Jadi jelas sekali dan tidak dipungkiri oleh siapapun bahwa; shalat tarawih secara berjamaah adalah ‘ibadah’ yang tidak pernah dicontohkan apalagi diperintahkan oleh baginda Rasulullah sehingga hal itu tergolong bid’ah yang harus dijauhi oleh setiap pribadi muslim yang mengaku cinta dan taat kepada pribadi mulia Rasulullah. Dan berdasarkan hadis terkenal Rasul; “Setiap bid’ah adalah sesat” (kullu bid’ah dhalalah) maka tidak ada lagi celah untuk membagi bid’ah menjadi baik dan buruk/sesat.
———————————————————————-
Shalat Tarawih Berjamaah adalah Bid’ah
Allah SWT berfirmah kepada Rasulullah SAWW:
“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Aali Imran: 31)
Dan perintah Allah kepada umat Muhammad:
“…apa yang diberikan Rasul kepada kalian, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagi kalian, Maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya” (QS Al-Hasyr: 7)
Dan firman Allah:
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya Maka sungguhlah dia Telah sesat, sesat yang nyata” (QS Al-Ahzab: 36)
Semua pemeluk agama Islam pengikut Muhammad Rasulullah SAWW pasti meyakini bahwa bid’ah adalah perbuatan yang harus dijauhi. Hal itu karena terlampau banyak hadis Rasul –baik dalam kitab standart Ahlusunnah maupun Syiah- yang melarang dengan keras dan tegas kepada segenap umatnya dalam pelaksanaan bid’ah. Bahkan dalam beberapa hadis disebutkan bahwa berkumpul dengan pelaku bid’ahpun dilarang, apalagi melakukan bid’ah. Hal itu karena imbas dari ajaran Islam yang mengajarkan ajaran tauhid, termasuk tauhid dalam penentuan hukum agama. Jangankan manusia biasa, Rasulullah pun dilarang untuk membikin-bikin hukum agama. Beliau hanya berhak menyampaikan hukum Allah saja, tanpa diperkenankan untuk menambahi maupun menguranginya. Pelaku bid’ah dapat divonis sebagai penentang dalam masalah tauhid penentuan hukum yang menjadi hak preogatif Tuhan belaka. Hanya Dia yang memiliki otoritas mutlak untuk itu.
Pada kesempatan kali ini, kita akan menegok kembali hukum ‘Shalat Tarawih’ di bulan suci Ramadhan yang seringnya dilakukan secara berjamaah oleh kebanyakan kaum muslimin, tidak terkecuali di Indonesia. Apakah Rasul pernah mencontohkannya ataukah tidak? Siapa pertama kali yang mempolopori pelaksanaan shalat tarawih berjamaah, dan dengan alasan apa? Jika Rasul tidak pernah mencontohkannya –bahkan memerintahkan untuk shalat sendiri-sendiri- maka pelaksanaannya secara berjamaah apakah tidak termasuk kategori bid’ah, sedang Rasul dalam hadisnya perbah bersabda: “Setiap Bid’ah adalah sesat” (kullu bid’atin dhalalah) dimana ungkapan ini meniscayakan bahwa tidak ada lagi pembagian bid’ah menjadi ‘baik’ (hasanah) dan ‘buruk/sesat’ (dhalalah)?
Kita akan mulai dengan apa yang dinyatakan oleh Imam Bukhari dalam kitab shahihnya yang dinukil dari Abdurrahman bin Abdul Qori yang menjelaskan: “Pada salah satu malam di bulan Ramadhan, aku berjalan bersama Umar (bin Khattab). Kami melihat orang-orang nampak sendiri-sendiri dan berpencar-pencar. Mereka melakukan shalat ada yang sendiri-sendiri ataupun dengan kelompoknya masing-masing. Lantas Umar berkata: “Menurutku alangkah baiknya jika mereka mengikuti satu imam (untuk berjamaah)”. Lantas ia memerintahkan agar orang-orang itu melakukan shalat dibelakang Ubay bin Ka’ab. Malam berikutnya, kami kembali datang ke masjid. Kami melihat orang-orang melakukan shalat sunnah malam Ramadhan (tarawih) dengan berjamaah. Melihat hal itu lantas Umar mengatakan: “Inilah sebaik-baik bid’ah!”” (Shahih Bukhari jilid 2 halaman 252, yang juga terdapat dalam kitab al-Muwattha’ karya Imam Malik halaman 73).
