 3:25
Utk mengetahui Bid'ah atau tidaknya anda harus belajar lebih dalam ttg Islam berdasarkan Al-Qur'an dan sunnah. Kemudian pelajari buku2 ulama2 salaf yg cemerlang dan hati2 terhadap soal2 bid'ah.
Karena memahami soal kepemimpin Islam itu harus jelas dasar nashnya, tidak boleh berdasarkan ra'yu dan hawa nafsu.
Karena memahami soal kepemimpin Islam itu harus jelas dasar nashnya, tidak boleh berdasarkan ra'yu dan hawa nafsu.
Umar Bin Khottob menulispada 01 April 2009 jam 3:33
Memang sebagian umat Islam banyak yg tenggelam dalam Bid'ah. Itu akibat tidak kembali pada Al-Qur'an dan sunnah. Terlalu mengandalkan pikiran dipengarui oleh hawa nafsu. Padahal kalau mau kembali pada Qur'an dan sunnah serta ulama salaf, tentu Islam ini akan jaya.
Sekarang ini umat Islam sdh terjebak ke dlm firqah2 yg sesat. Munggunakan dalil2 hadis yg dhaif dan maudhu'. Makanya Kl mau belajar hadis itu harus merujuk pada ulama salaf yg hati2 thd hadis dhoif dan maudhu'.
Sekarang ini umat Islam sdh terjebak ke dlm firqah2 yg sesat. Munggunakan dalil2 hadis yg dhaif dan maudhu'. Makanya Kl mau belajar hadis itu harus merujuk pada ulama salaf yg hati2 thd hadis dhoif dan maudhu'.
Ifadah Amalia menulispada 01 April 2009 jam 11:11
Untuk pak Umar
Saya yakin anda tdk paham apa itu Bid'ah. kalaupun tahu itupun salah mendefinisikan Bid'ah, sehingga anda sendiri bingung ttg bid'ah itu sendiri. Janganlah anda mengulang2 persoalan yg sbnrnya anda sendiri tak paham ttgnya. Definisi bid'ah di kalangan anda sendiri blm tuntas, masih bermacam2 definisinya. Coba sekarang definisikan dengan definisi yg benar.
Saya yakin anda tdk paham apa itu Bid'ah. kalaupun tahu itupun salah mendefinisikan Bid'ah, sehingga anda sendiri bingung ttg bid'ah itu sendiri. Janganlah anda mengulang2 persoalan yg sbnrnya anda sendiri tak paham ttgnya. Definisi bid'ah di kalangan anda sendiri blm tuntas, masih bermacam2 definisinya. Coba sekarang definisikan dengan definisi yg benar.
Syahru Rizal menulispada 01 April 2009 jam 13:12
kayanya dua .....umar ini reinkarnasi dari umar masa lampau ...yg selalu merasa lebih pintar dan lebih tau dari... Rasullah saw...sehingga ketika menjelang nabi wafat dan hendak menuliskan wasiat dicegah oleh UMAR...ini dicatat di kitab hadits sahih Bukhari ,kitab al-ïlm udah baca belum???? Anda katakan pakai sunnah,sedangkan kata UMAR cukuplah bagi kami Kitab Allah
Jadi yang dipakai sebagai landasan anda, sunnah Rasul apa sunnah UMAR ...dan kitab hadits yg anda baca kitab BUKHARI MUSLIM atau NON MUSLIM....HE..HE..HE... [ NAÚDZUBILLAH MIN ZALIK 3x....] Laknatullah...Laknatullah...Laknatullah....!!!!!
Jadi yang dipakai sebagai landasan anda, sunnah Rasul apa sunnah UMAR ...dan kitab hadits yg anda baca kitab BUKHARI MUSLIM atau NON MUSLIM....HE..HE..HE... [ NAÚDZUBILLAH MIN ZALIK 3x....] Laknatullah...Laknatullah.
Umar Bin Khottob menulispada 01 April 2009 jam 21:55
Nah, ini dia pak Syahru mau ngada2 lagi. Siapa yg mau nulis wasiat itu. Apakah anda blm tahu bhw Nabi saw itu ummi. Siapa yg mau nulis wasiat? Nabi saw atau org lain?
Para sahabat itu murid2 Nabi saw, apalagi sahabat2 pilihan seperti Khulafaur Rasyidin. Anda jangan ngarang sendiri. Kalau gak ada sunnah Nabi saw, lalu apa yg akan anda buat rujukan? ya sunnah Nabi saw yg diteruskan oleh sahabat2nya. Apakah anda akan meniadakan jasa sahabat2 Nabi saw? Mungkinkah Nabi saw berjuang sendirian tanpa sahabat2nya
Nama yang sedang anda rendahkan itu adalah sahabat Nabi saw sekaligus mertuanya. Benar atau salah? Nikah dg Hafshah itu Nabi saw tdk ada yg maksa, itu pilihan Nabi saw. Apakah pilihan Nabi saw itu jelek atau tdk sempurna? Nabi saw tdk akan salah pilih, dan pilihannya jelas sempurna.
Benar atau tidak?
Para sahabat itu murid2 Nabi saw, apalagi sahabat2 pilihan seperti Khulafaur Rasyidin. Anda jangan ngarang sendiri. Kalau gak ada sunnah Nabi saw, lalu apa yg akan anda buat rujukan? ya sunnah Nabi saw yg diteruskan oleh sahabat2nya. Apakah anda akan meniadakan jasa sahabat2 Nabi saw? Mungkinkah Nabi saw berjuang sendirian tanpa sahabat2nya
Nama yang sedang anda rendahkan itu adalah sahabat Nabi saw sekaligus mertuanya. Benar atau salah? Nikah dg Hafshah itu Nabi saw tdk ada yg maksa, itu pilihan Nabi saw. Apakah pilihan Nabi saw itu jelek atau tdk sempurna? Nabi saw tdk akan salah pilih, dan pilihannya jelas sempurna.
Benar atau tidak?
Abdul Malik Karim menulispada 01 April 2009 jam 22:52
Mengapa wafat Rasulullah saw tidak diperingati?
pertanyaan yang mengundang penasaran, dan menurut saya tidak mestinya dipertanyakan.
jika anda memang ingin mempertanyakan, khususnya kaum syi'ah, tanyakan dulu pada 12 imam anda yang maksum,
bertanya pada 11 imam bukan bertanya pada mereka langsung, karena memang mereka telah tiada, tapi siapa tahu ada yang bisa bertemu dengan imam ke 12 yang katanya bersembunyi
para imam syi'ah adalah manusia suci pengemban amanat risalah kenabian, dan penjaga agama ini dari perubahan. jika memang perbuatan memperingati wafat Nabi saw adalah sebuah kebaikan, sudah tentu mereka telah mengajarkannya pada umat, apalagi imam memuat "update" bagi syareat Islam,
tidak mungkin para imam tidak mengetahui sebuah kebaikan, lalu menyembunyikan dari umat, dari syi'ahnya.
atau jangan-jangan para imam lupa memberitahukan? tidak mungkin, karena imam memang terbebas dari lupa dan salah,
apakah para imam menyembunyikan kebenaran? tentunya juga tidak, imam maksum tidak mungkin menyembunyikan kebenaran. juga para imam bukan pengkhianat..
lalu?????
pertanyaan yang mengundang penasaran, dan menurut saya tidak mestinya dipertanyakan.
jika anda memang ingin mempertanyakan, khususnya kaum syi'ah, tanyakan dulu pada 12 imam anda yang maksum,
bertanya pada 11 imam bukan bertanya pada mereka langsung, karena memang mereka telah tiada, tapi siapa tahu ada yang bisa bertemu dengan imam ke 12 yang katanya bersembunyi
para imam syi'ah adalah manusia suci pengemban amanat risalah kenabian, dan penjaga agama ini dari perubahan. jika memang perbuatan memperingati wafat Nabi saw adalah sebuah kebaikan, sudah tentu mereka telah mengajarkannya pada umat, apalagi imam memuat "update" bagi syareat Islam,
tidak mungkin para imam tidak mengetahui sebuah kebaikan, lalu menyembunyikan dari umat, dari syi'ahnya.
atau jangan-jangan para imam lupa memberitahukan? tidak mungkin, karena imam memang terbebas dari lupa dan salah,
apakah para imam menyembunyikan kebenaran? tentunya juga tidak, imam maksum tidak mungkin menyembunyikan kebenaran. juga para imam bukan pengkhianat..
lalu?????
Abdul Malik Karim membalas kiriman Irhampada 01 April 2009 jam 22:54
menurut anda siapa yang membunuh Nabi?
Abdul Malik Karim menulispada 01 April 2009 jam 22:57
Mengenai Nabi yang meminta menulis wasiat,
kita layak mempertanyakan, mengapa Nabi mengikuti Umar? mengapa Ali yang mestinya ada di situ juga taat pada Umar?
Apakah Nabi takut pada Umar?
atau ada alasan lain Nabi tidak jadi menulis wasiatnya itu?
coba pikir baik-baik..
saya kira lebih baik untuk topik penulisan wasiat nabi bisa didiskusikan di topik baru.
kita layak mempertanyakan, mengapa Nabi mengikuti Umar? mengapa Ali yang mestinya ada di situ juga taat pada Umar?
Apakah Nabi takut pada Umar?
atau ada alasan lain Nabi tidak jadi menulis wasiatnya itu?
coba pikir baik-baik..
saya kira lebih baik untuk topik penulisan wasiat nabi bisa didiskusikan di topik baru.
Abdul Malik Karim membalas kiriman Syahrupada 01 April 2009 jam 22:59
Rasulullah saja mengikuti Umar, tapi anda marah pada Umar,
mana yang lebih layak saya percaya? anda atau Rasulullah?
jika orang yang anda laknat ternyata tidak layak dilaknat, laknat itu akan kembali pada anda
laknat yang diulang tiga kali adalah ciri orang yang mengedepankan emosi tanpa mau susah payah berpikir!
mana yang lebih layak saya percaya? anda atau Rasulullah?
jika orang yang anda laknat ternyata tidak layak dilaknat, laknat itu akan kembali pada anda
laknat yang diulang tiga kali adalah ciri orang yang mengedepankan emosi tanpa mau susah payah berpikir!
Abdul Malik Karim membalas kiriman Hajipada 01 April 2009 jam 23:00
jadi tidak perlu lagi berpikir dan menggunakan logika dan dalil kalo sudah cinta
bukan begitu?
bukan begitu?
Ifadah Amalia menulispada 02 April 2009 jam 3:19
Pak Abdul malik
Kalau Nabi saw tdk jadi menulis wasiat hanya krn Umar. Wah mana mungkin Nabi saw dan Imam Ali (as) takut sama Umar. Umar kan bukan pemberani yg sebnrnya, hanya berani di mulut,alias pengecut. Coba tunjukkan buktinya kalau dia pernah jadi panglima perang. Dia penakut, takut dg kilatan pedang. Baca saja waktu perang khaibar.
Apa benar Nabi saw tdk jadi menulis wasiat? anda jawab dulu
Logika anda terbalik Nabi saw mengikuti Umar. Memangnya Nabi saw takut sama umar? Buktinya diusir oleh Rasulullah saw dari ruangan.
Memang ngelayanin logika pak Abdul Malik tak perlu yg berat2, yg ringan2 saja. Karena dia juga logikanya ringan. Coba dong gunakan logika yg jitu2.
Anda nyuruh org2 syiah nanya pada Imam yg sdh wafat. anda bisa gak nanya atau berhubungan dg kakek anda yg sdh meninggal. Dengan jin saja anda tdk bisa berhubungan apalgi dg org mati. Jangan2 takut lalu kabur dari kuburan. Kalau anda sendiri tdk bisa, jangan maksa org lain harus bisa. Itu namanya anda menggunakan argumen yg tak logis.
Yang logis dong argumennya spy bagus diskusi ini. Bicara cinta! Anda sendiri tdk paham apa cinta itu?
Kembali pada topik. Apakah anda termasuk org yg memperingati maulid Nabi saw atau tidak? Jika anda membid'ahkan peringatan maulid Nabi saw, maka selesailah diskusi ini dg anda. Jika anda termasuk memperingati maulid, mengapa tidak juga memperingati wafatnya?
Kalau Nabi saw tdk jadi menulis wasiat hanya krn Umar. Wah mana mungkin Nabi saw dan Imam Ali (as) takut sama Umar. Umar kan bukan pemberani yg sebnrnya, hanya berani di mulut,alias pengecut. Coba tunjukkan buktinya kalau dia pernah jadi panglima perang. Dia penakut, takut dg kilatan pedang. Baca saja waktu perang khaibar.
Apa benar Nabi saw tdk jadi menulis wasiat? anda jawab dulu
Logika anda terbalik Nabi saw mengikuti Umar. Memangnya Nabi saw takut sama umar? Buktinya diusir oleh Rasulullah saw dari ruangan.
Memang ngelayanin logika pak Abdul Malik tak perlu yg berat2, yg ringan2 saja. Karena dia juga logikanya ringan. Coba dong gunakan logika yg jitu2.
Anda nyuruh org2 syiah nanya pada Imam yg sdh wafat. anda bisa gak nanya atau berhubungan dg kakek anda yg sdh meninggal. Dengan jin saja anda tdk bisa berhubungan apalgi dg org mati. Jangan2 takut lalu kabur dari kuburan. Kalau anda sendiri tdk bisa, jangan maksa org lain harus bisa. Itu namanya anda menggunakan argumen yg tak logis.
Yang logis dong argumennya spy bagus diskusi ini. Bicara cinta! Anda sendiri tdk paham apa cinta itu?
Kembali pada topik. Apakah anda termasuk org yg memperingati maulid Nabi saw atau tidak? Jika anda membid'ahkan peringatan maulid Nabi saw, maka selesailah diskusi ini dg anda. Jika anda termasuk memperingati maulid, mengapa tidak juga memperingati wafatnya?
Nurmansyah E Tanjung menulispada 02 April 2009 jam 3:25
Pertanyaan pak abdul malik tak perlu dilayani, karena pertanyaan dan pernyataannya seperti anak dibawah umur, alias ngawur dan astul (asal tulis). Yg bobot dong argumennya, kita ini perlu sharing informasi yg berbobot, bukan astul.
Nurmansyah E Tanjung menulispada 02 April 2009 jam 3:27
Saya perhatikan tulisan2 pak abdul malik sepertinya bukan sunni, bukan syiah, juga bukan wahabi/salafi. Jangan2 pengikut mazhab jin.
Muhammad Shadiq membalas kiriman Abdul Malikpada 02 April 2009 jam 15:36
P.Abdul Malik; Di jaman transformasi begini masih belum tau gmn tradisi kaum syi'ah menghidupkan nilai-nilai agamanya..., kalau belum mengetahui sesuatu jangan koar-koar deh.., nanti ketahuan bodohnya apalagi kalau gak menyadari kebodohannya bisa dibilang bodoh kwadrat kan...??!
Perlu diketahui disini bahwa perayaan dan peringatan Kelahiran juga kesyahidan Nabi dan para Imam sepanjang sejarah syi'ah adalah sudah menjadi tradisi yang mengakar dengan falsafah penguatan iman dan peningkatan semangat loyalitas kepada mereka.
Gak ada yang tersembunyi dari para Imam tentang tradisi ini, bahkan dalam kategori sebagaimana dalam ucapan Imam Baqir as: "Man ahya amrona kana ma'ana fil jannah" ( barang siapa menghidupkan urusan-urusan agama kami, maka dia bersama kami di surga) . sebab dengan tradisi ini ummat akan senantiasa hidup bahkan bisa lebih hidup, dan sebagi momentum untuk menguak bagaimana memahami lebih nilai-nilai ajarannya.
Perlu diketahui disini bahwa perayaan dan peringatan Kelahiran juga kesyahidan Nabi dan para Imam sepanjang sejarah syi'ah adalah sudah menjadi tradisi yang mengakar dengan falsafah penguatan iman dan peningkatan semangat loyalitas kepada mereka.
Gak ada yang tersembunyi dari para Imam tentang tradisi ini, bahkan dalam kategori sebagaimana dalam ucapan Imam Baqir as: "Man ahya amrona kana ma'ana fil jannah" ( barang siapa menghidupkan urusan-urusan agama kami, maka dia bersama kami di surga) . sebab dengan tradisi ini ummat akan senantiasa hidup bahkan bisa lebih hidup, dan sebagi momentum untuk menguak bagaimana memahami lebih nilai-nilai ajarannya.
Umar Bin Khottob menulispada 02 April 2009 jam 16:16
Yang sdh umum saja dilakukan oleh kaum muslimin yaitu Maulid Nabi saw dinyatakan bid'ah oleh ulama salaf. Apalagi yg tdk umum, masih kontra. Itu jelas mereka membid'ahkan. Dan buktinya Nabi saw tdk pernah mencontohkan dan tdk menyuruh memperingati wafatnya. Ada perintah dari Nabi saw? tentu anda tak akan menemukan perintahnya. Kalian ngerti atau tidak kl bid'ah itu sesat?
Muhammad Shadiq menulispada 02 April 2009 jam 16:26
Tentang urungnya Nabi menulis wasiat, bukan alasan bahwa umar lebih ngerti kondisi ummat pasca kenabian ... (emangnya Nabi lebih bodoh dari Umar), tak tertulisnya wasiatpun masalahnya sudah jelas bahwa Ali Washi dan Khalifahnya setelah kenabiannya, tidakkah anda baca sejarah asbab nuzul ayat "Wa andzir asyiratakal aqrabin", tidakkah anda simak sejarah perang tabuk yang akhirnya muncul hadits Anta minni bimanzilati haruna min Musa illa anna la Nabiya ba'di", tidakkah anda baca sejarah tragedi di Gadir Khum sepulang Nabi dr haji wada'....
Keberanian Ali tak sebanding dengan kepengecutan Umar, yang konon Umar pemberani syahdan kalau bunyi terompahnya aja di takuti oleh syetan yang kebirit -birit bila mendengarnya..., tidakkah umar penakut dan pengecut tidak menjawab tantangan Amr bin Wud saat perang Khandak, tidakkah umar lari dari kancah peperangan Uhud, tidakkah umar gagal merebut Khaibar, dan tidakkah Umar mbelot dari perang Mu'tah, mana keberanian Umar...., dan tidakkah Umar menyatakan "Lau la Ali lahalaka Umar"....
Keberanian Ali tak sebanding dengan kepengecutan Umar, yang konon Umar pemberani syahdan kalau bunyi terompahnya aja di takuti oleh syetan yang kebirit -birit bila mendengarnya..., tidakkah umar penakut dan pengecut tidak menjawab tantangan Amr bin Wud saat perang Khandak, tidakkah umar lari dari kancah peperangan Uhud, tidakkah umar gagal merebut Khaibar, dan tidakkah Umar mbelot dari perang Mu'tah, mana keberanian Umar...., dan tidakkah Umar menyatakan "Lau la Ali lahalaka Umar"....
Muhammad Shadiq membalas kiriman Umarpada 02 April 2009 jam 16:36
P. Umar Bin Khattab, Anda belum mendifinisikan dengan utuh apa Bid'ah dalam diskusi kita, coba deh tulis disini biar jelas dan kita semua selamat dari Bid'ah yang sesat sebagaimana yang anda Klaim...!
Ifadah Amalia menulispada 02 April 2009 jam 16:40
Wah ... pak Umar ini mudah sekali mengklaim tanpa dasar. Jika anda beranggapan bahwa semua yg baru dan tidak dilakukan Nabi saw itu bid'ah, maka anda akan berkesimpulan pd alam yg sempit. Apakah di zaman Nabi saw ada perguruan tinggi, mobil dan lainnya? Apakah semua itu bid'ah?
Jawaban anda pasti ngelak, itu kan urusan dunia. Jika demikian, pikiran anda sekuler, memisahkan urusan dunia dari Islam. Memangnya Islam hanya ngurusi ibadah saja? Bukankah di dalam Al-Qur'an dan hadis Nabi saw lebih banyak kita jumpai soal2 keharusan ngurusi dunia? termasuk di dalamnya: politik, ekonomi, pendidikan, sosial budaya, dan lainnya. Dari pernyataan2 anda itu menunjukkan bahwa anda tidak paham ttg apa itu bid'ah, atau anda salah mendefinisikan bid'ah.
Orang seperti anda sering mengobral kata bid'ah dan ulama salaf, tuntaskan dulu ttg definisi bid'ah. Lalu siapa ulama salaf itu? kalau yg dimaksud salaf itu adalah Ahlul bait Nabi saw, itu baru banyak hadis2 Nabi saw yg menyuruh kita mengikuti mereka.
Jika yg anda maksudkan ulama salaf itu selain Ahlul bait (as), maka tak akan ada satupun hadis Nabi saw yg menunjukkan pada tujuan anda itu, kecuali hadis itu buatan penguasa saat itu.
Logikanya, mana mungkin Nabi saw memerintahkan umatnya mengikuti org2 yg zalim dan berlumuran dg dosa. Jika anda masih blm puas. Skrg tunjukkan nama2nya siapa ulama2 salaf yg anda maksudkan itu? yg kongkrit dong kl mau diskusi.
Jawaban anda pasti ngelak, itu kan urusan dunia. Jika demikian, pikiran anda sekuler, memisahkan urusan dunia dari Islam. Memangnya Islam hanya ngurusi ibadah saja? Bukankah di dalam Al-Qur'an dan hadis Nabi saw lebih banyak kita jumpai soal2 keharusan ngurusi dunia? termasuk di dalamnya: politik, ekonomi, pendidikan, sosial budaya, dan lainnya. Dari pernyataan2 anda itu menunjukkan bahwa anda tidak paham ttg apa itu bid'ah, atau anda salah mendefinisikan bid'ah.
Orang seperti anda sering mengobral kata bid'ah dan ulama salaf, tuntaskan dulu ttg definisi bid'ah. Lalu siapa ulama salaf itu? kalau yg dimaksud salaf itu adalah Ahlul bait Nabi saw, itu baru banyak hadis2 Nabi saw yg menyuruh kita mengikuti mereka.
Jika yg anda maksudkan ulama salaf itu selain Ahlul bait (as), maka tak akan ada satupun hadis Nabi saw yg menunjukkan pada tujuan anda itu, kecuali hadis itu buatan penguasa saat itu.
Logikanya, mana mungkin Nabi saw memerintahkan umatnya mengikuti org2 yg zalim dan berlumuran dg dosa. Jika anda masih blm puas. Skrg tunjukkan nama2nya siapa ulama2 salaf yg anda maksudkan itu? yg kongkrit dong kl mau diskusi.
Muhammad Baqiranwar menulispada 02 April 2009 jam 18:24
Mas UBK,
Anda selalu mau merujuk ke pada ulama salaf... Siapa itu ulama salaf? coba anda sebutkan org2nya... Jangan2 pentolan dan pengikutnya memusuhi dan memerangi Rasulullah saww dan keluarganya...
Pak UBK sebutkan nama2 mereka... Jangan2 naik pesawat terbang juga bid'ah krn tdk ada zaman Rasulullah...
Anda selalu mau merujuk ke pada ulama salaf... Siapa itu ulama salaf? coba anda sebutkan org2nya... Jangan2 pentolan dan pengikutnya memusuhi dan memerangi Rasulullah saww dan keluarganya...
Pak UBK sebutkan nama2 mereka... Jangan2 naik pesawat terbang juga bid'ah krn tdk ada zaman Rasulullah...
Muhammad Baqiranwar menulispada 02 April 2009 jam 18:42
Mas UBK,
Kalian para wahabi atau salaf itu justru sering memakai hadis daif.. Contohnya hadis mengikuti kitabulla dan sunna serta khulafarusidin itu jelas DAIF tapi masih aja dipakai...
Katanya org salaf UBK asli (sahabat Nabi saww) bukan UBK antum tau tafsir quraan... Tapi dia tdk tau hukum Tayamum... Ini bagaimana? katanya pntar.. Ana yakin kalau antum pakai akal dikit pasti lebih bintar dari UBK yg asli...
Kalian para wahabi atau salaf itu justru sering memakai hadis daif.. Contohnya hadis mengikuti kitabulla dan sunna serta khulafarusidin itu jelas DAIF tapi masih aja dipakai...
Katanya org salaf UBK asli (sahabat Nabi saww) bukan UBK antum tau tafsir quraan... Tapi dia tdk tau hukum Tayamum... Ini bagaimana? katanya pntar.. Ana yakin kalau antum pakai akal dikit pasti lebih bintar dari UBK yg asli...
Andi Aryono Adi Muthy menulispada 02 April 2009 jam 18:44
wah dah lama gak mengikuti diskusi ini ternyata ada beberapa temen2 diskusi yang menambah warna diskusi ini. selamat datang Pak Umar dan Pak Abdul, semoga dalam diskusi ini kita bukan memaksakan pendapat, tapi mencoba mencari kebenaran dengan mengungkapkan siapa atau meriwayatkan dengan jelas dalilnya dari mana, supaya dapat menjadi pembelajaran bagi anggota pasif diskusi ini.
saya yakin jika Pak Umar dan Pak Abdul punya niatan yang baik dalam diskusi ini, akan membuat rangkaian kata indah dalam diskusi ini dengan pertanyaan, pernyataan dan logika-logika yang jitu.
semenjak saya mengikuti diskusi ini, selalu menarik, selalu merujuk dengan jelas siapa dan apa dalilnya. dan jika berlogika ataupun beragumentasi seperti yang sering dilakukan Pak Nurman, selalu logika-logika yang jitu dan menarik minat untuk mencari tau.
peserta diskusi yang terhormat, supaya diskusi ini tetap menjadi diskusi yang menarik dan sesuai dengan judul awal yang kita angkat, sebaiknya tema-tema yang tidak berkaitan dengan judul, tidak kita bahas tapi kita angkat menjadi judul yang baru.
saya yakin jika Pak Umar dan Pak Abdul punya niatan yang baik dalam diskusi ini, akan membuat rangkaian kata indah dalam diskusi ini dengan pertanyaan, pernyataan dan logika-logika yang jitu.
semenjak saya mengikuti diskusi ini, selalu menarik, selalu merujuk dengan jelas siapa dan apa dalilnya. dan jika berlogika ataupun beragumentasi seperti yang sering dilakukan Pak Nurman, selalu logika-logika yang jitu dan menarik minat untuk mencari tau.
peserta diskusi yang terhormat, supaya diskusi ini tetap menjadi diskusi yang menarik dan sesuai dengan judul awal yang kita angkat, sebaiknya tema-tema yang tidak berkaitan dengan judul, tidak kita bahas tapi kita angkat menjadi judul yang baru.
Tommy Syah Rian menulispada 02 April 2009 jam 20:48
salam,
bpk ibu peserta diskusi, berikut ada sekelumit cerita sejarah yang ketika membacanya membuat mata ini tidak henti-hentinya mengeluarkan air mata..
Pengebumian Rasul
Jasad Rasul Islam telah dimandikan pada hari selasa. Hanya enam orang yang hadir pada pengurusan jenazah baginda. Mereka adalah:
Ali ibn Abi Talib
Abbas ibn Abdul Muttalib
Fadhl ibn Abbas
Qathm ibn Abbas
Usama bin Zayd bin Haritha
Aus bin Khuli Ansari
Usama, Jeneral ekspedisi ke Syria, berada di Jorf, masih menunggu para sahabat. Sebahagian dari mereka menghantar berita kepada beliau bahawa baginda telah meninggal dunia, dan beliau perlu kembali ke Medina. Beliau kembali dan sejurus kemudian ketuanya wafat.
Ali mandikan jasad baginda dan Usama menjiruskan air. Apabila jasad baginda telah dimandikan, Ali mengkafankan, dan melakukan solat jenazah untuk baginda. Kemudian beliau keluar ke masjid dan memberitahu Muslim yang berada disana untuk masuk kebilik baginda dan lakukan solat jenazah. Banu Hashim adalah yang pertama untuk melakukan solat, kemudian Muhajireen dan diikuti oleh Ansar, yang melakukan tanggong jawab mereka.
Di Medina, terdapat dua orang penggali kubur. Mereka adalah Abu Obaida bin al-Jarrah dan Abu Talha Zayd bin Sahl. Mereka telah dipanggil tetapi hanya seorang, Abu Talha Zayd bin Sahl yang datang. Dia menggali kubur, dan Ali masuk kedalam untuk meratakannya. Beliau kemudian perlahan-lahan mengangkat jenazah baginda dan meletakkannya kedalam kubur, dibantu oleh bapa saudara dan sepupunya. Kubur itu kemudian ditutup dengan tanah, dan Ali menyiraminya dengan Air.
Apabila Ali dan ahli dari Banu Hashim sedang sibuk menguruskan jenazah Rasul Islam, Abu Bakr, Umar, Abu Obaida bin al-Jarrah, dan sebahagian yang lain sedang sibuk di Saqifa membuat tuntutan terhadap kedudukan khalifa. Abu Bakr, akhirnya menjadi calon yang berjaya. Apabila dia telah menerima bai’ah dari Ansar di Saqifa, dia dan rakan-rakannya kembali ke masjid Rasul. Dia kemudian naik ke mimbar Rasul dan menerima bai’ah dari manusia yang lain. Pada hari Isnin dan sepanjang hari Selasa, manusia datang ke masjid untuk memberi bai’ah, taat setia kepadanya. Bai’ah selesai pada hari selasa malamnya, dan hanya di hari Rabu khalifa yang baru dilantik mempunyai masa untuk mengalihkan pandangannya kepada ketuanya, Rasul Allah yang telah wafat, dan mengerjakan solat jenazah pada perkuburan baginda.
Muhammad, Rasul Allah, ketua bagi semua Muslim, pembawa rahmat kepada manusia, tidak medapat pengebumian negara. Sebilangan kecil manusia – kerabat terdekat – telah memberikan pengebumian baginda. Ramai diantara mereka yang mengatakan bahawa diri mereka adalah sahabat dan teman kepada Rasul, telah meninggalkan jenazah baginda setelah wafat. Ketidak hadiran mereka pada masa pengebumian baginda adalah peristiwa yang paling penting untuk menunjukkan ketaatan dan keluhuran persahabatan mereka terhadap Rasul Allah.
Ibn Saad berkata di dalam Tabqaat bahawa Ali ibn Abi Talib membayar segala hutang-hutang Muhammad, Rasul Islam. Beliau menghantar seorang pengistihar yang akan melaungkan disekeliling kota Medina; dan semasa musim Haji, dia menghantarkan orang itu ke Makkah, untuk menyampaikan bahawa beliau [Ali] akan membayar semua hutang Muhammad, dan jika sesiapa mempunyai tuntutan boleh datang berjumpa beliau untuk mengambilnya. Beliau bayar kepada yang menuntut tanpa sebarang soalan atau meminta bukti bahawa Muhammad berhutang kepada mereka, dan ini dilakukan beliau sehingga keakhir hayat beliau.
"Menyampaikan Semula Sejarah Islam dan Ummah Muslim"
Oleh
Sayed Ali Asgher Razwy
bpk ibu peserta diskusi, berikut ada sekelumit cerita sejarah yang ketika membacanya membuat mata ini tidak henti-hentinya mengeluarkan air mata..
Pengebumian Rasul
Jasad Rasul Islam telah dimandikan pada hari selasa. Hanya enam orang yang hadir pada pengurusan jenazah baginda. Mereka adalah:
Ali ibn Abi Talib
Abbas ibn Abdul Muttalib
Fadhl ibn Abbas
Qathm ibn Abbas
Usama bin Zayd bin Haritha
Aus bin Khuli Ansari
Usama, Jeneral ekspedisi ke Syria, berada di Jorf, masih menunggu para sahabat. Sebahagian dari mereka menghantar berita kepada beliau bahawa baginda telah meninggal dunia, dan beliau perlu kembali ke Medina. Beliau kembali dan sejurus kemudian ketuanya wafat.
Ali mandikan jasad baginda dan Usama menjiruskan air. Apabila jasad baginda telah dimandikan, Ali mengkafankan, dan melakukan solat jenazah untuk baginda. Kemudian beliau keluar ke masjid dan memberitahu Muslim yang berada disana untuk masuk kebilik baginda dan lakukan solat jenazah. Banu Hashim adalah yang pertama untuk melakukan solat, kemudian Muhajireen dan diikuti oleh Ansar, yang melakukan tanggong jawab mereka.
Di Medina, terdapat dua orang penggali kubur. Mereka adalah Abu Obaida bin al-Jarrah dan Abu Talha Zayd bin Sahl. Mereka telah dipanggil tetapi hanya seorang, Abu Talha Zayd bin Sahl yang datang. Dia menggali kubur, dan Ali masuk kedalam untuk meratakannya. Beliau kemudian perlahan-lahan mengangkat jenazah baginda dan meletakkannya kedalam kubur, dibantu oleh bapa saudara dan sepupunya. Kubur itu kemudian ditutup dengan tanah, dan Ali menyiraminya dengan Air.
Apabila Ali dan ahli dari Banu Hashim sedang sibuk menguruskan jenazah Rasul Islam, Abu Bakr, Umar, Abu Obaida bin al-Jarrah, dan sebahagian yang lain sedang sibuk di Saqifa membuat tuntutan terhadap kedudukan khalifa. Abu Bakr, akhirnya menjadi calon yang berjaya. Apabila dia telah menerima bai’ah dari Ansar di Saqifa, dia dan rakan-rakannya kembali ke masjid Rasul. Dia kemudian naik ke mimbar Rasul dan menerima bai’ah dari manusia yang lain. Pada hari Isnin dan sepanjang hari Selasa, manusia datang ke masjid untuk memberi bai’ah, taat setia kepadanya. Bai’ah selesai pada hari selasa malamnya, dan hanya di hari Rabu khalifa yang baru dilantik mempunyai masa untuk mengalihkan pandangannya kepada ketuanya, Rasul Allah yang telah wafat, dan mengerjakan solat jenazah pada perkuburan baginda.
Muhammad, Rasul Allah, ketua bagi semua Muslim, pembawa rahmat kepada manusia, tidak medapat pengebumian negara. Sebilangan kecil manusia – kerabat terdekat – telah memberikan pengebumian baginda. Ramai diantara mereka yang mengatakan bahawa diri mereka adalah sahabat dan teman kepada Rasul, telah meninggalkan jenazah baginda setelah wafat. Ketidak hadiran mereka pada masa pengebumian baginda adalah peristiwa yang paling penting untuk menunjukkan ketaatan dan keluhuran persahabatan mereka terhadap Rasul Allah.
Ibn Saad berkata di dalam Tabqaat bahawa Ali ibn Abi Talib membayar segala hutang-hutang Muhammad, Rasul Islam. Beliau menghantar seorang pengistihar yang akan melaungkan disekeliling kota Medina; dan semasa musim Haji, dia menghantarkan orang itu ke Makkah, untuk menyampaikan bahawa beliau [Ali] akan membayar semua hutang Muhammad, dan jika sesiapa mempunyai tuntutan boleh datang berjumpa beliau untuk mengambilnya. Beliau bayar kepada yang menuntut tanpa sebarang soalan atau meminta bukti bahawa Muhammad berhutang kepada mereka, dan ini dilakukan beliau sehingga keakhir hayat beliau.
"Menyampaikan Semula Sejarah Islam dan Ummah Muslim"
Oleh
Sayed Ali Asgher Razwy
Abdul Malik Karim membalas kiriman Ifadahpada 02 April 2009 jam 22:54
Nah di sini kita sepakat Nabi tidak jadi menulis wasiat, itu terjadi setelah Umar mengatakan "cukup bagi kami kitab Allah"
anda bilang Nabi tidak jadi menulis wasiat bukan karena Umar, lalu karena apa?
masalah memperingati maulid atau tidak, saya mengikuti ahlulbait Nabi (12 imam) yang tidak pernah memperingati maulid Nabi.
bagaiamana dengan anda? siapa yang anda ikuti? ahlulbait? atau siapa ?
masalah tanya pada imam, kan ada wakil imam di dunia ini, kan ada literatur syi'ah yang memuat ajaran para imam ahlul bait yang maksum, dan sudah tentu lengkap.
coba cari di literatur syi'ah, yang shahih lho jangan asal comot.
daripada mencela logika saya, lebih baik jawab pertanyaan saya aja.
anda bilang Nabi tidak jadi menulis wasiat bukan karena Umar, lalu karena apa?
masalah memperingati maulid atau tidak, saya mengikuti ahlulbait Nabi (12 imam) yang tidak pernah memperingati maulid Nabi.
bagaiamana dengan anda? siapa yang anda ikuti? ahlulbait? atau siapa ?
masalah tanya pada imam, kan ada wakil imam di dunia ini, kan ada literatur syi'ah yang memuat ajaran para imam ahlul bait yang maksum, dan sudah tentu lengkap.
coba cari di literatur syi'ah, yang shahih lho jangan asal comot.
daripada mencela logika saya, lebih baik jawab pertanyaan saya aja.
Abdul Malik Karim membalas kiriman NURMANSYAH pada 02 April 2009 jam 22:55
ya kalo pertanyaannya gampang jawab aja pak, gitu aja koq repot
Abdul Malik Karim membalas kiriman Muhammadpada 02 April 2009 jam 22:58
Perasaan Ali tidak pernah memperingati wafatnya Nabi, Hasan juga tidak pernah memperingati wafatnya Ali.
atau anda pernah membaca Ali pernah memperingati wafatnya Nabi?
Imam Baqir as: "Man ahya amrona kana ma'ana fil jannah"
dari buku mana tuh? shahih g? apa bener maknanya seperti yang anda pahami?
kata anda
"kalau belum mengetahui sesuatu jangan koar-koar deh.., nanti ketahuan bodohnya apalagi kalau gak menyadari kebodohannya bisa dibilang bodoh kwadrat kan...??!"
anda bilang:
tidakkah umar lari dari kancah peperangan Uhud,
mana referensi anda?
sepertinya kitab anda banyak
kalo memang perintah tentang washi sudah ada lebih dahulu, berarti yang akan ditulis oleh Nabi saat sakitnya yang terakhir tidak ada kaitannya dengan pelantikan Ali, bukankah menurut anda Ali sudah dilantik di ghadir khum?
akhirnya, mengapa Nabi tidak jadi menulis wasiat?
atau anda pernah membaca Ali pernah memperingati wafatnya Nabi?
Imam Baqir as: "Man ahya amrona kana ma'ana fil jannah"
dari buku mana tuh? shahih g? apa bener maknanya seperti yang anda pahami?
kata anda
"kalau belum mengetahui sesuatu jangan koar-koar deh.., nanti ketahuan bodohnya apalagi kalau gak menyadari kebodohannya bisa dibilang bodoh kwadrat kan...??!"
anda bilang:
tidakkah umar lari dari kancah peperangan Uhud,
mana referensi anda?
sepertinya kitab anda banyak
kalo memang perintah tentang washi sudah ada lebih dahulu, berarti yang akan ditulis oleh Nabi saat sakitnya yang terakhir tidak ada kaitannya dengan pelantikan Ali, bukankah menurut anda Ali sudah dilantik di ghadir khum?
akhirnya, mengapa Nabi tidak jadi menulis wasiat?
Syahru Rizal menulispada 03 April 2009 jam 2:06
wah...wah...wah...tadinya saya kira...dua...umar yg reinkarnasi..di zaman ini eh ...datang lagi..satu ( abdul malik karim ) alias.....SI DUL MAKAR ....
kira-kira titisan siapa ya....si ..dul..makar...ini ada yg bisa kasih usulan ga , masalahnya..orang-orang ..macam 2u dan 1 dul makar..ini ga nyambung kalo di ajak diskusi...ga nyampe..ilmu nya..( alias jaka sembung bawa golok....ga..nyambung.......) dul makar......dul makar...dul..makar....ni saya kasih kutipan dari washi yang paling mulia setelah Rasullullah saw ;
" Duduklah bersama orang-orang bijak , baik mereka itu musuh atau kawan . Sebab , akal bertemu dengan akal."(Ali bin Abi Tholib).
...tapi sayang si dul makar ini ga punya akal...dan biasa..duduknya pun bersama orang-orang pandir....dengkul..ketemu dungkul...ga..pake akal argumennya......cape..deh..!!!!!!!...bisa ga didelete....2U & 1 DUL MAKAR....biar ga cape jwb nya.....
kira-kira titisan siapa ya....si ..dul..makar...ini ada yg bisa kasih usulan ga , masalahnya..orang-orang ..macam 2u dan 1 dul makar..ini ga nyambung kalo di ajak diskusi...ga nyampe..ilmu nya..( alias jaka sembung bawa golok....ga..nyambung.....
" Duduklah bersama orang-orang bijak , baik mereka itu musuh atau kawan . Sebab , akal bertemu dengan akal."(Ali bin Abi Tholib).
...tapi sayang si dul makar ini ga punya akal...dan biasa..duduknya pun bersama orang-orang pandir....dengkul..ketemu dungkul...ga..pake akal argumennya......cape..deh.
Umar Surabaya menulispada 03 April 2009 jam 4:09
Mengapa Harus Bermanhaj Salaf ?
Orang-orang yang hidup pada zaman Nabi adalah generasi terbaik dari umat ini. Mereka telah mendapat pujian langsung dari Allah dan Rasul-Nya sebagai sebaik-baik manusia. Mereka adalah orang-orang yang paling paham agama dan paling baik amalannya sehingga kepada merekalah kita harus merujuk.
Manhaj Salaf, bila ditinjau dari sisi kalimat merupakan gabungan dari dua kata; manhaj dan salaf. Manhaj dalam bahasa Arab sama dengan minhaj, yang bermakna: Sebuah jalan yang terang lagi mudah. (Tafsir Ibnu Katsir 2/63, Al Mu’jamul Wasith 2/957).
Sedangkan salaf, menurut etimologi bahasa Arab bermakna: Siapa saja yang telah mendahuluimu dari nenek moyang dan karib kerabat, yang mereka itu di atasmu dalam hal usia dan keutamaan. (Lisanul Arab, karya Ibnu Mandhur 7/234). Dan dalam terminologi syariat bermakna: Para imam terdahulu yang hidup pada tiga abad pertama Islam, dari para shahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, tabi’in (murid-murid shahabat) dan tabi’ut tabi’in (murid-murid tabi’in). (Lihat Manhajul Imam As Syafi’i fii Itsbatil ‘Aqidah, karya Asy Syaikh Dr. Muhammad bin Abdul Wahhab Al ‘Aqil, 1/55).
Berdasarkan definisi di atas, maka manhaj salaf adalah: Suatu istilah untuk sebuah jalan yang terang lagi mudah, yang telah ditempuh oleh para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, tabi’in dan tabi’ut tabi’in di dalam memahami dienul Islam yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Seorang yang mengikuti manhaj salaf ini disebut dengan Salafy atau As Salafy, jamaknya Salafiyyun atau As Salafiyyun. Al Imam Adz Dzahabi berkata: “As Salafi adalah sebutan bagi siapa saja yang berada di atas manhaj salaf.” (Siyar A’lamin Nubala 6/21).
Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf (Salafiyyun) biasa disebut dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah dikarenakan berpegang teguh dengan Al Quran dan As Sunnah dan bersatu di atasnya. Disebut pula dengan Ahlul Hadits wal Atsar dikarenakan berpegang teguh dengan hadits dan atsar di saat orang-orang banyak mengedepankan akal. Disebut juga Al Firqatun Najiyyah, yaitu golongan yang Allah selamatkan dari neraka (sebagaimana yang akan disebutkan dalam hadits Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash), disebut juga Ath Thaifah Al Manshurah, kelompok yang senantiasa ditolong dan dimenangkan oleh Allah (sebagaimana yang akan disebutkan dalam hadits Tsauban). (Untuk lebih rincinya lihat kitab Ahlul Hadits Humuth Thaifatul Manshurah An Najiyyah, karya Asy Syaikh Dr. Rabi’ bin Hadi Al Madkhali).
Manhaj salaf dan Salafiyyun tidaklah dibatasi (terkungkung) oleh organisasi tertentu, daerah tertentu, pemimpin tertentu, partai tertentu, dan sebagainya. Bahkan manhaj salaf mengajarkan kepada kita bahwa ikatan persaudaraan itu dibangun di atas Al Quran dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan pemahaman Salafush Shalih. Siapa pun yang berpegang teguh dengannya maka ia saudara kita, walaupun berada di belahan bumi yang lain. Suatu ikatan suci yang dihubungkan oleh ikatan manhaj salaf, manhaj yang ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabatnya.
Manhaj salaf merupakan manhaj yang harus diikuti dan dipegang erat-erat oleh setiap muslim di dalam memahami agamanya. Mengapa? Karena demikianlah yang dijelaskan oleh Allah di dalam Al Quran dan demikian pula yang dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di dalam Sunnahnya. Sedang kan Allah telah berwasiat kepada kita: “Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.” (An Nisa’: 59)
Adapun ayat-ayat Al Quran yang menjelaskan agar kita benar-benar mengikuti manhaj salaf adalah sebagai berikut: 1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman : “Tunjukilah kami jalan yang lurus. Jalannya orang-orang yang telah Engkau beri nikmat.” (Al Fatihah: 6-7)
Al Imam Ibnul Qayyim berkata: “Mereka adalah orang-orang yang mengetahui kebenaran dan berusaha untuk mengikutinya…, maka setiap orang yang lebih mengetahui kebenaran serta lebih konsisten dalam mengikutinya, tentu ia lebih berhak untuk berada di atas jalan yang lurus. Dan tidak diragukan lagi bahwa para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, mereka adalah orang-orang yang lebih berhak untuk menyandang sifat (gelar) ini daripada orang-orang Rafidhah.” (Madaarijus Saalikin, 1/72).
Penjelasan Al Imam Ibnul Qayyim tentang ayat di atas menunjukkan bahwa para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yang mereka itu adalah Salafush Shalih, merupakan orang-orang yang lebih berhak menyandang gelar “orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah” dan “orang-orang yang berada di atas jalan yang lurus”, dikarenakan betapa dalamnya pengetahuan mereka tentang kebenaran dan betapa konsistennya mereka dalam mengikutinya. Gelar ini menunjukkan bahwa manhaj yang mereka tempuh dalam memahami dienul Islam ini adalah manhaj yang benar dan di atas jalan yang lurus, sehingga orang-orang yang berusaha mengikuti manhaj dan jejak mereka, berarti telah menempuh manhaj yang benar, dan berada di atas jalan yang lurus pula.
2. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Dan barangsiapa menentang Rasul setelah jelas baginya kebenaran, dan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa bergelimang dalam kesesatan dan kami masukkan ia ke dalam Jahannam,, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An Nisa’: 115)
Al Imam Ibnu Abi Jamrah Al Andalusi berkata: “Para ulama telah menjelaskan tentang makna firman Allah (di atas): ‘Sesungguhnya yang dimaksud dengan orang-orang mukmin disini adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan generasi pertama dari umat ini, karena mereka merupakan orang-orang yang menyambut syariat ini dengan jiwa yang bersih. Mereka telah menanyakan segala apa yang tidak dipahami (darinya) dengan sebaik-baik pertanyaan, dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun telah menjawabnya dengan jawaban terbaik. Beliau terangkan dengan keterangan yang sempurna. Dan mereka pun mendengarkan (jawaban dan keterangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tersebut), memahaminya, mengamalkannya dengan sebaik-baiknya, menghafalkannya, dan menyampaikannya dengan penuh kejujuran. Mereka benar-benar mempunyai keutamaan yang agung atas kita. Yang mana melalui merekalah hubungan kita bisa tersambungkan dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, juga dengan Allah Ta'ala.’” (Al Marqat fii Nahjissalaf Sabilun Najah hal. 36-37)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Dan sungguh keduanya (menentang Rasul dan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin –red) adalah saling terkait, maka siapa saja yang menentang Rasul sesudah jelas baginya kebenaran, pasti ia telah mengikuti selain jalan orang-orang mukmin. Dan siapa saja yang mengikuti selain jalan orang-orang mukmin maka ia telah menentang Rasul sesudah jelas baginya kebenaran.” (Majmu’ Fatawa, 7/38).
Setelah kita mengetahui bahwa orang-orang mukmin dalam ayat ini adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam (As Salaf), dan juga keterkaitan yang erat antara menentang Rasul dengan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin, maka dapatlah disimpulkan bahwa mau tidak mau kita harus mengikuti “manhaj salaf”, jalannya para sahabat.
Sebab bila kita menempuh selain jalan mereka di dalam memahami dienul Islam ini, berarti kita telah menentang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan akibatnya sungguh mengerikan… akan dibiarkan leluasa bergelimang dalam kesesatan… dan kesudahannya masuk ke dalam neraka Jahannam, seburuk-buruk tempat kembali… na’udzu billahi min dzaalik.
3. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Dan orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) dari kalangan Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, mereka kekal abadi di dalamnya. Itulah kesuksesan yang agung.” (At-Taubah: 100).
Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak mengkhususkan ridha dan jaminan jannah (surga)-Nya untuk para sahabat Muhajirin dan Anshar (As Salaf) semata, akan tetapi orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik pun mendapatkan ridha Allah dan jaminan surga seperti mereka.
Al Hafidh Ibnu Katsir berkata: “Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengkhabarkan tentang keridhaan-Nya kepada orang-orang yang terdahulu dari kalangan Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik, dan ia juga mengkhabarkan tentang ketulusan ridha mereka kepada Allah, serta apa yang telah Ia sediakan untuk mereka dari jannah-jannah (surga-surga) yang penuh dengan kenikmatan, dan kenikmatan yang abadi.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/367). Ini menunjukkan bahwa mengikuti manhaj salaf akan mengantarkan kepada ridha Allah dan jannah Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
فَإِنْ ءَامَنُوا بِمِثْلِ مَا ءَامَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ
Artinya : "Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu)." [QS Al Baqoroh: 137]
atau mengikuti apa yang mereka pahami dari sunnah beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, baik secara global maupun secara rinci, yang tidak diketahui oleh selain mereka.”(Al I’tisham, 1/118).Adapun hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah sebagai berikut: 1. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya barang siapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti maka ia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku, dan sunnah Al Khulafa’ Ar Rasyidin yang terbimbing, berpeganglah erat-erat dengannya dan gigitlah ia dengan gigi-gigi geraham…” (Shahih, HR Abu Dawud, At Tirmidzi, Ad Darimi, Ibnu Majah dan lainnya dari sahabat Al ‘Irbadh bin Sariyah. Lihat Irwa’ul Ghalil, hadits no. 2455). Dalam hadits ini dengan tegas dinyatakan bahwa kita akan menyaksikan perselisihan yang begitu banyak di dalam memahami dienul Islam, dan jalan satu-satunya yang mengantarkan kepada keselamatan ialah dengan mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan sunnah Al Khulafa’ Ar Rasyidin (Salafush Shalih). Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan agar kita senantiasa berpegang teguh dengannya. Al Imam Asy Syathibi berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam -sebagaimana yang engkau saksikan- telah mengiringkan sunnah Al Khulafa’ Ar Rasyidin dengan sunnah beliau, dan bahwasanya di antara konsekuensi mengikuti sunnah beliau adalah mengikuti sunnah mereka…, yang demikian itu dikarenakan apa yang mereka sunnahkan benar-benar mengikuti sunnah nabi mereka
2. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “Terus menerus ada sekelompok kecil dari umatku yang senantiasa tampil di atas kebenaran. Tidak akan memudharatkan mereka orang-orang yang menghinakan mereka, sampai datang keputusan Allah dan mereka dalam keadaan seperti itu.” (Shahih, HR Al Bukhari dan Muslim, lafadz hadits ini adalah lafadz Muslim dari sahabat Tsauban, hadits no. 1920).
Al Imam Ahmad bin Hanbal berkata (tentang tafsir hadits di atas): “Kalau bukan Ahlul Hadits, maka aku tidak tahu siapa mereka?!” (Syaraf Ashhabil Hadits, karya Al Khatib Al Baghdadi, hal. 36).
Al Imam Ibnul Mubarak, Al Imam Al Bukhari, Al Imam Ahmad bin Sinan Al Muhaddits, semuanya berkata tentang tafsir hadits ini: “Mereka adalah Ahlul Hadits.” (Syaraf Ashhabil Hadits, hal. 26, 37). Asy Syaikh Ahmad bin Muhammad Ad Dahlawi Al Madani berkata: “Hadits ini merupakan tanda dari tanda-tanda kenabian (Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam), di dalamnya beliau telah menyebutkan tentang keutamaan sekelompok kecil yang senantiasa tampil di atas kebenaran, dan setiap masa dari jaman ini tidak akan lengang dari mereka. Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mendoakan mereka dan doa itupun terkabul. Maka Allah ‘Azza Wa Jalla menjadikan pada tiap masa dan jaman, sekelompok dari umat ini yang memperjuangkan kebenaran, tampil di atasnya dan menerangkannya kepada umat manusia dengan sebenar-benarnya keterangan. Sekelompok kecil ini secara yakin adalah Ahlul Hadits insya Allah, sebagaimana yang telah disaksikan oleh sejumlah ulama yang tangguh, baik terdahulu ataupun di masa kini.” (Tarikh Ahlil Hadits, hal 131).
Ahlul Hadits adalah nama lain dari orang-orang yang mengikuti manhaj salaf. Atas dasar itulah, siapa saja yang ingin menjadi bagian dari “sekelompok kecil” yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam hadits di atas, maka ia harus mengikuti manhaj salaf.
3. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “…. Umatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan, semuanya masuk ke dalam neraka, kecuali satu golongan. Beliau ditanya: ‘Siapa dia wahai Rasulullah?’. Beliau menjawab: golongan yang aku dan para sahabatku mengikuti.” (Hasan, riwayat At Tirmidzi dalam Sunannya, Kitabul Iman, Bab Iftiraqu Hadzihil Ummah, dari sahabat Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash).
Asy Syaikh Ahmad bin Muhammad Ad Dahlawi Al Madani berkata: “Hadits ini sebagai nash (dalil–red) dalam perselisihan, karena ia dengan tegas menjelaskan tentang tiga perkara: - Pertama, bahwa umat Islam sepeninggal beliau akan berselisih dan menjadi golongan-golongan yang berbeda pemahaman dan pendapat di dalam memahami agama. Semuanya masuk ke dalam neraka, dikarenakan mereka masih terus berselisih dalam masalah-masalah agama setelah datangnya penjelasan dari Rabb Semesta Alam. - Kedua, kecuali satu golongan yang Allah selamatkan, dikarenakan mereka berpegang teguh dengan Al Quran dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan mengamalkan keduanya tanpa adanya takwil dan penyimpangan. - Ketiga, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah menentukan golongan yang selamat dari sekian banyak golongan itu. Ia hanya satu dan mempunyai sifat yang khusus, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sendiri (dalam hadits tersebut) yang tidak lagi membutuhkan takwil dan tafsir. (Tarikh Ahlil Hadits hal 78-79). Tentunya, golongan yang ditentukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam itu adalah yang mengikuti manhaj salaf, karena mereka di dalam memahami dienul Islam ini menempuh suatu jalan yang Rasulullah dan para sahabatnya berada di atasnya.
Berdasarkan beberapa ayat dan hadits di atas, dapatlah diambil suatu kesimpulan, bahwa manhaj salaf merupakan satu-satunya manhaj yang harus diikuti di dalam memahami dienul Islam ini, karena: 1. Manhaj salaf adalah manhaj yang benar dan berada di atas jalan yang lurus. 2. Mengikuti selain manhaj salaf berarti menentang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yang berakibat akan diberi keleluasaan untuk bergelimang di dalam kesesatan dan tempat kembalinya adalah Jahannam. 3. Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf dengan sebaik-baiknya, pasti mendapat ridha dari Allah dan tempat kembalinya adalah surga yang penuh dengan kenikmatan, kekal abadi di dalamnya. 4. Manhaj salaf adalah manhaj yang harus dipegang erat-erat, tatkala bermunculan pemahaman-pemahaman dan pendapat-pendapat di dalam memahami dienul Islam, sebagaimana yang diwasiatkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. 5. Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf, mereka adalah sekelompok dari umat ini yang senantiasa tampil di atas kebenaran, dan senantiasa mendapatkan pertolongan dan kemenangan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. 6. Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf, mereka adalah golongan yang selamat dikarenakan mereka berada di atas jalan yang ditempuh oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika: 1. Al Imam Abdurrahman bin ‘Amr Al Auza’i berkata: “Wajib bagimu untuk mengikuti jejak salaf walaupun banyak orang menolakmu, dan hati-hatilah dari pemahaman/pendapat tokoh-tokoh itu walaupun mereka mengemasnya untukmu dengan kata-kata (yang indah).” (Asy Syari’ah, karya Al Imam Al Ajurri, hal. 63). 2. Al Imam Abu Hanifah An Nu’man bin Tsabit berkata: “Wajib bagimu untuk mengikuti atsar dan jalan yang ditempuh oleh salaf, dan hati-hatilah dari segala yang diada-adakan dalam agama, karena ia adalah bid’ah.” (Shaunul Manthiq, karya As Suyuthi, hal. 322, saya nukil dari kitab Al Marqat fii Nahjis Salaf Sabilun Najah, hal. 54). 3. Al Imam Abul Mudhaffar As Sam’ani berkata: “Syi’ar Ahlus Sunnah adalah mengikuti manhaj salafush shalih dan meninggalkan segala yang diada-adakan (dalam agama).” (Al Intishaar li Ahlil Hadits, karya Muhammad bin Umar Bazmul hal. 88). 4. Al Imam Qawaamus Sunnah Al Ashbahani berkata: “Barangsiapa menyelisihi sahabat dan tabi’in (salaf) maka ia sesat, walaupun banyak ilmunya.” (Al Hujjah fii Bayaanil Mahajjah, 2/437-438, saya nukil dari kitab Al Intishaar li Ahlil Hadits, hal. 88) 5. Al-Imam As Syathibi berkata: “Segala apa yang menyelisihi manhaj salaf, maka ia adalah kesesatan.” (Al Muwafaqaat, 3/284), saya nukil melalui Al Marqat fii Nahjis Salaf Sabilun Najah, hal. 57). 6. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Tidak tercela bagi siapa saja yang menampakkan manhaj salaf, berintisab dan bersandar kepadanya, bahkan yang demikian itu disepakati wajib diterima, karena manhaj salaf pasti benar.” (Majmu’ Fatawa, 4/149). Beliau juga berkata: “Bahkan syi’ar Ahlul Bid’ah adalah meninggalkan manhaj salaf.” (Majmu’ Fatawa, 4/155).