Dari riwayat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa; Pertama: Shalat terawih berjamaah tidak pernah dilakukan sebelum adanya perintah dari Umar. Kedua: Pertama kali shalat tarawih berjamaah diadakan pada zaman Umar sebagai khalifah. Sedang pada masa Rasul maupun khalifah pertama (Abu Bakar) tidak pernah ada. Ketiga: Atas dasar itulah maka Umar sendiri mengakui bahwa ini adalah ‘hasil pendapat pribadinya’ sehingga ia mengatakan “Ini adalah sebaik-baik bid’ah” (nimatul bid’ah hadzihi). Sekarang yang menjadi pertanyaan; Bolehkan seorang manusia biasa mengada-ngada dengan dasar ‘pendapat pribadinya’ untuk membikin hukum peribadatan dalam Islam? Apa hukum mengada-ngada tersebut? Bagaimana memvonis pengada-ngada dan pelaksana hukum bikinan (baca: bid’ah) tersebut?
Kini kita lihat pengakuan beberapa ulama Ahlusunnah tentang hakekat hukum shalat tarawih berjamaah itu sendiri. Di sini kita akan mengambil beberapa contoh dari pribadi-pribadi tersebut. Al-Qosthalani dalam mensyarahi ungkapan Umar (“Ini adalah sebaik-baik bid’ah”) dalam kitab Shahih Bukhari tadi mengatakan: “Ia mengakui bahwa itu adalah bid’ah karena Rasul tidak pernah memrintahkanya sehingga shalat sunah di malam Ramadhan harus dilakukan secara berjamaah. Pada zaman Abu Bakar pun tidak pernah ada hal semacam itu. Begitu pula tidak pernah ada pada malam pertama Ramadhan (di malam hari keluarnya perintah Umar tadi. red). Juga dalam kaitannya dengan jumlah rakaat (shalat tarawih) yang tidak memiliki asal” (Irsyad as-Sari jilid 5 halaman 4). Ungkapan dan penjelasan semacam ini juga dapat kita temukan dalam kitab Fathul Bari, Umdah al-Qori dan beberapa kitab lain yang dikarya untuk mensyarahi Shahih Bukhari. As-Suyuthi dalam kitab “Tarikh al-Khulafa’” menjelaskan bahwa, pertama kali yang memerintahkan untuk melakukan shalat tarawih secara berjamaah adalah Umar bin Khatab. Ini pula yang diungkapkan oleh Abu Walid Muhammad bin Syuhnah dalam mengisahkan kejadian tahun 23 H. Sebagaimana juga diakui oleh Muhammad bin Saad sebagaimana yang tercantum dalam jilid ketiga kitab “at-Tabaqoot” sewaktu menyebut nama Umar bin Khatab. Juga yang dinyatakan oleh Ibnu Abdul Bar dalam kitab “al-Isti’ab” sewaktu mensyarahi pribadi Umar bin Khatab. Jadi jelas sekali dan tidak dipungkiri oleh siapapun bahwa; shalat tarawih secara berjamaah adalah ibadah yang tidak pernah dicontohkan apalagi diperintahkan oleh baginda Rasulullah sehingga hal itu tergolong bid’ah yang harus dijauhi oleh setiap pribadi muslim yang mengaku cinta dan taat kepada pribadi mulia Rasulullah.