Orang-orang yang hidup pada zaman Nabi adalah generasi terbaik dari umat ini. Mereka telah mendapat pujian langsung dari Allah dan Rasul-Nya sebagai sebaik-baik manusia. Mereka adalah orang-orang yang paling paham agama dan paling baik amalannya sehingga kepada merekalah kita harus merujuk.
Manhaj Salaf, bila ditinjau dari sisi kalimat merupakan gabungan dari dua kata; manhaj dan salaf. Manhaj dalam bahasa Arab sama dengan minhaj, yang bermakna: Sebuah jalan yang terang lagi mudah. (Tafsir Ibnu Katsir 2/63, Al Mu’jamul Wasith 2/957).
Sedangkan salaf, menurut etimologi bahasa Arab bermakna: Siapa saja yang telah mendahuluimu dari nenek moyang dan karib kerabat, yang mereka itu di atasmu dalam hal usia dan keutamaan. (Lisanul Arab, karya Ibnu Mandhur 7/234). Dan dalam terminologi syariat bermakna: Para imam terdahulu yang hidup pada tiga abad pertama Islam, dari para shahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, tabi’in (murid-murid shahabat) dan tabi’ut tabi’in (murid-murid tabi’in). (Lihat Manhajul Imam As Syafi’i fii Itsbatil ‘Aqidah, karya Asy Syaikh Dr. Muhammad bin Abdul Wahhab Al ‘Aqil, 1/55).
Berdasarkan definisi di atas, maka manhaj salaf adalah: Suatu istilah untuk sebuah jalan yang terang lagi mudah, yang telah ditempuh oleh para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, tabi’in dan tabi’ut tabi’in di dalam memahami dienul Islam yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Seorang yang mengikuti manhaj salaf ini disebut dengan Salafy atau As Salafy, jamaknya Salafiyyun atau As Salafiyyun. Al Imam Adz Dzahabi berkata: “As Salafi adalah sebutan bagi siapa saja yang berada di atas manhaj salaf.” (Siyar A’lamin Nubala 6/21).
Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf (Salafiyyun) biasa disebut dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah dikarenakan berpegang teguh dengan Al Quran dan As Sunnah dan bersatu di atasnya. Disebut pula dengan Ahlul Hadits wal Atsar dikarenakan berpegang teguh dengan hadits dan atsar di saat orang-orang banyak mengedepankan akal. Disebut juga Al Firqatun Najiyyah, yaitu golongan yang Allah selamatkan dari neraka (sebagaimana yang akan disebutkan dalam hadits Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash), disebut juga Ath Thaifah Al Manshurah, kelompok yang senantiasa ditolong dan dimenangkan oleh Allah (sebagaimana yang akan disebutkan dalam hadits Tsauban). (Untuk lebih rincinya lihat kitab Ahlul Hadits Humuth Thaifatul Manshurah An Najiyyah, karya Asy Syaikh Dr. Rabi’ bin Hadi Al Madkhali).
Manhaj salaf dan Salafiyyun tidaklah dibatasi (terkungkung) oleh organisasi tertentu, daerah tertentu, pemimpin tertentu, partai tertentu, dan sebagainya. Bahkan manhaj salaf mengajarkan kepada kita bahwa ikatan persaudaraan itu dibangun di atas Al Quran dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan pemahaman Salafush Shalih. Siapa pun yang berpegang teguh dengannya maka ia saudara kita, walaupun berada di belahan bumi yang lain. Suatu ikatan suci yang dihubungkan oleh ikatan manhaj salaf, manhaj yang ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabatnya.
Manhaj salaf merupakan manhaj yang harus diikuti dan dipegang erat-erat oleh setiap muslim di dalam memahami agamanya. Mengapa? Karena demikianlah yang dijelaskan oleh Allah di dalam Al Quran dan demikian pula yang dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di dalam Sunnahnya. Sedang kan Allah telah berwasiat kepada kita: “Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.” (An Nisa’: 59)
Adapun ayat-ayat Al Quran yang menjelaskan agar kita benar-benar mengikuti manhaj salaf adalah sebagai berikut: 1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman : “Tunjukilah kami jalan yang lurus. Jalannya orang-orang yang telah Engkau beri nikmat.” (Al Fatihah: 6-7)
Al Imam Ibnul Qayyim berkata: “Mereka adalah orang-orang yang mengetahui kebenaran dan berusaha untuk mengikutinya…, maka setiap orang yang lebih mengetahui kebenaran serta lebih konsisten dalam mengikutinya, tentu ia lebih berhak untuk berada di atas jalan yang lurus. Dan tidak diragukan lagi bahwa para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, mereka adalah orang-orang yang lebih berhak untuk menyandang sifat (gelar) ini daripada orang-orang Rafidhah.” (Madaarijus Saalikin, 1/72).
Penjelasan Al Imam Ibnul Qayyim tentang ayat di atas menunjukkan bahwa para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yang mereka itu adalah Salafush Shalih, merupakan orang-orang yang lebih berhak menyandang gelar “orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah” dan “orang-orang yang berada di atas jalan yang lurus”, dikarenakan betapa dalamnya pengetahuan mereka tentang kebenaran dan betapa konsistennya mereka dalam mengikutinya. Gelar ini menunjukkan bahwa manhaj yang mereka tempuh dalam memahami dienul Islam ini adalah manhaj yang benar dan di atas jalan yang lurus, sehingga orang-orang yang berusaha mengikuti manhaj dan jejak mereka, berarti telah menempuh manhaj yang benar, dan berada di atas jalan yang lurus pula.
2. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Dan barangsiapa menentang Rasul setelah jelas baginya kebenaran, dan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa bergelimang dalam kesesatan dan kami masukkan ia ke dalam Jahannam,, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An Nisa’: 115)
Al Imam Ibnu Abi Jamrah Al Andalusi berkata: “Para ulama telah menjelaskan tentang makna firman Allah (di atas): ‘Sesungguhnya yang dimaksud dengan orang-orang mukmin disini adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan generasi pertama dari umat ini, karena mereka merupakan orang-orang yang menyambut syariat ini dengan jiwa yang bersih. Mereka telah menanyakan segala apa yang tidak dipahami (darinya) dengan sebaik-baik pertanyaan, dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun telah menjawabnya dengan jawaban terbaik. Beliau terangkan dengan keterangan yang sempurna. Dan mereka pun mendengarkan (jawaban dan keterangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tersebut), memahaminya, mengamalkannya dengan sebaik-baiknya, menghafalkannya, dan menyampaikannya dengan penuh kejujuran. Mereka benar-benar mempunyai keutamaan yang agung atas kita. Yang mana melalui merekalah hubungan kita bisa tersambungkan dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, juga dengan Allah Ta'ala.’” (Al Marqat fii Nahjissalaf Sabilun Najah hal. 36-37)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Dan sungguh keduanya (menentang Rasul dan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin –red) adalah saling terkait, maka siapa saja yang menentang Rasul sesudah jelas baginya kebenaran, pasti ia telah mengikuti selain jalan orang-orang mukmin. Dan siapa saja yang mengikuti selain jalan orang-orang mukmin maka ia telah menentang Rasul sesudah jelas baginya kebenaran.” (Majmu’ Fatawa, 7/38).
Setelah kita mengetahui bahwa orang-orang mukmin dalam ayat ini adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam (As Salaf), dan juga keterkaitan yang erat antara menentang Rasul dengan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin, maka dapatlah disimpulkan bahwa mau tidak mau kita harus mengikuti “manhaj salaf”, jalannya para sahabat.
Sebab bila kita menempuh selain jalan mereka di dalam memahami dienul Islam ini, berarti kita telah menentang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan akibatnya sungguh mengerikan… akan dibiarkan leluasa bergelimang dalam kesesatan… dan kesudahannya masuk ke dalam neraka Jahannam, seburuk-buruk tempat kembali… na’udzu billahi min dzaalik.
3. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Dan orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) dari kalangan Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, mereka kekal abadi di dalamnya. Itulah kesuksesan yang agung.” (At-Taubah: 100).
Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak mengkhususkan ridha dan jaminan jannah (surga)-Nya untuk para sahabat Muhajirin dan Anshar (As Salaf) semata, akan tetapi orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik pun mendapatkan ridha Allah dan jaminan surga seperti mereka.
Al Hafidh Ibnu Katsir berkata: “Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengkhabarkan tentang keridhaan-Nya kepada orang-orang yang terdahulu dari kalangan Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik, dan ia juga mengkhabarkan tentang ketulusan ridha mereka kepada Allah, serta apa yang telah Ia sediakan untuk mereka dari jannah-jannah (surga-surga) yang penuh dengan kenikmatan, dan kenikmatan yang abadi.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/367). Ini menunjukkan bahwa mengikuti manhaj salaf akan mengantarkan kepada ridha Allah dan jannah Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
فَإِنْ ءَامَنُوا بِمِثْلِ مَا ءَامَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ
Artinya : "Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu)." [QS Al Baqoroh: 137]
atau mengikuti apa yang mereka pahami dari sunnah beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, baik secara global maupun secara rinci, yang tidak diketahui oleh selain mereka.”(Al I’tisham, 1/118).Adapun hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah sebagai berikut: 1. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya barang siapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti maka ia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku, dan sunnah Al Khulafa’ Ar Rasyidin yang terbimbing, berpeganglah erat-erat dengannya dan gigitlah ia dengan gigi-gigi geraham…” (Shahih, HR Abu Dawud, At Tirmidzi, Ad Darimi, Ibnu Majah dan lainnya dari sahabat Al ‘Irbadh bin Sariyah. Lihat Irwa’ul Ghalil, hadits no. 2455). Dalam hadits ini dengan tegas dinyatakan bahwa kita akan menyaksikan perselisihan yang begitu banyak di dalam memahami dienul Islam, dan jalan satu-satunya yang mengantarkan kepada keselamatan ialah dengan mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan sunnah Al Khulafa’ Ar Rasyidin (Salafush Shalih). Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan agar kita senantiasa berpegang teguh dengannya. Al Imam Asy Syathibi berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam -sebagaimana yang engkau saksikan- telah mengiringkan sunnah Al Khulafa’ Ar Rasyidin dengan sunnah beliau, dan bahwasanya di antara konsekuensi mengikuti sunnah beliau adalah mengikuti sunnah mereka…, yang demikian itu dikarenakan apa yang mereka sunnahkan benar-benar mengikuti sunnah nabi mereka
2. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “Terus menerus ada sekelompok kecil dari umatku yang senantiasa tampil di atas kebenaran. Tidak akan memudharatkan mereka orang-orang yang menghinakan mereka, sampai datang keputusan Allah dan mereka dalam keadaan seperti itu.” (Shahih, HR Al Bukhari dan Muslim, lafadz hadits ini adalah lafadz Muslim dari sahabat Tsauban, hadits no. 1920).
Al Imam Ahmad bin Hanbal berkata (tentang tafsir hadits di atas): “Kalau bukan Ahlul Hadits, maka aku tidak tahu siapa mereka?!” (Syaraf Ashhabil Hadits, karya Al Khatib Al Baghdadi, hal. 36).
Al Imam Ibnul Mubarak, Al Imam Al Bukhari, Al Imam Ahmad bin Sinan Al Muhaddits, semuanya berkata tentang tafsir hadits ini: “Mereka adalah Ahlul Hadits.” (Syaraf Ashhabil Hadits, hal. 26, 37). Asy Syaikh Ahmad bin Muhammad Ad Dahlawi Al Madani berkata: “Hadits ini merupakan tanda dari tanda-tanda kenabian (Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam), di dalamnya beliau telah menyebutkan tentang keutamaan sekelompok kecil yang senantiasa tampil di atas kebenaran, dan setiap masa dari jaman ini tidak akan lengang dari mereka. Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mendoakan mereka dan doa itupun terkabul. Maka Allah ‘Azza Wa Jalla menjadikan pada tiap masa dan jaman, sekelompok dari umat ini yang memperjuangkan kebenaran, tampil di atasnya dan menerangkannya kepada umat manusia dengan sebenar-benarnya keterangan. Sekelompok kecil ini secara yakin adalah Ahlul Hadits insya Allah, sebagaimana yang telah disaksikan oleh sejumlah ulama yang tangguh, baik terdahulu ataupun di masa kini.” (Tarikh Ahlil Hadits, hal 131).
Ahlul Hadits adalah nama lain dari orang-orang yang mengikuti manhaj salaf. Atas dasar itulah, siapa saja yang ingin menjadi bagian dari “sekelompok kecil” yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam hadits di atas, maka ia harus mengikuti manhaj salaf.
3. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “…. Umatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan, semuanya masuk ke dalam neraka, kecuali satu golongan. Beliau ditanya: ‘Siapa dia wahai Rasulullah?’. Beliau menjawab: golongan yang aku dan para sahabatku mengikuti.” (Hasan, riwayat At Tirmidzi dalam Sunannya, Kitabul Iman, Bab Iftiraqu Hadzihil Ummah, dari sahabat Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash).
Asy Syaikh Ahmad bin Muhammad Ad Dahlawi Al Madani berkata: “Hadits ini sebagai nash (dalil–red) dalam perselisihan, karena ia dengan tegas menjelaskan tentang tiga perkara: - Pertama, bahwa umat Islam sepeninggal beliau akan berselisih dan menjadi golongan-golongan yang berbeda pemahaman dan pendapat di dalam memahami agama. Semuanya masuk ke dalam neraka, dikarenakan mereka masih terus berselisih dalam masalah-masalah agama setelah datangnya penjelasan dari Rabb Semesta Alam. - Kedua, kecuali satu golongan yang Allah selamatkan, dikarenakan mereka berpegang teguh dengan Al Quran dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan mengamalkan keduanya tanpa adanya takwil dan penyimpangan. - Ketiga, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah menentukan golongan yang selamat dari sekian banyak golongan itu. Ia hanya satu dan mempunyai sifat yang khusus, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sendiri (dalam hadits tersebut) yang tidak lagi membutuhkan takwil dan tafsir. (Tarikh Ahlil Hadits hal 78-79). Tentunya, golongan yang ditentukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam itu adalah yang mengikuti manhaj salaf, karena mereka di dalam memahami dienul Islam ini menempuh suatu jalan yang Rasulullah dan para sahabatnya berada di atasnya.
Berdasarkan beberapa ayat dan hadits di atas, dapatlah diambil suatu kesimpulan, bahwa manhaj salaf merupakan satu-satunya manhaj yang harus diikuti di dalam memahami dienul Islam ini, karena: 1. Manhaj salaf adalah manhaj yang benar dan berada di atas jalan yang lurus. 2. Mengikuti selain manhaj salaf berarti menentang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yang berakibat akan diberi keleluasaan untuk bergelimang di dalam kesesatan dan tempat kembalinya adalah Jahannam. 3. Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf dengan sebaik-baiknya, pasti mendapat ridha dari Allah dan tempat kembalinya adalah surga yang penuh dengan kenikmatan, kekal abadi di dalamnya. 4. Manhaj salaf adalah manhaj yang harus dipegang erat-erat, tatkala bermunculan pemahaman-pemahaman dan pendapat-pendapat di dalam memahami dienul Islam, sebagaimana yang diwasiatkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. 5. Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf, mereka adalah sekelompok dari umat ini yang senantiasa tampil di atas kebenaran, dan senantiasa mendapatkan pertolongan dan kemenangan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. 6. Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf, mereka adalah golongan yang selamat dikarenakan mereka berada di atas jalan yang ditempuh oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika: 1. Al Imam Abdurrahman bin ‘Amr Al Auza’i berkata: “Wajib bagimu untuk mengikuti jejak salaf walaupun banyak orang menolakmu, dan hati-hatilah dari pemahaman/pendapat tokoh-tokoh itu walaupun mereka mengemasnya untukmu dengan kata-kata (yang indah).” (Asy Syari’ah, karya Al Imam Al Ajurri, hal. 63). 2. Al Imam Abu Hanifah An Nu’man bin Tsabit berkata: “Wajib bagimu untuk mengikuti atsar dan jalan yang ditempuh oleh salaf, dan hati-hatilah dari segala yang diada-adakan dalam agama, karena ia adalah bid’ah.” (Shaunul Manthiq, karya As Suyuthi, hal. 322, saya nukil dari kitab Al Marqat fii Nahjis Salaf Sabilun Najah, hal. 54). 3. Al Imam Abul Mudhaffar As Sam’ani berkata: “Syi’ar Ahlus Sunnah adalah mengikuti manhaj salafush shalih dan meninggalkan segala yang diada-adakan (dalam agama).” (Al Intishaar li Ahlil Hadits, karya Muhammad bin Umar Bazmul hal. 88). 4. Al Imam Qawaamus Sunnah Al Ashbahani berkata: “Barangsiapa menyelisihi sahabat dan tabi’in (salaf) maka ia sesat, walaupun banyak ilmunya.” (Al Hujjah fii Bayaanil Mahajjah, 2/437-438, saya nukil dari kitab Al Intishaar li Ahlil Hadits, hal. 88) 5. Al-Imam As Syathibi berkata: “Segala apa yang menyelisihi manhaj salaf, maka ia adalah kesesatan.” (Al Muwafaqaat, 3/284), saya nukil melalui Al Marqat fii Nahjis Salaf Sabilun Najah, hal. 57). 6. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Tidak tercela bagi siapa saja yang menampakkan manhaj salaf, berintisab dan bersandar kepadanya, bahkan yang demikian itu disepakati wajib diterima, karena manhaj salaf pasti benar.” (Majmu’ Fatawa, 4/149). Beliau juga berkata: “Bahkan syi’ar Ahlul Bid’ah adalah meninggalkan manhaj salaf.” (Majmu’ Fatawa, 4/155).
Ifadah Amalia menulispada 03 April 2009 jam 4:32
Kepalsuan Madzhab Salafiyah wahabiyah
Kaum Wahhabiyah di masa kita sekarang ini mengklaim bahwa mazhab mereka; akidah dan pendapat mereka adalah Mazhab Salaf Shaleh. Tak henti-hentinya klaim itu mereka sebar dan tanamkan kepada para pengikut mereka. Klaim itu tidak lain hanya upaya mereka untuk mengalabui kaum awam demi menjajakan pandangan-pandangan menyimpang mereka!
Kaum Wahhabiyah, khususnya mereka yang sangat getol dalam menjajakan konsep Tajsim dan Tasybih (Posturisasi dan Penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya) selalu mengklaim bahwa pandangan mereka dalam masalah-masalah tersebut adalah pandangan Salaf Shaleh umat ini; generasi gemilang yang telah direkomendasi untuk menafsirkan ayat-ayat suci Al Qur’an dan menyampaikan sabda-sabda Rasulullah saw. yang tidak dibenarkan bagi kita semua untuk menyelisihi pemahaman dan tafsiran mereka terhadap teks-teks agama!
Pada dasarnya mereka dengan doktrin menyipang ini telah telah berpaling dari ajaran Al Qur’an dan Sunah yang Shahihah dan menyimpang dari Shirâth Mustaqîm. Mereka hanya bersandar pada fatamorgana. Anggapan mereka itu hanya khayalan belaka yang dengannya mereka berusaha menjaring kaum awam dan lugu dengan mengatakan:Ini adalah Mazhab Salaf !
Coba perhatikan sikap Imam Ahmad (yang tak henti-hentinya nama beliau mereka pakai untuk menjaring kaum awam) ketika beliau ditanya tentang sebuah masalah dan beliau menjawab dengan sebuah jawaban, lalu ada yang berkata,“Pendapat ini tidak pernah disampaikan oleh Ibnu Mubarak!”Lalu apa jawaban Imam Ahmad? Beliau berkata:
ابن المبارك لم ينزل من السماء
“Ibnu Mubarak tidak diturunkan dari langit!”
Bukankah Ibnu Mubarak itu Salafnya Imam Ahmad?
Coba perhatikan juga bagaimana sikap Abu Hanifah, beliau berkata,“Apapun yang datang dari Rasulullah saw. maka akan kami tempatkan di atas kepala dan mata kami. Apapun yang datang dari para sahabat, kami pilih (mana yang benar), adapun yang datang dari selain itu, maka kami orang (alim) dan mereka juga orang (alim).
Salaf Tidak Bermazhab!
Selain tidak adanya dalil yang memerintah kita untuk memahami agama sesuai dengan pemahaman “Salaf Shaleh” dan tidak pernah dicontohkannya oleh para salaf sendiri… selain itu ada sebuah kenyataan yang sengaja tidak mau dimengerti oleh kaum Wahhabiyyah Salafiyyah dan yang selalu mereka tutup-tutupi di hadapan kaum awam, bahkan di hadapan diri mereka sendiri… yaitu bahwa Salaf Shaleh itu tidak punya mazhab yang satu!
Maksud kami bahwa pemahaman mereka tentang agama ini beragam dan bahkan sering kali bertabrakan, saling menyalahkan dan tidak jarang saling mengecam! Lalu jika demikian kenyataannya, maka mazhab/pendapat“Salaf Sheleh”yang mana yang harus kita ikuti?
Untuk menyingkap makalah ini saya akan menyebutkan beberapa contoh kecil perselisihan Salaf dalam akidah.
Contoh Pertama: Salaf Berselisih Tentang Apakah Al Qur’an itu Makhluk atau Bukan?! Adalah sebuah kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa Salaf telah bersengketa tentangt masalah yang pelik ini.
Ibnu Abdil Barrdalam kitabal Intiqâ’-nya:106 ketika menyebutkan sejarah hidupAl hafidz al Karâbisidan memujinya, ia berkata, “Dahulu ia bersahabat akrab dengan Ahmad ibn Hanbal, lalu setelah ia menyalahinya dalam masalah Al Qur’an persahabatan itu berubah menjadi permusuhan. Masing-masing saling mengecam. Hal itu karena Ahmad ibn Hanbal berpendapat,“Barang siapa berkata Al Qur’an itu makhluk maka ia seorang Jahmi. Dan barang siapa berkata Al Qur’an itu adalah Kalam Allah dan tidak berkata makhluk atau bukan makhluk maka dia seorang Wâqifi. Dan barang siapa berkata ucapanku dengan (ayat-ayat) Al Qur’an adalah makhluk maka ia seorang pembid’ah.”
Sementara al Karâbisi, Abdullah ibn Kullâb, Abu Tsaur, Daud ibn Ali, Al Bukhari, al Harist ibn Asad al Muhasibi, Muhammad ibn Nashr al Marwazi, dan banyak kalangan berpendapat:Sesungguhnya Al Qur’an yang difirmankan Allah adalah sifat dari sifat-sifat-Nya, tidak boleh dikatakan ia ciptaan. Dan Sesungguhnya bacaan seorang pembaca Al Qur’an adalah sebuah kasb (usaha) si pembaca dan pekerjaannya, ia adalah makhluk (ciptaan), dan menirukan firman Allah. Ia bukan Al Qur’an yang difirmankan Allah…. .”
Adz Dzahabi berkata tentang siapa sejatinya al Karâbisi, ia berkata,“Ia orang pertama yang menjabarkan masalah lafadz (pelafadzan)…. Tidak diragukan lagi bahwa apa yang dicetuskan dan diuraikan al Karâbisi dalam masalah talaffudz (pengucapan teks/kata-kata) bahwa ia itu adalah makhluk adalah pendapat yang haq.”Berdasarkan pendapat ini Imam Bukahri, Muslim dan lainnya berkeyakinan.
Sedangkan di antara ulama Salaf yang sependapat dengan Imam Ahmad dalam masalah ini adalah adz Dzuhali, Abu Zar’ah dan Abu Hatim.
Jadi jelaslah bagi kita hakikat sebenarnya bahwa telah terjadi sengketa dan perselisihan tajam di antara dua kubu Salaf! Lalu pendapat“Salaf Shaleh”yang mana yang akan kita pilih?
Dan dengan pemahaman“Salaf Shaleh”yang mana kita akan membangun keyakinan agaman kita? Jawabnya jelas. Kita harus tinggalkan pemahaman-pemahaman Salaf dan kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah serta pemaknaan bahasa Arab yang berlaku, kemudian kita manfaatkan anugerah akal sehat kita untuk merenung dan meneliti… ketika itu insya Allah kebenaran akan menjadi jelas bagi kita. Inilah jalan yang harus ditempuh oleh ahli ilmu/para ulama’ dan penuntut ilmu.
Jika pak 2 Umar dan pak Abdul Malik ingin tahu secara detail ttg kepalsuan mazhab salafi, dan agar tidak berbelit2 dlm diskusi ini ttg siapakah ulama salaf itu? silahkan baca disini:
http://abusalafy.wordpress.com/
Kaum Wahhabiyah di masa kita sekarang ini mengklaim bahwa mazhab mereka; akidah dan pendapat mereka adalah Mazhab Salaf Shaleh. Tak henti-hentinya klaim itu mereka sebar dan tanamkan kepada para pengikut mereka. Klaim itu tidak lain hanya upaya mereka untuk mengalabui kaum awam demi menjajakan pandangan-pandangan menyimpang mereka!
Kaum Wahhabiyah, khususnya mereka yang sangat getol dalam menjajakan konsep Tajsim dan Tasybih (Posturisasi dan Penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya) selalu mengklaim bahwa pandangan mereka dalam masalah-masalah tersebut adalah pandangan Salaf Shaleh umat ini; generasi gemilang yang telah direkomendasi untuk menafsirkan ayat-ayat suci Al Qur’an dan menyampaikan sabda-sabda Rasulullah saw. yang tidak dibenarkan bagi kita semua untuk menyelisihi pemahaman dan tafsiran mereka terhadap teks-teks agama!
Pada dasarnya mereka dengan doktrin menyipang ini telah telah berpaling dari ajaran Al Qur’an dan Sunah yang Shahihah dan menyimpang dari Shirâth Mustaqîm. Mereka hanya bersandar pada fatamorgana. Anggapan mereka itu hanya khayalan belaka yang dengannya mereka berusaha menjaring kaum awam dan lugu dengan mengatakan:Ini adalah Mazhab Salaf !
Coba perhatikan sikap Imam Ahmad (yang tak henti-hentinya nama beliau mereka pakai untuk menjaring kaum awam) ketika beliau ditanya tentang sebuah masalah dan beliau menjawab dengan sebuah jawaban, lalu ada yang berkata,“Pendapat ini tidak pernah disampaikan oleh Ibnu Mubarak!”Lalu apa jawaban Imam Ahmad? Beliau berkata:
ابن المبارك لم ينزل من السماء
“Ibnu Mubarak tidak diturunkan dari langit!”
Bukankah Ibnu Mubarak itu Salafnya Imam Ahmad?
Coba perhatikan juga bagaimana sikap Abu Hanifah, beliau berkata,“Apapun yang datang dari Rasulullah saw. maka akan kami tempatkan di atas kepala dan mata kami. Apapun yang datang dari para sahabat, kami pilih (mana yang benar), adapun yang datang dari selain itu, maka kami orang (alim) dan mereka juga orang (alim).
Salaf Tidak Bermazhab!
Selain tidak adanya dalil yang memerintah kita untuk memahami agama sesuai dengan pemahaman “Salaf Shaleh” dan tidak pernah dicontohkannya oleh para salaf sendiri… selain itu ada sebuah kenyataan yang sengaja tidak mau dimengerti oleh kaum Wahhabiyyah Salafiyyah dan yang selalu mereka tutup-tutupi di hadapan kaum awam, bahkan di hadapan diri mereka sendiri… yaitu bahwa Salaf Shaleh itu tidak punya mazhab yang satu!
Maksud kami bahwa pemahaman mereka tentang agama ini beragam dan bahkan sering kali bertabrakan, saling menyalahkan dan tidak jarang saling mengecam! Lalu jika demikian kenyataannya, maka mazhab/pendapat“Salaf Sheleh”yang mana yang harus kita ikuti?
Untuk menyingkap makalah ini saya akan menyebutkan beberapa contoh kecil perselisihan Salaf dalam akidah.
Contoh Pertama: Salaf Berselisih Tentang Apakah Al Qur’an itu Makhluk atau Bukan?! Adalah sebuah kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa Salaf telah bersengketa tentangt masalah yang pelik ini.
Ibnu Abdil Barrdalam kitabal Intiqâ’-nya:106 ketika menyebutkan sejarah hidupAl hafidz al Karâbisidan memujinya, ia berkata, “Dahulu ia bersahabat akrab dengan Ahmad ibn Hanbal, lalu setelah ia menyalahinya dalam masalah Al Qur’an persahabatan itu berubah menjadi permusuhan. Masing-masing saling mengecam. Hal itu karena Ahmad ibn Hanbal berpendapat,“Barang siapa berkata Al Qur’an itu makhluk maka ia seorang Jahmi. Dan barang siapa berkata Al Qur’an itu adalah Kalam Allah dan tidak berkata makhluk atau bukan makhluk maka dia seorang Wâqifi. Dan barang siapa berkata ucapanku dengan (ayat-ayat) Al Qur’an adalah makhluk maka ia seorang pembid’ah.”
Sementara al Karâbisi, Abdullah ibn Kullâb, Abu Tsaur, Daud ibn Ali, Al Bukhari, al Harist ibn Asad al Muhasibi, Muhammad ibn Nashr al Marwazi, dan banyak kalangan berpendapat:Sesungguhnya Al Qur’an yang difirmankan Allah adalah sifat dari sifat-sifat-Nya, tidak boleh dikatakan ia ciptaan. Dan Sesungguhnya bacaan seorang pembaca Al Qur’an adalah sebuah kasb (usaha) si pembaca dan pekerjaannya, ia adalah makhluk (ciptaan), dan menirukan firman Allah. Ia bukan Al Qur’an yang difirmankan Allah…. .”
Adz Dzahabi berkata tentang siapa sejatinya al Karâbisi, ia berkata,“Ia orang pertama yang menjabarkan masalah lafadz (pelafadzan)…. Tidak diragukan lagi bahwa apa yang dicetuskan dan diuraikan al Karâbisi dalam masalah talaffudz (pengucapan teks/kata-kata) bahwa ia itu adalah makhluk adalah pendapat yang haq.”Berdasarkan pendapat ini Imam Bukahri, Muslim dan lainnya berkeyakinan.
Sedangkan di antara ulama Salaf yang sependapat dengan Imam Ahmad dalam masalah ini adalah adz Dzuhali, Abu Zar’ah dan Abu Hatim.
Jadi jelaslah bagi kita hakikat sebenarnya bahwa telah terjadi sengketa dan perselisihan tajam di antara dua kubu Salaf! Lalu pendapat“Salaf Shaleh”yang mana yang akan kita pilih?
Dan dengan pemahaman“Salaf Shaleh”yang mana kita akan membangun keyakinan agaman kita? Jawabnya jelas. Kita harus tinggalkan pemahaman-pemahaman Salaf dan kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah serta pemaknaan bahasa Arab yang berlaku, kemudian kita manfaatkan anugerah akal sehat kita untuk merenung dan meneliti… ketika itu insya Allah kebenaran akan menjadi jelas bagi kita. Inilah jalan yang harus ditempuh oleh ahli ilmu/para ulama’ dan penuntut ilmu.
Jika pak 2 Umar dan pak Abdul Malik ingin tahu secara detail ttg kepalsuan mazhab salafi, dan agar tidak berbelit2 dlm diskusi ini ttg siapakah ulama salaf itu? silahkan baca disini:
http://abusalafy.wordpress
Nurmansyah E Tanjung menulispada 03 April 2009 jam 5:22
Biar teman2 tulisan Pak Abdul Malik Karim jangan disarankan utk dihapus, dan yg jawab biar Pak Syahru Rijal spy ada selingan hiburan. Saya membacanya cekikikan sendirian sampe sakit perut saya.
Abdul Malik Karim menulispada 03 April 2009 jam 8:28
ifadah bingung ketika diajak berpikir sehat, lalu merubah topik.
sebelum membahas palsunya mazhab salafi, anda harus membuktikan dulu keaslian mazhab syi'ah
bisa kan? kalo tidak bisa buat apa anda jadi syi'ah.
saya tunggu.
sebelum membahas palsunya mazhab salafi, anda harus membuktikan dulu keaslian mazhab syi'ah
bisa kan? kalo tidak bisa buat apa anda jadi syi'ah.
saya tunggu.
M Ruslan Effendi membalas kiriman Abdul Malikpada 03 April 2009 jam 10:04
Aisyah
M Ruslan Effendi menulispada 03 April 2009 jam 10:36
dalam surat Aljum'ah ayat 11 yang artinya: ''Dan apabila mereka melihat perdagangan dan permainan/hiburan, mereka segera berkerumun ke sana dan meninggalkan engkau berdiri [sendirian di atas mimbar]. Katakan, apa yang ada di sisi Allah lebih baik dari permainan dan perdagangan itu. Dan Allah adalah pemberi rezeki yang terbaik.''
Dari kitab-kitab tafsir, kita diberi tahu bahwa ketika Nabi sedang menyampaikan khutbah Jumat di Madinah, sebagian jamaah yang tidak lain dari para sahabat itu, malah bergegas keluar meninggalkan nabi saat berdiri di atas mimbar untuk mengerumuni kafilah dagang yang baru datang dari Suriah dengan aneka barang dagangannya yang menggoda.
begitulah sifat-sifat sebagian besar sahabat
Dari kitab-kitab tafsir, kita diberi tahu bahwa ketika Nabi sedang menyampaikan khutbah Jumat di Madinah, sebagian jamaah yang tidak lain dari para sahabat itu, malah bergegas keluar meninggalkan nabi saat berdiri di atas mimbar untuk mengerumuni kafilah dagang yang baru datang dari Suriah dengan aneka barang dagangannya yang menggoda.
begitulah sifat-sifat sebagian besar sahabat
Abdul Malik Karim menulispada 04 April 2009 jam 8:30
kata m shadiq:
nanti ketahuan bodohnya apalagi kalau gak menyadari kebodohannya bisa dibilang bodoh kwadrat kan...??!
kata saya:
sekarang ketahuan bodohnya ifadah dan temen-temennya, sayangnya baru sekarang mereka sadar, itupun jika mereka mau menyadari dan tidak lari dari kenyataan.
bagaimana dengan syamsuri? jika syamsuri tidak seperti ifadah, tentunya dia sudah menyelamatkan teman-temannya di diskusi ini.
nanti ketahuan bodohnya apalagi kalau gak menyadari kebodohannya bisa dibilang bodoh kwadrat kan...??!
kata saya:
sekarang ketahuan bodohnya ifadah dan temen-temennya, sayangnya baru sekarang mereka sadar, itupun jika mereka mau menyadari dan tidak lari dari kenyataan.
bagaimana dengan syamsuri? jika syamsuri tidak seperti ifadah, tentunya dia sudah menyelamatkan teman-temannya di diskusi ini.
Ifadah Amalia menulispada 04 April 2009 jam 9:46
Nah kan ketahuan kepalsuan abdul malik, karena kagak kelihatan wajahnya, seperti jin kan, ih ngeri ah..jangan2 emang titisan jin ifrid he he he.
Razi Aulia menulispada 04 April 2009 jam 11:43
alhamdulilah begitu banyak informasi yang saya peroleh dari diskusi ini, begitu beragam isi, pro dan kontra.
ada yang pakai dalil dan logika ada juga yang tidak.
kadang saya tertawa membaca salah satu komentar, ga tau kenapa apa karna komentar2 sebelum nya berbobot lau masuk yang kurang berbobot, ya tapi itulah nama nya manusia ada kekurangan dan ada kelebihan baik dari segi akal pikiran maupun emosional.
semoga diskusi ini memberi pencerahan dan wawasan baru bagi yang membaca nya.
NAH KENAPA WAFAT NYA NABI SAW TIDAK DI PERINGATI??????
YA ALLAH TUNJUKILAH KAMI JALAN YANG LURUS, JALAN YANG MEREKA ENGKAU RIDHA ATAS MEREKA BUKAN JALAN ORANG YANG ENGKAU MURKA ATAS MEREKA
ada yang pakai dalil dan logika ada juga yang tidak.
kadang saya tertawa membaca salah satu komentar, ga tau kenapa apa karna komentar2 sebelum nya berbobot lau masuk yang kurang berbobot, ya tapi itulah nama nya manusia ada kekurangan dan ada kelebihan baik dari segi akal pikiran maupun emosional.
semoga diskusi ini memberi pencerahan dan wawasan baru bagi yang membaca nya.
NAH KENAPA WAFAT NYA NABI SAW TIDAK DI PERINGATI??????
YA ALLAH TUNJUKILAH KAMI JALAN YANG LURUS, JALAN YANG MEREKA ENGKAU RIDHA ATAS MEREKA BUKAN JALAN ORANG YANG ENGKAU MURKA ATAS MEREKA
Marlin Tigor menulispada 04 April 2009 jam 14:43
Ha ha ha saya cuma pengen ketawa aja lihat bantahan bantahan Abdul Malik Karim. Dan lebih membuat saya tertawa lagi baru kali ini saya lihat Mbak ifadah membuat komentar yang nge "Joke" .. kayak abg chating di YM aja hi hihihi. Emang da pernah lihat jin ifrit ? .. kok bisa mirip pak Abdul .. ha ha ha
( Maaf)
Oh ya saya malah ingin mengusulkan sebaliknya kepada admin untuk tidak menghapus orang orang yang ngomongnya ngawur, kasar, fitnah, asal, dan seterusnya. Segala sesuatu itu mesti ditentangkan biar kelihatan identitasnya, baru tau orang itu bodoh kalu bertemu pintar, baru tau orang itu asal kalau ketemu orang bijak,, dan seterusnya. Pada akhirnya manusia itu bisa melihat kok, siapa sebenarnya yang bodoh, walaupun yang bodoh itu mengatakan kalian semua ini bodoh dan kurang akal.
itu aja .... makasih. Hi hihi JIN IFRIT atuuuuuuuuuuuuuuut
( Maaf)
Oh ya saya malah ingin mengusulkan sebaliknya kepada admin untuk tidak menghapus orang orang yang ngomongnya ngawur, kasar, fitnah, asal, dan seterusnya. Segala sesuatu itu mesti ditentangkan biar kelihatan identitasnya, baru tau orang itu bodoh kalu bertemu pintar, baru tau orang itu asal kalau ketemu orang bijak,, dan seterusnya. Pada akhirnya manusia itu bisa melihat kok, siapa sebenarnya yang bodoh, walaupun yang bodoh itu mengatakan kalian semua ini bodoh dan kurang akal.
itu aja .... makasih. Hi hihi JIN IFRIT atuuuuuuuuuuuuuuut
Ben Joo'aifir menulispada 04 April 2009 jam 15:07
Aisyah berkata : “demi Allah aku tidak tahu kapan Nabi saw dimakamkan..”
Aisyah adalah istri Nabi saw yang hidup bersama Nabi apakah tidak boleh hadir dalam acara pemakaman Nabi saw?
Bagi Aisyah umu al-muslimin adakah yang lebih penting dari Persiapan pemakaman Nabi saw?
riwayat mengatakan bahwa saat itu ada sebuah pertemuan.
Pertemuan apa yang beliau punya sehingga beliau berkata : “demi Allah aku tidak tahu kapan Nabi saw dimakamkan?”
Ini semua diriwayatkan oleh ulama kita ahlu sunnah, hal ini diriwayatkan di kitab سنن کبری Oleh نسائی dan Ahmad ibn Hanbal didalam musnadnya. Yang mana Ahmad ibn Hanbal berkata: setiap riwayat shahih yang aku temukan pasti aku tulis di dalam kitabku, dan jika kalian melihat ada suatu riwayat akan tetapi tidak ada dalam kitabku. Maka ketahuilah bahwa riwayat itu adalah tidak benar..
Ibn Abi Syaibah yang merupakan guru besar dari syeikh Bukhari didalam kitabnya مصنف Jilid 3 halaman 272 dan Syukani didalam kitabnya نیل الاوطار Jilid 4 halaman 137 serta Ibn Qodamah yang merupakan salah satu ulama besar fikih Ahlusunnah di dalam kitabnya المغنی jilid 2 halaman 417 (yang merupakan salah satu buku fikih terbaik ahlusunnah) menyebutkan bahwa Aisyah berkata : “demi Allah aku tidak tahu kapan Nabi saw dimakamkan.”
Abubakar ditanya oleh salah satu sahabat : “ Rasulullah dimakamkan dengan berapa kafan?”
Abubakar menjawab: “tanyalah kepada Ali”.
kalau hadis Nur Nabi Muhammad adalah makhluk pertama yang diciptakan oleh Allah swt, seperti yang tertulis didalam kitab2 hadis. lalu mengapa banyak sahabat yang tidak tahu tntng kafan nabi saw, dan tidak tahu kapan dimakamkannya beliau saw?
sungguh sangatlah wajib bagi kita seluruh umat muslim untuk menggali lagi sejarah yang ada... dan menjawab semua pertanyaan yang ada dan mendapatkan kebenaran yang ada.
Aisyah adalah istri Nabi saw yang hidup bersama Nabi apakah tidak boleh hadir dalam acara pemakaman Nabi saw?
Bagi Aisyah umu al-muslimin adakah yang lebih penting dari Persiapan pemakaman Nabi saw?
riwayat mengatakan bahwa saat itu ada sebuah pertemuan.
Pertemuan apa yang beliau punya sehingga beliau berkata : “demi Allah aku tidak tahu kapan Nabi saw dimakamkan?”
Ini semua diriwayatkan oleh ulama kita ahlu sunnah, hal ini diriwayatkan di kitab سنن کبری Oleh نسائی dan Ahmad ibn Hanbal didalam musnadnya. Yang mana Ahmad ibn Hanbal berkata: setiap riwayat shahih yang aku temukan pasti aku tulis di dalam kitabku, dan jika kalian melihat ada suatu riwayat akan tetapi tidak ada dalam kitabku. Maka ketahuilah bahwa riwayat itu adalah tidak benar..
Ibn Abi Syaibah yang merupakan guru besar dari syeikh Bukhari didalam kitabnya مصنف Jilid 3 halaman 272 dan Syukani didalam kitabnya نیل الاوطار Jilid 4 halaman 137 serta Ibn Qodamah yang merupakan salah satu ulama besar fikih Ahlusunnah di dalam kitabnya المغنی jilid 2 halaman 417 (yang merupakan salah satu buku fikih terbaik ahlusunnah) menyebutkan bahwa Aisyah berkata : “demi Allah aku tidak tahu kapan Nabi saw dimakamkan.”
Abubakar ditanya oleh salah satu sahabat : “ Rasulullah dimakamkan dengan berapa kafan?”
Abubakar menjawab: “tanyalah kepada Ali”.
kalau hadis Nur Nabi Muhammad adalah makhluk pertama yang diciptakan oleh Allah swt, seperti yang tertulis didalam kitab2 hadis. lalu mengapa banyak sahabat yang tidak tahu tntng kafan nabi saw, dan tidak tahu kapan dimakamkannya beliau saw?
sungguh sangatlah wajib bagi kita seluruh umat muslim untuk menggali lagi sejarah yang ada... dan menjawab semua pertanyaan yang ada dan mendapatkan kebenaran yang ada.
Zahra Mosthafavi menulispada 04 April 2009 jam 17:08
Pertanyaan ini haruslah dilontarkan kepada orang-orang yang menganggap dirinya mengikuti jalan kesempurnaan namun tidak mengetahui apa,siapa dan dimanakah kesempurnaan itu.
Didik Y. Al-Paresi menulispada 04 April 2009 jam 17:13
Ass Wr Wb
Kalo wafatnya Rasulullah diperingati nanti sama dong dengan peringatan wafatnya Isa Almasih yang sekarang di kalender berubah jadi wafatnya Yesus Kristus (ntar dikira ngikut kita)
''barang siapa megikuti suatu kaum maka dia termasuk golongan kaum itu''
salam Silaturahmi
Wass
Kalo wafatnya Rasulullah diperingati nanti sama dong dengan peringatan wafatnya Isa Almasih yang sekarang di kalender berubah jadi wafatnya Yesus Kristus (ntar dikira ngikut kita)
''barang siapa megikuti suatu kaum maka dia termasuk golongan kaum itu''
salam Silaturahmi
Wass
Muhammad Shadiq membalas kiriman Abdul Malikpada 04 April 2009 jam 17:21
P. Abdul Malik, dalam tanggapan saya sebelumnya ketika anda menanyakan bagaimana tradisi orang2 syi'ah menjaga nilai-nilai ajaran agamanya, apakah memiliki dasar dari para Imamnya, dengan tegas saya uraiakan sebagaimana pandangan kami yang tentunya landasannya adalah versi kami, demikian ini jelas anda akan tolak kebenarannya dengan tolak ukur pandangan madzhab salafinya, yang landasannya berbeda dengan Kami, bagimana anda mau terima kebenaran sanad dan riwayat jalur syi'ah..., kenapa harus kami sebutkan refernsi dari buku-buku hadits seperti Bihar-al-Anwar dan al-Kafi, oke demikian ini kami sadari sepenuhnya....!!
Oke, tentang referensi yang memuat sejarah kepengecutan Umar di perang Uhud coba simak di beberapa kitab di bawah ini versi sunni:
1.Baihaqi, Dala'il al-Nubuwwah Jz. 3/254,310
2.al-Maqozi Jz.1/280, 321
3. Ibnu Hisyam, As-Siroh al-Nabawiah Jz. 3/83
4. Ibni Abi al-Hadid, Syarh Nahjil Balaqah 227
Tentang apa yang akan ditulis oleh Nabi yang berindikasi pada pelantikan Ali Bin Abi Thalib, tentunya dapt di baca dari prilaku Umar saat itu yang buat gaduh suasana pembaringan sakit Nabi yang menyatakan Nabi "meracau" gak sadar akan permintaannya untuk dihadirkan alat-alat tulis yang akan digunakan untuk menulis wasiat, tapi umar pun sambung menyatakan "Hasbuna Kitaballah" (buat kami cukup kitab Allah) sebagai ingkar sunnah pertama dalam sejarah, kenapa Umar bersikap demikian jelas karna merasa terancam sekenarionya untuk menentang ali Bin Abi Thalib sebagai rival politiknya bila ditulis dalam wasiat Nabi tentang khilafah setelahnya.
Dan samapai saat ini, anda pun belum menyebutkan definisi bid'ah secara utuh dan siapa saja yang di kategorikan para salaf sholeh dalam diskusi ini ...!?
Kepada Admin diskusi ini, mohon jangan dihapus kekenyolan kebodohan yang ada, seleksi alam akan berlaku dalam diskusi kita siapa yang sebenarnya kwadrat kebodohannya.
Oke, tentang referensi yang memuat sejarah kepengecutan Umar di perang Uhud coba simak di beberapa kitab di bawah ini versi sunni:
1.Baihaqi, Dala'il al-Nubuwwah Jz. 3/254,310
2.al-Maqozi Jz.1/280, 321
3. Ibnu Hisyam, As-Siroh al-Nabawiah Jz. 3/83
4. Ibni Abi al-Hadid, Syarh Nahjil Balaqah 227
Tentang apa yang akan ditulis oleh Nabi yang berindikasi pada pelantikan Ali Bin Abi Thalib, tentunya dapt di baca dari prilaku Umar saat itu yang buat gaduh suasana pembaringan sakit Nabi yang menyatakan Nabi "meracau" gak sadar akan permintaannya untuk dihadirkan alat-alat tulis yang akan digunakan untuk menulis wasiat, tapi umar pun sambung menyatakan "Hasbuna Kitaballah" (buat kami cukup kitab Allah) sebagai ingkar sunnah pertama dalam sejarah, kenapa Umar bersikap demikian jelas karna merasa terancam sekenarionya untuk menentang ali Bin Abi Thalib sebagai rival politiknya bila ditulis dalam wasiat Nabi tentang khilafah setelahnya.
Dan samapai saat ini, anda pun belum menyebutkan definisi bid'ah secara utuh dan siapa saja yang di kategorikan para salaf sholeh dalam diskusi ini ...!?
Kepada Admin diskusi ini, mohon jangan dihapus kekenyolan kebodohan yang ada, seleksi alam akan berlaku dalam diskusi kita siapa yang sebenarnya kwadrat kebodohannya.
Didik Y. Al-Paresi menulispada 04 April 2009 jam 22:02
Wahh anyar maning anyar maning ! ana syi'ah ana salafi apa maning yaaaa inyong ora ngerti babar blas, para kanca tolong dijelasna inyonge yo men mudeng.... kaya kuwekk yaaahhh
Haji Nawawi menulispada 05 April 2009 jam 2:13
Pak didik rika tekak endi? Cilacap atau Purwokerto? bojone inyong tekak Cilacap, lek kulo tekak Suroboyo. Baguslah rika belajar neng forum iki. Lek rika pengen doa2 dan amalan praktis gabung nang kene:
KOMUNITAS MUSLIM CILACAP DAN PURWOKERTO:
http://www.facebook.com/group.php?gid=141140485301
KOMUNITAS MUSLIM CILACAP DAN PURWOKERTO:
http://www.facebook.com/gr
Umar Surabaya menulispada 05 April 2009 jam 2:55
Untuk pak Muhammad Shadiq
Saya melihat anda punya latar belakang santri. Tolong kl anda mau bantah dalil2 saya, pakai pakai nash Al-Qur'an dan Hadis serta penjelasan2 ulama, jangan hanya pendapat dan logika anda sendiri. Berikut ini jawaban saya untuk anda dan semua peserta diskusi ini:
SALAF DAN DALIL2NYA
Pertama:
Allah SWT berfirman: “Tunjukilah kami jalan yang lurus. Jalannya orang-orang yang telah Engkau beri nikmat.” (Al Fatihah: 6-7)
Al Imam Ibnul Qayyim berkata: “Mereka itu adalah orang-orang yang mengetahui kebenaran dan berusaha untuk mengikutinya…, maka setiap orang yang lebih mengetahui kebenaran serta lebih konsisten dalam mengikutinya, tentu ia lebih berhak untuk berada di atas jalan yang lurus. Dan tidak diragukan lagi bahwa para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, mereka adalah orang-orang yang lebih berhak untuk menyandang sifat (gelar) ini daripada orang-orang Rafidhah.” (Madaarijus Saalikin, 1/72).
Penjelasan Al Imam Ibnul Qayyim tentang ayat di atas menunjukkan bahwa para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yang mereka itu adalah Salafush Shalih, merupakan orang-orang yang lebih berhak menyandang gelar “orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah” dan “orang-orang yang berada di atas jalan yang lurus”, dikarenakan betapa dalamnya pengetahuan mereka tentang kebenaran dan betapa konsistennya mereka dalam mengikutinya. Gelar ini menunjukkan bahwa manhaj yang mereka tempuh dalam memahami dienul Islam ini adalah manhaj yang benar dan di atas jalan yang lurus, sehingga orang-orang yang berusaha mengikuti manhaj dan jejak mereka, berarti telah menempuh manhaj yang benar, dan berada di atas jalan yang lurus pula.
Kedua:
Allah SWT: “Dan barangsiapa menentang Rasul setelah jelas baginya kebenaran, dan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa bergelimang dalam kesesatan dan kami masukkan ia ke dalam Jahannam,, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An Nisa’: 115)
Al Imam Ibnu Abi Jamrah Al Andalusi berkata: “Para ulama telah menjelaskan tentang makna firman Allah (di atas): ‘Sesungguhnya yang dimaksud dengan orang-orang mukmin disini adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan generasi pertama dari umat ini, karena mereka merupakan orang-orang yang menyambut syariat ini dengan jiwa yang bersih. Mereka telah menanyakan segala apa yang tidak dipahami (darinya) dengan sebaik-baik pertanyaan, dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun telah menjawabnya dengan jawaban terbaik. Beliau terangkan dengan keterangan yang sempurna. Dan mereka pun mendengarkan (jawaban dan keterangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tersebut), memahaminya, mengamalkannya dengan sebaik-baiknya, menghafalkannya, dan menyampaikannya dengan penuh kejujuran. Mereka benar-benar mempunyai keutamaan yang agung atas kita. Yang mana melalui merekalah hubungan kita bisa tersambungkan dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, juga dengan Allah Ta'ala.’” (Al Marqat fii Nahjissalaf Sabilun Najah hal. 36-37)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Dan sungguh keduanya (menentang Rasul dan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin) adalah saling terkait, maka siapa saja yang menentang Rasul sesudah jelas baginya kebenaran, pasti ia telah mengikuti selain jalan orang-orang mukmin. Dan siapa saja yang mengikuti selain jalan orang-orang mukmin maka ia telah menentang Rasul sesudah jelas baginya kebenaran.” (Majmu’ Fatawa, 7/38).
Setelah kita mengetahui bahwa orang-orang mukmin dalam ayat ini adalah para sahabat Rasulullah saw (As Salaf), dan juga keterkaitan yang erat antara menentang Rasul dengan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin, maka dapatlah disimpulkan bahwa mau tidak mau kita harus mengikuti “manhaj salaf”, jalannya para sahabat.
Sebab bila kita menempuh selain jalan mereka di dalam memahami dienul Islam ini, berarti kita telah menentang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan akibatnya sungguh mengerikan… akan dibiarkan leluasa bergelimang dalam kesesatan… dan kesudahannya masuk ke dalam neraka Jahannam, seburuk-buruk tempat kembali… na’udzu billahi min dzaalik.
Ketiga:
Allah SWT: “Dan orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) dari kalangan Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, mereka kekal abadi di dalamnya. Itulah kesuksesan yang agung.” (At-Taubah: 100).
Dalam ayat ini Allah SWT tidak mengkhususkan ridha dan jaminan jannah (surga)-Nya untuk para sahabat Muhajirin dan Anshar (As Salaf) semata, akan tetapi orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik pun mendapatkan ridha Allah dan jaminan surga seperti mereka.
Al Hafidh Ibnu Katsir berkata: “Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengkhabarkan tentang keridhaan-Nya kepada orang-orang yang terdahulu dari kalangan Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik, dan ia juga mengkhabarkan tentang ketulusan ridha mereka kepada Allah, serta apa yang telah Ia sediakan untuk mereka dari jannah-jannah (surga-surga) yang penuh dengan kenikmatan, dan kenikmatan yang abadi.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/367). Ini menunjukkan bahwa mengikuti manhaj salaf akan mengantarkan kepada ridha Allah dan jannah Allah SWT, dinyatakan dlm firman-Nya:
Artinya : "Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu)." [QS Al Baqoroh: 137]
HADIS2 RASULULLAH SAW
Pertama:
Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya barang siapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti maka ia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku, dan sunnah Al Khulafa’ Ar Rasyidin yang terbimbing, berpeganglah erat-erat dengannya dan gigitlah ia dengan gigi-gigi geraham…” (Shahih, HR Abu Dawud, At Tirmidzi, Ad Darimi, Ibnu Majah dan lainnya dari sahabat Al ‘Irbadh bin Sariyah. Lihat Irwa’ul Ghalil, hadits no. 2455).
Dalam hadits ini dengan tegas dinyatakan bahwa kita akan menyaksikan perselisihan yang begitu banyak di dalam memahami dienul Islam, dan jalan satu-satunya yang mengantarkan kepada keselamatan ialah dengan mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan sunnah Al Khulafa’ Ar Rasyidin (Salafush Shalih). Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan agar kita senantiasa berpegang teguh dengannya. Al Imam Asy Syathibi berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam -sebagaimana yang engkau saksikan- telah mengiringkan sunnah Al Khulafa’ Ar Rasyidin dengan sunnah beliau, dan bahwasanya di antara konsekuensi mengikuti sunnah beliau adalah mengikuti sunnah mereka…, yang demikian itu dikarenakan apa yang mereka sunnahkan benar-benar mengikuti sunnah nabi mereka u atau mengikuti apa yang mereka pahami dari sunnah beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, baik secara global maupun secara rinci, yang tidak diketahui oleh selain mereka.”(Al I’tisham, 1/118).