Sementara, dalam hadis-hadis lain disebutkan bahwa Rasulullah dengan keras melarang umatnya untuk melakukan shalat sunah secara berjamaah. Sebagai contoh, dalam sebuah hadis sahih disebutkan bahwa Rasul pernah bersabda: “Hendaknya atas kalian untuk melakukan shalat di rumah kalian, karena sebaik-baik shalat adalah yang dilakukan di rumah, kecuali shalat fardhu (wajib)” (Shohih Muslim dengan Syarh Imam Nawawi jilid 6 halaman 39, atau pada kitab Fathul Bari jilid 4 halaman 252).
Dengan menggabungkan empat argumen di atas tadi –(1) perintah mengikuti Rasul sehingga mendapat ridho Allah, (2) larangan melakukan bid’ah, (3) shalat tarawih tidak dicontohkan Rasul yang mensicayakan bid’ah dalam peribadatan dan (4) perintah Rasul untuk melakukan shalat sunah di rumah, secara sendiri-sendiri- maka banyak dari ulama Ahlusunnah sendiri yang mereka melakukan shalat tarawih di rumah masing-masing, tidak berjamaah di masjid ataupun mushalla. Malah dalam kitab “al-Mushannaf” disebutkan, Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan bahwa; “Ibnu Umar tidak pernah melakukan shalat tarawih berjamaah”. Dan dalam kitab yang sama, Mujahid mengatakan: “Pernah seseorang datang kepada Ibnu Umar dan bertanya: “Pada bulan Ramadhan, apakah shalat tarawih kita lakukan dengan berjamaah?” Ibnu Umar berkata: “Apakah kamu bisa membaca al-Quran?” Ia (penanya tadi) menjawab: “Ya!?” lantas Ibnu Umar berkata: Lakukan shalat tarawih di rumah!” (Al-Mushannaf jilid 5 halaman 264 hadis ke-7742 dan ke-7743).
Namun, sebagian dari ikhwan Ahlsunnah mengelak bahwa itu (tarawih berjamaah) adalah bid’ah berargumen dengan beberapa dalil. Di sini kita akan sebutkan sandaran mereka dengan kritisi ringkas atas dalil yang mereka kemukakan.
Ada dua hadis yang sering dijadikan argumen sebagai landasan hukum legalitas shalat tarawih berjamaah di bulan Ramadhan;
1- Ummul Mukmin Aisyah berkata: “Pada satu pertengahan malam, Rasulullah keluar dari rumah untuk melaksanakan shalat di masjid. Beberapa orang mengikuti shalat beliau (sebagai makmum. red). Masyarakatpun mulai berdatangan karena kabar yang tersebar. Hal itu berjalan hingga malam ketiga. Masjidpun menjadi penuh. Pada malam keempat, setelah melaksanakan shalat Subuh Rasul berkhutbah di depan masyarakat dengan sabdanya: “…Aku khawatir perbuatan ini akan menjadi (dianggap) kewajiban sedang kalian tidak dapat melaksanakannya”. Sewaktu Rasulullah meninggal, suasana menjadi sedia kala” (Shahih Bukhari jilid 1 halaman 343)
Menjadikan hadis di atas sebagai dalil akan legalitas shalat tarawih berjamaah sangatlah lemah dan tidak sempurna. Karena di dalam teks hadis tersebut jelas sekali bahwa, tidak ada penjelasan bahwa itu terjadi pada bulan Ramadhan sehingga itu menunjukkan shalat tarawih. Selain karena hadis itu secara sanadnya terdapat pribadi yang bernama Yahya bin Bakir yang dihukumi lemah (dhaif) dalam meriwayatkan hadis. Hal itu bisa dilihat dalam kitab “Tahdzibul Kamal” jilid 20 halaman 40 dan atau Siar A’lam an-Nubala’ jilid 10 halaman 612. apalagi jika kita kaitkan dengan pengakuan sahabat Umar sendiri yang mengaakan bahwa tarawih adalah; “Sebaik-baik bid’ah”, sebagaimana yang telah kita singung di atas.