Kedua:
Rasulullah SAW bersabda : “Terus menerus ada sekelompok kecil dari umatku yang senantiasa tampil di atas kebenaran. Tidak akan memudharatkan mereka orang-orang yang menghinakan mereka, sampai datang keputusan Allah dan mereka dalam keadaan seperti itu.” (Shahih, HR Al Bukhari dan Muslim, lafadz hadits ini adalah lafadz Muslim dari sahabat Tsauban, hadits no. 1920).
Al Imam Ahmad bin Hanbal berkata (tentang tafsir hadits di atas): “Kalau bukan Ahlul Hadits, maka aku tidak tahu siapa mereka?!” (Syaraf Ashhabil Hadits, karya Al Khatib Al Baghdadi, hal. 36).
Al Imam Ibnul Mubarak, Al Imam Al Bukhari, Al Imam Ahmad bin Sinan Al Muhaddits, semuanya berkata tentang tafsir hadits ini: “Mereka adalah Ahlul Hadits.” (Syaraf Ashhabil Hadits, hal. 26, 37). Asy Syaikh Ahmad bin Muhammad Ad Dahlawi Al Madani berkata: “Hadits ini merupakan tanda dari tanda-tanda kenabian (Rasulullah SAW), di dalamnya beliau telah menyebutkan tentang keutamaan sekelompok kecil yang senantiasa tampil di atas kebenaran, dan setiap masa dari jaman ini tidak akan lengang dari mereka. Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mendoakan mereka dan doa itupun terkabul. Maka Allah ‘Azza Wa Jalla menjadikan pada tiap masa dan jaman, sekelompok dari umat ini yang memperjuangkan kebenaran, tampil di atasnya dan menerangkannya kepada umat manusia dengan sebenar-benarnya keterangan. Sekelompok kecil ini secara yakin adalah Ahlul Hadits insya Allah, sebagaimana yang telah disaksikan oleh sejumlah ulama yang tangguh, baik terdahulu ataupun di masa kini.” (Tarikh Ahlil Hadits, hal 131).
Ahlul Hadits adalah nama lain dari orang-orang yang mengikuti manhaj salaf. Atas dasar itulah, siapa saja yang ingin menjadi bagian dari “sekelompok kecil” yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam hadits di atas, maka ia harus mengikuti manhaj salaf.
Ketiga:
Rasulullah SAW bersabda: “…. Umatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan, semuanya masuk ke dalam neraka, kecuali satu golongan. Beliau ditanya: ‘Siapa dia wahai Rasulullah?’. Beliau menjawab: golongan yang aku dan para sahabatku mengikuti.” (Hasan, riwayat At Tirmidzi dalam Sunannya, Kitabul Iman, Bab Iftiraqu Hadzihil Ummah, dari sahabat Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash).
Asy Syaikh Ahmad bin Muhammad Ad Dahlawi Al Madani berkata: “Hadits ini sebagai nash (dalil) dalam perselisihan, karena ia dengan tegas menjelaskan tentang tiga perkara: - Pertama, bahwa umat Islam sepeninggal beliau akan berselisih dan menjadi golongan-golongan yang berbeda pemahaman dan pendapat di dalam memahami agama. Semuanya masuk ke dalam neraka, dikarenakan mereka masih terus berselisih dalam masalah-masalah agama setelah datangnya penjelasan dari Rabb Semesta Alam. - Kedua, kecuali satu golongan yang Allah selamatkan, dikarenakan mereka berpegang teguh dengan Al Quran dan Sunnah Rasulullah SAW dan mengamalkan keduanya tanpa adanya takwil dan penyimpangan. - Ketiga, Rasulullah SAW telah menentukan golongan yang selamat dari sekian banyak golongan itu. Ia hanya satu dan mempunyai sifat yang khusus, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Rasulullah SAW sendiri (dalam hadits tersebut) yang tidak lagi membutuhkan takwil dan tafsir. (Tarikh Ahlil Hadits hal 78-79). Tentunya, golongan yang ditentukan oleh Rasulullah SAW itu adalah yang mengikuti manhaj salaf, karena mereka di dalam memahami dienul Islam ini menempuh suatu jalan yang Rasulullah dan para sahabatnya berada di atasnya.
KESIMPULAN:
Berdasarkan beberapa ayat dan hadits di atas, dapatlah diambil suatu kesimpulan, bahwa manhaj salaf merupakan satu-satunya manhaj yang harus diikuti di dalam memahami dienul Islam ini, karena:
1. Manhaj salaf adalah manhaj yang benar dan berada di atas jalan yang lurus.
2. Mengikuti selain manhaj salaf berarti menentang Rasulullah SAW, yang berakibat akan diberi keleluasaan untuk bergelimang di dalam kesesatan dan tempat kembalinya adalah Jahannam.
3. Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf dengan sebaik-baiknya, pasti mendapat ridha dari Allah dan tempat kembalinya adalah surga yang penuh dengan kenikmatan, kekal abadi di dalamnya.
4. Manhaj salaf adalah manhaj yang harus dipegang erat-erat, tatkala bermunculan pemahaman-pemahaman dan pendapat-pendapat di dalam memahami dienul Islam, sebagaimana yang diwasiatkan oleh Rasulullah SAW.
5. Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf, mereka adalah sekelompok dari umat ini yang senantiasa tampil di atas kebenaran, dan senantiasa mendapatkan pertolongan dan kemenangan dari Allah SWT.
6. Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf, mereka adalah golongan yang selamat dikarenakan mereka berada di atas jalan yang ditempuh oleh Rasulullah dan para sahabatnya.
Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika:
1. Al Imam Abdurrahman bin ‘Amr Al Auza’i berkata: “Wajib bagimu untuk mengikuti jejak salaf walaupun banyak orang menolakmu, dan hati-hatilah dari pemahaman/pendapat tokoh-tokoh itu walaupun mereka mengemasnya untukmu dengan kata-kata (yang indah).” (Asy Syari’ah, karya Al Imam Al Ajurri, hal. 63).
2. Al Imam Abu Hanifah An Nu’man bin Tsabit berkata: “Wajib bagimu untuk mengikuti atsar dan jalan yang ditempuh oleh salaf, dan hati-hatilah dari segala yang diada-adakan dalam agama, karena ia adalah bid’ah.” (Shaunul Manthiq, karya As Suyuthi, hal. 322, saya nukil dari kitab Al Marqat fii Nahjis Salaf Sabilun Najah, hal. 54).
3. Al Imam Abul Mudhaffar As Sam’ani berkata: “Syi’ar Ahlus Sunnah adalah mengikuti manhaj salafush shalih dan meninggalkan segala yang diada-adakan (dalam agama).” (Al Intishaar li Ahlil Hadits, karya Muhammad bin Umar Bazmul hal. 88).
4. Al Imam Qawaamus Sunnah Al Ashbahani berkata: “Barangsiapa menyelisihi sahabat dan tabi’in (salaf) maka ia sesat, walaupun banyak ilmunya.” (Al Hujjah fii Bayaanil Mahajjah, 2/437-438, saya nukil dari kitab Al Intishaar li Ahlil Hadits, hal. 88)
5. Al-Imam As Syathibi berkata: “Segala apa yang menyelisihi manhaj salaf, maka ia adalah kesesatan.” (Al Muwafaqaat, 3/284), saya nukil melalui Al Marqat fii Nahjis Salaf Sabilun Najah, hal. 57).
6. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Tidak tercela bagi siapa saja yang menampakkan manhaj salaf, berintisab dan bersandar kepadanya, bahkan yang demikian itu disepakati wajib diterima, karena manhaj salaf pasti benar.” (Majmu’ Fatawa, 4/149). Beliau juga berkata: “Bahkan syi’ar Ahlul Bid’ah adalah meninggalkan manhaj salaf.” (Majmu’ Fatawa, 4/155).
Semoga Allah Swt senantiasa membimbing kita untuk mengikuti manhaj salaf di dalam memahami dienul Islam ini, mengamalkannya dan berteguh diri di atasnya, sehingga bertemu dengan-Nya dalam keadaan husnul khatimah. Amin yaa Rabbal ‘Alamin.
Saya melihat anda punya latar belakang santri. Tolong kl anda mau bantah dalil2 saya, pakai pakai nash Al-Qur'an dan Hadis serta penjelasan2 ulama, jangan hanya pendapat dan logika anda sendiri. Berikut ini jawaban saya untuk anda dan semua peserta diskusi ini:
SALAF DAN DALIL2NYA
Pertama:
Allah SWT berfirman: “Tunjukilah kami jalan yang lurus. Jalannya orang-orang yang telah Engkau beri nikmat.” (Al Fatihah: 6-7)
Al Imam Ibnul Qayyim berkata: “Mereka itu adalah orang-orang yang mengetahui kebenaran dan berusaha untuk mengikutinya…, maka setiap orang yang lebih mengetahui kebenaran serta lebih konsisten dalam mengikutinya, tentu ia lebih berhak untuk berada di atas jalan yang lurus. Dan tidak diragukan lagi bahwa para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, mereka adalah orang-orang yang lebih berhak untuk menyandang sifat (gelar) ini daripada orang-orang Rafidhah.” (Madaarijus Saalikin, 1/72).
Penjelasan Al Imam Ibnul Qayyim tentang ayat di atas menunjukkan bahwa para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yang mereka itu adalah Salafush Shalih, merupakan orang-orang yang lebih berhak menyandang gelar “orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah” dan “orang-orang yang berada di atas jalan yang lurus”, dikarenakan betapa dalamnya pengetahuan mereka tentang kebenaran dan betapa konsistennya mereka dalam mengikutinya. Gelar ini menunjukkan bahwa manhaj yang mereka tempuh dalam memahami dienul Islam ini adalah manhaj yang benar dan di atas jalan yang lurus, sehingga orang-orang yang berusaha mengikuti manhaj dan jejak mereka, berarti telah menempuh manhaj yang benar, dan berada di atas jalan yang lurus pula.
Kedua:
Allah SWT: “Dan barangsiapa menentang Rasul setelah jelas baginya kebenaran, dan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa bergelimang dalam kesesatan dan kami masukkan ia ke dalam Jahannam,, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An Nisa’: 115)
Al Imam Ibnu Abi Jamrah Al Andalusi berkata: “Para ulama telah menjelaskan tentang makna firman Allah (di atas): ‘Sesungguhnya yang dimaksud dengan orang-orang mukmin disini adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan generasi pertama dari umat ini, karena mereka merupakan orang-orang yang menyambut syariat ini dengan jiwa yang bersih. Mereka telah menanyakan segala apa yang tidak dipahami (darinya) dengan sebaik-baik pertanyaan, dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun telah menjawabnya dengan jawaban terbaik. Beliau terangkan dengan keterangan yang sempurna. Dan mereka pun mendengarkan (jawaban dan keterangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tersebut), memahaminya, mengamalkannya dengan sebaik-baiknya, menghafalkannya, dan menyampaikannya dengan penuh kejujuran. Mereka benar-benar mempunyai keutamaan yang agung atas kita. Yang mana melalui merekalah hubungan kita bisa tersambungkan dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, juga dengan Allah Ta'ala.’” (Al Marqat fii Nahjissalaf Sabilun Najah hal. 36-37)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Dan sungguh keduanya (menentang Rasul dan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin) adalah saling terkait, maka siapa saja yang menentang Rasul sesudah jelas baginya kebenaran, pasti ia telah mengikuti selain jalan orang-orang mukmin. Dan siapa saja yang mengikuti selain jalan orang-orang mukmin maka ia telah menentang Rasul sesudah jelas baginya kebenaran.” (Majmu’ Fatawa, 7/38).
Setelah kita mengetahui bahwa orang-orang mukmin dalam ayat ini adalah para sahabat Rasulullah saw (As Salaf), dan juga keterkaitan yang erat antara menentang Rasul dengan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin, maka dapatlah disimpulkan bahwa mau tidak mau kita harus mengikuti “manhaj salaf”, jalannya para sahabat.
Sebab bila kita menempuh selain jalan mereka di dalam memahami dienul Islam ini, berarti kita telah menentang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan akibatnya sungguh mengerikan… akan dibiarkan leluasa bergelimang dalam kesesatan… dan kesudahannya masuk ke dalam neraka Jahannam, seburuk-buruk tempat kembali… na’udzu billahi min dzaalik.
Ketiga:
Allah SWT: “Dan orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) dari kalangan Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, mereka kekal abadi di dalamnya. Itulah kesuksesan yang agung.” (At-Taubah: 100).
Dalam ayat ini Allah SWT tidak mengkhususkan ridha dan jaminan jannah (surga)-Nya untuk para sahabat Muhajirin dan Anshar (As Salaf) semata, akan tetapi orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik pun mendapatkan ridha Allah dan jaminan surga seperti mereka.
Al Hafidh Ibnu Katsir berkata: “Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengkhabarkan tentang keridhaan-Nya kepada orang-orang yang terdahulu dari kalangan Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik, dan ia juga mengkhabarkan tentang ketulusan ridha mereka kepada Allah, serta apa yang telah Ia sediakan untuk mereka dari jannah-jannah (surga-surga) yang penuh dengan kenikmatan, dan kenikmatan yang abadi.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/367). Ini menunjukkan bahwa mengikuti manhaj salaf akan mengantarkan kepada ridha Allah dan jannah Allah SWT, dinyatakan dlm firman-Nya:
Artinya : "Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu)." [QS Al Baqoroh: 137]
HADIS2 RASULULLAH SAW
Pertama:
Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya barang siapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti maka ia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku, dan sunnah Al Khulafa’ Ar Rasyidin yang terbimbing, berpeganglah erat-erat dengannya dan gigitlah ia dengan gigi-gigi geraham…” (Shahih, HR Abu Dawud, At Tirmidzi, Ad Darimi, Ibnu Majah dan lainnya dari sahabat Al ‘Irbadh bin Sariyah. Lihat Irwa’ul Ghalil, hadits no. 2455).
Dalam hadits ini dengan tegas dinyatakan bahwa kita akan menyaksikan perselisihan yang begitu banyak di dalam memahami dienul Islam, dan jalan satu-satunya yang mengantarkan kepada keselamatan ialah dengan mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan sunnah Al Khulafa’ Ar Rasyidin (Salafush Shalih). Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan agar kita senantiasa berpegang teguh dengannya. Al Imam Asy Syathibi berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam -sebagaimana yang engkau saksikan- telah mengiringkan sunnah Al Khulafa’ Ar Rasyidin dengan sunnah beliau, dan bahwasanya di antara konsekuensi mengikuti sunnah beliau adalah mengikuti sunnah mereka…, yang demikian itu dikarenakan apa yang mereka sunnahkan benar-benar mengikuti sunnah nabi mereka u atau mengikuti apa yang mereka pahami dari sunnah beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, baik secara global maupun secara rinci, yang tidak diketahui oleh selain mereka.”(Al I’tisham, 1/118).
Kedua:
Rasulullah SAW bersabda : “Terus menerus ada sekelompok kecil dari umatku yang senantiasa tampil di atas kebenaran. Tidak akan memudharatkan mereka orang-orang yang menghinakan mereka, sampai datang keputusan Allah dan mereka dalam keadaan seperti itu.” (Shahih, HR Al Bukhari dan Muslim, lafadz hadits ini adalah lafadz Muslim dari sahabat Tsauban, hadits no. 1920).
Al Imam Ahmad bin Hanbal berkata (tentang tafsir hadits di atas): “Kalau bukan Ahlul Hadits, maka aku tidak tahu siapa mereka?!” (Syaraf Ashhabil Hadits, karya Al Khatib Al Baghdadi, hal. 36).
Al Imam Ibnul Mubarak, Al Imam Al Bukhari, Al Imam Ahmad bin Sinan Al Muhaddits, semuanya berkata tentang tafsir hadits ini: “Mereka adalah Ahlul Hadits.” (Syaraf Ashhabil Hadits, hal. 26, 37). Asy Syaikh Ahmad bin Muhammad Ad Dahlawi Al Madani berkata: “Hadits ini merupakan tanda dari tanda-tanda kenabian (Rasulullah SAW), di dalamnya beliau telah menyebutkan tentang keutamaan sekelompok kecil yang senantiasa tampil di atas kebenaran, dan setiap masa dari jaman ini tidak akan lengang dari mereka. Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mendoakan mereka dan doa itupun terkabul. Maka Allah ‘Azza Wa Jalla menjadikan pada tiap masa dan jaman, sekelompok dari umat ini yang memperjuangkan kebenaran, tampil di atasnya dan menerangkannya kepada umat manusia dengan sebenar-benarnya keterangan. Sekelompok kecil ini secara yakin adalah Ahlul Hadits insya Allah, sebagaimana yang telah disaksikan oleh sejumlah ulama yang tangguh, baik terdahulu ataupun di masa kini.” (Tarikh Ahlil Hadits, hal 131).
Ahlul Hadits adalah nama lain dari orang-orang yang mengikuti manhaj salaf. Atas dasar itulah, siapa saja yang ingin menjadi bagian dari “sekelompok kecil” yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam hadits di atas, maka ia harus mengikuti manhaj salaf.
Ketiga:
Rasulullah SAW bersabda: “…. Umatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan, semuanya masuk ke dalam neraka, kecuali satu golongan. Beliau ditanya: ‘Siapa dia wahai Rasulullah?’. Beliau menjawab: golongan yang aku dan para sahabatku mengikuti.” (Hasan, riwayat At Tirmidzi dalam Sunannya, Kitabul Iman, Bab Iftiraqu Hadzihil Ummah, dari sahabat Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash).
Asy Syaikh Ahmad bin Muhammad Ad Dahlawi Al Madani berkata: “Hadits ini sebagai nash (dalil) dalam perselisihan, karena ia dengan tegas menjelaskan tentang tiga perkara: - Pertama, bahwa umat Islam sepeninggal beliau akan berselisih dan menjadi golongan-golongan yang berbeda pemahaman dan pendapat di dalam memahami agama. Semuanya masuk ke dalam neraka, dikarenakan mereka masih terus berselisih dalam masalah-masalah agama setelah datangnya penjelasan dari Rabb Semesta Alam. - Kedua, kecuali satu golongan yang Allah selamatkan, dikarenakan mereka berpegang teguh dengan Al Quran dan Sunnah Rasulullah SAW dan mengamalkan keduanya tanpa adanya takwil dan penyimpangan. - Ketiga, Rasulullah SAW telah menentukan golongan yang selamat dari sekian banyak golongan itu. Ia hanya satu dan mempunyai sifat yang khusus, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Rasulullah SAW sendiri (dalam hadits tersebut) yang tidak lagi membutuhkan takwil dan tafsir. (Tarikh Ahlil Hadits hal 78-79). Tentunya, golongan yang ditentukan oleh Rasulullah SAW itu adalah yang mengikuti manhaj salaf, karena mereka di dalam memahami dienul Islam ini menempuh suatu jalan yang Rasulullah dan para sahabatnya berada di atasnya.
KESIMPULAN:
Berdasarkan beberapa ayat dan hadits di atas, dapatlah diambil suatu kesimpulan, bahwa manhaj salaf merupakan satu-satunya manhaj yang harus diikuti di dalam memahami dienul Islam ini, karena:
1. Manhaj salaf adalah manhaj yang benar dan berada di atas jalan yang lurus.
2. Mengikuti selain manhaj salaf berarti menentang Rasulullah SAW, yang berakibat akan diberi keleluasaan untuk bergelimang di dalam kesesatan dan tempat kembalinya adalah Jahannam.
3. Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf dengan sebaik-baiknya, pasti mendapat ridha dari Allah dan tempat kembalinya adalah surga yang penuh dengan kenikmatan, kekal abadi di dalamnya.
4. Manhaj salaf adalah manhaj yang harus dipegang erat-erat, tatkala bermunculan pemahaman-pemahaman dan pendapat-pendapat di dalam memahami dienul Islam, sebagaimana yang diwasiatkan oleh Rasulullah SAW.
5. Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf, mereka adalah sekelompok dari umat ini yang senantiasa tampil di atas kebenaran, dan senantiasa mendapatkan pertolongan dan kemenangan dari Allah SWT.
6. Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf, mereka adalah golongan yang selamat dikarenakan mereka berada di atas jalan yang ditempuh oleh Rasulullah dan para sahabatnya.
Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika:
1. Al Imam Abdurrahman bin ‘Amr Al Auza’i berkata: “Wajib bagimu untuk mengikuti jejak salaf walaupun banyak orang menolakmu, dan hati-hatilah dari pemahaman/pendapat tokoh-tokoh itu walaupun mereka mengemasnya untukmu dengan kata-kata (yang indah).” (Asy Syari’ah, karya Al Imam Al Ajurri, hal. 63).
2. Al Imam Abu Hanifah An Nu’man bin Tsabit berkata: “Wajib bagimu untuk mengikuti atsar dan jalan yang ditempuh oleh salaf, dan hati-hatilah dari segala yang diada-adakan dalam agama, karena ia adalah bid’ah.” (Shaunul Manthiq, karya As Suyuthi, hal. 322, saya nukil dari kitab Al Marqat fii Nahjis Salaf Sabilun Najah, hal. 54).
3. Al Imam Abul Mudhaffar As Sam’ani berkata: “Syi’ar Ahlus Sunnah adalah mengikuti manhaj salafush shalih dan meninggalkan segala yang diada-adakan (dalam agama).” (Al Intishaar li Ahlil Hadits, karya Muhammad bin Umar Bazmul hal. 88).
4. Al Imam Qawaamus Sunnah Al Ashbahani berkata: “Barangsiapa menyelisihi sahabat dan tabi’in (salaf) maka ia sesat, walaupun banyak ilmunya.” (Al Hujjah fii Bayaanil Mahajjah, 2/437-438, saya nukil dari kitab Al Intishaar li Ahlil Hadits, hal. 88)
5. Al-Imam As Syathibi berkata: “Segala apa yang menyelisihi manhaj salaf, maka ia adalah kesesatan.” (Al Muwafaqaat, 3/284), saya nukil melalui Al Marqat fii Nahjis Salaf Sabilun Najah, hal. 57).
6. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Tidak tercela bagi siapa saja yang menampakkan manhaj salaf, berintisab dan bersandar kepadanya, bahkan yang demikian itu disepakati wajib diterima, karena manhaj salaf pasti benar.” (Majmu’ Fatawa, 4/149). Beliau juga berkata: “Bahkan syi’ar Ahlul Bid’ah adalah meninggalkan manhaj salaf.” (Majmu’ Fatawa, 4/155).
Semoga Allah Swt senantiasa membimbing kita untuk mengikuti manhaj salaf di dalam memahami dienul Islam ini, mengamalkannya dan berteguh diri di atasnya, sehingga bertemu dengan-Nya dalam keadaan husnul khatimah. Amin yaa Rabbal ‘Alamin.
Didik Y. Al-Paresi menulispada 05 April 2009 jam 14:28
Haji Nawawi dan Ifadah Amalia kalo saya amati kayaknyaada hubungan erat yaaa ! like same person yaaa ? apa rika suami istri ? kayak peyang penjol baee Rika mareng endi .......
Didik Y. Al-Paresi menulispada 05 April 2009 jam 14:33
Pak Kaji Nawawi rika durung jawab pertanyaane inyong, apa itu paham syi'ah apa itu paham salafi, tolong rika jelasne men inyong ngertii. trus rika masuk golongan paham sing endi ? nek inyonge jelas masuk golongan salah pahamm ..... kaya kuwekkk
Muhammad Baqiranwar menulispada 05 April 2009 jam 14:43
@UBK dan US (Umar Surabaya)
Tersingkaplah kebohongan salafi/wahabi... kalian tidak akan mungkin membodohi umat dgn memakai Jubah dan Sorban.. Dakwa kalian di radio2 semakin kelihatan kebohongan dan pembodohan umat, namun jaman sekarang sudah banyak referensi yg bisa didapatkan dimana saja, baik itu dari buku ataupun internet... Umat / masyarakat indonesia semakin hari semakin maju dgn ilmunya...
Sebaiknya anda berdua meninggalkan sesuatu yg akan membawa anda kedalam kesulitan yg abadi, krn harus mempertanggung jawabkan akal anda dihadapan Allah...
Kalau anda meyakini kebenaran ajaran Salafi / wahabi, tolong jawab pertanyaan teman2 di group ini dgn argumentasi yg masuk diakan dan berdasarkan dalil2 yg kuat... Jangan hanya berdasarkan Ibn Taimiyah saja..
Anda sebaiknya mempelajari sejarah kehidupan Ibn Taimiyah, siapa dia? dan apa yg diinginkannya dalam hidup ini??? Sebelum anda mengikuti ajarannya... Anda harus mempelajari bagaimana Aqidah Islam menurut Ibnu Taimiyah khusunya tentang Allah swt?
Sejarah ringkas Ibn Taimiyah dan Ajarannya:
Abul Abbas Ahmad bin Abdul Halim yang dikenal sebagai Ibnu Taimiyah, adalah seorang ulama mazhab Hanbali yang wafat pada tahun 728 H. Dia mengungkapkan pendapat dan keyakinannya yang berlawanan dengan pendapat yang diakui oleh semua mazhab dalam agama Islam, dan terus menerus mendapat tantangan dari para ulama yang lain. Para peneliti memandang bahwa keyakinan Ibnu Taimiyah nantinya membentuk prinsip-prinsip dasar keimanan para kaum Wahabi. Tatkala Ibn Taimiyyah menyampaikan pandangannya di depan umum dan menulis buku-buku tentang keyakinannya, para ulama Islam yang diketuai oleh para ulama Islam Suni melakukan dua hal untuk mencegah korupsi agama ini agar tidak dianggap sebagai hal yang umum serta lazim oleh umat Islam:
A) Mereka mengkritik pendapat dan keyakinannya. Dalam soal ini kita akan merujuk kepada sebagian buku-buku yang telah ditulis sebagai suatu bentuk kritikan terhadap keyakinannya:
1) Syifa' as- Saqam fiZiyarat al-Qabr Khayr al-Anam ditulis oleh Taqiyuddin Subki.
2) Ad-Durrat al-Mudhiyat fi ar-Rad 'ala Ibn Taimiyyah ditulis oleh penulis yang sama.
3) Al-Maqalat al-Mardhiyyah, disusun oleh hakim tertinggi mazhab Maliki dengan nama Taqiyyuddin Abi Abdullah Akhna'i.
4) Najm al-Muhtadi wa Rajm al-Muqtadi ditulis oleh Fakhr bin Muhammad Qurasyi.
5) Dafa' asy-Syubhah ditulis oleh Taqiyuddin Hasni.
6) At-Tuhfat al-Mukhtarah fi ar-Rad 'ala Munkar al-Ziyarah ditulis oleh Tajuddin.
Ini adalah serangkaian penyangkalan terhadap tulisan-tulisan Ibnu Taimiyah. Dalam cara ini pandangan-pandangannya yang tidak memiliki dasar tampak jelas.
B) Fatwa para fakih dan ulama Suni pada masa itu telah menuduh Ibnu Taimiyah tidak bermoral, dan bahkan pada masa itu juga telah mengucilkan serta menyingkapkan praktik bid'ahnya.
Ketika pendapat Ibnu Taimiyah mengenai pergi berziarah ke kubur-an suci Rasulullah saw dipaparkan dalam bentuk tulisan yang ditujukan kepada kadi tertinggi Mesir, Badr bin Jamaah, ia menulis kata-kata berikut ini pada halaman bagian bawah:
Pergi berziarah ke (kuburan suci) Rasulullah saw adalah perbuatan yang baik, sunnah dan seluruh ulama sepakat dengan suara bulat menyetujuinya.
Siapapun orangnya yang berpendapat, bahwa pergi berziarah ke kuburan suci Rasulullah saw bertentangan dengan hukum agama, maka harus diberi tindakan yang keras oleh para ulama, serta harus dilarang dari membuat pernyataan-pernyataan seperti itu. Bilamana tindakan ini tidak efektif, maka pelakunya harus dipenjarakan serta diberitahu kepada khalayak luas agar umat Islam nanti tidak mengikuti ajarannya.
Tidak hanya fakih tertinggi dari Mazhab Syafi'i yang mengeluarkan pernyataan seperti itu, tetapi juga para fakih tertinggi dari Mazhab Maliki dan Hambali di Mesir juga membenarkan pernyataan ini dalam cara-caranya masing-masing. Untuk lebih detailnya, Anda dapat merujuk kepada Dafa asy-Syubhah yang ditulis oleh Taqiyuddin Hasni.
Selain daripada ini, penulis yang sezaman dengannya, Dzahabi— seorang penulis besar pada abad ke-8 Hijrah dan telah menulis karya-karya berharga tentang sejarah dan biografi—telah, dalam sepucuk surat kepada Ibnu Taimiyah, menyamakan Ibnu Taimiyah dengan Hajjaj Tsaqafi sejauh memperhatikan penyebaran penyelewengan dan penyimpangan yang dilakukannya. Surat itu telah dicatat oleh penulis dari Takmalah as-Sayf as-Sayqal pada halaman 190 dalam bukunya. Almarhum Allamah Amini juga mengaitkan teks dari surat itu pada jilid kelima dalam buku Al-Ghadir halaman 87-88. Bagi yang berminat silahkan merujuk kepada buku-buku itu.
Ketika Ibnu Taimiyah wafat pada tahun 728 H di dalam penjara Damaskus, gerakannya cenderung menurun. Lewat seorang muridnya yang terkenal Ibnu Qayyim, dia mulai terjun melakukan propaganda pandangan-pandangan gurunya, dan kemudian tidak ada jejak-jejak tentang keyakinan dan gagasan itu yang tersisa pada periode-periode berikutnya.
Akan tetapi manakala putra Abdul Wahab itu berada di bawah pengaruh keyakinan Ibnu Taimiyah dan ketika Sa'ud memberi dukungan kepadanya untuk memperkuat fondasi kekuasaan mereka sendiri atas wilayah Najd, sekali lagi praktik bid'ah dari ajaran-ajaran Ibnu Taimiyyah bertunas dalam pemikiran sejumlah orang di Najd. Dalam kelemahan purbasangka yang kaku dan sayangnya atas nama tauhid, suatu peristiwa mandi darah timbul mencuat di bawah nama jihad terhadap kaum kafir dan kaum yang syirik. Sepuluh ribu laki-laki, perempuan dan anak-anak dikorbankan untuk itu.
Sekali lagi, satu sekte baru tiba-tiba berkembang dalam komunitas Muslim. Rasa sesal muncul saat terbentuknya kekuasaan Haramain Syarifain (pelindung dua tempat suci) yang ditempatkan di bawah kepe-milikan kelompok ini, sebagai hasil dari bentuk kompromi dengan Inggris dan negara-negara adikuasa lainnya pada masa itu. Juga disebabkan oleh bubarnya Khilafah Utsmani, serta pembagian negara-negara Arab di antara kalangan negara adikuasa, kaum Wahabi yang berasal Najd mendapatkan kontrol atas daerah Makkah dan Madinah, begitu juga dengan peninggalan Islam. Mereka mengerahkan seluruh daya usaha dalam menghancurkan makam-makam para wali Allah, dan dalam pelanggaran dengan penghinaan terhadap keturunan Nabi saw dengan meruntuhkan kuburan-kuburan mereka dan peninggalan-peninggalan historis lain yang disandarkan kepada mereka.
Pada saat itu, para ulama Syi'ah bersama-sama para ulama Suni, sebagai-mana telah kami sebutkan di muka, berusaha sangat keras mengkritik pandangan-pandangan Abdul Wahab. Kedua kelompok memulai jihad ilmu dan logika dalam sikap yang sebaik mungkin.
Penyangkalan pertama yang ditulis para ulama Suni atas pandangan-pandangan Muhammad Abdul Wahab adalah buku yang berjudul Ash-Shawaiq al-Ilahiyyah fi Radd 'ala al-Wahabiyyah oleh Sulaiman bin Abdul Wahab, saudara Muhammad bin Abdul Wahab.
Buku pertama yang ditulis para ulama Syi'ah untuk menyangkal pandangan Muhammad bin Abdul Wahab adalah Manhaj ar-Rasyad ditulis oleh almarhum yang sangat dihormati Syekh Ja'far Kasyif al-Ghitha yang wafat pada tahun 1228 H. Dia menulis buku ini sebagai jawaban kepada risalah yang berasal dari salah seorang amir di antara Dinasti Saud yang bernama Abdul Aziz bin Saud yang dikirim kepadanya. Dalam risalah itu, Abdul Aziz bin Saud telah telah mengumpulkan semua pandangan Muhammad bin Abdul Wahab dan mencoba membuktikan semua pandangan tersebut dari al-Quran dan Sunnah. Buku ini diterbitkan pada 1343 H di Najaf. Setelah terbitnya karya yang terkemuka ini, banyak kritik keilmuan ditulis mengenai kesesuaian gerakan-gerakan Wahabi di daerah itu. Sebagian besar buku-buku ini telah diterbitkan.
Tetapi sekarang, gerakan-gerakan Wahabi semakin berkembang sebagai hasil dari kemakmuran yang berlimpah ruah yang dihimpun dinasti kerajaan Saud dengan cara menjual minyak. Setiap hari, setiap bulan Abu Jahal dan Abu Lahab modern yang telah mengambil alih dalam mengendalikan Ka'bah, melakukan serangan terhadap tempat-tempat suci dalam berbagai cara. Setiap hari bekas-bekas peninggalan sejarah Islam dihancurkan. Sesuatu yang memberi dorongan kepada gerakan mereka adalah kode-kode rahasia dan restu yang diberikan oleh majikan-majikan Barat mereka, yang sangat dicemaskan oleh persatuan umat Islam. Rasa takut mereka kepada persatuan Islam ini lebih dari ketakutan mereka terhadap komunis internasional. Karena tidak ada pilihan lain terkecuali menuntas habis penciptaan agama-agama dan keimanan, sehingga mereka menghambur-hamburkan uang, yang mereka bayarkan kepada pemerintahan Wahabi demi minyak, dan, pada akhirnya, menghalang-halangi persatuan umat Islam dan menggiring mereka untuk saling menuding sebagai tidak bermoral, serta saling mengucil-kan diri mereka.
Kalau para anggota Group O Hashem mau mendalami ajaran2 kesesatan WAHABI atau SALAFI, anda dapat membaca buku Syekh Muhammad bin Abdul Wahab & Ajarannya. Buku itu dapat menyingkapkan pendapat-pendapat mereka dan menghilangkan kendala-kendala berkenaan dengan paham Wahabi.
Buku itu juga akan mengoyak tirai-tirai gelap keraguan dan berharap menjernihkan fakta-fakta bahwa kepercayaan seluruh umat Islam sedunia, berasal dari Kitab Suci dan Sunnah yang diberkati, dan bahwasanya gerakan-gerakan serta tindakan-tindakan dari paham Wahabi bertentangan dengan al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw dan juga bertentangan dengan tabiat.
Selamat membaca buku: Syekh Muhammad bin Abdul Wahab & Ajarannya, Oleh Syekh Ja’far Subhani, penerbit Citra…..
Tersingkaplah kebohongan salafi/wahabi... kalian tidak akan mungkin membodohi umat dgn memakai Jubah dan Sorban.. Dakwa kalian di radio2 semakin kelihatan kebohongan dan pembodohan umat, namun jaman sekarang sudah banyak referensi yg bisa didapatkan dimana saja, baik itu dari buku ataupun internet... Umat / masyarakat indonesia semakin hari semakin maju dgn ilmunya...
Sebaiknya anda berdua meninggalkan sesuatu yg akan membawa anda kedalam kesulitan yg abadi, krn harus mempertanggung jawabkan akal anda dihadapan Allah...
Kalau anda meyakini kebenaran ajaran Salafi / wahabi, tolong jawab pertanyaan teman2 di group ini dgn argumentasi yg masuk diakan dan berdasarkan dalil2 yg kuat... Jangan hanya berdasarkan Ibn Taimiyah saja..
Anda sebaiknya mempelajari sejarah kehidupan Ibn Taimiyah, siapa dia? dan apa yg diinginkannya dalam hidup ini??? Sebelum anda mengikuti ajarannya... Anda harus mempelajari bagaimana Aqidah Islam menurut Ibnu Taimiyah khusunya tentang Allah swt?
Sejarah ringkas Ibn Taimiyah dan Ajarannya:
Abul Abbas Ahmad bin Abdul Halim yang dikenal sebagai Ibnu Taimiyah, adalah seorang ulama mazhab Hanbali yang wafat pada tahun 728 H. Dia mengungkapkan pendapat dan keyakinannya yang berlawanan dengan pendapat yang diakui oleh semua mazhab dalam agama Islam, dan terus menerus mendapat tantangan dari para ulama yang lain. Para peneliti memandang bahwa keyakinan Ibnu Taimiyah nantinya membentuk prinsip-prinsip dasar keimanan para kaum Wahabi. Tatkala Ibn Taimiyyah menyampaikan pandangannya di depan umum dan menulis buku-buku tentang keyakinannya, para ulama Islam yang diketuai oleh para ulama Islam Suni melakukan dua hal untuk mencegah korupsi agama ini agar tidak dianggap sebagai hal yang umum serta lazim oleh umat Islam:
A) Mereka mengkritik pendapat dan keyakinannya. Dalam soal ini kita akan merujuk kepada sebagian buku-buku yang telah ditulis sebagai suatu bentuk kritikan terhadap keyakinannya:
1) Syifa' as- Saqam fiZiyarat al-Qabr Khayr al-Anam ditulis oleh Taqiyuddin Subki.
2) Ad-Durrat al-Mudhiyat fi ar-Rad 'ala Ibn Taimiyyah ditulis oleh penulis yang sama.
3) Al-Maqalat al-Mardhiyyah, disusun oleh hakim tertinggi mazhab Maliki dengan nama Taqiyyuddin Abi Abdullah Akhna'i.
4) Najm al-Muhtadi wa Rajm al-Muqtadi ditulis oleh Fakhr bin Muhammad Qurasyi.
5) Dafa' asy-Syubhah ditulis oleh Taqiyuddin Hasni.
6) At-Tuhfat al-Mukhtarah fi ar-Rad 'ala Munkar al-Ziyarah ditulis oleh Tajuddin.
Ini adalah serangkaian penyangkalan terhadap tulisan-tulisan Ibnu Taimiyah. Dalam cara ini pandangan-pandangannya yang tidak memiliki dasar tampak jelas.
B) Fatwa para fakih dan ulama Suni pada masa itu telah menuduh Ibnu Taimiyah tidak bermoral, dan bahkan pada masa itu juga telah mengucilkan serta menyingkapkan praktik bid'ahnya.
Ketika pendapat Ibnu Taimiyah mengenai pergi berziarah ke kubur-an suci Rasulullah saw dipaparkan dalam bentuk tulisan yang ditujukan kepada kadi tertinggi Mesir, Badr bin Jamaah, ia menulis kata-kata berikut ini pada halaman bagian bawah:
Pergi berziarah ke (kuburan suci) Rasulullah saw adalah perbuatan yang baik, sunnah dan seluruh ulama sepakat dengan suara bulat menyetujuinya.
Siapapun orangnya yang berpendapat, bahwa pergi berziarah ke kuburan suci Rasulullah saw bertentangan dengan hukum agama, maka harus diberi tindakan yang keras oleh para ulama, serta harus dilarang dari membuat pernyataan-pernyataan seperti itu. Bilamana tindakan ini tidak efektif, maka pelakunya harus dipenjarakan serta diberitahu kepada khalayak luas agar umat Islam nanti tidak mengikuti ajarannya.
Tidak hanya fakih tertinggi dari Mazhab Syafi'i yang mengeluarkan pernyataan seperti itu, tetapi juga para fakih tertinggi dari Mazhab Maliki dan Hambali di Mesir juga membenarkan pernyataan ini dalam cara-caranya masing-masing. Untuk lebih detailnya, Anda dapat merujuk kepada Dafa asy-Syubhah yang ditulis oleh Taqiyuddin Hasni.
Selain daripada ini, penulis yang sezaman dengannya, Dzahabi— seorang penulis besar pada abad ke-8 Hijrah dan telah menulis karya-karya berharga tentang sejarah dan biografi—telah, dalam sepucuk surat kepada Ibnu Taimiyah, menyamakan Ibnu Taimiyah dengan Hajjaj Tsaqafi sejauh memperhatikan penyebaran penyelewengan dan penyimpangan yang dilakukannya. Surat itu telah dicatat oleh penulis dari Takmalah as-Sayf as-Sayqal pada halaman 190 dalam bukunya. Almarhum Allamah Amini juga mengaitkan teks dari surat itu pada jilid kelima dalam buku Al-Ghadir halaman 87-88. Bagi yang berminat silahkan merujuk kepada buku-buku itu.
Ketika Ibnu Taimiyah wafat pada tahun 728 H di dalam penjara Damaskus, gerakannya cenderung menurun. Lewat seorang muridnya yang terkenal Ibnu Qayyim, dia mulai terjun melakukan propaganda pandangan-pandangan gurunya, dan kemudian tidak ada jejak-jejak tentang keyakinan dan gagasan itu yang tersisa pada periode-periode berikutnya.
Akan tetapi manakala putra Abdul Wahab itu berada di bawah pengaruh keyakinan Ibnu Taimiyah dan ketika Sa'ud memberi dukungan kepadanya untuk memperkuat fondasi kekuasaan mereka sendiri atas wilayah Najd, sekali lagi praktik bid'ah dari ajaran-ajaran Ibnu Taimiyyah bertunas dalam pemikiran sejumlah orang di Najd. Dalam kelemahan purbasangka yang kaku dan sayangnya atas nama tauhid, suatu peristiwa mandi darah timbul mencuat di bawah nama jihad terhadap kaum kafir dan kaum yang syirik. Sepuluh ribu laki-laki, perempuan dan anak-anak dikorbankan untuk itu.
Sekali lagi, satu sekte baru tiba-tiba berkembang dalam komunitas Muslim. Rasa sesal muncul saat terbentuknya kekuasaan Haramain Syarifain (pelindung dua tempat suci) yang ditempatkan di bawah kepe-milikan kelompok ini, sebagai hasil dari bentuk kompromi dengan Inggris dan negara-negara adikuasa lainnya pada masa itu. Juga disebabkan oleh bubarnya Khilafah Utsmani, serta pembagian negara-negara Arab di antara kalangan negara adikuasa, kaum Wahabi yang berasal Najd mendapatkan kontrol atas daerah Makkah dan Madinah, begitu juga dengan peninggalan Islam. Mereka mengerahkan seluruh daya usaha dalam menghancurkan makam-makam para wali Allah, dan dalam pelanggaran dengan penghinaan terhadap keturunan Nabi saw dengan meruntuhkan kuburan-kuburan mereka dan peninggalan-peninggalan historis lain yang disandarkan kepada mereka.
Pada saat itu, para ulama Syi'ah bersama-sama para ulama Suni, sebagai-mana telah kami sebutkan di muka, berusaha sangat keras mengkritik pandangan-pandangan Abdul Wahab. Kedua kelompok memulai jihad ilmu dan logika dalam sikap yang sebaik mungkin.
Penyangkalan pertama yang ditulis para ulama Suni atas pandangan-pandangan Muhammad Abdul Wahab adalah buku yang berjudul Ash-Shawaiq al-Ilahiyyah fi Radd 'ala al-Wahabiyyah oleh Sulaiman bin Abdul Wahab, saudara Muhammad bin Abdul Wahab.
Buku pertama yang ditulis para ulama Syi'ah untuk menyangkal pandangan Muhammad bin Abdul Wahab adalah Manhaj ar-Rasyad ditulis oleh almarhum yang sangat dihormati Syekh Ja'far Kasyif al-Ghitha yang wafat pada tahun 1228 H. Dia menulis buku ini sebagai jawaban kepada risalah yang berasal dari salah seorang amir di antara Dinasti Saud yang bernama Abdul Aziz bin Saud yang dikirim kepadanya. Dalam risalah itu, Abdul Aziz bin Saud telah telah mengumpulkan semua pandangan Muhammad bin Abdul Wahab dan mencoba membuktikan semua pandangan tersebut dari al-Quran dan Sunnah. Buku ini diterbitkan pada 1343 H di Najaf. Setelah terbitnya karya yang terkemuka ini, banyak kritik keilmuan ditulis mengenai kesesuaian gerakan-gerakan Wahabi di daerah itu. Sebagian besar buku-buku ini telah diterbitkan.
Tetapi sekarang, gerakan-gerakan Wahabi semakin berkembang sebagai hasil dari kemakmuran yang berlimpah ruah yang dihimpun dinasti kerajaan Saud dengan cara menjual minyak. Setiap hari, setiap bulan Abu Jahal dan Abu Lahab modern yang telah mengambil alih dalam mengendalikan Ka'bah, melakukan serangan terhadap tempat-tempat suci dalam berbagai cara. Setiap hari bekas-bekas peninggalan sejarah Islam dihancurkan. Sesuatu yang memberi dorongan kepada gerakan mereka adalah kode-kode rahasia dan restu yang diberikan oleh majikan-majikan Barat mereka, yang sangat dicemaskan oleh persatuan umat Islam. Rasa takut mereka kepada persatuan Islam ini lebih dari ketakutan mereka terhadap komunis internasional. Karena tidak ada pilihan lain terkecuali menuntas habis penciptaan agama-agama dan keimanan, sehingga mereka menghambur-hamburkan uang, yang mereka bayarkan kepada pemerintahan Wahabi demi minyak, dan, pada akhirnya, menghalang-halangi persatuan umat Islam dan menggiring mereka untuk saling menuding sebagai tidak bermoral, serta saling mengucil-kan diri mereka.
Kalau para anggota Group O Hashem mau mendalami ajaran2 kesesatan WAHABI atau SALAFI, anda dapat membaca buku Syekh Muhammad bin Abdul Wahab & Ajarannya. Buku itu dapat menyingkapkan pendapat-pendapat mereka dan menghilangkan kendala-kendala berkenaan dengan paham Wahabi.
Buku itu juga akan mengoyak tirai-tirai gelap keraguan dan berharap menjernihkan fakta-fakta bahwa kepercayaan seluruh umat Islam sedunia, berasal dari Kitab Suci dan Sunnah yang diberkati, dan bahwasanya gerakan-gerakan serta tindakan-tindakan dari paham Wahabi bertentangan dengan al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw dan juga bertentangan dengan tabiat.
Selamat membaca buku: Syekh Muhammad bin Abdul Wahab & Ajarannya, Oleh Syekh Ja’far Subhani, penerbit Citra…..
Januar Mangitung menulispada 05 April 2009 jam 14:58
Pak Umar, Dibawah ini pembuktian DAIFnya hadis anda, yag di Daifkan oleh Ulama2 Sunni... BACA dengan kepala dingin ya Pak Umar:
"Kamu harus berpegang teguh kepada sunahku dan sunah para Khulafa` Rasyidin sepeniggalku, dan peganglah erat-erat serta gigitlah dengan gigi gerahammu."
Orang yang melihat hadis ini untuk pertama kali dia akan mengira hadis ini merupakan hujjah yang kokoh dan petunjuk yang jelas akan kewajiban mengikuti mazhab para Khulafa` Rasyidin. Yaitu Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, dan tidak mungkin membawanya ke arti lain, kecuali dengan melakukan takwil yang didasari ta'assub. Dari sini tampak sekali kehebatan tipuan dan kelihaian para pemalsu.
Dengan menggunakan pandangan ilmiah dan dengan sedikit bersusah payah di dalam meneliti kenyataan sejarah dan hal-hal yang melingkupi hadis ini dan hadis-hadis lain yang sepertinya, atau dengan melihat ke dalam ilmu hadis dan ilmu al-Jarh wa at-Ta'dil, niscaya akan tampak dengan jelas kebohongan hadis ini.
Sesungguhnya kesulitan pertama yang dihadapi hadis "Kamu harus berpegang teguh kepada sunahku dan sunah para Khulafa` Rasyidin ..." ialah Bukhari Muslim membuangnya dan tidak meriwayatkannya. Dan ini berarti kekurangan di dalam derajat kesahihannya. Karena sesahih-sahihnya hadis adalah hadis-hadis yang diriwayatkan oleh dua orang Syeikh, yaitu Bukhari dan Muslim. Kemudian yang diriwayatkan oleh Bukhari saja. Lalu yang diriwayatkan oleh Muslim saja. Kemudian yang memenuhi syarat keduanya. Kemudian yang memenuhi syarat Bukhari saja. Dan kemudian yang memenuhi syarat Muslim saja. Keutamaan-keutaman ini tidak terdapat di dalam hadis di atas.
Hadis di atas terdapat di dalam Sunan Abu Dawud, Sunan Turmudzi dan Sunan ibnu Majah.
Para perawi hadis ini selurahnya tidak lolos dari kelemahan dan tuduhan dalam pandangan para ulama ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil. Orang yang meneliti biografi mereka dapat melihat hal ini dengan jelas. Pada kesempatan ini saya tidak bisa mendiskusikan seluruh para perawi hadis ini seorang demi seorang, dengan berbagai macam jalannya, dan dengan menukil pandangan para ulama ilmu al-Jarh wa at-ta'dil tentang mereka. Melainkan saya akan mencukupkan dengan hanya mendhaifkan seorang atau dua orang perawi dari musnad setiap riwayat. Itu sudah cukup digunakan untuk mendhaifkan riwayat tersebut, se-bagaimana yang disepakati oleh para ulama ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil. Karena, bisa saja perawi yang dhaif ini sendiri yang telah membuat riwayat ini.
Riwayat Turmudzi
Turmudzi telah meriwayatkan hadis ini dari Bughyah bin Walid. Dan, inilah pandangan para ulama ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil tentang Bughyah bin Walid: Ibnu Jauzi berkata "Sungguh kami ingat bahwa Bughyah telah meriwayatkan dari orang-orang yang majhul dan orang-orang lemah. Mungkin saja dia tidak menyebutkan mereka dan tidak menyebutkan orang-orang yang meriwayatkan baginya. "[ Al-Mawdhu'at, Ibnu Jauzi, jld. 1, hal. 109.]
Ibnu Hiban berkata, "Tidak bisa berhujjah dengan Bughyah."[ Al-Mawdhu'at, Ibnu Jauzi, jld. 1, hal. 151.] Ibnu Hiban juga berkata, "Bughyah seorang penipu. Dia meriwayatkan dari orang-orang yang lemah, dan para sahabatnya tidak meluruskan perkataannya dan membuang orang-orang yang lemah dari mereka."[ Al-Mawdhu'at, Ibnu Jauzi, jld. 1, hal. 218.]
Abu Ishaq al-Jaujazani berkata, "Semoga Allah merahmati Bughyah, dia tidak peduli jika dia menemukan khurafat pada orang tempat dia mengambil hadis."[ Khulashah 'Abagat al-Anwar, jld. 2, hal. 350.]
Dan ucapan-ucapan lainnya dari para huffadz dan ulama ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil. Dan apa yang telah kita sebutkan itu sudah cukup.
Sanad Hadis Pada Abu Dawud
Walid bin Muslim meriwayatkan hadis dari Tsaur an-Nashibi. Sebagaimana kata Ibnu Hajar al-'Asqolani, "Kakeknya telah terbunuh pada hari Muawiyah terserang penyakit sampar. Adapun Tsaur, jika nama Ali disebut dihadapannya dia mengatakan, "Saya tidak menyukai laki-laki yang telah membunuh kakek saya."[ Khulashah 'Abaqat al-Anwar, jld. 2, hal. 344.]
Adapun berkenaan dengan Walid, adz-Dzahabi berkata, "Abu Mushir mengatakan Abu Walid seorang penipu, dan mungkin dia telah menyembunyikan cacat para pendusta."[ Mizan al-I'tidal, jld. 4, hal. 347.]
Abdullah bin Ahmad bin Hambal berkata "Ayah saya ditanya tentangnya (tentang Walid), dia menjawab, 'Dia seorang yang suka mengangkat-angkat."[ Tahdzin at-Tahdzib, jld. 11, hal. 145.]
Dan begitu juga perkataan-perkataan yang lainnya. Itu sudah cukup untuk mendhaifkan riwayatnya.
Sanad Hadis Pada Ibnu Majah. Diriwayatkan melalui tiga jalan:
Pada jalan hadis pertama terdapat Abdullah bin 'Ala. Adz-Dzahabi berkata tentangnya, "Ibnu Hazm berkata, 'Yahya dan yang lainnya telah mendaifkannya.'[Mizan al-I'tidal, jld. 2, hal. 343.] Dia telah meriwayatkan hadis dari Yahya, dan Yahya adalah seorang yang majhul dalam pandangan Ibnu Qaththan."[ Tahdzib at-Tahdzib, jld. 1, hal. 280.]
Adapun pada jalan yang kedua terdapat Ismail bin Basyir bin Manshur. Dia itu seorang pengikut aliran Qadariyyah di dalam kitab Tahdzib at-Tahdzib.[ Tahdzib at-Tahdzib, jld. 1, hal. 284.]
Adapun pada jalan ketiga disisi ibnu majah adalah sebagai berikut: Hadis diriwayatkan dari Tsaur —seorang nashibi— Abdul Malik bin Shabbah. Di dalam kitab Mizan al-I'tidal disebutkan, "Dia dituduh mencuri hadis."[ Tahdzib at-Tahdzib, jld. 2, hal. 656.]
Di samping itu, hadis tersebut sebagai hadis ahad. Seluruh riwayatnya kembali kepada seorang sahabat, Urbadh bin Sariyah. Hadis ahad tidak bisa digunakan sebagai hujjah, disamping Urbadh termasuk pengikut dan agen Muawiyah.
Jelas lah anda cuma hanya ikut-ikutan tanpa membaca dgn kritis tentang hadis yang anda maksudkan...
Apakah anda masih tetap memakai hadis tersebut, meskipun hadis tersebut adalah hadis ahad/DAIF sesuai dengan kesepakatan oleh para ulama ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil???
Kalau anda masih juga tetap memakai hadis daif tersebut, maka pertanyaannya adalah:
Siapakah Khulafa al Rasyidin itu? kalau yang dimaksudkan itu adalah Abubakar, Umar, dan Usman. Dan kemudian Imam Ali dimasukkan sebagai khalifah ke 4 ketika pada masa Umar bin abdul aziz dan Imam Ahmad... Sebelum masa itu Imam Ali dilaknat oleh Khalifah2 sebelum Umar bin abdul aziz..
Kalau kita melihat hadis Nabi yang mengatakan bahwa Para Khalifah setelahku berjumlah 12 dan semuanya berasal dari Quraisy, maka seharusnya Khulafah Rusidin itu ada 12 khalifah bukan 4 Khalifah sepeninggalan Nabi saw...
Jadi, jelaslah semuanya, bahwa setelah Nabi itu ada 12 Khalifah bukan 4 Khalifah... Khulafah rusidin itu ada 12 sesuai hadis nabi saww...
"Kamu harus berpegang teguh kepada sunahku dan sunah para Khulafa` Rasyidin sepeniggalku, dan peganglah erat-erat serta gigitlah dengan gigi gerahammu."
Orang yang melihat hadis ini untuk pertama kali dia akan mengira hadis ini merupakan hujjah yang kokoh dan petunjuk yang jelas akan kewajiban mengikuti mazhab para Khulafa` Rasyidin. Yaitu Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, dan tidak mungkin membawanya ke arti lain, kecuali dengan melakukan takwil yang didasari ta'assub. Dari sini tampak sekali kehebatan tipuan dan kelihaian para pemalsu.
Dengan menggunakan pandangan ilmiah dan dengan sedikit bersusah payah di dalam meneliti kenyataan sejarah dan hal-hal yang melingkupi hadis ini dan hadis-hadis lain yang sepertinya, atau dengan melihat ke dalam ilmu hadis dan ilmu al-Jarh wa at-Ta'dil, niscaya akan tampak dengan jelas kebohongan hadis ini.
Sesungguhnya kesulitan pertama yang dihadapi hadis "Kamu harus berpegang teguh kepada sunahku dan sunah para Khulafa` Rasyidin ..." ialah Bukhari Muslim membuangnya dan tidak meriwayatkannya. Dan ini berarti kekurangan di dalam derajat kesahihannya. Karena sesahih-sahihnya hadis adalah hadis-hadis yang diriwayatkan oleh dua orang Syeikh, yaitu Bukhari dan Muslim. Kemudian yang diriwayatkan oleh Bukhari saja. Lalu yang diriwayatkan oleh Muslim saja. Kemudian yang memenuhi syarat keduanya. Kemudian yang memenuhi syarat Bukhari saja. Dan kemudian yang memenuhi syarat Muslim saja. Keutamaan-keutaman ini tidak terdapat di dalam hadis di atas.
Hadis di atas terdapat di dalam Sunan Abu Dawud, Sunan Turmudzi dan Sunan ibnu Majah.