2- Ibn Wahab menukil dari Abu Hurairah yang meriwayatkan bahwa, suatu saat Rasul memasuki masjid. Belioau melihat para sahabat di beberapa tempat sedang sibuk melaksanakan shalat. Beliau bertanya: “Shalat apa yang mereka lakukan?”. Dijawab: “Sekelompok sedang melakukan shalat dengan diimami oleh Ubay bin Ka’ab”. Rasul lantas bersabda: “Apa yang mereka lakukan benar dan mereka telah melakukan kebaikan.” (Fathul Bari jilid 4 halaman 252).
Menjadikan hadis ini sebagai pembenar pelaksanaan shalat tarawih berjamaah pun tidak benar, karena dalam teks hadis jelas tidak dinyatakan shalat apakah yang sedang mereka laksanakan, shalat tarawihkah ataukah shalat fardhu (shalat wajib). Selain itu, Ibnu Hajar sendiri (penulis kitab “Fathul Bari” tadi) setelah menukil hadis tersebut menyatakan kelemahan hadis tersebut dari dua sisi; pertama: Terdapat pribadi yang bernama Muslim bin Khalid yang lemah (dhaif) dalam meriwayatkan hadis. Kedua: Dalam hadis ini disebutkan bahwa Rasul yang mengumpulkan orang-orang agar shalat di belakang Ubay bin Ka’ab, padahal yang terkenal (ma’ruf) adalah sahabat Umar-lah yang mengumpulkan orang-orang untuk shalat bersama Ubay bin Ka’ab.
Dari sini jelaslah bahwa, pelaksanaan ‘ibadah shalat tarawih berjamaah’ bukan hanya tidak pernah diperintahkan oleh Rasul, bahkan Rasul sendiri tidak pernah mencontohkannya. Dan terbukti pula bahwa sahabat umar-lah yang mempelopori ibadah tersebut. Padahal kita tahu bahwa ‘penentuan amal ibadah’ adalah hak mutlak Allah yang dijelaskan melalui lisan suci Rasulullah. Rasul sendiri tidak berhak menentukan suatu amal ibadah, apalagi manusia biasa, walaupun ia tergolong sahabat. Oleh karenanya, sahabat Umar sendiri mengakui bahwa itu adalah bagian dari Bid’ah. Sedang kita tahu bahwa semua bid’ah adalah sesat, sehingga tidak ada lagi celah untuk membagi bid’ah kepada baik dan tidak baik.
Semoga dalam bulan suci Ramadhan ini kita bisa mengamalkan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya, termasuk menjauhi segala macam jenis bid’ah seperti melaksanakan shalat tarawih berjamaah. Karena bagaimana mungkin kita akan dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT namun jalan dan sarana yang kita tempuh adalah melalui perbuatan yang dibenci oleh Allah, seperti bid’ah. Mustahil sesuatu yang menjauhkan dari Allah (seperti Bid’ah) akan dapat mendekatkan kepada-Nya (masuk kategori ibadah). Ini adalah dua hal kontradiktif yang mustahil terjadi. Semoga dengan menjauhi semua bid’ah kita dapat meninggalkan bulan Ramadhan dengan kembali ke fitrah yang suci, melalui Iedul Fitri. Amin
tekafc
Salam Kenal,
Maaf , di atas anda bilang ” tidak ada satupun solat sunah yang di perbolehkan berjamaah ”
Tapi bagaimana dengan solat idul fitri dan idul adha ?
mohon pencerahannya. . ?
Terimakasih
————————————————–
Islam :
Salam kenal juga..
Pertama, itu bukan pendapat saya pribadi. Dalam ajaran Ahlul Bayt Nabi, hukum shalat ‘Idain (Fitri dan Adha) sama seperti hukum shalat Jum’at, wajib ikhtiyari. Wajib Ikhtiyari adalah bila syarat-syarat telah terpenuhi maka hukumnya wajib sebagaimana yang kita pahami, tanpa ada pilihan. Jika belum terpenuhi maka bisa memilih, antara melakukannya atau tidak, yang dalam hal shalat jumat maka bisa diganti dengan shalat zuhur biasa. Salah syarat utamanya adalah keberadaan Imam Zaman. Jadi bukan Sunnah, tetapi wajib.