Para perawi hadis ini selurahnya tidak lolos dari kelemahan dan tuduhan dalam pandangan para ulama ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil. Orang yang meneliti biografi mereka dapat melihat hal ini dengan jelas. Pada kesempatan ini saya tidak bisa mendiskusikan seluruh para perawi hadis ini seorang demi seorang, dengan berbagai macam jalannya, dan dengan menukil pandangan para ulama ilmu al-Jarh wa at-ta'dil tentang mereka. Melainkan saya akan mencukupkan dengan hanya mendhaifkan seorang atau dua orang perawi dari musnad setiap riwayat. Itu sudah cukup digunakan untuk mendhaifkan riwayat tersebut, se-bagaimana yang disepakati oleh para ulama ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil. Karena, bisa saja perawi yang dhaif ini sendiri yang telah membuat riwayat ini.
Riwayat Turmudzi
Turmudzi telah meriwayatkan hadis ini dari Bughyah bin Walid. Dan, inilah pandangan para ulama ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil tentang Bughyah bin Walid: Ibnu Jauzi berkata "Sungguh kami ingat bahwa Bughyah telah meriwayatkan dari orang-orang yang majhul dan orang-orang lemah. Mungkin saja dia tidak menyebutkan mereka dan tidak menyebutkan orang-orang yang meriwayatkan baginya. "[ Al-Mawdhu'at, Ibnu Jauzi, jld. 1, hal. 109.]
Ibnu Hiban berkata, "Tidak bisa berhujjah dengan Bughyah."[ Al-Mawdhu'at, Ibnu Jauzi, jld. 1, hal. 151.] Ibnu Hiban juga berkata, "Bughyah seorang penipu. Dia meriwayatkan dari orang-orang yang lemah, dan para sahabatnya tidak meluruskan perkataannya dan membuang orang-orang yang lemah dari mereka."[ Al-Mawdhu'at, Ibnu Jauzi, jld. 1, hal. 218.]
Abu Ishaq al-Jaujazani berkata, "Semoga Allah merahmati Bughyah, dia tidak peduli jika dia menemukan khurafat pada orang tempat dia mengambil hadis."[ Khulashah 'Abagat al-Anwar, jld. 2, hal. 350.]
Dan ucapan-ucapan lainnya dari para huffadz dan ulama ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil. Dan apa yang telah kita sebutkan itu sudah cukup.
Sanad Hadis Pada Abu Dawud
Walid bin Muslim meriwayatkan hadis dari Tsaur an-Nashibi. Sebagaimana kata Ibnu Hajar al-'Asqolani, "Kakeknya telah terbunuh pada hari Muawiyah terserang penyakit sampar. Adapun Tsaur, jika nama Ali disebut dihadapannya dia mengatakan, "Saya tidak menyukai laki-laki yang telah membunuh kakek saya."[ Khulashah 'Abaqat al-Anwar, jld. 2, hal. 344.]
Adapun berkenaan dengan Walid, adz-Dzahabi berkata, "Abu Mushir mengatakan Abu Walid seorang penipu, dan mungkin dia telah menyembunyikan cacat para pendusta."[ Mizan al-I'tidal, jld. 4, hal. 347.]
Abdullah bin Ahmad bin Hambal berkata "Ayah saya ditanya tentangnya (tentang Walid), dia menjawab, 'Dia seorang yang suka mengangkat-angkat."[ Tahdzin at-Tahdzib, jld. 11, hal. 145.]
Dan begitu juga perkataan-perkataan yang lainnya. Itu sudah cukup untuk mendhaifkan riwayatnya.
Sanad Hadis Pada Ibnu Majah. Diriwayatkan melalui tiga jalan:
Pada jalan hadis pertama terdapat Abdullah bin 'Ala. Adz-Dzahabi berkata tentangnya, "Ibnu Hazm berkata, 'Yahya dan yang lainnya telah mendaifkannya.'[Mizan al-I'tidal, jld. 2, hal. 343.] Dia telah meriwayatkan hadis dari Yahya, dan Yahya adalah seorang yang majhul dalam pandangan Ibnu Qaththan."[ Tahdzib at-Tahdzib, jld. 1, hal. 280.]
Adapun pada jalan yang kedua terdapat Ismail bin Basyir bin Manshur. Dia itu seorang pengikut aliran Qadariyyah di dalam kitab Tahdzib at-Tahdzib.[ Tahdzib at-Tahdzib, jld. 1, hal. 284.]
Adapun pada jalan ketiga disisi ibnu majah adalah sebagai berikut: Hadis diriwayatkan dari Tsaur —seorang nashibi— Abdul Malik bin Shabbah. Di dalam kitab Mizan al-I'tidal disebutkan, "Dia dituduh mencuri hadis."[ Tahdzib at-Tahdzib, jld. 2, hal. 656.]
Di samping itu, hadis tersebut sebagai hadis ahad. Seluruh riwayatnya kembali kepada seorang sahabat, Urbadh bin Sariyah. Hadis ahad tidak bisa digunakan sebagai hujjah, disamping Urbadh termasuk pengikut dan agen Muawiyah.
Jelas lah anda cuma hanya ikut-ikutan tanpa membaca dgn kritis tentang hadis yang anda maksudkan...
Apakah anda masih tetap memakai hadis tersebut, meskipun hadis tersebut adalah hadis ahad/DAIF sesuai dengan kesepakatan oleh para ulama ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil???
Kalau anda masih juga tetap memakai hadis daif tersebut, maka pertanyaannya adalah:
Siapakah Khulafa al Rasyidin itu? kalau yang dimaksudkan itu adalah Abubakar, Umar, dan Usman. Dan kemudian Imam Ali dimasukkan sebagai khalifah ke 4 ketika pada masa Umar bin abdul aziz dan Imam Ahmad... Sebelum masa itu Imam Ali dilaknat oleh Khalifah2 sebelum Umar bin abdul aziz..
Kalau kita melihat hadis Nabi yang mengatakan bahwa Para Khalifah setelahku berjumlah 12 dan semuanya berasal dari Quraisy, maka seharusnya Khulafah Rusidin itu ada 12 khalifah bukan 4 Khalifah sepeninggalan Nabi saw...
Jadi, jelaslah semuanya, bahwa setelah Nabi itu ada 12 Khalifah bukan 4 Khalifah... Khulafah rusidin itu ada 12 sesuai hadis nabi saww...
Muhammad Shadiq membalas kiriman Umarpada 05 April 2009 jam 16:29
P.Umar, ada yang mau saya tanyakan disini tentang bagaimana seorang menilai kebenaran al-Qur'an, Hadits Nabi Saww dan penjelasan ulama';pada akhirnya apa tools yang di pakai untuk menilai kebenarannya?, semua pasti akan menjawab "AKAL", maka dalam kapasitas ini saya berusaha tidak keluar dari koridor nilai-nilai logis sebagimana anjuran dalam pernyataan al-qur'an sendiri " AFALA TA'QILUN"
Para Sahabat yang anda kategorikan sebagi SALAF SHOLEH, dalam penilaian ternyata mereka tidak semua soleh, mereka adalah dalam typologi yang beragam potensi dan talentanya, sebagai manusia tidak berbeda dengan manusia-manusia yang lain, realita meraka ada yang intelek dan cendikiawan, ada juga yang awwam, ada yang cerdas dan ada pula yang rendah iq, ada yang lemah spritualitasnya ada pula yang tinggi, ada yang rendah moralnya ada pula yang yang agung demikian ini mereka adalah sebagai aktor-aktor sejarah dengan keragaman typologinya telah ditulis dalam sejarah bahkan al-Qur'an sendiri menceritakannya....!!
Dengan demikian wajar bahkan wajib ummat islam setelahnya selektif dalam memosisikan mereka sebagaimana semestinya, karena Para sahabat Nabi adalah dalam possisi strategis sebagai media awwal transformasi ajaran-ajaran agama untuk bisa menyampaikannya kepada generasi sesudahnya, keotentikan agama bagaimana bisa terjaga tergantung pada karakter mereka, sebab itu muncullah Ilmu Rijal al-Hadits, ironinya kenapa majoritas Ulama' ahlussunnah tidak konsisten pada disiplin ilmu ini dengan tidak menerapkan kepada figur-figur SALAF, malah di klaim semuanya SHOLEH dan ADIL...?
Para Sahabat yang anda kategorikan sebagi SALAF SHOLEH, dalam penilaian ternyata mereka tidak semua soleh, mereka adalah dalam typologi yang beragam potensi dan talentanya, sebagai manusia tidak berbeda dengan manusia-manusia yang lain, realita meraka ada yang intelek dan cendikiawan, ada juga yang awwam, ada yang cerdas dan ada pula yang rendah iq, ada yang lemah spritualitasnya ada pula yang tinggi, ada yang rendah moralnya ada pula yang yang agung demikian ini mereka adalah sebagai aktor-aktor sejarah dengan keragaman typologinya telah ditulis dalam sejarah bahkan al-Qur'an sendiri menceritakannya....!!
Dengan demikian wajar bahkan wajib ummat islam setelahnya selektif dalam memosisikan mereka sebagaimana semestinya, karena Para sahabat Nabi adalah dalam possisi strategis sebagai media awwal transformasi ajaran-ajaran agama untuk bisa menyampaikannya kepada generasi sesudahnya, keotentikan agama bagaimana bisa terjaga tergantung pada karakter mereka, sebab itu muncullah Ilmu Rijal al-Hadits, ironinya kenapa majoritas Ulama' ahlussunnah tidak konsisten pada disiplin ilmu ini dengan tidak menerapkan kepada figur-figur SALAF, malah di klaim semuanya SHOLEH dan ADIL...?
Muhammad Shadiq membalas kiriman Umarpada 06 April 2009 jam 0:56
P. Umar, Berikut ini adalah menjawab tuntutan anda tentang seklumit dasar-dasar naqli qur'ani (tekstual al-Qur'an) mengenai tema yang kita diskusikan:
Al-Quran memuji orang-orang yang memuliakan Nabi dengan firman-Nya:
فالذين امنوا به و عزروه ونصروه واتبعوا النور الذى انزل معه اولئك هم المفلحون
“Maka orang-orang yang beriman kepadanya (Nabi) dan memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (AI-Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (Al -Araaf: 157)
Kalimat-kalimat yang ada dalam ayat ini adalah:
1. Beriman kepadanya;
2. memuliakannya;
3. dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Quran).
Tidak seorang pun yang mengatakan bahwa tiga kalimat di atas berlaku terbatas hanya pada masa Nabi saw. Dengan demikian kata-kata ( و عزروه ) di dalam, ayat yang berarti “mengagungkan dan menghormati” [Lihat Mufradat AI-Quran, Raghib kata ‘azara ] juga bukan hanya berlaku pada masa hidup Rasul saw., melainkan beliau harus senantiasa tetap dihormati dan diagungkan, selamanya.
Apakah mengadakan peringatan di hari dilahirkan atau hari syahadah (wafat) Rasulullah saw. dan ceramah serta membaca puisi yang membangun semangat cinta tidak termasuk substansi kata-kata ( و عزروه ) ?
Mereka yang tidak setuju dengan didirikannya majlis untuk Syuhada, apakah yang akan mereka katakan sehubungan dengan kisah Nabi Ya’qub?
Hukum apakah yang akan mereka tetapkan apabila Nabi yang agung ini hidup di antara orang-orang Salafy siang dan malam, disebabkan perpisahannya dengan anaknya, Yusuf as., ia selalu menangis dan mencari ke sana ke mari. Begitu menderitanya akibat perpisahan itu, ia pun akhirnya kehilangan penglihatannya. [Surat Yusuf, ayat 84.]
Rasa sakit dan hilangnya penglihatan tidak menyebabkan ia dapat melupakan Yusuf as. dari benak. Bahkan, karena adanya janji akan pertemuan, ia senantiasa berharap-harap dan merasa bahwa waktu yang dijanjikan itu telah dekat. Hal itu membuat api kerinduan kepada putranya yang tersayang, semakin menyala-nyala di hati Ya’qub as. Itulah sebabnya, maka dari jarak jauh ia telah dapat mencium bau Yusuf as [Surat Yusuf, ayat 94], dan apabila seharusnya bintang (Yusuf) yang menanti mentari (Ya’qub), kini justru Ya’qub yang mencari-cari Yusuf as.
Jika penampakan kasih sayang kepada orang yang masih hidup dan yang dicintai, yakni Yusuf as, dihukumi sebagai hal yang dapat dibenarkan dan dianggap sebagai inti tauhid, maka mengapa jika setelah wafatnya orang merasakan kepedihan dan kesedihan yang lebih dari itu, penampakan perasaan-perasaan yang sama itu menjadi haram dan digolongkan sebagai perbuatan bid’ah dan syirik ?
Apabila kini “Ya’qub-Ya’qub” modern setiap tahun berkumpul memperingati hari kematian “Yusuf-Yusuf” pada masanya, dan menyebut-nyebut perilaku dan karakter jiwa “Yusuf-Yusuf” mereka serta meneteskan air mata keharuan, apakah dengan perbuatan ini mereka berarti telah menyembah anak-anak mereka?
Al-Masih as. ketika memohon makanan dari surga menamakan hari diturunkannya sebagai hari ‘Ied (hari raya) seperti disebutkan dalam ayat:
“Isa putera Maryam berdoa: Ya Tuhan kami, turunkanlah kiranya kepada kami hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya (Ied) bagi kami, yaitu bagi orang-orang yang bersama kami; dan menjadi tanda bagi Engkau. Beri rezkilah kami, dan Engkau-lah Pemberi rezki Yang Paling Utama” (Al-Qur’an, Surat Al-Maidah. ayat: 114)
Apakah nilai Nabi saw. lebih kecil dari sebuah hidangan langit yang hari turunnya dinamakan oleh Al-Masih as. sebagai hari “led”? Apabila hari itu kemudian dirasakan karena hidangan tersebut merupakan tanda dari Allah, maka bukankah Nabi saw. merupakan tanda yang terbesar di antara tanda-tanda Allah yang lain?
Alangkah celaka orang yang mau merayakan hari turunnya hidangan dari langit yang hanya dapat mengenyangkan perut, namun hari turunnya Al-Quran dan hari kalahiaran dan Syahadah para Nabi yang akan menyempurnakan pemikiran manusia sepanjang masa, ia lewatkan begitu saja. Apalagi kemudian ia berpendapat bahwa penampakkan kegembiraan dan kesedihan dengan cara seperti itu, merupakan sebagian dari perbuatan bid’ah.
Allah berfirman dalam Al-Quran:
“Dan telah Kami tinggikan namamu” (Al-Qur’an, Surat Al-Insyirah, ayat: 4)
Apakah mendirikan majlis perayaan pada hari kelahiran dan perinagtan kesyahidan (wafat) Nabi saw, akan menghasilkan sesuatu selain dari meninggikan nama beliau? Mengapa kita harus meninggalkan Al-Quran yang merupakan suri tauladan bagi kita?
Al-Quran memuji orang-orang yang memuliakan Nabi dengan firman-Nya:
فالذين امنوا به و عزروه ونصروه واتبعوا النور الذى انزل معه اولئك هم المفلحون
“Maka orang-orang yang beriman kepadanya (Nabi) dan memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (AI-Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (Al -Araaf: 157)
Kalimat-kalimat yang ada dalam ayat ini adalah:
1. Beriman kepadanya;
2. memuliakannya;
3. dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Quran).
Tidak seorang pun yang mengatakan bahwa tiga kalimat di atas berlaku terbatas hanya pada masa Nabi saw. Dengan demikian kata-kata ( و عزروه ) di dalam, ayat yang berarti “mengagungkan dan menghormati” [Lihat Mufradat AI-Quran, Raghib kata ‘azara ] juga bukan hanya berlaku pada masa hidup Rasul saw., melainkan beliau harus senantiasa tetap dihormati dan diagungkan, selamanya.
Apakah mengadakan peringatan di hari dilahirkan atau hari syahadah (wafat) Rasulullah saw. dan ceramah serta membaca puisi yang membangun semangat cinta tidak termasuk substansi kata-kata ( و عزروه ) ?
Mereka yang tidak setuju dengan didirikannya majlis untuk Syuhada, apakah yang akan mereka katakan sehubungan dengan kisah Nabi Ya’qub?
Hukum apakah yang akan mereka tetapkan apabila Nabi yang agung ini hidup di antara orang-orang Salafy siang dan malam, disebabkan perpisahannya dengan anaknya, Yusuf as., ia selalu menangis dan mencari ke sana ke mari. Begitu menderitanya akibat perpisahan itu, ia pun akhirnya kehilangan penglihatannya. [Surat Yusuf, ayat 84.]
Rasa sakit dan hilangnya penglihatan tidak menyebabkan ia dapat melupakan Yusuf as. dari benak. Bahkan, karena adanya janji akan pertemuan, ia senantiasa berharap-harap dan merasa bahwa waktu yang dijanjikan itu telah dekat. Hal itu membuat api kerinduan kepada putranya yang tersayang, semakin menyala-nyala di hati Ya’qub as. Itulah sebabnya, maka dari jarak jauh ia telah dapat mencium bau Yusuf as [Surat Yusuf, ayat 94], dan apabila seharusnya bintang (Yusuf) yang menanti mentari (Ya’qub), kini justru Ya’qub yang mencari-cari Yusuf as.
Jika penampakan kasih sayang kepada orang yang masih hidup dan yang dicintai, yakni Yusuf as, dihukumi sebagai hal yang dapat dibenarkan dan dianggap sebagai inti tauhid, maka mengapa jika setelah wafatnya orang merasakan kepedihan dan kesedihan yang lebih dari itu, penampakan perasaan-perasaan yang sama itu menjadi haram dan digolongkan sebagai perbuatan bid’ah dan syirik ?
Apabila kini “Ya’qub-Ya’qub” modern setiap tahun berkumpul memperingati hari kematian “Yusuf-Yusuf” pada masanya, dan menyebut-nyebut perilaku dan karakter jiwa “Yusuf-Yusuf” mereka serta meneteskan air mata keharuan, apakah dengan perbuatan ini mereka berarti telah menyembah anak-anak mereka?
Al-Masih as. ketika memohon makanan dari surga menamakan hari diturunkannya sebagai hari ‘Ied (hari raya) seperti disebutkan dalam ayat:
“Isa putera Maryam berdoa: Ya Tuhan kami, turunkanlah kiranya kepada kami hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya (Ied) bagi kami, yaitu bagi orang-orang yang bersama kami; dan menjadi tanda bagi Engkau. Beri rezkilah kami, dan Engkau-lah Pemberi rezki Yang Paling Utama” (Al-Qur’an, Surat Al-Maidah. ayat: 114)
Apakah nilai Nabi saw. lebih kecil dari sebuah hidangan langit yang hari turunnya dinamakan oleh Al-Masih as. sebagai hari “led”? Apabila hari itu kemudian dirasakan karena hidangan tersebut merupakan tanda dari Allah, maka bukankah Nabi saw. merupakan tanda yang terbesar di antara tanda-tanda Allah yang lain?
Alangkah celaka orang yang mau merayakan hari turunnya hidangan dari langit yang hanya dapat mengenyangkan perut, namun hari turunnya Al-Quran dan hari kalahiaran dan Syahadah para Nabi yang akan menyempurnakan pemikiran manusia sepanjang masa, ia lewatkan begitu saja. Apalagi kemudian ia berpendapat bahwa penampakkan kegembiraan dan kesedihan dengan cara seperti itu, merupakan sebagian dari perbuatan bid’ah.
Allah berfirman dalam Al-Quran:
“Dan telah Kami tinggikan namamu” (Al-Qur’an, Surat Al-Insyirah, ayat: 4)
Apakah mendirikan majlis perayaan pada hari kelahiran dan perinagtan kesyahidan (wafat) Nabi saw, akan menghasilkan sesuatu selain dari meninggikan nama beliau? Mengapa kita harus meninggalkan Al-Quran yang merupakan suri tauladan bagi kita?
Usman Ghalib menulispada 07 April 2009 jam 0:58
utk mas Muhammad Shadiq
Ayat yg anda sebutkan yaitu:
“Maka orang-orang yang beriman kepadanya (Nabi) dan memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (AI-Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (Al -Araaf: 157)
Semua keterangan yg anda uraikan itu pemahaman anda, bukan penjelasan Nabi saw ttg ayat tsb. Ya atau bukan?
Apa dasarnya anda menyatakan ayat ini sebagai dalil utk memperingati wafat Nabi saw. Tapi yg jelas dan pasti Nabi saw tidak pernah memperingati wafatnya, bukan?
Ritual yg demikian inilah oleh Ibnu Taimiyah dan ulama2 kami dikatakan bid'ah. Karena tdk dicontohkan oleh Nabi saw dan tdk ada dasar dlm hadisnya yg shohih.
Sebagai contoh:
Bolehkan kita buat sendiri, nyusun sendiri bacaan bhs Indonesia atau bhs Arab, kemudian dibaca di dalam shalat fardhu, tanpa tuntunan dari Nabi saw? Tidak boleh kan? Bahkan batal shalatnya.
Mengapa anda membolehkan ngadakan ritual misalnya maulid atau lainnya yg sifanya ibadah, dan bacaan2nya ngarang sendiri? Anda membolehkannya? apa bedanya ngada2 dan buat sendiri bacaan dlm shalat?
Ayat yg anda sebutkan yaitu:
“Maka orang-orang yang beriman kepadanya (Nabi) dan memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (AI-Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (Al -Araaf: 157)
Semua keterangan yg anda uraikan itu pemahaman anda, bukan penjelasan Nabi saw ttg ayat tsb. Ya atau bukan?
Apa dasarnya anda menyatakan ayat ini sebagai dalil utk memperingati wafat Nabi saw. Tapi yg jelas dan pasti Nabi saw tidak pernah memperingati wafatnya, bukan?
Ritual yg demikian inilah oleh Ibnu Taimiyah dan ulama2 kami dikatakan bid'ah. Karena tdk dicontohkan oleh Nabi saw dan tdk ada dasar dlm hadisnya yg shohih.
Sebagai contoh:
Bolehkan kita buat sendiri, nyusun sendiri bacaan bhs Indonesia atau bhs Arab, kemudian dibaca di dalam shalat fardhu, tanpa tuntunan dari Nabi saw? Tidak boleh kan? Bahkan batal shalatnya.
Mengapa anda membolehkan ngadakan ritual misalnya maulid atau lainnya yg sifanya ibadah, dan bacaan2nya ngarang sendiri? Anda membolehkannya? apa bedanya ngada2 dan buat sendiri bacaan dlm shalat?
Nurmansyah E Tanjung menulispada 07 April 2009 jam 6:05
Begini aja deh, sy kurang paham ttg ilmu tafsir dan ilmu hadis. Khususnya bagi teman2 yg tdk sependapat soal memperingati maulid dan wafat Nabi saw, juga yg mengatakan bid'ah.
Saya mau tanya:
1. Bukankah negara kita secara resmi memperingati maulid Nabi saw di Istiqlal, dan di tempat2 yg lain, juga memperingati hari kemerdekaan, hari kartini, hari pahlawan, dan lainnya? Jika itu bid'ah, mengapa MUI tdk menegur Presiden RI dan pemerintah? Padahal di MUI ulamanya bermacam2: sunni, wahabi/salafi, mungkin juga ada yg simpasisan syiah. Mengapa MUI tidak mengeluarkan fatwa utk menghapus peringatan2 itu, jika sekiranya itu bid'ah dan menyesatkan umat Islam dan bangsa Indonesia?
2. Apa bedanya memperingati semua itu dengan memperingati wafat Nabi saw? Bukankah akan lebih bermakna bagi umatnya jika wafat Nabi saw diperingati, karena hikmah peringatan itu akan mencakup sisi kehidupan beliau dan perjuangannya, serta suka-dukanya. Sehingga semua itu dapat menjadi motivasi bagi umatnya dlm mengemban misi perjuangan.
Saya mau tanya:
1. Bukankah negara kita secara resmi memperingati maulid Nabi saw di Istiqlal, dan di tempat2 yg lain, juga memperingati hari kemerdekaan, hari kartini, hari pahlawan, dan lainnya? Jika itu bid'ah, mengapa MUI tdk menegur Presiden RI dan pemerintah? Padahal di MUI ulamanya bermacam2: sunni, wahabi/salafi, mungkin juga ada yg simpasisan syiah. Mengapa MUI tidak mengeluarkan fatwa utk menghapus peringatan2 itu, jika sekiranya itu bid'ah dan menyesatkan umat Islam dan bangsa Indonesia?
2. Apa bedanya memperingati semua itu dengan memperingati wafat Nabi saw? Bukankah akan lebih bermakna bagi umatnya jika wafat Nabi saw diperingati, karena hikmah peringatan itu akan mencakup sisi kehidupan beliau dan perjuangannya, serta suka-dukanya. Sehingga semua itu dapat menjadi motivasi bagi umatnya dlm mengemban misi perjuangan.
Muhammad Shadiq membalas kiriman Usmanpada 07 April 2009 jam 12:36
P. Usman, anda menanggapi uraian saya dengan comentar :"Semua keterangan yang anda uraikan itu pemahaman anda bukan penjelasan Nabi"; Kalaupun dalam uraian konteksnya salah dan kontras dengan a-Qur'an dan sunnah Nabi, uraikan dong mana yang salah ...?
Apakah forum peringatan dan perayaan mengenang momentum sejarah kenabian sebagaimana kelahiran dan syahadah (wafat)nya dengan motif mengkaji, mempelajari, mencari hikmah dan falsafah sejarah untuk diambil ibrahnya anda nyatakan kegiatan bid'ah yang sarat dengan kesesatan ...?
Dan apa yang anda fahami dari ayat ini:
“ Sungguh pada kisah-kisah mereka adalah ibrah bagi orang-orang yang berakal". (Qs. Yusuf 111)
Apakah forum peringatan dan perayaan menyanjung, dan memuji dengan ba'it syair dan shalawat untuk memulyakan figur suci Nabi Muhammad saww. anda kategorikan sebagai forum bid'ah dan menyesatkan ummat.
Lalu apa yang dapat di fahami dari teks ayat berikut ini :
“Maka orang-orang yang beriman kepadanya (Nabi) dan memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (AI-Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (Al -Araaf: 157)
ironis malah anda tanggapai dengan pertanyaan "Apa dasarnya anda menyatakan ayat ini sebagai dalil utk memperingati wafat Nabi saw. Tapi yg jelas dan pasti Nabi saw tidak pernah memperingati wafatnya, bukan?
Ritual yg demikian inilah oleh Ibnu Taimiyah dan ulama2 kami dikatakan bid'ah. Karena tdk dicontohkan oleh Nabi saw dan tdk ada dasar dlm hadisnya yg shohih.
Hahaha...., Nabi aja belum wafat mana mungkin Nabi memperingati hari wafatnya...?, tidakkah Nabi pernah berkabung karena wafat Khadijah istri tercinta beliau, dan tidakkah Nabi pernah berkabung dengan wafatnya paman pembela beliau yang kemudian disebut sebagi "Ayyaumul huzn", tidakkah Nabi pernah bersukaria dengan lahirnya buah hati Fathimah dan cucu-cucu kesayangannya Hasan dan Husein as…??
Dan anda pun sampai sekarang belum menjawab dengan utuh dan kongkrit apa definisi Bid’ah dan bagaimana konsepnya..!
Apakah forum peringatan dan perayaan mengenang momentum sejarah kenabian sebagaimana kelahiran dan syahadah (wafat)nya dengan motif mengkaji, mempelajari, mencari hikmah dan falsafah sejarah untuk diambil ibrahnya anda nyatakan kegiatan bid'ah yang sarat dengan kesesatan ...?
Dan apa yang anda fahami dari ayat ini:
“ Sungguh pada kisah-kisah mereka adalah ibrah bagi orang-orang yang berakal". (Qs. Yusuf 111)
Apakah forum peringatan dan perayaan menyanjung, dan memuji dengan ba'it syair dan shalawat untuk memulyakan figur suci Nabi Muhammad saww. anda kategorikan sebagai forum bid'ah dan menyesatkan ummat.
Lalu apa yang dapat di fahami dari teks ayat berikut ini :
“Maka orang-orang yang beriman kepadanya (Nabi) dan memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (AI-Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (Al -Araaf: 157)
ironis malah anda tanggapai dengan pertanyaan "Apa dasarnya anda menyatakan ayat ini sebagai dalil utk memperingati wafat Nabi saw. Tapi yg jelas dan pasti Nabi saw tidak pernah memperingati wafatnya, bukan?
Ritual yg demikian inilah oleh Ibnu Taimiyah dan ulama2 kami dikatakan bid'ah. Karena tdk dicontohkan oleh Nabi saw dan tdk ada dasar dlm hadisnya yg shohih.