Imam Ali aja sholat tarawih kenapa dikau tidak sholat tarawih, malah bilang bidah. Katanya mencintai Ahlul Bait, tapi malah menyalahi
—————————————————
Islam :
Anda bisa buktikan bahwa Imam Ali AS melakukan shalawat tarawih berjamaah, padahal Rasul sendiri tidak pernah melakukannya? Kalau sekedar shalawat tarawih ya gak papa, tapi yang jadi masalah adalah, boleh berjamaah atau tidak? Kalau boleh mana dalilnya? Kalau tidak, maka itu adalah bid’ah, karena selain tidak ada ajaran dari Rasul, juga menyalahi perintah Rasul.
Astagfirullah………Kami Kaum Ahlul Bait Indonesia berlepas diri dari paham sesat SYIAH. kARENA :
1. Kaum Syiah telah berbuat syirik buktinya kAUM Syiah Mengkultuskan Kuburan dan membangun kuburan – kuburan Ahlul Bait serta menyembahnya dan tawaf di sekelilingnya. Padahal kami Keluarga Rasul Melarang Membangun Kuburan Lihat hadist kami:
Amirul Mukminin Ali bin Abi Tolib berkata: “Barangsiapa yang memperbarui (membangun,dll) kuburan maka dia telah keluar dari Islam.”
Kitab Biharul Anwar jilid 79 bab 12 : tentang adab-adab kuburan
» Dari Abu Abdillah – Imam Ja’far Assodiq – berkata: “Jangan kalian membangun apa pun di atas kuburan dan menggambari atap bangunan, Sesungguhnya Nabi membenci hal itu.”
Kenyataan…hingga saat ini udah berapa banyak kuburan-kuburan Imam Husain dibangun di berbagai negara. Subhanallah Anda Telah Mencemarkan Ahlul Bayt yang mendiri kan KALIMAH TAUHID BUKAN SYIRIK.
2. Kaum Syiah Telah Menggambarkan Kami Para Keturunan Ahlul Bayt dengan gambar-gambar lukisan seperti lukisan Imam Husain Ra, Ali Ra dan nabi muhammad SAWsebagainya. Padahal Kami Kaum Ahlul Bayt tidak mengenal gambar, karena itu merupakan kesyirikan belaka seperti kaum hindu dan budha yang menggambar imamnya. Ini dasar kami .Amirul Mu’minin berkata: “Rasulullah mengutusku ke Madinah dan bersabda: ‘Hapuslah semua gambar dan ratakanlah semua kuburan yang ditinggikan maupun yang dibangun di atasnya dan bunuhlah semua anjing’”.
Kitab Al Kafi jilid 6 hal 528.
3. Kaum Syiah telah membunuh Husain, buktinya Kaum Syiah di laknat Allah, pada setiap tanggal 10 muharam kaum syiah menyiksa/melukai dirinya sendiri dengan pedang(benda tajam)…seluruh dunia kaum syiah Demi Allah pasti melukai dirinya, mereka berdalih sebagai menghormati dan ikut berduka cita. PADAHAL MEREKA TIDAK SADAR BAHWA MEREKA TELAH DI KUTUK OLEH ALLAH ATAS PEMBANTAIAN AHLUL BAYT OLEH KELOMPOK SYIAH JAFARIAH (IMAM 12) MEREKA TIDAK SADAR PADAHAL Imam Ja’far Assodiq berkata : barang siapa memukulkan tangannya ke paha ketika ditimpa musibah, maka seluruh pahalanya akan gugur (apalagi memukul badan dan wajah hingga berdarah-darah). Al Kafi jilid 3 hal 225, Al Wasa’il jilid 2 hal 914.
- Hadits Nabi Sallalahu Alaihi Wasallam : Bukan dari golongan kami yang memukul wajah dan merobek pakaian (ketika ditimpa musibah). Mustadrak wasa’il jilid 1 hal 114
INI SUDAH JELAS. IMAM KHOMAINI LAKNATULLAH TELAH MENIPU ANDA SELURUH KAUM SYIAH DUNIA……MEREKA MEHILANGKAN BERITA TENTANG KEBENARAN KEMATIAN IMAM HUSSEIN RA. BUKTINYA MEREKA MELUKAI DIRI SETIAP 10 MUHARRAM SEBAGAI KUTUKAN DARI ALLAH SWT (TAUBATLAH DAN KEMBALILAH KEPADA KAMI AHLUL BAYT). fIRMAN ALLAH SWT : Maka rasailah olehmu (siksa ini) disebabkan kamu melupakan akan pertemuan dengan harimu ini. Sesungguhnya Kami telah melupakan kamu (pula) dan rasakanlah siksa yang kekal, disebabkan apa yang selalu kamu kerjakan (as-sajdah:14)
Adapun orang-orang yang kafir, maka akan Ku-siksa mereka dengan siksa yang sangat keras di dunia dan di akhirat, dan mereka tidak memperoleh penolong. (Ali-Imran 56)
Apakah tidak kamu perhatikan orang-orang yang telah dilarang mengadakan pembicaraan rahasia, kemudian mereka kembali (mengerjakan) larangan itu dan mereka mengadakan pembicaraan rahasia untuk berbuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rasul. Dan apabila mereka datang kepadamu, mereka mengucapkan salam kepadamu dengan memberi salam yang bukan sebagai yang ditentukan Allah untukmu. Dan mereka mengatakan kepada diri mereka sendiri: “Mengapa Allah tidak menyiksa kita disebabkan apa yang kita katakan itu?” Cukuplah bagi mereka Jahannam yang akan mereka masuki. Dan neraka itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.(al-mujaadilah ayat
4. Kaum Syiah Selalu berprasangka buruk kepada seluruh kaum sunni, padahal kaum sunnilah yang tegak di atas Ahlul Bayt, kitab Al-kafi kami dari Ahlul Bayt telah banyak mengalami perusakan karena dirusak oleh imam maksum syiah yang keji dan laknatullah. Banyak sekali hadist rasul yang di selewengkan oleh ahlul syiah, sebagai contoh… imam maksum syiah menyatakan Imamlah yang mengatur langit dan bumi(alkafi) padahal kami tidak pernah menyatan demikian YANG MAHA PENGATUR ADALAH ALLAH……KAUM SYIAHLAH YANG MENGOTORI KAMI KAUM AHLUL BAYT. YA ALLAH KEMBALIKAN KAUM SYIAH MENGIKUTI SUNNAH RASULMU YANG MULIA…APABILA MEREKA MASIH MENDUTAKAN KAMI KELUARGA RASUL MAKA KEKALKANLAH KAUM SYIAH DI JAHANNAM AIMIN….
Hm, saya meragukan anda adalah Ahlusunnah biasa, karena ungkapan anda berbau ajaran wahabisme, mau bukti? Dari tulisan anda sendiri:
1- Masalah kuburan. Bukan hanya Syiah, tetapi semua kelompok Ahlusunnah membolehkan membangun kuburan, kecuali pengikut Ibnu Taimiyah dan Muhamad bin Abdul Wahhab (pencetus Wahabisme). Dari situ akhirnya selain Wahabi mereka sebut dengan penyembah kuburan.
2- Yang mengharamkan gambar hidup adalah kelompok Wahabisme yang akibat dari berpegangan dengan satu-dua riwayat saja langsung mengambil konklusi hukum. Padahal bukan hanya Syiah, kelompok mazhab fikih Ahlusunnah tidak melarang hal itu.