Hahaha...., Nabi aja belum wafat mana mungkin Nabi memperingati hari wafatnya...?, tidakkah Nabi pernah berkabung karena wafat Khadijah istri tercinta beliau, dan tidakkah Nabi pernah berkabung dengan wafatnya paman pembela beliau yang kemudian disebut sebagi "Ayyaumul huzn", tidakkah Nabi pernah bersukaria dengan lahirnya buah hati Fathimah dan cucu-cucu kesayangannya Hasan dan Husein as…??
Dan anda pun sampai sekarang belum menjawab dengan utuh dan kongkrit apa definisi Bid’ah dan bagaimana konsepnya..!
Abdul Malik Karim menulispada 11 April 2009 jam 7:09
Maaf beberapa hari ini saya tidak sempat mengakses facebook,
Mengenai pandangan anda ya jelas itu merupakan versi anda sendiri, dan kami tidak wajib mengikutinya. Tetapi bukankah satu peristiwa itu jika memang terjadi, peristiwa itu tidak mengenal versi? Artinya hanya ada pertanyaan, peristiwa itu benar terjadi atau tidak. Pertanyaan saya, apakah para imam yang 11 pernah memperingati wafatnya Nabi atau tidak? apakah itu terbukti dengan metode pembuktian riwayat versi syi’ah sendiri? jika anda tidak bisa mengakses riwayat anda sendiri dari mana anda mengenal ajaran agama anda?
Jika memang peristiwa itu benar terjadi dan ada terjadi, sudah tentu diriwayatkan secara mutawatir, karena memang peristiwa itu terjadi setiap tahun –peringatan wafatnya Nabi-, dan perayaan itu diikuti oleh para imam sendiri, juga peristiwa ini bberlangsung lama, dari mulai era imam Ali , sekitar tahun 40 an H, hingga tahun 250 H, praktek selama 200 tahun ini mestinya dinukil secara mutawatir, bukan dengan satu atau tiga riwayat saja. Pertanyaan, adakah riwayat mutawatir yang menerangkan peringatan wafatnya Nabi?
Persoalan yang mirip dengan ini, adakah riwayat yang menerangkan bahwa para imam memperingati hari raya ghadir?
Bagaimana jika tidak ada riwayat mutawatir? Nah ini sebuah pertanyaan bagi mereka yang berani berpikir kritis.
Yang jelas, peringatan kelahiran dan kematian tidak pernah diajarkan Nabi SAAW. Karena Nabi sendiri tidak pernah memperingati wafatnya Hamzah, salah satu keluarga tercinta Nabi kita SAAW. Begitu juga tidak pernah memperingati wafat salah satu Ahlul Bait Nabi, yaitu Ibrahim bin Muhammad, yang mati saat masih bayi.
Begitu juga tidak pernah merayakan ulang tahun Hasan maupun Husein.
Mengenai masalah apa yang akan ditulis oleh Nabi, anda bilang Umar sudah tahu hal itu.
Pertanyaan, dari mana Umar tahu apa yang ada di benak Nabi? Sebelumnya, dari mana anda tahu apa yang ada di benak Umar? Apakah ada dalam riwayat bahwa Umar tahu?artinya klaim anda ini berdasar dari penerawangan terhadap benak Umar saat itu, sedangkan kita tidak diperintahkan untuk membelah dada orang lain –ingat kisah Usamah bin Zaid-, artinya kita hanya berdasar pada kenyataan yang ada.
Anda mengklaim bahwa yang mengatakan “Nabi sedang meracau” adalah Umar. Tetapi dalam hadits tidak ada keterangan itu, di sini anda berani terang-terangan berbohong. Buktikan anda tidak bohong.
Umar mengatakan “cukup bagi kami kitab Allah” dan anda mengklaim itu sebagai ingkar sunnah pertama.
Pertanyaannya, ternyata Nabi tidak jadi menulis wasiatnya. Nah pertanyaannya,
dari mana anda tahu apa yang ada dalam benak Nabi? Siapa yang memberitahu anda isi hati Nabi?
Nah di sini nampak Nabi mengikuti pandangan Umar, yang tidak sependapat dengan penulisan wasiat. Begitu juga Ali yang tentunya berada di tempat itu, diam saja dan tunduk patuh pada instruksi Umar. Mengapa Ali yang pemberani diam saja ketika Umar “mengingkari sunnah”? diam berarti setuju? jika Ali saja menerima pendapat Umar, mengapa anda tidak bisa menerima?
Atau mungkin anda tahu penyebab Nabi tidak jadi menulis wasiatnya?
Lalu mengapa Nabi tidak jadi menulis wasiatnya? Apakah takut pada Umar? Anda pasti menjawab tidak. Lalu mengapa? Nampaknya anda tidak punya alternatif.
Dari klaim-klaim anda ini, saya tahu bahwa anda tidak pernah melihat text riwayat asli langsung dari sumbernya.
Masalah Umar lari dari uhud, sumber-sumber yang anda tuliskan tidak memuat hal itu. Yang lari dari Uhud adalah orang lain, yang anda pasti tidak tahu. Siapa orang lain itu? Tidak penting kita tahu siapa namanya, tapi ada beberapa orang, dan yang paling penting, Allah telah memaafkan mereka:
Sesungguhnya orang-orang yang berpaling di antaramu pada hari bertemu dua pasukan itu, hanya saja mereka digelincirkan oleh syaitan, disebabkan sebagian kesalahan yang telah mereka perbuat (di masa lampau) dan sesungguhnya Allah telah memberi maaf kepada mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. (QS. 3:155)
Allah telah memaafkan mereka, tapi syiah masih mendendam.
Mengenai pandangan anda ya jelas itu merupakan versi anda sendiri, dan kami tidak wajib mengikutinya. Tetapi bukankah satu peristiwa itu jika memang terjadi, peristiwa itu tidak mengenal versi? Artinya hanya ada pertanyaan, peristiwa itu benar terjadi atau tidak. Pertanyaan saya, apakah para imam yang 11 pernah memperingati wafatnya Nabi atau tidak? apakah itu terbukti dengan metode pembuktian riwayat versi syi’ah sendiri? jika anda tidak bisa mengakses riwayat anda sendiri dari mana anda mengenal ajaran agama anda?
Jika memang peristiwa itu benar terjadi dan ada terjadi, sudah tentu diriwayatkan secara mutawatir, karena memang peristiwa itu terjadi setiap tahun –peringatan wafatnya Nabi-, dan perayaan itu diikuti oleh para imam sendiri, juga peristiwa ini bberlangsung lama, dari mulai era imam Ali , sekitar tahun 40 an H, hingga tahun 250 H, praktek selama 200 tahun ini mestinya dinukil secara mutawatir, bukan dengan satu atau tiga riwayat saja. Pertanyaan, adakah riwayat mutawatir yang menerangkan peringatan wafatnya Nabi?
Persoalan yang mirip dengan ini, adakah riwayat yang menerangkan bahwa para imam memperingati hari raya ghadir?
Bagaimana jika tidak ada riwayat mutawatir? Nah ini sebuah pertanyaan bagi mereka yang berani berpikir kritis.
Yang jelas, peringatan kelahiran dan kematian tidak pernah diajarkan Nabi SAAW. Karena Nabi sendiri tidak pernah memperingati wafatnya Hamzah, salah satu keluarga tercinta Nabi kita SAAW. Begitu juga tidak pernah memperingati wafat salah satu Ahlul Bait Nabi, yaitu Ibrahim bin Muhammad, yang mati saat masih bayi.
Begitu juga tidak pernah merayakan ulang tahun Hasan maupun Husein.
Mengenai masalah apa yang akan ditulis oleh Nabi, anda bilang Umar sudah tahu hal itu.
Pertanyaan, dari mana Umar tahu apa yang ada di benak Nabi? Sebelumnya, dari mana anda tahu apa yang ada di benak Umar? Apakah ada dalam riwayat bahwa Umar tahu?artinya klaim anda ini berdasar dari penerawangan terhadap benak Umar saat itu, sedangkan kita tidak diperintahkan untuk membelah dada orang lain –ingat kisah Usamah bin Zaid-, artinya kita hanya berdasar pada kenyataan yang ada.
Anda mengklaim bahwa yang mengatakan “Nabi sedang meracau” adalah Umar. Tetapi dalam hadits tidak ada keterangan itu, di sini anda berani terang-terangan berbohong. Buktikan anda tidak bohong.
Umar mengatakan “cukup bagi kami kitab Allah” dan anda mengklaim itu sebagai ingkar sunnah pertama.
Pertanyaannya, ternyata Nabi tidak jadi menulis wasiatnya. Nah pertanyaannya,
dari mana anda tahu apa yang ada dalam benak Nabi? Siapa yang memberitahu anda isi hati Nabi?
Nah di sini nampak Nabi mengikuti pandangan Umar, yang tidak sependapat dengan penulisan wasiat. Begitu juga Ali yang tentunya berada di tempat itu, diam saja dan tunduk patuh pada instruksi Umar. Mengapa Ali yang pemberani diam saja ketika Umar “mengingkari sunnah”? diam berarti setuju? jika Ali saja menerima pendapat Umar, mengapa anda tidak bisa menerima?
Atau mungkin anda tahu penyebab Nabi tidak jadi menulis wasiatnya?
Lalu mengapa Nabi tidak jadi menulis wasiatnya? Apakah takut pada Umar? Anda pasti menjawab tidak. Lalu mengapa? Nampaknya anda tidak punya alternatif.
Dari klaim-klaim anda ini, saya tahu bahwa anda tidak pernah melihat text riwayat asli langsung dari sumbernya.
Masalah Umar lari dari uhud, sumber-sumber yang anda tuliskan tidak memuat hal itu. Yang lari dari Uhud adalah orang lain, yang anda pasti tidak tahu. Siapa orang lain itu? Tidak penting kita tahu siapa namanya, tapi ada beberapa orang, dan yang paling penting, Allah telah memaafkan mereka:
Sesungguhnya orang-orang yang berpaling di antaramu pada hari bertemu dua pasukan itu, hanya saja mereka digelincirkan oleh syaitan, disebabkan sebagian kesalahan yang telah mereka perbuat (di masa lampau) dan sesungguhnya Allah telah memberi maaf kepada mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. (QS. 3:155)
Allah telah memaafkan mereka, tapi syiah masih mendendam.
Muhammad Baqiranwar menulispada 11 April 2009 jam 7:50
Pak Abdul Malik Karim,
Pertanyaan anda sudah terjawab semuanya dan tersebar di grup ini didalam berbagai topik lainnya...Anda baca saja dalilnya...
Pertanyaan yg belum terjawab sampai saat ini adalah:
Pertama, pembuktian keshahihan hadis " Mengikuti kitabullah, sunnah dan sunnah khulafah rusidin?.." Dan hadis ini sudah di DAIFKAN oleh ulama2 Sunni sendiri... BUKTIKAN KE SHAHIH ANNYA?
Kedua, Mengapa kita harus mengikuti 4 imam mazhab (Maliki, Hanbali, Hanafi, dan Safei) ditambah pendatang baru WAHABI (Ibn Taimiyah) dalam hukum2 bermuamalah: sholat, puasa, zakat, dll? Apakah ada perintah Rasul agar mengikuti mereka?
Ketiga, Apa dasarnya kepemimpinan umat islam utk meneruskan risalah islam yg suci setelah wafatnya rasululllah harus di MUSYAWARAHKAN, sehingga Abubakar terpilih di SAQIFAH melalui hasil musyawarah yg bercampur intimidasi terhadap golongan lain. Lalu sementara Umar ditunjuk oleh Abubakar melalui wasiat, dan Usman terpilih atas pembentukan dewan syuro melalui instruksi Umar... Coba anda jelaskan mengapa demikian, Apakah ada hadis Rasul yg memerintahkan demikian kepada umat setelah wafatnya beliau, umat harus memilih penggantinya???
ANDA TIDAK PERLUH MEMPERLEBAR MASALAH, ANDA JAWAB PERTANYAAN SAYA SESUAI DENGAN YG DITANYA.... DAN DEMI KEADILAN UTK MENDAPATKAN KEBENARAN MAKA TOLONG JAWABANNYA DENGAN DALIL NAS DAN HADIS YG DISHAHIHKAN OLEH PARA ULAMA SYIAH DAN ULAMA SUNNI.
ANDA JANGAN SEKALI-KALI MENJAWAB SESUAI HADIS YG DI SHAHIHKAN OLEH SALAH SATU PIHAK SAJA - SUNNI ATAU SYIAH SAJA, HARUS DARI KEDUA-DUANYA, DAN RIWAYAT HADIS HARUS DARI RIWAYAT KEDUABELAH PIHAK - ULAMA SUNNI DAN ULAMA SYIAH... KARENA BANYAK HADIS YG DISEPAKATI KESHAHIHANNYA OLEH PAKAR HADIS KEDUABELAH PIHAK MENGENAI HAL DIATAS.....
Pertanyaan anda sudah terjawab semuanya dan tersebar di grup ini didalam berbagai topik lainnya...Anda baca saja dalilnya...
Pertanyaan yg belum terjawab sampai saat ini adalah:
Pertama, pembuktian keshahihan hadis " Mengikuti kitabullah, sunnah dan sunnah khulafah rusidin?.." Dan hadis ini sudah di DAIFKAN oleh ulama2 Sunni sendiri... BUKTIKAN KE SHAHIH ANNYA?
Kedua, Mengapa kita harus mengikuti 4 imam mazhab (Maliki, Hanbali, Hanafi, dan Safei) ditambah pendatang baru WAHABI (Ibn Taimiyah) dalam hukum2 bermuamalah: sholat, puasa, zakat, dll? Apakah ada perintah Rasul agar mengikuti mereka?
Ketiga, Apa dasarnya kepemimpinan umat islam utk meneruskan risalah islam yg suci setelah wafatnya rasululllah harus di MUSYAWARAHKAN, sehingga Abubakar terpilih di SAQIFAH melalui hasil musyawarah yg bercampur intimidasi terhadap golongan lain. Lalu sementara Umar ditunjuk oleh Abubakar melalui wasiat, dan Usman terpilih atas pembentukan dewan syuro melalui instruksi Umar... Coba anda jelaskan mengapa demikian, Apakah ada hadis Rasul yg memerintahkan demikian kepada umat setelah wafatnya beliau, umat harus memilih penggantinya???
ANDA TIDAK PERLUH MEMPERLEBAR MASALAH, ANDA JAWAB PERTANYAAN SAYA SESUAI DENGAN YG DITANYA.... DAN DEMI KEADILAN UTK MENDAPATKAN KEBENARAN MAKA TOLONG JAWABANNYA DENGAN DALIL NAS DAN HADIS YG DISHAHIHKAN OLEH PARA ULAMA SYIAH DAN ULAMA SUNNI.
ANDA JANGAN SEKALI-KALI MENJAWAB SESUAI HADIS YG DI SHAHIHKAN OLEH SALAH SATU PIHAK SAJA - SUNNI ATAU SYIAH SAJA, HARUS DARI KEDUA-DUANYA, DAN RIWAYAT HADIS HARUS DARI RIWAYAT KEDUABELAH PIHAK - ULAMA SUNNI DAN ULAMA SYIAH... KARENA BANYAK HADIS YG DISEPAKATI KESHAHIHANNYA OLEH PAKAR HADIS KEDUABELAH PIHAK MENGENAI HAL DIATAS.....
Abdul Malik Karim menulispada 11 April 2009 jam 23:24
mas baqir, topik di sini membahas masalah peringatan wafat Nabi, di tengah jalan ada pembahasan masalah perintah Nabi untuk menulis wasiat,
lalu tiba-tiba ifadah menuduh mazhab wahabi adalah mazhab palsu, tetapi ketika diminta untuk membuktikan keaslian mazhab syi'ah dia tidak bisa
atau barangkali anda bisa membantu ifadah?
masalah khilafah, ALi saja berbaiat pada Abubakar, Umar dan Utsman, mengapa anda protes?
Imam Hasan menyerahkan khilafah dengan sukarela pada Muawiyah, mengapa anda sewot?
atau anda ingin membantu M Shadiq untuk mencari tahu mengapa Nabi tidak jadi menulis wasiat?
yang juga kebingungan, memikirkan mengapa Ali diam saja dan tunduk pada Umar saat Umar "menolak sunnah"?
anda pasti bingung karena tidak bisa menolak kesan bahwa Nabi mengikuti ucapan Umar dan tidak jadi menuliskan wasiat.
jika Nabi setuju dengan ucapan Umar, mengapa kita sekarang sewot?
lalu tiba-tiba ifadah menuduh mazhab wahabi adalah mazhab palsu, tetapi ketika diminta untuk membuktikan keaslian mazhab syi'ah dia tidak bisa
atau barangkali anda bisa membantu ifadah?
masalah khilafah, ALi saja berbaiat pada Abubakar, Umar dan Utsman, mengapa anda protes?
Imam Hasan menyerahkan khilafah dengan sukarela pada Muawiyah, mengapa anda sewot?
atau anda ingin membantu M Shadiq untuk mencari tahu mengapa Nabi tidak jadi menulis wasiat?
yang juga kebingungan, memikirkan mengapa Ali diam saja dan tunduk pada Umar saat Umar "menolak sunnah"?
anda pasti bingung karena tidak bisa menolak kesan bahwa Nabi mengikuti ucapan Umar dan tidak jadi menuliskan wasiat.
jika Nabi setuju dengan ucapan Umar, mengapa kita sekarang sewot?
Abdul Malik Karim menulispada 18 April 2009 jam 0:41
GAME OVER,
M Shadiq, Baqir Anwar, Ifadah, Alfian telah menyerah.
sementara haji nawawi sudah pergi dari dulu
mari pindah ke topik lain!
M Shadiq, Baqir Anwar, Ifadah, Alfian telah menyerah.
sementara haji nawawi sudah pergi dari dulu
mari pindah ke topik lain!
Muhammad Baqiranwar menulispada 18 April 2009 jam 9:04
Saudara Abdul Malik,
BETUL GAME OVER,
karena apapun yg kami jelaskan anda dan kawan2 pengikut golongan kebanyakan itu yakni golongan mayoritas umat islam (SUNNI DAN WAHABI ) sudah disebut karakter2 kalian di dalam alquraan bahwa: KEBANYAKAN MANUSIA ITU TIDAK AKAN BERIMAN MESKIPUN MALAIKAT DITURUNKAN ALLAH UTK MENJELASKAN... DAN KEBANYAKAN MANUSIA ITU DIANTARA MEREKA AKAN DIGIRING KE NERAKA, DAN KEBANYAKAN MANUSIA ITU SEPERTI BINATANG...
ALLAH SAJA SUDAH MENJELASKAN KARAKTER2 ORG YG TAK BERIMAN ITU SEPERTI KARAKTER2 ANDA DAN KAWAN KAWAN... JADI PERCUMA SAJA MENJELASKAN KEPADA ANDA TENTANG KEBENARAN ITU..
Jawaban masalah Kepemimpinan setelah Rasul sudah jelas, Imam Ali ditunjuk Rasul dan sdh dibuktikan sesuai nash dan quraan
Mengenai Imam Hasan menyerahkan kepemimpinan dgn Laknatullah Muawiyah itu bukan sebuah penyerahan ke Khalifaan atau baiat, akan tetapi mereka membuat perjanjian antara Laknatullah Muawiyah dan Pemuda Penghulu Surga Imam Hasan, mengenai kepemipinan akan dikembalikan ke Imam Husein sesuai dgn wasiat rasul bahwa kepemimpinan Islam itu dari keluarga nabi yg disucikan...
Namun apa yg terjadi.. Si Laknatullah Bapaknya itu melanggar perjanjian tersebut dengan menyerahkan kepemimpinan Islam kepada anaknya Yazid Laknatullah...
Apa Hikamah dibalik itu? Imam Hasan mau berdamai dgn Laknatullah Muawiyah itu?? biar umat islam mengetahui bahwa Muawiyah akan melanggar perjanjian...meskipun sdh disepakati perjanjian tersebut... Inilah ciri org kebanyakan seperti Israel... Selalu melanggar perjanjian..
Inilah sejarah Islam yg dibengkokan oleh kebanyakan manusia yakni sunni dan wahabi...
Ini Juga jelas, bahwa Umarlah yg menghabat penulisan wasiat Rasul, dgn mengatakan Nabi mengigau... Pantaskah Nabi dikatakan demikian??? Hanya kaum mayoritas umat yg berani mengatakan demikian Sunni dan Wahabi...
Dan kalau pernyataan Umar itu benar, Mengapa Nabi mengusirnya keluar dari rumahnya beserta sahabat2 lainnya??? Yang hanya bisa berada dalam Rumah itu hanya Imam Ali beserta keluarganya saja...
Ini menandakan bahwa UMARLAH BIANG KEROK PERPECAHAN... NAMUN KEBANYAK UMAT MENGIKUTI SI BIANGKEROK ITU TERMASUK ANDA DKK, DAN KARAKTER2 MEREKA SUDAH DISEBUTKAN DALAM QURAAN... COBA TANYAKAN KEPADA SOHIN ANDA ALI REZA SURAT DAN AYATNYA...
BETUL GAME OVER,
karena apapun yg kami jelaskan anda dan kawan2 pengikut golongan kebanyakan itu yakni golongan mayoritas umat islam (SUNNI DAN WAHABI ) sudah disebut karakter2 kalian di dalam alquraan bahwa: KEBANYAKAN MANUSIA ITU TIDAK AKAN BERIMAN MESKIPUN MALAIKAT DITURUNKAN ALLAH UTK MENJELASKAN... DAN KEBANYAKAN MANUSIA ITU DIANTARA MEREKA AKAN DIGIRING KE NERAKA, DAN KEBANYAKAN MANUSIA ITU SEPERTI BINATANG...
ALLAH SAJA SUDAH MENJELASKAN KARAKTER2 ORG YG TAK BERIMAN ITU SEPERTI KARAKTER2 ANDA DAN KAWAN KAWAN... JADI PERCUMA SAJA MENJELASKAN KEPADA ANDA TENTANG KEBENARAN ITU..
Jawaban masalah Kepemimpinan setelah Rasul sudah jelas, Imam Ali ditunjuk Rasul dan sdh dibuktikan sesuai nash dan quraan
Mengenai Imam Hasan menyerahkan kepemimpinan dgn Laknatullah Muawiyah itu bukan sebuah penyerahan ke Khalifaan atau baiat, akan tetapi mereka membuat perjanjian antara Laknatullah Muawiyah dan Pemuda Penghulu Surga Imam Hasan, mengenai kepemipinan akan dikembalikan ke Imam Husein sesuai dgn wasiat rasul bahwa kepemimpinan Islam itu dari keluarga nabi yg disucikan...
Namun apa yg terjadi.. Si Laknatullah Bapaknya itu melanggar perjanjian tersebut dengan menyerahkan kepemimpinan Islam kepada anaknya Yazid Laknatullah...
Apa Hikamah dibalik itu? Imam Hasan mau berdamai dgn Laknatullah Muawiyah itu?? biar umat islam mengetahui bahwa Muawiyah akan melanggar perjanjian...meskipun sdh disepakati perjanjian tersebut... Inilah ciri org kebanyakan seperti Israel... Selalu melanggar perjanjian..
Inilah sejarah Islam yg dibengkokan oleh kebanyakan manusia yakni sunni dan wahabi...
Ini Juga jelas, bahwa Umarlah yg menghabat penulisan wasiat Rasul, dgn mengatakan Nabi mengigau... Pantaskah Nabi dikatakan demikian??? Hanya kaum mayoritas umat yg berani mengatakan demikian Sunni dan Wahabi...
Dan kalau pernyataan Umar itu benar, Mengapa Nabi mengusirnya keluar dari rumahnya beserta sahabat2 lainnya??? Yang hanya bisa berada dalam Rumah itu hanya Imam Ali beserta keluarganya saja...
Ini menandakan bahwa UMARLAH BIANG KEROK PERPECAHAN... NAMUN KEBANYAK UMAT MENGIKUTI SI BIANGKEROK ITU TERMASUK ANDA DKK, DAN KARAKTER2 MEREKA SUDAH DISEBUTKAN DALAM QURAAN... COBA TANYAKAN KEPADA SOHIN ANDA ALI REZA SURAT DAN AYATNYA...
Abdul Malik Karim menulispada 21 April 2009 jam 1:04
Aha.
Ini Juga jelas, bahwa Umarlah yg menghabat penulisan wasiat Rasul, dgn mengatakan Nabi mengigau...
di mana Umar bilang Nabi mengigau? anda hadir saat itu ?
anda bilang:
Dan kalau pernyataan Umar itu benar, Mengapa Nabi mengusirnya keluar dari rumahnya beserta sahabat2 lainnya??? Yang hanya bisa berada dalam Rumah itu hanya Imam Ali beserta keluarganya saja...
buktinya Nabi tidak jadi menulis wasiat dan mentaati ucapan Umar.
begitu juga Ali diam saja tunduk patuh terhadap perkataan Umar.
jika perkataan Umar salah, mengapa Ali diam saja? mengapa Nabi tidak jadi menulis wasiat?
tapi anda saja sewot.
Ini Juga jelas, bahwa Umarlah yg menghabat penulisan wasiat Rasul, dgn mengatakan Nabi mengigau...
di mana Umar bilang Nabi mengigau? anda hadir saat itu ?
anda bilang:
Dan kalau pernyataan Umar itu benar, Mengapa Nabi mengusirnya keluar dari rumahnya beserta sahabat2 lainnya??? Yang hanya bisa berada dalam Rumah itu hanya Imam Ali beserta keluarganya saja...
buktinya Nabi tidak jadi menulis wasiat dan mentaati ucapan Umar.
begitu juga Ali diam saja tunduk patuh terhadap perkataan Umar.
jika perkataan Umar salah, mengapa Ali diam saja? mengapa Nabi tidak jadi menulis wasiat?
tapi anda saja sewot.
Muhammad Baqiranwar menulispada 23 April 2009 jam 8:46
Abdul Malik,
Anda bodoh lagi!!! berkomentar bahwa:
buktinya Nabi tidak jadi menulis wasiat dan mentaati ucapan Umar.
Nabi tidak jadi nulis wasiat karena Umar menghalang-halangi beliau, dan itulah sebabnya Umar diusir... kalau Umar benar dan Nabi mentaati Umar, kenapa Nabi mengusirnya... Kalau Nabi mengusir Umar sama saja Umar itu sdh masuk di Surga terus Nabi liat mukannya Umar, lalau Nabi usir keluar dari surga lalu digiring ke neraka oleh malaikat...
Imam Ali diam bukan karena tunduk kepada Umar... Tetapi Imam Ali itu mengetahui situasi pada saat itu, dan Rasul sudah memberikan pesan terakhir di Ghadir Khum mengenai pengangkatan Imam Ali, dan Imam Ali mendampingi Rasul dalam keadaan sakit...
Abdul Karim, coba anda jawab:
1. Kenapa Allah hanya diam saja kepada Iblis yg tidak mau tunduk terhadap perintah Allah??? Bukankah Allah mempunyai kemampuan utk menghabisi iblis saat itu juga....
2. Kenapa Allah berikan kesempatan kepada Iblis yg jelas2 tidak taat untuk menggoda umat mencari temannya sampai akhir kiamat?
Anda bodoh lagi!!! berkomentar bahwa:
buktinya Nabi tidak jadi menulis wasiat dan mentaati ucapan Umar.
Nabi tidak jadi nulis wasiat karena Umar menghalang-halangi beliau, dan itulah sebabnya Umar diusir... kalau Umar benar dan Nabi mentaati Umar, kenapa Nabi mengusirnya... Kalau Nabi mengusir Umar sama saja Umar itu sdh masuk di Surga terus Nabi liat mukannya Umar, lalau Nabi usir keluar dari surga lalu digiring ke neraka oleh malaikat...
Imam Ali diam bukan karena tunduk kepada Umar... Tetapi Imam Ali itu mengetahui situasi pada saat itu, dan Rasul sudah memberikan pesan terakhir di Ghadir Khum mengenai pengangkatan Imam Ali, dan Imam Ali mendampingi Rasul dalam keadaan sakit...
Abdul Karim, coba anda jawab:
1. Kenapa Allah hanya diam saja kepada Iblis yg tidak mau tunduk terhadap perintah Allah??? Bukankah Allah mempunyai kemampuan utk menghabisi iblis saat itu juga....
2. Kenapa Allah berikan kesempatan kepada Iblis yg jelas2 tidak taat untuk menggoda umat mencari temannya sampai akhir kiamat?
ADakah manfaat dalam perselisihan ini? Tidakadakah persoalan lain yang lebih positif dan memberi manfaat bagi kemajuan umat Islam sekrang ini, dari pada perdebatan yang akhir-akhirnya hanya akan memunculkan perpecahan kita semua.
BalasHapus