3- Meratapi orang mati adalah hal yang boleh. Dalam sejarah, setelah syahidnya paman rasul (Hamzah) Rasul bersedih karena pamannya tidak ada yang meratapi. Memang melukai dan menzalimi diri sendiri adalah tidak dibenarkan, itu juga yang difatwakan oleh mayoritas ulama Syiah. Kalaupun ada yang melakukan itu, apa lantas bisa digeneralisir bahwa SEMUA Syiah seperti itu? Jika anda ingin tahu Syiah maka lihatlah pendapat para ulamanya, jangan melihat person-person yang awam. Jika di Saudi ada beberapa oknum Wahaby yang suka memperkosa dan menyiksa TKW Indonesia, apakah lantas saya boleh mengatakan bahwa Wahaby membolehkan memperkosa dan menyiksa TKW? Tentu tidak bukan?
4- Syiah tidak pernah menyatakan semacam itu. Anda bisa cek dalam kitab-kitab para ulama Syiah yang ada. Jangan Sunni biasa, yang Wahabi seperti anda saja Syiah tidak menyatakan hal itu, keccuali jika kewahabian anda sudah menjruus kepada kebencian kepada keluarga Rasul (Nashibi). Dalam melihat kenashibian seseorang, Syiah tidak pakai toleransi lagi. Karena ia (Nashibi) telah menentang perintah Rasul untuk mencintai Ahlul Baytnya. Dan tidak semua Wahaby tergolong Nashibi. Yang jelas, hampir semua Sunni biasa (non Wahabi) adalah juga pecinta keluarga Rasul, walaupun dalam derajat mencintai memiliki tingkatan yang berbeda-beda.
He he he, kebohongan mana lagi yang hendak anda katakan? Anda Syiah (Ahlul Bayt)? Anda mencaci Syiah tetapi di saat yang sama anda mengatakan “Kitab kami al-Kafi telah dirusak oleh Imam Maksum”…Anda tahu kapan al-Kafi di tulis dan kapan kehidupan/zaman imam Maksum? Alkafi juga gak jauh beda dengan kitab standart anda (Bukhari-Muslim, dst) yang ditulis jauh setelah kehidupan para pembicaranya (Nabi atau sahabat) Selain itu, anda juga menggunakan nama yang berbeda-beda tetapi IP-ID anda sama…IP-ID anda: 125.162.57.214 dimiliki oleh beberapa nama yang sama, dan waktu yang hampir bersamaan.
Mas, saya ingatkan, jika anda hendak menjelaskan hakekat Syiah, jauhkanlah dari kebohongan, apalagi mengaku-ngaku Syiah….selain anda akan mendapat dosa berbohong, anda juga terganggu dengan kebiasaan buruk berbohong yang akan merusak jiwa (psikis) anda, kejelekan anda cepat atau lambat akan tersingkap apalagi jika anda bukan tergolong orang yang cerdas dalam menutupi kebohongan…..Jika anda benci Syiah, pakailah jalan yang gentle dan intelek, jangan pakai metode “lempar batu sembnyi tangan” atau “musang berbulu ayam”! Karena itu adalah metode-metode yang biasa dipakai kaum munafik.
apakah salah umar mengumpulkan orang untuk sholat terawih, bukankah ini sunah dari nabi.bahkan nabi pernah melakukan sholat terawih berjamaah di mesjid, dan pada awalnya ada beberapa orang sholat bersama Beliau,kemudaian mereka bertambah banyak pada malam berikutnya dan beliau shalat mengimami mereka. pada malam ketiga ketika mesjid penuh,Nabi tidak keluar untuk sholat terawih berjamaah kecuali saat sholat subuh, lalu beliau mengatakan kepada mereka " Tidak ada yang menghalangiku utk keluar kpd kalian (tadi malam ) keculi aku khawatirakan diwajibkan kepada kalian" berati umar tidak melakukan bid'ah bahkan beliau melaksanakn sunah yang dilakukan NabiMuhammad.
BalasHapus